KARSINOMA LARING
Pembimbing:
dr.Heri Kabulah, Sp.THT-KL
Penyusun:
Gisela Novalita 2017.04.2.0071
Grace Atun Putri Vebruari 2017.04.2.0072
Hadaya Trias Ramadhani 2017.04.2.0073
Hamidia Maulaningtyas 2017.04.2.0074
Hanifah Inas 2017.04.2.0075
Hans Kristian 2017.04.2.0076
I Gede Aditya 2017.04.2.0077
Mengesahkan,
2
DAFTAR ISI
Lembar
Pengesahan………………………………………………………….ii
1.1 Latar
Belakang………………………………………......………………….
.1
2.2
Anatomi……………………………………………
3
...................................................................................................
3 .................................................................................................
2.2.4
Ventrikel……………………………………………………………….
. ................................................................................................ 6
Hidrocephalus ................................................................ 11
2.6 Gejala
Klinis………………………………………………………………. .....
Trauma ......................................................................... 17
4
2.9
Penatalaksana………………………………………………………
……… 22
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………………. 35
5
BAB I
PENDAHULUAN
6
radiasi, GERD dan faktor keturunan. Perkembangan biologi
molekuler di studi analisis serta pemecahan kode DNA
membuktikan sejumlah gen, disebut sebagai onkogen, ternyata
terlibat dalam mekanisme terbentuknya karsinogen pada
laring.(2)
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI LARING
Laring adalah organ khusus yang mempunyai sphincter
pelindung pada pintu masuk jalan napas dan berfungsi dalam
pembentukan suara. Di atas, laring terbuka ke dalam
laryngopharynx dan di bawah laring berlanjut ke trakea.(3)
Kerangka yang menyusun laring berjumlah sembilan
kartilago yang saling dihubungkan oleh ligament, membran dan
otot serta disusun oleh epitel respiratori dan squamosa berlapis.
Terdapat tiga kartilago tunggal yaitu thyroid, cricoid, dan
epiglottis serta tiga lainnya merupakan kartilago berpasangan
yaitu arytenoid, corniculata, dan kueniformis. Kartilago thyroidea
merupakan kartilago terbesar di antara enam kartilago lainnya,
terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian depan dan
mengembang kearah belakang. Kartilago krikoid terletak di
belakang kartilago tiroid merupakan tulang rawan yang paling
bawah dari laring. Di setiap sisi tulang rawan krikoid melekat
ligamentum krikoaritenoid, otot krikoaritenoid lateral dan di
bagian belakang melekat otot krikoaritenoid. Kartilago
arytenoidea merupakan kartilago kecil, dua buah, dan berbentuk
seperti piramida. Keduanya terletak di belakang laring, pada
pinggir atas lamina kartilago krikoidea.(3,4)
Kartilago corniculata adalah dua buah nodulus kecil yang
bersendi dengan apeks cartilaginis arytneoidea dan merupakan
tempat lekat plica aryepiglotica. Kartilago kuneiformis
merupakan dua krtilago kecil berbentuk batang yang terletak
8
sedemikian rupa sehingga masing-masing terdapat di dalam
satu plica aryepiglottica. Epiglotis adalah sebuah kartilago elastis
berbentuk daun yang terletak di belakang radiks lingua. Di sini,
terdapat plica glossoepiglotica mediana dan plica
glossoepiglotica lateralis. Vallecuale adalah cekungan pada
membrane mukosa di kanan dan kiri glossoepiglotica.(3,4)
Kavitas larings terbentang dari aditus sampai ke pinggir
bawah kartilago cricoidea, dan dapat dibagi menjadi tiga bagian;
(1) bagian atas atau vestibulum, (2) bagian tengah, dan (3)
bagian bawah.(3,4)
Vestibulum larynges terbentang dari aditus larynges
sampai ke plica vestibularis. Plica vestibularis yang bewarna
merah muda menonjol ke medial. Rima vestibule adalah celah di
antara plica vestibularis. Ligamentum vestibularis yang terletak
di dalam setiap plica vestibularis merupakan pinggir bawah
