Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak dasar warga negara dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara. Pembangunan kesehatan ke depan diarahkan pada

peningkatan upaya promotif dan preventif, disamping peningkatan akses

pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Peningkatan kesehatan masyarakat,

meliputi upaya pencegahan penyakit menular ataupun tidak menular.

(Suharyono, 2010).

Anak pada hakikatnya merupakan aset terpenting dalam tercapainya

keberhasilan suatu negara, karena merupakan generasi penerus bangsa

selanjutnya. Derajat kesehatan anak pada saat ini belum bisa dikatakan baik

karena masih banyak terdapat masalah kesehatan khususnya pada anak

sekolah (Gobel, 2009).

Anak usia sekolah merupakan kelompok usia yang kritis karena pada

usia tersebut rentan terhadap masalah kesehatan. Anak usia sekolah selain

rentan terhadap masalah kesehatan juga peka terhadap perubahan. Masalah

ini kurang begitu diperhatikan baik oleh orang tua, sekolah atau para klinisi

serta profesional kesehatan lainnya yang saat ini masih memprioritaskan

kesehatan anak balita. Padahal peranan mereka yang sangat dominan akan

mempengaruhi kualitas hidup anak di kemudian hari (Gobel, 2009).

Masalah kesehatan yang sering timbul pada anak usia sekolah yaitu

gangguan perilaku, gangguan perkembangan fisiologis hingga gangguan


dalam belajar dan juga masalah kesehatan umum (Anugerah & Hendra,

2007). Berbagai macam masalah yang muncul pada anak usia sekolah, namun

masalah yang biasanya terjadi yaitu masalah kesehatan umum. Masalah

kesehatan umum yang terjadi pada anak usia sekolah biasanya berkaitan

dengan kebersihan perorangan dan lingkungan seperti gosok gigi yang baik

dan benar, kebersihan diri, serta kebiasaan cuci tangan pakai sabun. Banyak

anak usia sekolah yang menderita diare dikarenakan sebelum dan sesudah

makan mereka tidak mencuci tangan. Akibatnya bakteri yang ada di tangan

ikut masuk ke dalam tubuh bersama makanan yang dimakan dan

menyebabkan infeksi gastrointestinal seperti diare (Permata, 2010).

Menurut UNICEF (Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan

anak), setiap 30 detik ada satu anak yang meninggal dunia karena Diare. Di

Indonesia, setiap tahun 100.000 balita meninggal karena Diare. Pada tahun

2008 juga terjadi KLB Diare di 15 provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus

sebanyak 8.443 orang dan jumlah kematian sebesar 209 orang atau CFR

2,48%. Penyakit ISPA diperkirakan diderita 10% dari populasi penduduk

Indonesia, serta sebagai penyebab kematian pada anak-anak di Indonesia,

karena dari 4 kematian 1 diantaranya disebabkan oleh ISPA (Depkes, RI,

2009).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, kejadian

diare dan ISPA di Provinsi Sumatera Barat masih cukup tinggi. Kota

Pariaman merupakan salah satu Kota di Sumatera Barat dengan angka

penderita diare dan ISPA yang cukup tinggi yakni 8358 penderita diare dan
23.308 penderita ISPA pada tahun 2007, yang tersebar di beberapa

kecamatan. Riset Kesehatan Dasar menunjukkan bahwa ISPA dan diare

ditemukan dengan persentase tertinggi pada anak usia di bawah lima tahun

yaitu 43% dan 16% (Dinkes Kota Pariaman, 2013).

Masalah - masalah tersebut timbul karena kurangnya pengetahuan

serta kesadaran akan pentingnya kesehatan terutama kebiasaan mencuci

tangan. Cuci tangan merupakan salah satu solusi yang murah dan efektif

dalam pencegahan penyakit menular. Namun hingga saat ini kebiasaaan

tersebut sering kali dianggap remeh. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh

World Health Organization (WHO) pada tahun 2007, salah satu upaya yang

dapat dilakukan untuk menurunkan angka kejadian diare dan ISPA adalah

perilaku cuci tangan pakai sabun. Karena perilaku tersebut dapat menurunkan

hampir separuh kasus diare dan sekitar seperempat kasus ISPA. Namun saat

ini hanya sekitar 17% anak usia sekolah yang mencuci tangan pakai sabun

dengan benar, padahal anak usia tersebut rentan terhadap penyakit seperti

diare dan ISPA (Depkes RI, 2010).

