Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KEJANG
Elektroensefalogram (EEG), adalah alat yang berguna untuk
mendiagnosis epilepsy. EEG mencatat muatan listrik abnormal dari korteks
serebri. Lima puluh persen dari semua kasus epilepsy dianggap bersifat primer,
atau idiopatik(tidak diketahui sebabnya), dan 50% lagi sekunder akibat trauma,
anoksia otak, infeksi, atau gangguan pembuluh darah otak (CVA = cerebrovascular
accident, atau stroke).
Obat-obat yang dipakai untuk serangan kejang epilepsy disebut sebagai
antikonvulsi atau antiepilepsi. Obat-obat antikonvulsi menekan impuls listrik
abnormal dari pusat serangan kejang ke daerah korteks lainnya, sehingga mencegah
serangan kejang,tetapi tidak menghilangkan penyebab kejang. Antikonvulsi
diklasifikasikan sebagai penekan SSP
Tabel 2.1
Kategori dan Karakteristik Kejang

KATEGORI KARAKTERISTIK DAN JENIS – JENIS SERANGAN


KEJANG
Serangan Melibatkan kedua hemisfer otak. Perubahan motor diketahui
Kejang Umum dan kesadaran mungkin hilang.
1. Serangan kejang tonik klonik, atau grand-mal: bentuk
serangan kejang yang paling sering. Pada fase tonik, otot
rangka berkontraksi atau mengencang dalam bentuk
spasme, berlangsung 3-15 detik. Pada fase klonik
terjadi, terdapat kontraksi otot disritmik, atau kedutan
pada tungkai dan lengan, berlangsung 2-4 menit.
2. Serangan kejang tonik: kontraksi otot terus menerus.
3. Serangan kejang klonik: kontraksi otot disritmik.
4. Serangan kejang absence, atau petit-mal: kehilangan
kesadaran singkat, berlangsung kurang dari 10 detik.
Kurang dari tiga gelombang tajam pada hasil EEG.
Biasanya terjadi pada anak-anak.
5. Serangan kejang mioklonik: kontraksi atau kedutan
klonik setempat berlangsung 3-10 detik. Dapat terjadi
sekunder karena gangguan neurologist, seperti ensefalitis
atau penyakit Tay-Sachs.
6. Serangan kejang atonik: kepala terjatuh, hilangnya postur.
7. Spasme infantile: spasme otot.
Serangan Pada serangan kejang parsial simple tidak terjadi kehilangan
Kejang Parsial kesadaran, tetapi pada serangan kejang kompleks terjadi
kehilangan kesadaran. Melibatkan satu hemisfer otak.
1. Serangan kejang simple: terjadi dalam bentuk motorik,
sensorik, otonomik, dan psikik. Motorikdisebut sebagai
serangan kejang Jacksonian; melibatkan pergerakan
spontan yang menyebar; dapat berlanjut dengan serangan
kejang umum. Sensorik:halusinasi penglihatan,
pendengaran, atau rasa. Respons otonomik: pucat,
flushing, berkeringat atau muntah.Psikologik: perubahan
kepribadian.
2. Serangan kejang kompleks atau psikomotor(lobus
temporalis); gejala-gejala dapat meliputi kebingungan
atau gangguan daya ingat, perubahan perilaku, dan
otomatisme (perilaku yang diulang-ulang, seperti
gerakan mengunyah atau menelan).Klien mungkin
tidak dapat mengingat perilakunya setelah serangan
kejang.

