“Upacara Tabuik”
Oleh :
1
KATA PENGANTAR
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Tabuik ..................................................................... 3
B. Seluk Beluk Tradisi ‘Tabuik’ .............................................. 4
C. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ‘Tabuik’ ........................... 5
D. Susunan Acara pada ‘Tabuik’ ............................................. 5
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Muharam merupakan bulan yang memiliki keistimewaan sendiri bagi
kaum muslim di seluruh penjuru duniah termasuk Indonesia. Muslimin
menyambut bulan muharam ini dengan bermacam – macam cara dan bermacam –
macam perasaan.
Tahun baru islam yang di peringati 1 Muharam 1434 Hijriyah, bicara
tentang bulan Muharram pasti tidak akan lepas dari peristiwa Hijrah-nya Nabi
Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah, yakni pada tahun 622 M. Hijrah itu
sekaligus menjadi titik awal dimulainya kalender Islam. Ini artinya hijrah
Rasulullah SAW beserta para sahabatnya ke Madinah telah berumur 1434 tahun.
Memaknai tahun baru Islam ini banyak masyarakat muslim di seluruh belahan
dunia menyambutnya dengan bahagia ,termasuk di Indonesia yang memeriahkan
dengan bentuk perayaan, yang notabennya berbeda dengan perayaan tahun baru
masehi, perayaan-perayaan dalam konteks kebudayaanpun juga ada, salah satu
nya dalam kebudayaan di Pariaman, Sumatra Barat yaitu tradisi Tabuik.
Tabuik merupakan tradisi turun temurun yang sudah berlangsung di daerah
Pariaman, sejarah Tabuik berasal dari sebuah kata dari bahasa Arab yakni ‘tabut’
yang berarti mengarak merupakan sebuah tradisi masyarakat yang sudah
dilaksanakan secara turun temurun. Upacara yang diselenggarakan pada hari
Asyura atau 10 Muharram ini merupakan sebuah peringatan atas peristiwa Perang
Karbala yang dibawa oleh penganut Syiah dari Timur.
Tabuik berjumlah dua buah dan terbuat dari bambu serta kayu. Bentuknya
menyerupai binatang berbadan kuda dan berkepala manusia dengan posisi tegap
dan memiliki sayap. Dalam kepercayaan Islam, Tabuik tersebut sebagai
gambaran dari Buraq yang dipercaya sebagai kendaraan Nabi Muhammad dalam
peristiwa Isra’ Mi’raj. Kedua Tabuik tersebut diarak menuju pantai setempat
untuk di ‘serahkan’ ke laut. Saat matahari terbenam arak-arakan pun berakhir.
1
Kedua Tabuik tersebut dibawa ke pantai yang selanjutnya dibuang ke laut. Hal
tersebut dipercaya sebagai ritual buang sial. Tabuik yang sudah menjadi tradisi
tahunan terhadap Pemda setempat ini, tidak hanya memperkenalkan kebudayaan
tetapi juga meningkatkan jumlah wisatawan yang datang dari dalam maupun luar
kota, tradisi tabuik ini juga di selenggarakan di kota lain seperti Bengkulu.
Mungkin yang selama ini kita tahu muharam merupakan awal bulan
hijriyah. Mungkin yang kita tahu seluruh muslimin di dunia menyambut bulan ini
dengan kegembiraan. Ternyata tidak seluruh kaum muslimin menyambut bulan
yang istimewa ini dengan kegembiraan. Salah satu dari kaum muslimin yang
merasakan hal berbeda adalah dari saudara kita, kaum syi’ah.
Kaum syi’ah menyambut bulan ini dengan penuh kesedihan. Hal tersebut
karena pada bulan Muharamlah terjadinya pembantaian Imam mereka. Imam
mereka tidak lain adalah Husein bin Ali yaitu cucu Rasulullah saw.
Begitu pula di Indonesia, masyarakat muslim di Indonesia menyambut bulan
Muharam dengan berbagai cara.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan Makalah in adalah sebagai berikut :
1. Ingin mengetahui sejarah Upacara Tabuik
2. Makna dan Fungsi yang terkandung dalam Upacara Tabuik
3. Di gunakan untuk apa Upacara Tabuik tersebut.
4. Sedikit mengulas seluk – beluk Upacara Tabuik.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Tabuik
Tabuik atau lengkapnya upacara Tabuik adalah adalah salah satu tradisi
sosial keagamaan masyarakat Minangkabau, khususnya di wilayah Pariaman.
Substansi tradisi ini bersumber dari suatu peristiwa yaitu kisah mati syahid Husein
Bin Ali Bin Abi Thalib (cucu Nabi Muhammad SAW yang kemudian biasa
disebut Husein) dalam perang melawan Raja Yazid Bin Muawiyah di negeri Syam
di Padang Karbala yang terjadi pada bulan Muharram tahun 61 (Ernatib dkk
2001:3).