Penelitian lain di Pakistan yang dilakukan oleh Luby, Agboatwalla,

dkk (2005), menemukan bahwa mencuci tangan dengan sabun mengurangi

infeksi saluran pernafasan yang berkaitan dengan pneumonia hingga lebih

dari 50 %. Berbagai macam jenis penyakit yang dapat timbul terkait

kebiasaan cuci tangan yaitu diare, Infeks Saluran Pernapasan, Flu Burung

(H1N1), dan cacingan (Depkes RI, 2010).


Penyakit penyakit yang timbul tersebut akan mempengaruhi tumbuh

kembang anak sehingga mengakibatkan proses belajar mengajar terganggu.

Upaya pemerintah dalam mengatasi masalah tentang kebersihan yaitu dengan

mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1193/Menkes/SK/

X/2004 tentang Visi Promosi Kesehatan RI adalah Perilaku Hidup Bersih

Sehat 2010 atau PHBS 2010. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat atau PHBS

terdiri dari beberapa indikator khususnya PHBS tatanan sekolah yaitu

mencuci tangan dengan air yg mengalir dan memakai sabun, mengkonsumsi

jajanan di warung/ kantin sekolah, menggunakan jamban yang bersih & sehat,

olahraga yang teratur dan terukur, memberantas jentik nyamuk, tidak

merokok, menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan,

dan membuang sampah pada tempatnya (Dinkes DIY, 2010).

Hal ini mengindikasikan bahwa perilaku cuci tangan pakai sabun yang

merupakan suatu upaya yang mudah, sederhana, murah, dan berdampak besar

bagi pencegahan penyakit-penyakit menular seperti diare dan ISPA, belum

menjadi kebiasaan pada anak usia sekolah padahal anak diusia tersebut rentan

terhadap penyakit seperti diare dan ISPA. Tentunya hal ini dipengaruhi oleh

banyak hal diantaranya karena rendahnya pengetahuan dan kesadaran anak

usia tersebut terhadap perilaku cuci tangan pakai sabun.

Berdasarkan Studi pendahuluan yang dilakukan di dua tempat yaitu

Puskesmas Sikapak dan SDN 02 Siakpak. Didapatkan data bahwa wilayah

Puskesmas Sikapak terdiri dari desa 2 yaitu Desa Sikapak Mudik dan Hilir.

Hasil Screening yang dilakukan pada periode Maret hingga April tahun 2014
didapatkan data bahwa di wilayah kerja Puskesmas Sikapak terdapat 2 SD

dengan populasi anak usia sekolah (6-12 tahun) sebanyak 216 siswa. Wilayah

kerja Puskesmas Sikapak yang akan dijadikan sebagai subyek penelitian

adalah para siswa kelas 5 dan 6 SDN 02 Sikapak.

Data yang diperoleh dari SDN 02 Sikapak ditemukan bahwa populasi

siswa kelas 5 sebanyak 32 orang sedangkan populasi kelas 6 sebanyak 34

orang. Dari hasil observasi ditemukan bahwa keadaan lingkungan SDN 02

Sikapak sudah cukup bersih, dan sejuk. Hanya saja fasilitas cuci tangan serta

Ruang UKS masih belum terkelola dengan baik. Fasilitas cuci tangan yang

terdapat di SDN 02 Sikapak terlihat kurang bersih karena hanya terdiri dari

satu baskom berisi air di tiap ruang kelas dan berada di luar ruangan. Hal

tersebut dapat memicu resiko kontaminasi air oleh debu yang ada di sekitar

halaman sekolah serta pemakaian fasilitas cuci tangan tersebut digunakan

oleh seluruh murid dan guru.