B. ANTI KONVULSI
1. Pengertian Anti Konvulsi
Antikonvulsan adalah suatu aktivitas yang diberikan oleh senyawa tertentu yang
dapat mengobati penyakit yang memiliki gejala kejang seperti epilepsi.
2. Mekanisme Kerja Obat Antikonvulsi
a. Memperkuat efek GABA : valproate dan vigabatrin bersifat menghambat
perombakan GABA oleh transaminase, sehingga kadarnya di sinaps
meningkat dan neurotransmisi lebih diperlambat. Topiramate bekerja
menurut prinsip memperkuat GABA sedangkan lamotrigine meningkatkan
kadar GABA. Fenobarbital juga menstimulir pelepasannya.
b. Menghambat kerja aspartate dan glutamate. Kedua asam amino ini adalah
neurotransmitter yang merangsang neuron dan menimbulkan epilepsy.
Pembebasan ini dapat dihambat oleh lamotrigine, valproate, karbamazepin
dan fenitoin.
c. Memblokir saluran-saluran, Na, K dan Ca yang berperan penting pada timbul
dan perbanyakannya muatan listrik. Contohnya adalah etosuksimida,
valproate, karbamazepin, okskarbazepin, fenitoin, lamotrigine, pregahalin
dan topiramate.
d. Meningkatkan ambang-serangan dengan jalan menstabilkan membrane sel
antara lain felbamate
e. Mencegah timbulnya pelepasan muatan listrik abnormal di pangkalnya dalam
SSP yaitu fenobarbital dan klonazepam
f. Menghindari menjalarnya hiperaktivitas (muatan listrik) pada neuron otak
lainnya seperti klonazepam dan fenitoin.

3. Memperkuat efek
GABA : valproat dan
vigabatrin bersifat
menghambat perombakan
GABA oleh
4. transaminase, sehingga
kadarnya di sinaps
meningkat dan
neurotransmisi lebih
diperlambat. Topiramat
5. bekerjas menurut
prinsip memperkuat
GABA sedangkan
lamotrigin meningkatkan
kadar GABA.
6. Fenobarbital juga
menstimulir
pelepasannya.
7. 2. Menghambat kerja
aspartat dan glutamat.
Kedua asam amino ini
adalah neurotransmitter
yang
8. merangsang neuron
dan menimbulkan
serangan epilepsi.
Pembebasan ini dapat
dihambat oleh
9. lamotrigin, valproat,
karbamazepin dan
fenitoin
10. 3. Memblokir saluran
– saluran ( channels ),
Na, K dan Ca yang
berperan penting pada
timbul dan
11. perbanyakannya
muatan listrik.
Contohnya adalah
etosuksimida, valproat,
karbamazepin,
12. okskarbazepin,
fenitoin. Lamotrigin,
pregabalin, dan topiramat
13. 4. Meningkatkan
ambang – serangan
dengan jalan
menstabilkan membran
sel, antara lain felbamat
14. 5. Mencegah
timbulnya pelepasan
muatan listrik abnormal
di pangkalnya ( focus )
dalam SSP yakni
15. fenobarbital dan
klonazepam

Gambar 2.1
Mekanisme kerja antikonvulsi

Sinap glutamate adalah sinaps eksitasi (perangsangan). Pendudukan


reseptor NMDA menyebabkan peningkatan permeabilitas membrane terhadap
natrium dan kalsium yang akan menyebabkan penerusan rangsang
konvulsi. Penghambatannya oleh antagonis reseptor NMDA (felbamat dan
valproate) berakibat sebaliknya. Fenitoin, lamotrigin,dan fenobarbital
menghambat pelepasan glutamate. Carbamazepin,valproate,dan fenitoin
menghambat penerusan rangsang melalui peningkatan inaktivasi. Etosuksimid
dan valproate menghambat kanal kalsium sehingga saraf epilepsy tidak
terdepolarisasi sehingga rangsang konvulsi tidak diteruskan. Sinaps GABA
bersifat inhibitorik, pendudukan reseptor GABA oleh GABA dan zat yang
bersifat gabamimetik (benzodiazepin, barbiturate, vigabatrin, tiagabin,dan
gabapentin) yang membuka kanal klorida sehingga sel saraf epilepsy bermuatan
sangat negative (hiperpolarisasi) dan tidak mudah terangsang.

