Anda di halaman 1dari 12

PENDIDIKAN PADA MASA REFORMASI

Disusun oleh :
Nama : 1. Liana Limbong
2. Eva Silalahi
3. Yulandari D Rajagukguk
4. Irwan Monang Hutagalung
5. Sonita Panggabean

Grup/Sem : B/IV (Empat)


Mata Kuliah : Sejarah PAK
Dosen Pengampu : Dr. Wilson Simanjuntak, M. Pd. K

INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI TARUTUNG


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN KRISTEN
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan memiliki suatu perkembangan yang dinamis sesuai dengan masa yang

terjadi. Selain itu, pendidikan juga mengikuti pola masyarakat dan sistem kebudayaan

yang melatarbelakanginya. Sehingga tidak jarang, peralihan atau pergantian dari suatu

sistem kekuasaan mengakibatkan pola perubahan dalam bidang pendidikan. Pendidikan

merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang mencakup seluruh aspek kehidupan

masyarakat termasuk aspek sosial, ekonomi, kulrural, dan politik dengan tujuan utama

yakni meningkatkan kesejahteraan warga bengsa secara menyeluruh.

Dari zaman prasejarah, zaman kuno, zaman pertengahan, sampai pada zaman modern,

pendidikan mengalami suatu perubahan secara dinamis sampai pada rezim orde baru

dibawah kepemimpinan soeharto.

Setelah rezim orde baru mengalami keruntuhan pada tahun 1998, maka dimulailah

suatu zaman perubahan (reformasi) yang akan merubah tatanan pendidikan di Indonesia.

Pendidikan di era reformasi lahir sebagai koreksi, perbaikan dan penyempurnaan atas

berbagai kelemahan kebijakan pemerintah orde baru yang dilakukan secara menyeluruh,

salah satunya pada bidang pendidikan. Pendidikan pada era reformasi juga telah

melahirkan sejumlah kebijakan strategis dalam bidang pendidikan yang pengaruhnya dapat

dirasakan secara langsung oleh masyarakat secara menyeluruh.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai bertikut :

1. Bagaimana Kondisi Pendidikan pada Masa Reformasi ?


2. Bagaimana Perkembangan Pendidikan pada Masa Reformasi ?
3. Apa Saja Kelebihan Dan Kekurangan Pendidikan Pada Masa Reformasi ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kondisi Pendidikan Pada Masa Reformasi


Masa reformasi terjadi pada tahun 1998, dimana mahasiswa Indonesia
melakukan Power People (demo besar- besaran) untuk menjatuhkan orde baru
atau pemerintahan Soeharto yang sudah berlangsung selama 32 tahun. Demo
besar- besaran ini kemudin membuahkan hasil, presiden Soeharto yang
militeristik dan diktator kemudian mengundurkan diri dari jabatannya pada
tanggal 21 Mei 1998. Tanggal ini kemudian di tetapkan sebagai puncak terjadinya
reformasi. Masa reformasi menghendaki adanya perubahan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara
konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik,
ekonomi, pendidikan, hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik, demokratis
berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan.

Perubahan yang sangat menonjol pada era reformasi adalah dilaksanakannya


otonomi daerah sebagai implementasi dari UU No. 22/1999 tentang pemerintahan
daerah. Kebijkan tersebut juga berdampak pada berbagai sektor kehidupan,
termasuk pada aspek pendidikan.
Dari segi kualifikasi tenaga guru di Indonesia masih jauh dari harapan. Hal
ini ditunjukkan oleh statistik sebagai berikut: dari jumlah guru SD sebanyak
1.141.161 orang, 53% diantaranya berkualifikasi D-II atau statusnya lebih rendah.
Dari jumlah guru SLTP sebanyak 441.174 orang, 36% berkualifikasi D-II atau
lebih rendah, 24,9% berijasah D-III kemudian dari 346.783 orang guru sekolah
menengah, sebanyak 32% masih berkualifikasi D-III atau lebih rendah statusnya.
Sementara itu pengangkatan tenaga pendidik yang baru setiap tahun hanya
dipenuhi 25% dari usulan kebutuhan akan tenaga pendidik (Soearni, 2003: 396 –
397).