Fasilitas untuk ruang UKS juga belum memadai hal ini dikarenakan

ruangan UKS tidak terawat dengan baik dan penggunaan ruangan digabung

menjadi satu dengan perpustakaan sekolah. Dari hasil wawancara dengan

beberapa siswa kelas 5 dan kelas 6 diperoleh informasi bahwa terdapat

kecenderungan para siswa untuk jajan di luar sekolah di mana kebersihannya

masih perlu diperhatikan lagi. Kecenderungan ini terjadi karena belum

dibangunnya fasilitas kantin untuk para siswa terkait dengan kebijakan

sekolah.
Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) juga masih perlu

mendapatkan perhatian khusus karena kurangnya pengetahuan dan terutama

kesadaran dari para siswa terkait timbulnya penyakit menular melalui kontak

manusia. Namun kesulitan ini tetap harus diatasi.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti merasa penting untuk

meneliti tentang Hubungan Pengetahuan dan Sikap tentang Mencuci Tangan

Yang Benar dengan Keterampilan Mencuci Tangan Pada Siswa Kelas V dan

VI SDN 02 Sikapak Mudik tahun 2014.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalahnya

adalah Apakah Ada Hubungan Pengetahuan dan Sikap tentang Mencuci

Tangan Yang Benar dengan Keterampilan Mencuci Tangan Pada Siswa

Kelas V dan VI SDN 02 Sikapak Mudik tahun 2014?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui bagaimana Hubungan Pengetahuan dan Sikap tentang

Mencuci Tangan Yang Benar dengan Keterampilan Mencuci Tangan Pada

Siswa Kelas V dan VI SDN 02 Sikapak Mudik tahun 2014

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan siswa tentang mencuci

tangan yang benar pada siswa kelas V dan VI SDN 02 Sikapak Mudik

tahun 2014.
b. Mengetahui distribusi frekuensi sikap siswa tentang mencuci tangan

yang benar pada siswa kelas V dan VI SDN 02 Sikapak Mudik tahun

2014.

c. Mengetahui distribusi frekuensi keterampilan siswa tentang mencuci

tangan yang benar pada siswa kelas V dan VI SDN 02 Sikapak Mudik

tahun 2014.

d. Mengetahui hubungan pengetahuan dengan keterampilan siswa tentang

mencuci tangan yang benar pada siswa kelas V dan VI SDN 02

Sikapak Mudik tahun 2014.

e. Mengetahui hubungan sikap siswa dengan keterampilan siswa tentang

mencuci tangan yang benar pada siswa kelas V dan VI SDN 02

Sikapak Mudik tahun 2014.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi STIKes Piala Sakti

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dan

pengetahuan dalam pengembangan keperawatan khususnya keperawatan

komunitas serta memberikan gambaran pengetahuan siswa tentang cuci

tangan yang benar di Sikapak .

2. Bagi Puskesmas

Sebagai bahan pertimbangan dalam memecahkan masalah

kesehatan mengenai pencegahan penyakit dan sebagai bahan informasi

dalam mengoptimalkan program-program perilaku hidup bersih dan sehat.


3. Bagi Siswa

Memberikan informasi tentang cuci tangan yang benar sehingga

orang tua khususnya siswa dapat mengetahui dan menerapkan

keterampilan cuci tangan yang benar tersebut dalam kehidupan sehari -

hari.

4. Bagi peneliti

Menambah pengalaman peneliti dalam mengenal langsung

permasalahan di bidang kesehatan yang ada di lingkungan masyarakat.

5. Bagi peneliti selanjutnya

Sebagai bahan perbandingan atau rujukan dalam melakukan

penelitian yang sama.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

2.1.1 Pengertian

Pengetahuan adalah hasil tahu dan seseorang yang terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, penginderaan terjadi

melalui pane indra manusia yaitu indra penglihatan, indra pendengaran, indra

penciuman, indra rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia di

peroleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan atau kognitif merupakan hal yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Dari pengalaman dan

penelitian temyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng

dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Pengetahuan didefenisikan sebagai segala sesuatu yang diketahui,

pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang akan memungkinkan

seseorang dapat memahami segala sesuatu yang dihadapi. Pengetahuan dapat

diperoleh dari pengalaman langsung atau dari orang lain yang sampai kepada

seseorang (Notoatmodjo. 2007).

Seperti penerapan pengetahuan tentang hal yang berkaitan dengan

masalah kesehatan. khususnya mengenai gangguan yang dialami.Oleh karena

gangguan kesehatan terjadi secara teratur di dalam suatu kelompok tertentu,

11
maka setiap orang di dalam kelompok tersebut dapat menghimpun

pengetahuan tentang berbagai macam gangguan kesehatan yang mungkin

terjadi.