Gambar 2.2
Tempat kerja antiepileptic pada sinaps GABA

16. Obat-obat Antikonvulsi


Ada banyak jenis antikonvulsi yang dipakai untuk mengobati
epilepsy,yaitu obat generasi pertama (obat klasik): fenitoin (hidantoin),
barbiturate dengan masa kerja panjang (fenobarbital, mefobarbital,dan
primidon), suksinimid (etosuksimid), oksazolidon (trimetadion),
benzodiazepin diazepam, klonazepam), karbamazepin,dan asam valproate serta
obat generasi ke-2: vigabatrin, lamotrigin, gabapentin, felbamat, tiagabin,
topiramat,dan zonisamida. Obat generasi ke-2 umumnya tidak diberikan
tunggal sebagai monoterapi melainkan sebagai tambahan dalam kombinasi
dengan obat-obat klasik. Obat generasi ke-2 pengalaman penggunaannya masih
relative singkat disbanding obat klasik yang masih membuktikan keampuhan
dan keamanannya.
Anti konvulsi tidak dipakai untuk semua jenis serangan kejang,
contohnya fenitoin efektif untuk mengobati serangan kejang grand-mal(tonik-
klonik) dan serangan kejang psikomotor,tetapi tidak efektif untuk mengatasi
serangan kejang petit-mal(absence). Antikonvulsi biasanya dipakai seumur
hidup. Dalam beberapa kasus, dokter mungkin menghentikan antikonvulsi
jika dalam 3-5 tahun terakhir tidak lagi terjadi serangan kejang. Efek samping
berupa: a) Nausea, turun BB, rontok rambut, hirsutisme, kelainan psikis,
darah,danhati; b) Sistem endokrin: memengaruhi metabolisme vitamin D
dengan akibat menurunnya kadar kalsium danfosfat harus diperhatikan pada
pemakaian lama.
Efek terhadap kehamilan: Asam valproat, karbamazepin, fenitoin,dan
fenobarbital,menghambat resorpsi asam folat dan menginduksi enzim ad
ekskresi folat meningkat sehingga menyebabkan spina bifida janin dananemia
makrositer.
Interaksi obat: Fenitoin, fenobarbital, primidon, karbamazepin saling
menurunkan kadarnya dalam darah karena peningkatan ekskresi. Selain
itu,karena bersifat auto induksi enzim pemetabolismemaka menurunkan
kadar anti-konseptika, antikoagulansia, zat steroida, asetosal.
a. Fenitoin
Antikonvulsi pertama dan sampai sekarang masih sering dipakai untuk
mengendalikan serangan kejang adalah fenitoin. Obat ini paling sedikit
efek toksiknya, sedikit efeknya terhadap sedasi umum dan tidak
menimbulkan adiksi. Tetapi,obat ini tidak boleh dipakai selama
kehamilan karena menimbulkan efek teratogenik pada janin.Indikasi:
epilepsi grandmal, epilepsi psikomotor, epilepsi fokal,danbangkitan
sederhana.Indikasi lain: aritmia jantung.
Dosis obat fenitoin,seperti halnya antikonvulsi lainnya berbeda-
beda tergantung dari usia klien. Bayi baru lahir, orang dengan penyakit
hati atau lanjut usia membutuhkan dosis yang lebih rendah akibat
berkurangnya metabolisme yang mengakibatkan lebih banyak kadar obat
di dalam darah. Anak-anak serta orang dewasa muda usia
pertengahan mempunyai laju metabolisme yang meningkat. Dosis-dosis
disesuaikan berdasarkan kadar teurapeutik plasma atau serum. Fenitoin
mempunyai batas terapeutik yang sempit,yaitu 10-20 mikrogram/mL.
Manfaat antikonvulsi akan jelas jika kadar obat serum berada dalam
batas terapeutik; bila kadar obat serum berada di bawah batas yang
diinginkan, berarti klien tidak menerima dosis obat yang dibutuhkan
untuk mencegah serangan kejang, dan sebaliknya bila kadar obat
serum berada diatas batas yang diinginkan, maka dapat terjadi toksisitas
obat. Pemantauan batas terapeutik obat dalam serum merupakan hal yang
paling penting untuk memastikan efektivitas obat.
Efek samping dan reaksi yang merugikan.Efek samping yang berat dari
fenitoin adalah metabolisme gingival atau pertumbuhan jaringan gusi
yang berlebihan (gusi berwarna merah dan mudah berdarah),efek
