Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ASKEP

SISTEM REPRODUKSI

KANKER TESTIS

Oleh :

SILVIA
NIM. 140101018

Dosen Pembimbing :
Ns. Sri Burhani Putri, S.Kep, M.Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
STIKES PIALA SAKTI PARIAMAN
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang Askep Kanker
Testis. Meskipun banyak hambatan dalam proses pengerjaannya, tetapi kami
dapat menyelesaikannya dengan baik.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah.
Keberhasilan kami dalam penulisan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih banyak kepada semua
pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
sekalian

Pariaman, April 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................
1.2 Tinjauan Pustaka..................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi.................................................................................
2.2. Insidensi................................................................................
2.3. Etiologi.................................................................................
2.4. Patofisiologi..........................................................................
2.5. Manifestasi Klinis.................................................................
2.6. Evaluasi Diagnostik..............................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Penatalaksanaan.....................................................................
3.2 Intervensi Keperawatan/Health Education............................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker testis meskipun kasus yang relatif jarang, merupakan keganasan
tersering pada pria kelompok usia 15 35 tahun. Setiap tahun kira-kira ditemukan
2-3 kasus baru dari 100.000 pria di Amerika Serikat. Perkembangan yang pesat
dalam hal tehnik diagnosis, perkembangan pemeriksaan penanda tumor,
pengobatan dengan regimen kemoterapi dan modifikasi tehnik operasi, berakibat
pada penurunan angka mortalitas penderita kanker testis dari 50% pada 1970
menjadi kurang dari 5% pada 1997. Dengan mulai berkembangnya pengobatan
yang efek-tif bahkan untuk pasien-pasien dengan keadaan lanjut, perhatian pada
tumor testis telah ber-alih pada penurunan morbiditas dengan menentukan
protokol pengobatan selektif pada setiap pasien.
Perubahan pada filosofi penatalaksanaan tumor testis ini didasarkan pada
penegetahuan mengenai perlunya membuat metoda terapi lapis kedua setelah
metode terapi pilihan pertama gagal.

1.2 Tinjauan Pustaka


Anatomi Testis
Testis merupakan organ yang berperan dalam proses reproduksi dan
hormonal. Fungsi utama dari testis adalah memproduksi sperma dan hormon
androgen terutama testosteron. Sperma dibentuk di dalam tubulus seminiferus
yang memiliki 2 jenis sel yaitu sel sertoli dan sel spermatogenik. Diantara tubulus
seminiferus inilah terdapat jaringan stroma tempat dimana sel leydig berada.
Testis normal berukuran rata-rata 4x3x2,5 cm. Organ ini diliputi oleh suatu
lapisan yang disebut dengan tunika albuginea, oleh suatu septa-septa jaringan ikat
testis dibagi menjadi 250 lobus. Pada bagian anterior dan lateral testis dibungkus
oleh suatu lapisan serosa yang disebut dengan tunika vaginalis yang meneruskan
diri menjadi lapisan parietal, lapisan ini langsung berhubungan dengan kulit
skrotum. Di sebelah posterolateral testis berhubungan dengan epididimis,
terutama pada pool atas dan bawahnya. Testis terdapat di dalam skrotum yang
merupakan lapisan kulit yang tidak rata dimana dibawahnya terdapat suatu lapisan
yang disebut tunika dartos yang terdiri dari serabut-serabut otot.
Peredarahan darah testis memiliki keterkaitan dengan peredarahan darah di
ginjal karena asal embriologi kedua organ tersebut. Pembuluh darah arteri ke
testis berasal dari aorta yang beranastomosis di funikulus spermatikus dengan
arteri dari vasa deferensia yang merupakan cabang dari arteri iliaka interna. Aliran
darah dari testis kembai ke pleksus pampiniformis di funikulus spermatikus.
Pleksus ini di anulus inguinalis interna akan membentuk vena spermatika. Vena
spermatika kanan akan masuk ke da-lam vena cava inferior sedangkan vena
spermatika kiri akan masuk ke dalam vena renalis kiri.
Saluran limfe yang berasal dari testis kanan mengalir ke kelenjar getah
bening di daerah interaaortacaval, paracaval kanan dan iliaka komunis kanan,
sedangkan saluran limfe testis kiri mengalirkan isinya ke kelanjar getah bening
paraaorta kiri dan daerah hilus ginjal kiri, paracaval kiri dan iliaka kiri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Kanker Testis adalah pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis (buah
zakar), yang bisa menyebabkan testis membesar atau menyebabkan adanya
benjolan di dalam skrotum (kantung zakar).
Kanker testikuler, yang menempati peringkat pertama dalam kematian
akibat kanker diantara pria dalam kelompok umur 20 sampai 35 tahun, adalah
kanker yang paling umum pada pria yang berusia 15 tahun hingga 35 tahun dan
merupakan malignansi yang paling umum kedua pada kelompok usia 35 tahun
hingga 39 tahun.
Kanker yang demikian diklasifikasikan sebagai germinal atau
nongerminal. Tumor germinal timbul dari sel-sel germinal testis (seminoma,
terakokarsinoma, dan karsinoma embrional); tumor germinal timbul dari
epithelium.
Klasifikasi patologik tumor testis menurut WHO:
I. Tumor sel bening:
A. Tumor dengan satu pola histologik:
1. Seminoma
2. Seminoma spermatositik
3. Karsinoma embrional
4. Yolk sac tumor (Karsinoma embrional tipe infantile)
5. Teratoma:
a. Matur
b. Imatur
c. Dengan transformasi maligna
B. Tumor dengan lebih dari satu pola histoligik:
1. Karsinoma embrional plus teratoma (teratokarsinoma)
2. Kariokarsinoma dan tipe lain apapun (perinci tipe-tipenya)
3. Kombinasi lain (perinci)
II. Tumor stromal-Tali kelamin:
A. Bentuk berdiferensiasi baik:
1. Tumor sel leydig
2. Tumor sel sertoli
3. Tumor sel granulose