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Tingkat ini bertujuan untuk mengelompokkan tingkah laku suatu

masyarakat atau individu yang diinginkan, bagaimana individu itu berfikir,

berbuat sebagai hasil suatu unit pengetahuan yang telah diberikan. Adapun

tingkat pengetahuan tersebut adalah: (Arikunto 2006)

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya termasuk ke dalamnya adalah mengingat kembali (recall)

terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang telah diterima. Oleh

sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata

kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari, antara

lain menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasikan, menyatakan dan

sebagainya.

b. Memahami (Comprehensive)

Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi

terebut secara benar, orang yang telah paham tentang objek materi harus

dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan

tentang terhadap objek yang dipelajari.


c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagian kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi real (sebenarnya). Aplikasi diartikan

sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip

dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisa (Analysis)

Analisa adalah kemampuan untuik menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur

organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan

analisis ini dapat di lihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat

menggambakan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,

mengelompokkan dan lain sebagainya.

e. Sinstesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk melakukan

penilaian, terhadap suatu materi atau objek, penilaian-penilaian ini

berdasarkan kriteria-kriteria yang ada.

Dari kelima tingkat pengetahuan diatas, diharapkan keluarga

mengetahui tentang PHBS, minimal sampai tingkat Aplikasi (Tingkat 3) yaitu

ibu balita tidak hanya tahu tentang PHBS, tapi juga dapat

menginterprestasikan, menjelaskan dan mengaplikasikannya pada situasi

real (sebenarnya).
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

a. Faktor Internal

1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang

terhadap perkembangan orang lain menuju kcarah cita-cita tertentu

yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk

meneapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk

mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan

sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra yang

dikutip Notoadmojo (2003), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang

termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam

memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan (Nursalam,

2003 : 39) pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin

mudah menerima informasi.

2) Pekerjaan

Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003 : 61),

pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk

menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah

sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari

nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan

bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja

bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.


3) Umur

Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003 : 63), usia

adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai

berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi

kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari

orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari

pengalaman dan kematangan jiwa.

4) Pengalaman

Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut

dapat diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan,

atau pengalaman itu suatu cara untuk memperoleh kebenaran

pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan

sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan

dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam

memeeahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.(Notoadmojo

2003 : 81)

b. Faktor Eksternal

1) Faktor Lingkungan

Menurut Ann.Mariner yang dikutip dari Nursalam (2003)

lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan

pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku

orang atau kelompok.


2) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi. Sosial budaya

mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang. Seseorang

memperoleh suatu kebudayaan dalam hubunganya dengan orang lain,

karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar dan

memperoleh suatu pengetahuan.

2.1.4 Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoadmodjo cara memperoleh kebenaran pengetahuan

sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu: (Notoatmodjo 2003 :

96)

a. Cara Tradisional

Cara-cara penemuan pengatahuan pada periode ini antara lain:

1) Cara coba-coba

ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan tersebut tidak berhasil

dicoba kemungkinan yang lama.

2) Cara kekuasaan (otoritas)

Dimana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada kekuasaan, baik

otoritas tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin, maupun

otoritas ahli ilmu pengetahuan.

3) Berdasarkan pengalaman
Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang

diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa

yang lalu.

4) Melalui jalan pikiran

Menusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh

pengetahuan

b. Cara modern.

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini

lebih sistematis, logis dan ilmiah, cara ini disebut dengan metode penelitian

ilmiah atau lebih populer lagi metodologi penelitian (Notoatmodjo, 2003:

82)

2.2 Sikap

Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih

tertutup terhadap suatu stimulus atau objek dan sikap itu tidak dapat langsung

dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang

tertutup. Dalam kehidupan sehari - hari sikap merupakan reaksi yang bersifal

emosional terhadap stimulasi sosial ( Notoatmodjo, 2003 : 92).

New Comb dalam Notoatmodjo (2003 : 93) menyatakan sikap adalah

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan

pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau


aktifitas. tetapi merupakan "predisposisi" tindakan atau perilaku.Sikap itu

masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka.

Menurut Ailport (1954) dalam Notoatmodjo (2003 : 93) bahwa sikap

mempunyai 3 komponen pokok yakni :

2.2.1 Kepercayaan (keyakinan). ide dan konsep suatu objek, artinya

bagaimana keyakinan dan pendapat / pemikiran seseorang terhadap

objek. Contoh: Sikap seseorang terhadap PHBS misalnya, berarti

bagaimana pendapat orang tersebut terhadap PHBS.