membrane quadrangularis yang menebal. Ligamentum ini
terbentang dari kartilago thyroidea sampai ke kartilago
arytenoidea.(3,4)
Laring bagian tengah terbentang dari plica vestibularis
sampai setinggi plica vocalis. Plica vocalis bewarna putih dan
berisi ligamentum vocale. Rima glottides adalah celah di antara
plica vocalis di depan dan prosessus vcalis kartilaginis
arytneoidea di belakang.(3,4)
Laring di bagian bawah terbentang dari plica vocalis
sampai ke pinggir bawah kartilago cricoidea. Membran mukosa
laring melapisi kavitas laryngeus dan ditutupi oleh epitel silindris
bersilia. Namun, pada plica vocalis, tempat membrane mukosa
9
sering mengalami trauma saat fonasi, maka membrane
mukosanya dilapisi oleh epitel berlapis gepeng.(3,4)
10
berinsersio pada pinggir posterior lamina kartilaginis thyroidea
juga mengangkat laring.(3,4)
Otot depressor laring meliputi m.sternohyoideus,
m.sternothyroideus, dan m.momohyoideus. Kerja otot-otot ini
dibantu oleh daya pegas trakea yang elastis.(3,4)
Otot-otot intrinsik dapat dibagi menjadi dua kelompok;
kelompok yang mengendalikan aditus laringis dan kelompok
yang menggerakkan plica vocalis.(3,4)
Terdapat dua sphincter pada laring yaitu (1) pada aditus
larynges dan (2) pada rima glottis. Sphincter pada aditus
larynges hanya berfungsi pada saat menelan. Ketika bolus
makanan dipindahkan ke belakang di antara lidah dan palatum
durum, laring tertarik ke atas di bawah bagian belakang lidah.
Aditus larynges menyempit akibat kontraksi m.artynoideus
obliqus dan m.aryepiglotica. Epiglotis didorong ke belakang oleh
lidah dan berfungsi sebagai sungkup di atas aditus larynges.
Bolus makanan atau cairan kemudian masuk ke dalam
esophagus dengan berjalan di atas epiglottis atau turun ke
bawah lewat alur pada sisi-sisi aditus larynges, yaitu melalui
fossa piriformis.(3,4)
11
Gambar 2: topografi laring. Diambil dari kepustakaan 6 dan 7
12
Gambar 3: otot-otot intrinsik laring. Diambil dari kepustakaan 5
Pelepasan udara ekspirasi secara terputus-putus melalui
plica vocalis yang sedang adduksi akan menggetarkan plica
tersebut dan menimbulkan suara. Frekuensi atau tinggi suara
ditentukan oleh perubahan panjang dan tegangan ligamentum
vocale. Kualitas suara tergantung pada resonator di atas laring,
yaitu faring, mulut dan sinus paranasalis. Kualitas dikendalikan
oleh otot-otot palatum molle, lidah, dasar mulut, pipi, bibir, dan
rahang. Bicara normal tergantung pada kemampuan modifikasi
suara menjadi konsonan-konsonan dan vokal yang dikenali
dengan menggunakan lidah, gigi, dan bibir. Bunyi vokal biasanya
murni dari mulut dengan palatum molle terangkat; yaitu udara
disalurkan melalui mulut dan bukan melalui hidung. Dokter
menguji mobilitas palatum molle dengan meminta pasien
mengucapkan ‘ah’ dengan mulut terbuka.(3,4)
13
Bicara melibatkan pelepasan udara ekspirasi secara
terputus-putus melalui plica vocalis yang teradduksi. Menyanyi
satu nada membutuhkan pelepasan udara ekspirasi yang lebih
lama lewat plica vocalis yang teradduksi. Pada berbisik, plica
vocalis teradduksi, tetapi kartilago arytneoidea terpisah; vibrasi
terjadi akibat getaran udara ekspirasi secara tetap melalui
bagian posterior rima glotidis.(3,4)
Maka secara ringkas dapat dikatakan terdapat satu otot
abduktor, tiga aduktor dan tiga otot tensor seperti yang diberikan
seperti berikut: (3,6)
14
Gambar 4: persarafan pada laring. Diambil dari
kepustakaan 5
15
Pembuluh limfe bermuara ke dalam nodi lymphoidei
cervicalis profunda.(3,4)
Terdapat dua sistem drainase terpisah, superior dan
inferior, dimana garis pemisah adalah korda vokalis sejati.
Disebelah superior, aliran limfe menyertai pedikulus
neurovaskuler superior untuk bergabung dengan nodi limfatisis
superior dari rangkaian servikalis profunda setinggi os hioideus.