neurologist dan psikologis, seperti sukar bicara (slurred speech),
bingung, depresi dan trombositopenia (jumlah plateletrendah), dan
leukemia (jumlah sel darah putih rendah). Klien yang memakai fenitoin
jangka panjang mungkin mempunyai kadar gula darah yang meningkat
(hiperglikemia), yang diakibatkan dari inhibisi obat terhadap pelepasan
insulin. Efek samping yang lebih ringan adalah mual, muntah,
konstipasi dan sakit kepala.Interaksi obat-obat.
Interaksi obat-obat sering terjadi pada fenitoin karena obat ini
tinggi berikatan dengan protein. Fenitoin bersaing dengan obat-obat
lain, seperti antikoagulan dan aspirin, sehingga lebih banyak obat bebas dan
meningkatkan aktivitasnya. Obat-obat,seperti sulfonamide dan simetidin,
dapat meningkatkan kerja fenitoin dengan menghambat metabolisme hati,
yang perlu untuk ekskresi obat. Absorpsi fenitoin akan berkurang
dengan adanya antasida, preparat kalsium, dan obat antikanker.
Antipsikotik dapat menurunkan ambang serangan kejang dan dapat
meningkatkan aktivitas serangan kejang. Klien harus dipantau ketat untuk
saat-saat terjadinya serangan kejang.
b. Barbiturat
Fenobarbital, suatu barbiturate dengan masa kerja panjang, sampai
kini masih diresepkan untuk mengobati serangan kejang grand-mal dan
episode akut dari serangan kejang akibat status epileptikus(serangan
kejang epilepsy yang berturut-turut dengan cepat), meningitis, reaksi
toksik dan eklampsia. Dibandingkan dengan fenitoin kemungkinan efek
teratogenik (kategori kehamilan D) dan efek samping dari fenobarbital
lebih ringan. Masalah-masalah yang berkaitan dengan fenobarbital adalah
sifatnya yang menyebabkan sedasi umum dan toleransi klien terhadap
obat. Penghentian fenobarbital harus bertahap untuk menghindari
kekambuhan serangan kejang
c. Benzodiazepin
Tiga benzodiazepin yang mempunyai efek antikonvulsi adalah klonazepam,
klorazepat,dan diazepam. Klonazepam efektif untuk
mengendalikanserangan kejang petit-mal (absence),tetapi toleransi dapat
terjadi 6 bulan setelah dimulainya terapi obat, dan akibatnya dosis
klonazepam harus disesuaikan. Klorazepat sering kali diberikan sebagai
terapi tambahan untuk mengobati serangan kejang parsial.Diazepam
terutama diresepkan untuk mengobati status epileptikus akut dan harus
diberikan intravena untuk mencapai respons yang diinginkan. Obat ini
mempunyai efek jangka singkat; sehingga antikonvulsi lain,seperti fenitoin
atau fenobarbital, perlu diberikan selama atau segera sesudah diazepam
d. Karmazepin
Karbamazepin, efektif untuk mengobati gangguan serangan kejang yang
refrakter, yang tidak memberikan respons terhadap terapi antikonvulsi lain.
Obat ini digunakan untuk mengendalikan serangan kejang grand-mal dan
parsial dan kombinasi dari serangan kejang ini. Karbamazepin juga
dipakai untuk gangguan psikiatrik, sebagai analgesic pada neuralgia
trigeminalis dan untuk mengobati gejala-gejala putus obat dari alkohol
e. Valproat
Asam valproat telah diresepkan untuk serangan petit-mal, grand-mal
dan campuran dari jenis-jenis ini. Harus hati-hati dalam memberikan obat ini
kepada anak yang sangat kecil dan klien dengan gangguan hati karena
hepatotoksisitas merupakan salah satu dari reaksi yang merugikan dari
obat ini. Enzim-enzim hati harus dipantau.
f. Obat-obat lain
Obat-obat lain yang juga berkhasiat antikonvulsi adalah: suksinimid,
lamotrigin, vigabatrin,dan gabapentin. Dosis antikonvulsi biasanya dimulai
dengan dosis kecil dan secara bertahap ditambah dalam beberapa Minggu
sampai kadar obat serum mencapai batas terapeutik atau serangan
kejang berhenti. Status epileptikus yang tidak segera ditangani dapat
menyebabkan henti pernapasan dan menyebabkan henti jantung serta
kematian.