2.2.2 Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek,

artinya bagaimana penilaian (terkandung dalam faktor emosi) orang

tersebut terhadap objek. Contoh : Bagaimana orang menilai PHBS,

apakah PHBS selalu diterapkan atau tidak.

2.2.3 Kecenderungan untuk bertindak ( trend to behave ), artinya sikap

adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku

terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku

terbuka. Contoh : Sikap terhadap PHBS adalah bagaimana tindakan

seseorang dalam penerapan PHBS

Ketiga komponen ini bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total altitude).

Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan dan emosi

memegang peranan penting.


Menurut Notoatmodjo (2003) sikap terdiri dari berbagai tingkatan:

1. Menerima ( receiving)

Menerima artinya orang (subyek) mau menerima stimulus yang diberikan

( objek)

2. Merespon ( responding)

Memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek

yang dihadapi

3. Menghargai (valuing)

Subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau

stimulasi, dalam arti membahas dengan orang lain dan bahkan mengajak

atau atau menganjurkan orang merespon.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Pengukuran

sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. secara langsung

dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden

terhadap suatu objek, jawaban yang dapat dipergunakan yaitu : sangat

setuju. setuju. tidak setuju, sangat tidak setuju ( Notoatmodjo, 2003 : 71).

Sikap ini dapat bersifat positif atau negatif, dalam sikap positif

kecenderungan tindakan adalah mendekati objek tertentu. dalam

kehidupan masyarakat sikap ini penting sekali. (Purwanto, 2002 : 42)