B. Bentuk campuran (perinci)


C. Bentuk berdiferensiasi tidak lengkap
Sebagian besar neoplasma adalah germinal, dengan sekitar 40% adalah
seminoma. Seminoma cenderung untuk tetap setempat, sementara tumor
nonseminomas tumbuh cepat. Penyebab tumor testikuler tidak diketahui, tetapi
kriptokhidisme, infeksi, dan faktor-faktor genetic dan endokrin tampak berperan
dalam terjadinya tumor tersebut.
Risiko kanker testikuler adalah 35 kali lebih tinggi pada pria dengan
segala tipe testis ya-ng tidak turun ke dalam skrotum dibanding dengan populasi
umum. Tumor testis biasanya malig-nan dan cenderung untuk bermetastasis lebih
dini, menyebar dari testis ke dalam nodus limfe da-lam retroperineum dan ke
paru-paru.

2.2. Insidensi
Kanker testis adalah salah satu dari sedikit neoplasma yang dapat
didiagnosis secara akurat melalui pemeriksaan penanda tumor ( tumor marker )
pada serum tersangka penderita yaitu pemeriksaan human chorionic gonadotropin
(bhCG) dan -fetoprotein (AFP).
Insiden kanker testis memperlihatkan angka yang berbeda-beda di tiap
negara, begitu pula pada setiap ras dan tingkat sosioekonomi. Di negara
skandinavia dilaporkan 6,7 kasus baru dari 100.000 laki-laki tiap tahunnya
sedangkan di Jepang didapatkan 0,8 dari 100.000 penduduk laki-laki. Di Amerika
Serikat ditemuan 6900 kasus baru kanker testis setiap tahunnya. ( greenlee et
all,2000 ).
Kemungkinan seorang laki-laki kulit putih untuk terkena kanker testis
sepanjang hidupnya di Amerika Serikat adalah 0,2%. Saat ini angka survival
pasien dengan tumor testis meningkat, hal ini memperlihatkan perkembangan dan
perbaikan dalam pengobatan dengan kombinasi kemoterapi yang efektif. Secara
keseluruhan 5-years survival rate mengalami peningkatan dari 78% pada 1974-
1976 menjadi 91% pada 1980 1985. Puncak insiden kasus tumor testis terjadi
pada usia-usia akhir remaja sampai usia awal dewasa ( 20-40 tahun ), pada akhir
usia dewasa ( Lebih dari 60 tahun ) dan pada anak ( 0-10 tahun ). Secara
keseluruhan insiden tertinggi kasus tumor testis terjadi pada pria dewasa muda,
hal ini membuat tumor ini menjadi noeplasma tersering mengenai pria usia 20-34
tahun dan tumor tersring kedua pada pria usia 35-40 tahun di Amerika Serikat dan
Inggris Raya.
Kanker testis sedikt lebih sering terjadi pada testis kanan dibanding testis
kiri, ini berhu-bungan dengan lebih tingginya insidensi kriptoidosme pada testis
kanan dibanding testis kiri. Pa-da tumor primer testis 2-3 % adalah tumor testis
bilateral dan kira-kira 50% terjadi pada pria de-ngan riwayat kriptokidsme
unilateral ataupun bilateral. Jika tumor testis sekunder dising-kirkan maka insiden
tumor testis primer bilateral 1 2,8 % dari seluruh kasus tumor sel germinal testis.
Tumor primer testis bilateral dapat terjadi secara berbarengan ataupun tidak, tetapi
cende-rung memiliki kesamaan jenis histilogisnya. Dari penelitian oleh Bach dkk
( 1983 ) di dapatkan semi-noma merupakan tumor primer testis bilateral tersering
( 48 % ) sedangkan limfoma malig-nan adalah tumor testis sekunder bilateral
tersering.