Drainase subglotis lebih beragam, yaitu ke nodi limfatisi
pretrakeales (satu kelenjar terletak tepat didepan krikoid dan
disebut nodi Delphian), kelenjar getah bening servikalis profunda
inferior, nodi supraklavikularis dan bahkan nodi mediastinalis
superior. Laring mempunyai 3 (tiga) sistem penyaluran limfe,
yaitu:(3,6)
16
Gambar 6: kelenjar limfe pada bagian leher. Diambil dari
kepusatakaan 6
B. FISIOLOGI LARING
Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu fonasi,
respirasi dan proteksi disamping beberapa fungsi lainnya seperti
terlihat pada uraian berikut:
1. Fungsi Fonasi.(4)
17
2. Fungsi Proteksi. (4)
pita suara.
18
4. Fungsi Menelan. (4)
C. EPIDEMIOLOGI
Sebagai gambaran perbandingan, diluar negeri keganasan
karsinoma laring menempati tempat pertama dalam urutan
keganasan di bidang THT, sedangkan di RS Cipto
Mangunkusumo, Jakarta, karsinoma laring menduduki urutan
ketiga setelah karsinoma nasofaring dan tumor ganas hidung
dan paranasalis.(1) Menurut data statistik dari WHO (1961)
yang meliputi 35 negara, seperti dikutip oleh Batsakis (1979),
19
rata-rata 1.2 orang per 100.000 penduduk meninggal oleh
karsinoma laring.(1)
Kebanyakan (70–90%) karsinoma laring ditemukan pada
pria usia lanjut. Tipe glotik merupakan 60–65%, supraglotik 30–
35%, dan infraglotik hanya 5%. Merokok merupakan penyebab
utama.(1)
D. ETIOLOGI
a. Asap rokok dan alkohol(8)
Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan pasti.
Dikatakan oleh para ahli bahwa perokok dan peminum
alkolhol merupakan kelompok orang-orang dengan risiko
tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian epidemiologik
menggambarkan beberapa hal yang diduga menyebabkan
terjadinya karsinoma laring yang kuat adalah rokok alkohol
dan terpajan oleh sinar radioaktif.
b. Karsinogen lingkungan(9)
Arsen (pabrik, obat serangga), asbes (lingkungan, pabrik,
tambang), gas mustar (pabrik), serbuk nikel (pabrik,
lingkungan), polisiklik hidrokarbon (pabrik, lingkungan),
vinil klorida (pabrik), dan nitrosamin (makanan yang
diawetkan, ikan asin).
c. Human papilloma virus (HPV)(9)
Predileksi di korda vokalis. Awalnya tumbuh jaringan
berupa papil-papil (papiloma) kemudian terjadi perubahan
maligna menjadi karsinoma verukosa (verrucous
carcinoma).
20
E. KLASIFIKASI TUMOR
1. Tumor jinak laring
Tumor jinak laring tidak banyak ditemukan,
hanya kurang lebih 5 % dari semua jenis tumor laring.
21
ii. Pada orang dewasa biasanya
berbentuk tunggal, tidak akan
mengalami resolusi dan merupakan
prekanker.
2. Adenoma
3. Kondroma
4. Mioblastoma sel granuler
5. Hemangioma
6. Lipoma
7. Neurofibroma
22
yang kuat ialah rokok, alkohol dan terpapar oleh sinar
radioaktif. (7, 11)
23
mm merupakan batas inferior otot-otot intrinsik pita
suara. Oleh karena itu, tumor glotik dapat mengenai 1
atau kedua pita suara, dapat meluas ke subglotik
sejauh 10 mm, dan dapat mengenai komisura anterior
atau posterior atau prosesus vokalis kartilago adenoid.
(11)
24
2.1 Glottis carcinoma
25
2.3 Subglottis carcinoma
26
Tumor primer (T)
a. Supraglotis(11,12)
Tis: Karsinoma insitu
T1: Tumor terdapat pada satu sisi suara/pita suara
palsu (gerakan masih baik).
T2: Tumor sudah menjalar ke 1 dan 2 sisi daerah
supraglotis dan glotis masih bisa bergerak (tidak
terfiksir).
T3: Tumor terbatas pada laring dan sudah terfiksir
atau meluas ke daerah ke krikod bagian belakang,
dinding medial dari sinus piriformis, dan kearah
rongga preepiglotis.
T4: Tumor sudah meluas keluar laring, menginfiltrasi
orofaring jaringan lunak pada leher atau sudah
merusak tulang rawan tiroid.
b. Glotis(11,12)
Tis: Karsinoma insitu.