Dari aspek pendidikan pada era reformasi, Kuantitas dan kualitas guru lebih
meningkat daripada masa orde baru dan orde lama, karena pemerintah pusat
melakukan pemerataan jumlah guru dan mengadakan perubahan kurikulum
dengan berbasis pada kompetensi (KBK), selain itu pihak pemerintah juga
meningkatkan anggaran pendidikan menjadi 20% dari APB dan 1,56 juta untuk
siswa SLTP. Untuk SMTA dan perguruan tinggi, jumlahnya akan ditentukan
kemudian. Pemerintah juga memberikan biaya oper N.
Pendidikan seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak
aspek dan sifatnya sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks itu, maka
tidak sebuah batasan pun yang cukup memadai untuk menjelaskan arti pendidikan
secara lengkap. Batasan tentang pendidikan yang dibuat para ahli beraneka ragam,
dan kandungannya berbeda yang satu dari yang lain. Perbedaan tersebut mungkin
karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan,
atau karena falsafah yang melandasinya.

Dibawah ini dikemukakan beberapa batasan pendidikan yang berbeda


berdasarkan fungsinya:

 Pendidikan sebagai proses transformasi budaya yakni berfungsi Sebagai


proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan
budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Pendidikan juga sebagai
proses pembentukan pribadi.
 Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu
kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya
kepribadian peserta didik. Pendidikan sebgai proses penyiapan warga Negara.
 Pendidikan sebagai penyiapan warga Negara diartikan sebagai suatu kegiatan
yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga Negara
yang baik. Pendidikan sebagi penyiapan warga Negara diartikan sebagai
kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk
bekerja.
Disamping itu ada juga penjelasan yang mengenai bagaimana pengertian
reformasi yakni, perubahan radikal untuk perbaikan dalam bidang sosial, politik
atau agama di dalam suatu masyarakat atau Negara. Orang-orang yang melakukan
atau memikirkan reformasi itu disebut reformis yang tak lain adalah orang yang
menganjurkan adanya usaha perbaikan tersebut tanpa kekerasan.
Reformasi berarti perubahan dengan melihat keprluan masa depan,
menekankan kembali pada bentuk asal, berbuat lebih baik dengan menghentikan
penyimpangan-penyimpangan dan praktek yang salah atau memperkenalkan
prosedur yang lebih baik, suatu perombakan menyeluruh dari suatu system
kehidupan dalam aspek politik, ekonomi, hokum, social dan tentu saja termasuk
bidang pendidikan. Reformasi juga berarti memperbaiki, membetulkan,
menyempurnakan dengan membuat sesuatu yang salah menjadi benar. Oleh
karena itu, reformasi berimplikasi pada merubah sesuatu untuk menghilangkan
yang tidak sempurna seperti melalui perubahan kebijakan institusional.
Reformasi secara etimologi yang berasal dari kata formasi, yang berarti
susunan atau bentuk susunan instansi. Pendidikan yaitu pengetahuan tentang
mendidik. Nasional yaitu yang berkenaan dengan bangsa sendiri.
Reformasi berarti perubahan radikal untuk perbaikan dalam bidang social,
politik atau agama dalam suatu masyarakat atau negara. Pendidikan nasional
adalah pendidikan yang beradasarkan pada peraturan negara tersebut, mislkan di
negara Indonesia berarti pendidikan nasional Indonesia adalah pendidikan yang
berdasarkan pada pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun
1945, dapat juga dikatakan bahwa reformasi pendidikan nasional adalah
perubahan radikal yang ada dalam suatu instansi pendidkian yang berada dalam
naungan suatu negara kebangsaan.