(zul adharianyah, http://zul-adhariansyah.blogspot.com/2009/04/5-cm-m-


metastase-jauh-mx-adanya.html)

2.3. Etiologi
Kebanyakan kanker testis terjadi pada usia di bawah 40 tahun.
Penyebabnya yang pasti tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang
menunjang terjadinya kanker testis:
1. Testis undesensus (testis yang tidak turun ke dalam skrotum)
2. Perkembangan testis yang abnormal.
3. Sindroma Klinefelter (suatu kelainan kromosom seksual yang ditandai
dengan rendahnya kadar hormon pria, kemandulan, pembesaran payudara
(ginekomastia) dan testis yang kecil).
4. Faktor lainnya yang kemungkinan menjadi penyebab dari kanker testis
tetapi masih dalam taraf penelitian adalah pemaparan bahan kimia tertentu
dan infeksi oleh HIV. Jika di dalam keluarga ada riwayat kanker testis,
maka resikonya akan meningkat. 1% dari semua kanker pada pria
merupakan kanker testis. Kanker testis merupakan kanker yang paling
sering ditemukan pada pria berusia 15-40 tahun. Kanker testis
dikelompokkan menjadi:
1. Seminoma : 30-40% dari semua jenis tumor testis. Biasanya ditemukan
pada pria berusia 30-40 tahun dan terbatas pada testis.
2. Non-seminoma: merupakan 60% dari semua jenis tumor testis. Dibagi
menjadi subkategori:
a. Karsinoma embrional: sekitar 20% dari kanker testis, terjadi pada
usia 20-30 tahun dan sangat ganas. Pertumbuhannya sangat cepat
dan menyebar ke paru-paru dan hati.Tumor yolk sac: sekitar 60%
dari semua jenis kanker testis pada anak laki-laki.
b. Teratoma: sekitar 7% dari kanker testis pada pria dewasa dan 40%
pada anak laki-laki. - Koriokarsinoma.
c. Tumor sel stroma: tumor yang terdiri dari sel-sel Leydig, sel sertoli
dan sel granu-losa. Tumor ini merupakan 3-4% dari seluruh jenis
tumor testis. Tumor bisa me-nghasilkan hormon estradiol, yang
bisa menyebabkan salah satu gejala kanker tes-tis, yaitu
ginekomastia.

2.4. Patofisiologi
Tumor testis pada mulanya berupa lesi intratestikuler yang akhinya
mengenai seluruh parenkim testis. Sel-sel tumor kemudian menyebar ke rete
testis, epididimis, funikulus spermatikus, atau bahkan ke kulit scrotum. Tunika
albugenia merupakan barrier yang sangat kuat bagi penjalaran tumor testis ke
organ sekitarnya, sehingga kerusakan tunika albugenia oleh invasi tumor
membuka peluang sel-sel tumor untuk menyebar keluar testis.
Kecuali kariokarsinoma, tumor testis menyebar melalui pembuluh limfe
menuju ke kele-njar limfe retroperitoneal (para aorta) sebagai stasiun pertama,
kemudian menuju ke kelenjar me-diastinal dan supraclavikula, sedangkan
kariokarsinoma menyebar secara hematogen ke paru, he-par, dan otak.

2.5. Manifestasi Klinis


Gejala berupa :
1. Testis membesar atau teraba aneh (tidak seperti biasanya)
2. Benjolan atau pembengkakan pada salah satu atau kedua testis
3. Nyeri tumpul di punggung atau perut bagian bawah Ginekomastia
4. Rasa tidak nyaman/rasa nyeri di testis atau skrotum terasa berat.
Tetapi mungkin juga tidak ditemukan gejala sama sekali. Gejala timbul
dengan sangat bertahap dengan massa atau benjolan pada testis yang tidak nyeri.
Pasien dapat mengeluh rasa sesak pada skrotum, area inguinal, atau abdomen
dalam. Sakit pinggang (akibat perluasan nodus retroperineal), nyeri pada
abdomen, penurunan berat badan, dan kelemahan umum dapat diakibatkan oleh
metastasis. Pembesaran testis tanpa nyeri adalah temuan diagnostik yang
signifikan.
Satu-satunya metode deteksi dini yang efektif adalah pemeriksaan testis
mandiri. Suatu bagian penting dari promosi kesehatan untuk pria harus mencakup
pameriksaan mandiri. Pengajaran tentang pemeriksaan mandiri adalah intervensi
penting untuk deteksi dini penyakit ini.