T1: Tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara,
tetapi gerakan pita suara masih baik, atau tumor
sudah terdapat pada kommisura anterior atau
posterior.
T2: Tumor meluas ke daerah supraglotis atau
subglotis, pita suara masih dapat bergerak atau
sudah terfiksir (impaired mobility).
T3: Tumor meliputi laring dan pita suara sudah
terfiksir.
T4: Tumor sangat luas dengan kerusakan tulang
rawan tiroid atau sudah keluar dari laring.
27
c. Subglotis(11,12)
Tis: Karsinoma insitu.
T1: Tumor terbatas pada daerah subglotis.
T2: Tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih
dapat bergerak atau sudah terfiksir.
T3: Tumor sudah mengenai laring dan pita suara
sudah terfiksir.
T4: Tumor yang luas dengan destruksi tulang
rawan atau perluasan ke luar laring atau dua –
duanya.
28
Kategori T N M
0 Tis N0 M0
I T1 N0 M0
II T2 N0 M0
III T3 N0 M0
T1, T2 N1
IV A T4a N0 M0
T 1-3 N2 M0
IV B T4b N apapun M0
T apapun N3 M0
IV C T apapun N apapun M1
F. HISTOPATOLOGI
Karsinoma sel skuamosa meliputi 95 – 98% dari
semua tumor ganas laring, dengan derajat difrensiasi yang
berbeda-beda, yaitu berdiferensiasi baik, sedang dan
29
berdiferensiasi buruk. Jenis lain yang jarang kita jumpai
adalah karsinoma verukosa, adenokarsinoma dan
kondrosarkoma.(8)
1. Karsinoma Verukosa(8)
Adalah satu tumor yang secara histologis
kelihatannya jinak, akan tetapi klinis ganas. Insidennya
1 – 2% dari seluruh tumor ganas laring, lebih banyak
mengenai pria dari wanita dengan perbandingan 3 : 1.
Tumor tumbuh lambat tetapi dapat membesar
sehingga dapat menimbulkan kerusakan lokal yang
luas. Tidak terjadi metastase regional atau jauh.
Pengobatannya dengan operasi, radioterapi tidak
efektif dan merupakan kontraindikasi. Prognosanya
sangat baik.
2. Adenokarsinoma (8)
Angka insidennya 1% dari seluruh tumor ganas
laring. Sering terjadi pada kelenjar mukus supraglotis
dan subglotis dan tidak pernah dari glottis. Sering
bermetastase ke paru-paru dan hepar. Two years
survival rate-nya sangat rendah. Terapi yang
dianjurkan adalah reseksi radikal dengan diseksi
kelenjar limfe regional dan radiasi pasca operasi.
3. Kondrosarkoma(8)
Adalah tumor ganas yang berasal dari tulang rawan
krikoid 70%, tiroid 20% dan aritenoid 10%.Sering pada
laki-laki 40 – 60 tahun.Terapi yang dianjurkan adalah
laringektomi total.
30
G. PATOFISIOLOGI
31
berawal dari jinak, tetapi terkhusus tipe 16 dan 18
ternyata diketahui mampu berdegenerasi menjadi
karsinoma sel skuamosa (SCC). Refluks
gastroesofageal juga dicurigai menyebabkan
karsinoma laring; meski hubungan langsung antara
keduanya masih belum jelas walaupun terapi yang
berguna dalam menurunkan kadar asam lambung
dikatakan mampu menurunkan rekurensi karsinoma
laring. Paparan okupasi yang beranekaragam dan
inhalasi bercaun (seperti asbestos dan gas mustad),
defisiensi nutrisi, serta riwayat radiasi leher juga
memiliki hubungan dengan karsinoma laring.(14)
Karsinogenesis pada traktus aerodigestif
digambarkan mengalami proses yang berlipat. Agen
ekosgenous yang berbahaya (tembakau, alkohol,
asbes, dll) menyebabkan injuri epitel dan memicu
terjadinya respon berupa (hiper)regenerasi
(hyperplasia) dan/atau hyperkeratosis.(14,15)
32
H. MANIFESTASI KLINIS
1. Suara serak: Gejala utama Ca laring, merupakan gejala
dini tumor pita suara. Hal ini disebabkan karena
gangguan fungsi fonasi laring. Kualitas nada sangat
dipengaruhi oleh besar celah glotik, besar pita suara,
ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran dan
ketegangan pita suara.Pada tumor ganas laring, pita
suara gagal berfungsi secara baik disebabkan oleh
ketidak teraturan pita suara, oklusi atau penyempitan
celah glotik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan
ligament krikoaritenoid dan kadang-kadang menyerang
saraf. Adanya tumor di pita suara akan mengganggu
gerak maupun getaran kedua pita suara tersebut. Serak
menyebabkan kualitas suara menjadi semakin kasar,
mengganggu, sumbang dan nadanya lebih rendah dari
biasa. Kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan
nafas atau paralisis komplit. Hubungan antara serak
dengan tumor laring tergantung pada letak tumor.