B. Perkembangan Pendidikan Masa Reformasi


Pendidikan pada masa reformasi mengalami suatu perkembangan yang pada
dasarnya lebih maju dari pada pendidikan pada masa orde baru. Pendidikan pada
zaman reformasi mengutamakan pada perkembangan peserta didik yang lebih
terfokus pada pengelolaan masing – masing daerah (otonomi pendidikan).
Dalam hal tenaga kependidikan diberlakukan suatu kualifikasi profesional
untuk lebih meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. Sedangkan sarana dan
prasarana juga sudah mengalami suatu peningkatan yang baik.
Namun dari pada hal tersebut pendidikan yang ada di Indonesia masih
belum mengalami suatu pemerataan. Ini terlihat dari adanya beberapa sekolah-
sekolah terutama di daerah pedalaman masih terdapat keterbatasan dalam berbagai
aspek penyelenggaraannya. Dinamika sosial politik Indonesia yang juga
berdampak pada perubahan kurikulum merupakan suatu bentuk penyempurnaan
dalam bidang pendidikan untuk meningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya, bagaikan orang yang
terkurung dalam penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara
runttuh. Mereka semua keluar mendapati pemandangan yang sangat berbeda,
kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak terbatas. Suasana psikologis eforia itu
membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih, menuntut hak tapi lupa kewajiban,
mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi.
Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan
nasional kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya
mampu mengekspor tenaga kerja PRT, sebaliknya tenaga skill pun di dalam
negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari luar. Problemnya, output
pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun kemudian. SDM
kita yang tidak kompetetif hari ini adalah juga produk dari sistem pendidikan
sejak 20-30 tahun yang lalu.
Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya problem,
yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang
tidak tepat. Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan, bukan tokoh
yang bisa mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya. Lingkaran setan inilah
yang sulit diputus.
Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh
untuk mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya
bangsa. Sayang-nya ahli-ahli pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook
dibanding melakukan ujicoba sistem di lapangan. Guru-guru SD tetap saja hanya
tenaga pengajar, bukan guru yang digugu dan ditiru seperti dalam filsafat
pendidikan nasional kita sejak dulu. Mestinya Doktor dan Profesor bidang
pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan sistem
pendidikan berbasis budaya, menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan
menjadi teori, bukan kemudian berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur
pendidikan dari balik meja berpedoman kepada teori-teori Barat. Selagi
pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar, maka sulit mengembangkan
mereka pada jenjang pendidikan berikutnya.
Pendidikan bermutu memang mahal, tetapi kenaikan anggaran pendidikan di
APBN menjadi 20 % pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas,
hanya pada proyek-proyek pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan.
Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat
aturan birokrasi yang jelimet, tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai
banyak lembaga pendidikan swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan.
Sekolah international diperlukan sebagai respond terhadap globalisasi, tetapi
pembukaan sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa
karena filsafat pendidikannya berbeda.
Untuk mempercepat dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran
pendidikan negara bukan hanya diperuntukkan bagi sekolah formal, tetapi juga
untuk sekolah informal dan sekolah non formal. Pada satu titik nanti pasar tenaga
kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat skill tenaga kerja, dan
ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal. Pada satu titik nanti,
gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan.
Keberhasilan reformasi pendidikan ditentukan oleh keberhasilan dalam
memberdayakan guru/dosen, dimana guru/dosen me-miliki otonomi profesional
dan kekuasaan untuk menentukan bagaimana visi dan misi sekolah/institusi
pendidikan/lembaga pendidikan harus diimplementasikan dalam praktek sehari-
hari. Selain itu pemberdayaan guru/dosen perlu dilakukan pula melalui pemberian
kesempatan dan dorongan bagi mereka untuk selalu belajar menambah ilmu.
Proses pembelajaran (learning) sepanjang waktu bagi tenaga pendidik/guru/dosen