2.6. Evaluasi Diagnostik


Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:
1. USG skrotum
2. Pemeriksaan darah untuk petanda tumor AFP (alfa fetoprotein), HCG
(human chorionic gonadotrophin) dan LDH (lactic dehydrogenase).
Hampir 85% kanker non-seminoma menunjukkan peningkatan kadar AFP
atau beta HCG.
3. Rontgen dada (untuk mengetahui penyebaran kanker ke paru-paru)
4. CT scan perut (untuk mengetahui penyebaran kanker ke organ perut)
5. Biopsi jaringan
Human chorionic gonadotropin dan -fetoprotein adalah penanda tumor
yang mungkin meningkat pada pasien kanker testis. (Penanda tumor adalah
substansi yang disintesis oleh sel-sel tumor dan dilepaskan ke dalam sirkulasi
dalam jumlah yang abnormal).
Tehnik imunositokimia yang terbaru dapat membantu mengidentifikasi
sel-sel yang tampaknya menghasilkan penanda ini. Kadar penanda tumor dalam
darah digunakan untuk mendiagnosis, menggolongkan, dan memantau respon
terhadap pengobatan. Uji diagnostic lainnya mencakup urografi intravena untuk
mendeteksi segala bentuk penyimpangan uretral yang disebabkan oleh massa
tumor; limfangiografi untuk mengkaji keluasan penyebaran tumor ke sistem
limfatik; dan pemindai CT dada dan abdomen untuk menentukan keluasan
penyakit dalam paru-paru dan retroperineum.

2.7. Perawatan Pasca Operasi


1. Menjaga pola makan : pada pasien kanker testis, makanan yang harus
dihindari antara lain makanan yang tinggi kalori, tinggi protein, tinggi
vitamin. Pasien juga diharuskan untuk berhenti merokok dan minum
minuman keras ataupun mengkonsumsi makanan yang merangsang
2. Menjaga kondisi mental secara psikologis : pasien yang telah menjalani
operasi perlu dikuatkan dan mendapatkan dukungan serta dorongan secara
mental agar tidak timbul emosi yang berdampak buruk bagi penyakit.
Pihak keluarga hendaknya setia mendengarkan pasien, berusaha
memenuhi setiap kebutuhannya, mendukung dan memberikan perhatian
bagi pasien.
3. Merawat kulit : pasien harus setiap hari menjaga kesehatan kulit di area
testis, cuci bersih dan balik tubuh sesekali pada waktu tidur.
4. Menjaga lingkungan : menjaga kebersihan dan ketenangan kamar, biarkan
udara segar mengalir, dan mengatur kadar suhu udara serta kelembapan
dalam kamar.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Penatalaksanaan
Pengobatan tergantung kepada jenis, stadium dan beratnya penyakit.
Setelah kanker ditemukan, langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan
jenis sel kankernya, selanjutnya ditentukan stadiumnya:
1. Stadium I: kanker belum menyebar ke luar testis
2. Stadium II: kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di perut
3. Stadium III: kanker telah menyebar ke luar kelenjar getah bening, bisa sampai
ke hati atau paru-paru.

Ada 4 macam pengobatan yang bisa digunakan:


1. Pembedahan: pengangkatan testis (orkiektomi) dan pengangkatan kelenjar
getah bening (limfadenektomi).
2. Terapi penyinaran: menggunakan sinar X dosis tinggi atau sinar energi tinggi
lainnya, seringkali dilakukan setelah limfadenektomi pada tumor non-
seminoma. Juga digunakan sebagai pengobatan utama pada seminoma,
terutama pada stadium awal.
3. Kemoterapi: digunakan obat-obatan (misalnya cisplastin, bleomycin dan
etoposid) untuk membunuh sel-sel kanker. Kemoterapi telah meningkatkan
angka harapan hidup penderita tumor non-seminoma.
4. Pencangkokan sumsum tulang: dilakukan jika kemoterapi telah menyebabkan
kerusakan pada sumsum tulang penderita.