Apabila tumor laring tumbuh pada pita suara asli, serak
merupakan gejala dini dan menetap. Apabila tumor
tumbuh di daerah ventrikel laring, dibagian bawah plika
ventrikularis atau dibatas inferior pita suara, serak akan
timbul kemudian. Pada tumor supraglotis dan subglotis,
serak dapat merupakan gejala akhir atau tidak timbul
sama sekali. Pada kelompok ini, gejala pertama tidak
khas dan subjektif seperti perasaan tidak nyaman, rasa
ada yang mengganjal di tenggorok. Tumor hipofaring
33
jarang menimbulkan serak kecuali tumornya
eksentif.(13,14,15)
2. Suara bergumam (hot potato voice): fiksasi dan nyeri
menimbulkan suara bergumam. (14,15)
3. Dispnea dan stridor: Gejala yang disebabkan sumbatan
jalan nafas dan dapat timbul pada tiap tumor laring.
Gejala ini disebabkan oleh gangguan jalan nafas oleh
massa tumor, penumpukan kotoran atau secret maupun
oleh fiksasi pita suara. Pada tumor supraglotik dan
transglotik terdapat kedua gejala tersebut.Sumbatan
yang terjadi perlahan-lahan dapat dikompensasi. Pada
umunya dispnea dan stridor adalah tanda prognosis
yang kurang baik. (14,15)
4. Nyeri tenggorok: Keluhan ini dapat bervariasi dari rasa
goresan sampai rasa nyeri yang tajam. (14,15)
5. Disfagia: Merupakan ciri khas tumor pangkal lidah,
supraglotik, hipofaring dan sinus piriformis. Keluhan ini
merupakan keluhan yang paling sering pada tumor
ganas postkrikoid.Rasa nyeri ketika menelan
(odinofagia): menandakan adanya tumor ganas lanjut
yang mengenai struktur ekstra laring. (14,15)
6. Batuk dan hemoptisis: Batuk jarang ditemukan pada
tumor ganas glotik, biasanya timbul dengan tertekanya
hipofaring disertai secret yang mengalir ke dalam laring.
Hemoptisis sering terjadi pada tumor glotik dan tumor
supraglotik. (14,15)
I. DIAGNOSIS
34
Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan
suara parau yang diderita sudah cukup lama, tidak bersifat
hilang-timbul meskipun sudah diobati dan bertendens
makin lama menjadi berat. Penderita kebanyakan adalah
seorang perokok berat yang juga kadang–kadang adalah
seorang yang juga banyak memakai suara berlebihan dan
salah (vocal abuse), peminum alkohol atau seorang yang
sering atau pernah terpapar sinar radioaktif, misalnya
pernah diradiasi didaerah lain. Pada anamnesis kadang–
kadang didapatkan hemoptisis, yang bisa tersamar
bersamaan dengan adanya TBC paru, sebab banyak
penderita menjelang tua dan dari sosio - ekonomi yang
lemah.(14,15)
Sesuai pembagian anatomi, lokasi tumor laring
dibagi menjadi 3 bagian yakni supraglotis, glottis dan
subglotis, dan gejala serta tanda – tandanya sesuai
dengan lokasi tumor tersebut.(14,15)
Dari pemeriksaan fisik sering didapatkan tidak
adanya tanda yang khas dari luar, terutama pada stadium
dini/permulaan, tetapi bila tumor sudah menjalar ke
kelenjar limfe leher, terlihat perubahan kontur leher, dan
hilangnya krepitasi tulang rawan – tulang rawan laring.