Dalam berbagai literatur disebutkan, perayaan Tabuik yang berlangsung 1-
10 Muharam itu memperingati meninggalnya cucu nabi Muhammad yang
bernama Husein pada tahun 61 Hijriyah, yang bertepatan dengan 680 Masehi.
Makanya, muncul istilah Oyak Hosen dalam perayaan Tabuik, untuk
menggelorakan semangat perjuangan umat Islam dalam menghadapi musuh-
musuhnya. Sekaligus ratapan atas kematian Husein yang dipenggal kepalanya
oleh tentara Muawiyah dalam perang Karbala di Irak.
Tradisi mengenang kematian cucu Nabi ini menyebar ke berbagai negara
dengan cara yang berbeda. Di Indonesia, selain Pariaman, di Bengkulu juga
dikenal pesta Tabuik atau Tabot. Mengenai asal usul tabuik Pariaman, ada
beberapa versi. Versi pertama mengatakan bahwa tabuik dibawa oleh orang-orang
Arab aliran Syiah yang datang ke Pulau Sumatera untuk berdagang. Sedangkan,
versi lain (diambil dari catatan Snouck Hurgronje), tradisi Tabuik masuk ke
Indonesia melalui dua gelombang. Gelombang pertama sekitar abad 14 M, tatkala
Hikayat Muhammad diterjemahkan ke dalam Bahasa Melayu. Melalui buku itulah
ritual Tabuik dipelajari Anak Nagari. Sedangkan, gelombang kedua tabuik dibawa
oleh bangsa Cipei/Sepoy (penganut Islam Syiah) yang dipimpin oleh Imam Kadar
Ali. Bangsa Cipei/Sepoy ini berasal dari India yang oleh Inggris dijadikan serdadu
ketika menguasai (mengambil alih) Bengkulu dari tangan Belanda (Traktat
London, 1824). Orang-orang Cipei/Sepoy ini setiap tahun selalu mengadakan
3
ritual untuk memperingati meninggalnya Husein. Lama-kelamaan ritual ini diikuti
pula oleh masyarakat yang ada di Bengkulu dan meluas hingga ke Painan,
Padang, Pariaman, Maninjau, Pidi, Banda Aceh, Melauboh dan Singkil.
Dalam perkembangan berikutnya, ritual itu satu-persatu hilang dari
daerah-daerah tersebut dan akhirnya hanya tinggal di dua tempat yaitu Bengkulu
dengan sebutan Tabot dan Pariaman dengan sebutan Tabuik. Di Pariaman,
awalnya Tabuik diselenggarakan oleh Anak Nagari dalam bentuk Tabuik Adat.
Pembuatan dan pembinaan Tabuik di Pariaman dikembangkan oleh Mak Sakarana
dan Mak Sakaujana. Merekalah yang mempelopori Tabuik Pasar dan Tabuik
Kampung Jawa. Tabuik Pasar melahirkan Tabuik Cimparuh, Bato dan Karan Aur,
sedangkan Tabuik Kampung Jawa melahirkan Tabuik Pauh, Jati, Sungai Rotan.
4
bernama ‘tabuit’ yang sudah berbeda dengan peringatan yang dibawa oleh bangsa
Cipei.
Istilah ‘tabuik’ sebenarnya bukan kata yang berasal dari Minang. Kata ‘tabuik’
merupakan serapan dari bahasa Arab. Asal mula kata ‘tabuik’ adalah tabut. Tabut
sendiri memiliki arti kotak atau peti kayu
5
‘Daraga’ akan terlihat seperti benteng yang berbentuk segi empat. Ukuran
‘daraga’ lima kali lima meter. ‘Daraga’ akan dikelilingi oleh kain putih.
6
Kemudian batang pisang tersebut dibawa ke ‘deraga’. Sesampainya di ‘deraga’
ditanamkan dekat dengan pusara.
Prosesi ini melambangkan apa yang dilakukan oleh musuh – musuh Allah
terhadap Hasan – Husein.
7
6.Upacara ‘Maarak Sorban’
Prosesi ini dilakukan pada keesokan harinya, yaitu tanggal 8 Muharam. Prosesi ini
tidak jauh beda dengan prosesi yang sebelumnya, ‘maarak panja’.
Rombongan akan keliling kampung. Memperlihatkan bagaimana kejamnya
perlakuan penguasa saat itu, Yazid bin Muawiyah, kepada cucu nabinya sendiri,
Hasan – Husein. Diiringi dengan tabuhan gandang tasa dan diikuti oleh pria yang
mengenakan ‘tabuik lenong’.
Prosesi ini melambangkan bahwa kepala dari Hasan – Husein telah dipenggal bak
hewan.
8
BAB III
KESIMPULAN
9
DAFTAR PUSTAKA
10