B. Cuci Tangan
1. Definisi cuci tangan
Menurut Tim Depkes (1987) mencuci tangan adalah
membersihkan tangan dari segala kotoran, dimulai dari ujung jari sampai
siku dan lengan dengan cara tertentu sesuai dengan kebutuhan.
Sementara
itu menurut Perry & Potter (2005), mencuci tangan merupakan teknik
dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan infeksi.
Cuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara
mekanik dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air
(Tietjen, et.al., 2004). Sedangkan menurut Purohito (1995) mencuci
tangan merupakan syarat utama yang harus dipenuhi sebelum melakukan
tindakan keperawatan misalnya: memasang infus, mengambil spesimen.
Infeksi yang di akibatkan dari pemberian pelayanan kesehatan atau terjadi
pada fasilitas pelayanan kesehatan. Infeksi ini berhubungan dengan
prosedur diagnostik atau terapeutik dan sering termasuk memanjangnya
waktu tinggal di rumah sakit (Perry & Potter, 2000).
Mencuci tangan adalah membasahi tangan dengan air mengalir
untuk menghindari penyakit, agar kuman yang menempel pada tangan
benar-benar hilang. Mencuci tangan juga mengurangi pemindahan
mikroba ke pasien dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang
berada pada kuku, tangan dan lengan (Schaffer, et.al., 2000).
Cuci tangan harus dilakukan dengan baik dan benar sebelum dan
sesudah melakukan tindakan perawatan walaupun memakai sarung
tangan
atau alat pelindung lain. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan atau
mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran
penyakit dapat di kurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Tangan
harus di cuci sebelum dan sesudah memakai sarung tangan. Cuci tangan
tidak dapat digantikan oleh pemakaian sarung tangan.
2. Tujuan cuci tangan
Menurut Susiati (2008), tujuan dilakukannya cuci tangan yaitu untuk :
a) Mengangkat mikroorganisme yang ada di tangan
b) Mencegah infeksi silang (cross infection)
c) Menjaga kondisi steril
d) Melindungi diri dan pasien dari infeksi
e) Memberikan perasaan segar dan bersih.
3. Indikasi cuci tangan
Indikasi untuk mencuci tangan menurut Depkes RI. (1993) adalah :
a) Sebelum melakukan prosedur invasif misalnya : menyuntik,
pemasangan kateter dan pemasangan alat bantu pernafasan
b) Sebelum melakukan asuhan keperawatan langsung
c) Sebelum dan sesudah merawat setiap jenis luka
d) Setelah tindakan tertentu, tangan diduga tercemar dengan
mikroorganisme khususnya pada tindakan yang memungkinkan kontak
dengan darah, selaput lendir, cairan tubuh, sekresi atau ekresi
e) Setelah menyentuh benda yang kemungkinan terkontaminasi
dengan mikroorganisme virulen atau secara epidemiologis merupakan
mikroorganisme penting. Benda ini termasuk pengukur urin atau alat
penampung sekresi
f) Setelah melakukan asuhan keperawatan langsung pada pasien yang
terinfeksi atau kemungkinan kolonisasi mikroorganisme yang
bermakna secara klinis atau epidemiologis
g) Setiap kontak dengan pasien-pasien di unit resiko tinggi
h) Setelah melakukan asuhan langsung maupun tidak langsung pada
pasien yang tidak infeksius.
4. Keuntungan mencuci tangan
Menurut Puruhito (1995), cuci tangan akan memberikan keuntungan
sebagai berikut:
a) Dapat mengurangi infeksi nosokomial
b) Jumlah kuman yang terbasmi lebih banyak sehingga tangan lebih
bersih dibandingkan dengan tidak mencuci tangan
c) Dari segi praktis, ternyata lebih murah dari pada tidak mencuci
tangan sehingga tidak dapat menyebabkan infeksi nosokomial.
5. Macam-macam cuci tangan & cara cuci tangan
Cuci tangan dalam bidang medis dibedakan menjadi beberapa tipe,
yaitu cuci tangan medical (medical hand washing), cuci tangan surgical
(surgical hand washing) dan cuci tangan operasi (operating theatre hand
washing). Adapun cara untuk melakukan cuci tangan tersebut dapat
dibedakan dalam beberapa teknik antara lain sebagai berikut ini:
a) Teknik mencuci tangan biasa
Teknik mencuci tangan biasa adalah membersihkan tangan dengan
sabun dan air bersih yang mengalir atau yang disiramkan, biasanya
digunakan sebelum dan sesudah melakukan tindakan yang tidak
mempunyai resiko penularan penyakit.
Peralatan yang dibutuhkan untuk mencuci tangan biasa adalah
setiap wastafel dilengkapi dengan peralatan cuci tangan sesuai standar
rumah sakit (misalnya kran air bertangkai panjang untuk mengalirkan
air bersih, tempat sampah injak tertutup yang dilapisi kantung sampah
medis atau kantung plastik berwarna kuning untuk sampah yang
terkontaminasi atau terinfeksi), alat pengering seperti tisu, lap tangan
(hand towel), sarung tangan (gloves), sabun cair atau cairan pembersih
tangan yang berfungsi sebagai antiseptik, lotion tangan, serta di bawah
wastefel terdapat alas kaki dari bahan handuk.
Prosedur kerja cara mencuci tangan biasa adalah sebagai berikut:
1. Melepaskan semua benda yang melekat pada daerah