(14,15)
35
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan selain
pemeriksaan laboratorium darah, juga pemeriksaan
radiologik. Foto toraks diperlukan untuk menilai keadaan
paru, ada atau tidaknya proses spesifik dan metastasis
diparu. Foto jaringan lunak (soft tissue) leher dari lateral
kadang–kadang dapat menilai besarnya dan letak tumor, bila
tumornya cukup besar. Apabila memungkinkan, CT scan
laring dapat memperlihatkan keadaan tumor dan laring lebih
seksama, misalnya penjalaran tumor pada tulang rawan tiroid
dan daerah pre-epiglotis serta metastase kelenjar getah
bening leher. (14,15)
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan
patologi-anatomik dari bahan biopsi laring, dan biosi jarum-
halus pada pembesaran kelenjar limfe dileher. Dari hasil
patologi anatomik yang terbanyak adalah karsinoma sel
skuamosa. (14,15)
a. CT Scan Leher
Keterlibatan beberapa tempat pada supraglotis
laring dan mobilitas pita suara. Pemeriksaan radiologi
dapat membantu dalam mengidentifikasi perluasan
submukosa transglotis yang tersembunyi. Kriteria
pencitraan lesi T3 adalah perluasan ke ruang pra-
epiglotis (paralayngeal fat) atau tumor yang mengerosi
kebagian dalam korteks dari kartilago tiroid. Tumor
yang mengerosi ke bagian luar korteks kartilago tiroid
36
merupakan stadium T4a. Ada yang berpendapat
bahwa kerterlibatan korteks bagian luar saja tanpa
keterlibatan sebagian besar tendon bisa memenuhi
kriteria pencitraan lesi T4. Tumor stadium T4 (a dan b)
sulit diidentifikasikan hanya denganpemeriksaan klinis
saja, karena sebagian besar kriteria tidak dapat diniai
dengan palpasi dan endoskopi. Pencitraan secara
cross-sectional diindikasikan untuk mengetahui
komponen anatomi yang terlibat untuk menentukan
stadium tumor.(15)
37
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
K. PENATALAKSANAAN
Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma
laring yaitu pembedahan, radiasi dan sitostatika, ataupun
38
kombinasi, tergantung pada stadium penyakit dan keadaan
umum pasien. (14,15)
1. PEMBEDAHAN
Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari:
A. LARINGEKTOMI(14,15,17)
1. Laringektomi parsial. Tumor yang terbatas
pada pengangkatan hanya satu pita suara dan
trakeotomi sementara yang di lakukan untuk
mempertahankan jalan napas. Setelah sembuh
dari pembedahan suara pasien akan parau.
39
kartilago krikoid,2-3 cincin trakea, dan otot
penghubung ke laring.Mengakibatkan
kehilangan suara dan sebuah lubang (stoma)
trakeostomi yang permanen. Dalam hal ini tidak
ada bahaya aspirasi makanan peroral,
dikarenakan trakea tidak lagi berhubungan
dengan saluran udara–pencernaan. Suatu
sayatan radikal telah dilakukan dileher pada
jenis laringektomi ini. Hal ini meliputi
pengangkatan pembuluh limfatik, kelenjar limfe
di leher, otot sternokleidomastoideus, vena
jugularis interna, saraf spinal asesorius, kelenjar
salifa submandibular dan sebagian kecil kelenjar
parotis. Operasi ini akan membuat penderita
tidak dapat bersuara atau berbicara. Tetapi
kasus yang dermikian dapat diatasi dengan
mengajarkan pada mereka berbicara
menggunakan esofagus (esofageal speech),
meskipun kualitasnya tidak sebaik bila penderita
berbicara dengan menggunakan organ laring.
Untuk latihan berbicara dengan esofagus perlu
bantuan seorang binawicara.
40
stadium lanjut sering kali mengadakan metastase
ke kelenjar limfe leher sehingga perlu dilakukan
tindakan diseksi leher. Pembedahan ini tidak
disarankan bila telah terdapat metastase jauh.
2. RADIOTERAPI(14,15,17)
Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor
glotis dan supraglotis T1 dan T2 dengan hasil yang
baik (angka kesembuhannya 90%). Keuntungan
dengan cara ini adalah laring tidak cedera sehingga
suara masih dapat dipertahankan. Dosis yang
dianjurkan adalah 200 rad perhari sampai dosis total
6000 – 7000 rad.
3. KEMOTERAPI(14,15,17)
Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai
terapi adjuvant ataupun paliatif. Obat yang diberikan
adalah cisplatinum 80–120 mg/m2 dan 5 FU 800–
1000 mg/m2.