Tumor seminoma
1. Stadium I diobati dengan orkiektomi dan penyinaran kelenjar getah bening
perut
2. Stadium II diobati dengan orkiektomi, penyinaran kelenjar getah bening dan
kemoterapi dengan sisplastin
3. Stadium III diobati dengan orkiektomi dan kemoterapi multi-obat.
Tumor non-seminoma:
1. Stadium I diobati dengan orkiektomi dan kemungkinan dilakukan
limfadenektomi perut.
2. Stadium II diobati dengan orkiektomi dan limfadenektomi perut,
kemungkinan diikuti dengan kemoterapi.
3. Stadium III diobati dengan kemoterapi dan orkiektomi.
Jika kankernya merupakan kekambuhan dari kanker testis sebelumnya,
diberikan kemoterapi beberapa obat (ifosfamide, cisplastin dan etoposid atau
vinblastin).
Kanker testikuler adalah salah satu tumor padat yang dapat disembuhkan.
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk menyingkirkan penyakit dan mencapai
penyembuhan. Pemilihan pengobatan tergantung pada tipe sel dan keluasan
anatomi penyakit. Testis diangkat dengan orkhioektomi melalui suatu insisi
inguinal dengan ligasi tinggi korda spermatikus. Prosthesis yang terisi dengan jel
dapat ditanamkan untuk mengisi testis yang hilang. setelah orkhioektomi
unilateral untuk kanker testis, sebagian besar pasien tidak mengalami fungsi
endokrin. Namun demikian, pasien lainnya mengalami penurunan kadar
hormonal, yang menandakan bahwa testis yang sehat tidak berfungsi pada tingkat
yang normal. Diseksi nodus limfe retroperineal (RPLND) untuk mencegah
penyebaran kanker melalui jalur limfatik mungkin dilakukan setelah
orkhioektomi. Meskipun libido dan orgasme normal tidak mengalami gangguan
setelah RPLND, pasien mungkin dapat mengalami disfungsi ejakulasi dengan
akibat infertilitas. Menyimpan sperma di bank sperma sebelum operasi mungkin
menjadi pertimbangan.
Iradiasi nodus limfe pascaoperasi dari diagfragma sampai region iliaka
digunakan untuk mengatasi seminoma dan hanya diberikan pada tempat tumor
saja. Testis lainnya dilindungi dari radiasi untuk menyelamatkan fertilitas. Radiasi
juga digunakan untuk pasien yang tidak menunjukkan respon terhadap kemoterapi
atau bagi mereka yang tidak direkomendasikan untuk dilakukan pembedahan
nodus limfe.
Karsinoma testis sangat responsive terhadap terapi medikasi. Kemoterapi
multiple dengan sisplantin dan preparat lainnya seperti vinblastin, bleomisin,
daktinomisin, dan siklofosfamid memberikan persentase remisi yang tinggi. Hasil
yang baik dapat dicapai dengan mengkombinasi tipe pengobatan yang berbeda,
termasuk pembedahan, terapi radiasi, dan kemoterapi. Bahkan kanker testikuler
diseminata sekalipun, prognosisnya masih baik, dan penyakit kemungkinan dapat
disembuhkan karena kemajuan dalam diagnosis dan pengobatan.

3.2. Intervensi Keperawatan/Health Education


Karena pasien mungkin mengalami kesulitan dalam menerima kondisi ini,
isu-isu yang berhubungan dengan citra tubuh dan seksualitas harus diungkapkan.
Pasien memerlukan dorongan untuk mempertahankan sikap yang positif selama
perjalanan terapi. Pasien juga harus mengetahui bahwa terapi radiasi tidak harus
selalu menghambat pasien untuk menjadi seorang ayah, dan eksisi tumor
unilateral tidak harus menurunkan virilitas.
Pasien dengan riwayat satu tumor testikuler mempunyai peluang yang lebih besar
untuk mengalami tumor berikutnya. Pemeriksaan tindak lanjut mencakup rontgen,
urografi ekskretori, radioimmunoassay untuk human chorionic gonadotropins dan
kadar -fetoprotein, serta pemeriksaan nodus limfe untuk mendeteksi malignansi
kambuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Basuki B Purnomo, Dasar-dasar Urologi.Edisi kedua, cetakan ketiga, CV. Sagung


Seto: Jakarta 2007.
Carpenito Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta, 2001.
Danielle Gale & Jane Charette, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Penerbit
Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 2000.
Doenges E. Marilynn, Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Penerbit
Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 2007.
Gallo & Hudak, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume II,
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 2006.

Anda mungkin juga menyukai