tangan, seperti cincin atau jam tangan
2. Mengatur posisi berdiri terhadap kran air agar
memperoleh posisi yang nyaman
3. Membuka kran air dengan mengatur temperatur airnya
4. Menuangkan sabun cair ke telapak tangan
5. Melakukan gerakan tangan, dimulai dari meratakan sabun
dengan kedua telapak tangan, kemudian kedua punggung telapak
tangan saling menumpuk, bergantian, untuk membersihkan selasela
jari
6. Membersihkan ujung-ujung kuku bergantian pada telapak
tangan
7. Membersihkan kuku dan daerah sekitarnya dengan ibu
jari secara bergantian kemudian membersihkan ibu jari dan lengan
secara bergantian
8. Membersihkan (membilas) tangan dengan air yang
mengalir sampai bersih sehingga tidak ada cairan sabun dengan
ujung tangan menghadap ke bawah
9. Menutup kran air menggunakan siku, bukan dengan jari
karena jari yang telah selesai kita cuci pada prinsipnya bersih
10. Pada saat meninggalkan tempat cuci tangan, tempat
tersebut dalam keadaan rapi dan bersih. Hal yang perlu diingat
setelah melakukan cuci tangan yaitu mengeringkan tangan dengan
hand towel.
b) Teknik mencuci tangan aseptik
Mencuci tangan aseptik yaitu cuci tangan yang dilakukan sebelum
tindakan aseptik pada pasien dengan menggunakan antiseptik.
Mencuci tangan dengan larutan disinfektan, khususnya bagi petugas
yang berhubungan dengan pasien yang mempunyai penyakit menular
atau sebelum melakukan tindakan bedah aseptik dengan antiseptik dan
sikat steril.
Prosedur mencuci tangan aseptik sama dengan persiapan dan
prosedur pada cuci tangan higienis atau cuci tangan biasa, hanya saja
bahan deterjen atau sabun diganti dengan antiseptik dan setelah
mencuci tangan tidak boleh menyentuh bahan yang tidak steril.
c) Teknik mencuci tangan steril
Teknik mencuci tangan steril adalah mencuci tangan secara steril
(suci hama), khususnya bila akan membantu tindakan pembedahan
atau operasi.
Peralatan yang dibutuhkan untuk mencuci tangan steril adalah
menyediakan bak cuci tangan dengan pedal kaki atau pengontrol lutut,
sabun antimikrobial (non-iritasi, spektrum luas, kerja cepat), sikat
scrub bedah dengan pembersih kuku dari plastik, masker kertas dan
topi atau penutup kepala, handuk steril, pakaian di ruang scrub dan
pelindung mata, penutup sepatu.
Prosedur kerja cara mencuci tangan steril adalah sebagai berikut:
1. Terlebih dahulu memeriksa adanya luka terpotong atau
abrasi pada tangan dan jari, kemudian melepaskan semua perhiasan
misalnya cincin atau jam tangan
2. Menggunakan pakaian bedah sebagai proteksi perawat
yaitu: penutup sepatu, penutup kepala atau topi, masker wajah,
pastikan masker menutup hidung dan mulut anda dengan kencang.
Selain itu juga memakai pelindung mata
3. Menyalakan air dengan menggunakan lutut atau kontrol
dengan kaki dan sesuaikan air untuk suhu yang nyaman
4. Membasahi tangan dan lengan bawah secara bebas,
mempertahankankan tangan atas berada setinggi siku selama
seluruh prosedur
5. Menuangkan sejumlah sabun (2 sampai 5 ml) ke tangan
dan menggosok tangan serta lengan sampai dengan 5 cm di atas
siku
6. Membersihkan kuku di bawah air mengalir dengan
tongkat oranye atau pengikir. Membuang pengikir setelah selesai
digunakan
7. Membasahi sikat dan menggunakan sabun antimikrobial.
Menyikat ujung jari, tangan, dan lengan
a. Menyikat kuku tangan sebanyak 15 kali
gerakan
b. Dengan gerakan sirkular, menyikat telapak
tangan dan permukaan anterior jari 10 kali gerakan
c. Menyikat sisi ibu jari 10 kali gerakan dan
bagian posterior ibu jari 10 gerakan
d. Menyikat samping dan belakang tiap jari 10
kali gerakan tiap area, kemudian sikat punggung tangan
sebanyak 10 kali gerakan
e. Seluruh penyikatan harus selesai sedikitnya 2
sampai 3 menit (AORN, 1999 sebagaimana dikutip oleh Perry
& Potter, 2000), kemudian bilas sikat secara seksama
8. Dengan tepat mengingat, bagi lengan dalam tiga bagian.
Kemudian mulai menyikat setiap permukaan lengan bawah lebih
bawah dengan gerakan sirkular selama 10 kali gerakan; menyikat
bagian tengah dan atas lengan bawah dengan cara yang sama
setelah selesai menyikat buang sikat yang telah dipakai
9. Dengan tangan fleksi, mencuci keseluruhan dari ujung
jari sampai siku satu kali gerakan, biarkan air mengalir pada siku
10. Mengulangi langkah 8 sampai 10 untuk lengan yang
lain.
11. Mempertahankan lengan tetap fleksi, buang sikat kedua
dan mematikan air dengan pedal kaki
12. Kemudian mengeringkan dengan handuk steril untuk
satu tangan secara seksama, menggerakan dari jari ke siku dan
mengeringkan dengan gerakan melingkar
13. Mengulangi metode pengeringan untuk tangan yang
lain dengan menggunakan area handuk yang lain atau handuk steril
baru
14. Mempertahankan tangan lebih tinggi dari siku dan jauh
dari tubuh anda
15. Perawat memasuki ruang operasi dan melindungi
tangan dari kontak dengan objek apa pun.

Anda mungkin juga menyukai