4. REHABILITASI SUARA.(14,15)
Laringektomi total yang dikerjakan untuk
mengobati karsinoma laring menyebabkan cacat
pada penderita. Dengan dilakukannya pengangkatan
laring beserta pita-suara yang ada dalamnya, maka
penderita akan menjadi afonia dan bernafas melalui
stoma permanen di leher. Untuk itu diperlukan
rehabilitasi terhadap pasien, baik yang bersifat
41
umum, yakni agar pasien dapat memasyarakat dan
mandiri kembali, maupun rehabilitasi khusus yakni
rehabilitasi suara (voice rehabilitation), agar
penderita dapat berbicara (bersuara), sehingga
berkomunikasi verbal. Rehabilitasi suara dapat
dilakukan dengan pertolongan alat bantu suara, yakni
semacam vibrator yang ditempelkan di daerah
submandibula, ataupun dengan suara yang
dihasilkan dari esophagus (esophageal speech)
melalui proses belajar. Banyak faktor yang
mempengaruhi suksesnya proses rehabilitasi suara
ini, tetapi dapat disimpulkan menjadi 2 faktor utama,
ialah faktor fisik dan faktor psiko-sosial.(15)
L. PROGNOSIS
Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi
tumor dan kecakapan tenaga ahli. Secara umum dikatakan
five years survival rate pada karsinoma laring stadium I 90–
98% stadium II 75–85%, stadium III 60–70% dan stadium IV
40–50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan
menurunkan five year survival rate sebesar 50%.(15)
42
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Gejala dini karsinoma laring adalah suara parau. Suara
parau lebih dari 4 minggu harus dicari teliti penyebabnya. Gejala
lebih lanjut antara lain sesak napas, stridor, rasa nyeri di
tenggorok dan batuk/batuk darah.
Diagnosis karsinoma laring ditegakkan berdasar
anamnesa, pemeriksaan klinis, radiologi dan biopsi.
Terapi karsinoma laring tergantung lokasi & stadium, dapat
berupa laringektomi parsial atau total dengan atau tanpa diseksi
leher, radioterapi, kemoterapi atau kombinasi. Dengan prognosis
tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor
dan kecakapan tenaga ahli.
43
DAFTAR PUSTAKA
44
8. Simarak S, Breslow N, Dahl CJ. Cancer of the Oral Cavity,
Pharynx/larynx and Lung in North Thailand: Case-Control
Study and Analysis of Cigar Smoke. British Journal of Cancer.
1977;36(130):1-11.
9. Pira E, Pelucchi C, Buffoni L, Palmas A. Cancer Mortality in a
Cohort of Asbestos Textile Workers. British Journal of Cancer.
2005;92:580-6.
10. Qadeer MA, Colabianchi N, Strome M, Vaezi MF.
Gastroesophageal Reflux and Laryngeal Cancer: Causation or
Association? American Journal of Otolaryngology.
2004(27):119-28.
11. Deschler DG, Day T. TNM Staging of Head and Neck Cancer
and Neck Dissection Classification. In: Descher DG, Day T,
editors. Pocket Guide to TNM Staging of Head and Neck
Cancer and Neck Dissection Classification: Head and Neck
Surgery Commitee; 2013. p. 11-23.
12. Laryngeal Cancer Treatment: PubMed Health; 2002
[updated July 31, 2014]. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0032515?rep
ort=printable
13. Hermani B, Abdurrachman H. Tumor Laring. In: Soepardi EA,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.
7 ed. Jakarta: FKUI; 2012. p. 177-86.
14. Weisman RA, Moe KS, Orloff LA. Neoplasms of the Larynx
and Laryngopharynx. In: Snow JB, editor. Ballenger's Manual
of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. London: BC
Decker; 2002. p. 477-8.
45
15. Dhillon RS, East CA. Laryngeal Neoplasia. In: Dhillon RS,
East CA, editors. Ear, Nose and Throat and Head and Neck
Surgery. 3 ed: Elsevier; 2001. p. 98-101.
16. Smith D. Staging CT. Available from:
http://radiopaedia.org/cases/laryngeal-tumour-squamous-
cell-carcinoma
17. Laryngeal Cancer Treatment: PubMed Health; 2002
[updated July 31, 2014]. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0032515?re
port=printable
18. Pamaijer F, Erik Beek, Joosten F,Smithuis R, Infrahyoid
Neck Normal Anatomy and Pahtology. From :
http://www.radiologyassistant.nl/en/p49c603213caff/infrahyo
id-neck.html
46