Tabel 2.2
Anti Konvulsi

Pemakaian dan
Obat Dosis pertimbangan
pemakaian
A. HIDANTOIN
Fenitoin D: PO: t dd 100 mg, Serangan kejang
IV: dosis pembebanan 10-15 grand-mal
mg/kg; danpsikomotor
Infus IV 50 mg/menit,
maksimum 300 mg/hari
B. BARBITURAT
Fenobarbital D: PO: 100-200 mg/hari Serangan kejang
dalam dosis terbagi grand-mal dan
A: PO: 3-6 mg/Kg/hari dalam psikomotor; status
dosis terbagi epileptikus
Metobarbital D: 400-600 mg/hari Serangan kejang
A: PO: 6-12 mg/Kg/hari grand-mal danpetit-
dalam dosis terbagi mal
Primidon D: PO: 2-4 dd 125-250 mg Erat berkaitan
A: <8 tahun; PO: ½ dosis dengan barbiturate
dewasa
C. SUKSINIMID
Etosuksimid D: PO: 2 dd 250 mg, naikkan Serangan kejang
dosis bertahap Petit -mal, iritasi
A: 3-6 tahun PO: 250 mg/hari lambung sering
terjadi
D. OKSAZOLIDINDION
Trimetadion D: PO: 3-4 dd 300-600 mg Serangan kejang
A: PO: t dd 13 mg/Kg petit-mal, banyak
efek samping,
jarang dipakai
E. BENZODIAZEPIN
Klonazepam D: PO: t dd 0,5-1 mg petit-mal,
secara bertahap naikan dosis mioklonus dan
sampai kejang dikendalikan status epileptikus
A: PO:0,01-0,03 mg/kg/hari,
naikan dengan bertahap
Klorazepat D: PO: t dd 7,5 mg Serangan kejang
A: PO: b dd 7,5 mg parsial, dapat
dipakai sebagai
terapi tambahan
Diazepam D: IV: 5-10 mg, 2-5 Status epileptikus
mg/menit; q 2-4 jam, PRN, (obat pilihan),
IM 5 mg. pemakaian
A: IV: 1 mg selama 3 menit parenteral untuk
status epileptikus
F. KARBAMAZ D: PO: Serangan kejang
EPIN A: PO: grand-mal,
psikomotor dan
campuran
G. ASAM D dan A: PO: Serangan kejang
VALPORATE 15-60mg/kg/hari dalam dosis grand-mal, petit-
F. GENERASI terbagi mal, psikomotor
KE-DUA dan mioklonik,
hindari selama
kehamilan.
Lamatrigin 2 dd 100 mg maksimum 400 Epilepsy grand-mal
mg/hari dan petit-mal
Vigabatrin Permulaan 1g/hari, lalu dosis Obat tambahan
pemeliharaan 2 g dibagi pada pengobatan
dalam 1-2 dosis epilepsy yang
maksimum 4 g/hari. kurang responsnya
Anak-anak sehari 40-80 terhadap
mg/kg berat badan antiepileptika lain.
Gabapentin Permulaan 1-3 dd 100- Obat tambahan
200 mg, lambat laun pada epilepsy
tingkatkan sampai 3 dd 300- parsial dan untuk
400 mg penderita yang
tidak memberikan
efek terhadap
antiepileptika lain
Keterangan : PO: per oral, D: dewasa, A: anak-anak, IV: intravena
Dosis secara bertahap ditingkatkan sampai dosis pemeliharaan. Jika
dipakai selama kehamilan, dapat terjadi cacat lahir

REFERENSI :
1. Alfathan, P dan Nasrul, W. 2019. Review Artikel: Metode Pengujian Aktivitas
Antikonvulsan Sebagai Skrining Pengobatan Epilepsi. Jurnal Farmaka Vol 17 No 2
2. Indijah, W.S dan Fajri, P. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi : Farmakoogi.
Kemenkes RI

Anda mungkin juga menyukai