merupakan keharusan dan menjadi titik sentral dalam reformasi pendidikan.
Kemampuan pendidik yang dituntut dalam reformasi pendidikan pada
umumnya adalah kemampuan penguasaan materi kurikulum dan kemampuan
paedogogik. Orientasi kurikulum me-nitikberatkan pada penguasaan konsep-
konsep pokok dan menekankan pada cara bagaimana peserta didik menguasai
konsep dan hubungan untuk dikaitkan dengan realitas kehidupan masyarakat.
Disamping perlu penyempurnaan kurikulum, pendidik harus memahami dan
memiliki motiva-si untuk mempergunakan pendekatan dan cara belajar yang lebih
natural/alami dan menarik. Untuk itu perlu dikembangkan tim kerja yang
melibatkan pendidik dan para pakar/ahli agar dapat terjalin komunikasi yang baik
sehingga berdampak positif bagi pendidik itu sendiri dalam me-ngembangkan
kemampuan dan pengetahuannya.
Selain itu perkembangan pendidikan di Era Reformasi terjadi karena ada
kebijakan Pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan dan kebijakan-
kebijakan yang diambil pemerintah diantaranya.
Kebijakan Era Pemerintahan B.J habibie, Pemerintah B.J Habibie mulai
1999 membebaskan SPP untuk SD hingga SMTA. Selain itu pemerintahan juga
memberikan beasisiwa SD kepada 1,16 juta siswa asional untuk SMTA dan
perguruan tinggi akan ditentukan kemudian. Mengenai normalisasi kehidupan
kampus, kebijakan NKK-BKK di zaman Orde Baru, oleh pemerintahan B.J
habibie ditinjau kembali dan bahkan aturan-aturn yang menghambat kreativitas
dan kebebasan mahasiswa dicabut. Lembaga ilmiah, seperi kampus perguruan
tinggi, dibebaskan dari intervensi dan pengaruh luar.
Kebijakan Era Pemerintahan Gus Dur. Gus Dur memunculkan Undang-
Undang No 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang diperkuat oleh
Undang-Undang No 25 Tahun 1999 mengenai perimbangan keuangan pusat dan
daerah. Pemerintahan Gus Dur juga terkenal karena meningkatnya gaji guru
secara signifikan.
Meningkatkan kemampuan akademis dan profesional serta meningkatkan
jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidikan mampu
berfungsi secara optimal, terutama dalam penigkatan pendidikan watak dan budi
pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan.
Memberdayakan lembaga pendidikan, baik sekolah maupun luar sekolah,
sebagai pusat pembudayaan nilai sikap dan kemampuan serta meningkatkan
partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana
yang memadai.
Kebijakan Era Pemerintahan Megawati, Dirubahnya kurikulum 1994
menjadi kurikulum 2000 dan akhirnya disempurnakan menjadi kurikulum 2002
(KBK). KBK atau Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan kurikulum yang
pada dasarnya berorientasi pada pengembangan tiga aspek utama, antara lain
aspek afektif (sikap), kognitif (pengetahuan) dan psikomotorik (ketrampilan).
Pada tanggal 8 juli 2003 disahkannya Undang – undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memberikan dasar hukum untuk
membangun pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi,
desentralisasi, otonomi, keadilan dan menjunjung Hak Asasi Manusia.
Kebijakan Era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Pada
pemerintahan SBY ditetapkan UU RI No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen.
Penetapan Undang – undang tersebut disusul dengan pergantian kurikulum KBK
menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini
berasaskan pada PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
KTSP merupakan kurikum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh
masing – masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan, tingkat
satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan,
kalender pendidikan serta silabus dan RPP. Pembinaan Pendidikan Agama pada
.
Perguruan Tinggi Umum Negeri maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTAIS) .
Merancang kurikulum yang terintegrasi sebagai suatu sistem yang tidak memberi
kemungkinan terjadinya pertentangan antara yang satu dengan yang lainnya.
Maka dalam hal ini bahwa kurikulum pendidikan yang dimaksud, sehingga dapat
diperoleh rangka kurikulum sebagai berikut.

Bidang ajaran/latihan untuk membina jasmani yang sehat dan kuat. Disini
jelas pengajaran olahraga dan kesehatan harus diberikan, juga keterampilan.
Bidang ajaran/latihan untuk membina akal. Disini sekurang-kurangnya ada bidang
studi matematikan dan filsafat atau logika/mantiq atau sejenis itu termasuk sains
dan teknologi. Bidang ajaran/latihan untuk membina hati atau rasa. Disini
sekurang-kurangnya diberikan pengajaran agama dan seni.

C. Kelebihan dan Kekurangan Pendidikan Masa Reformasi


Pendidikan Era Reformasi memiliki Kelebihan. Pendidikan di Indonesia
menjadi lebih maju, karena dilakukannya upaya-upaya unutk memajukan
pendidikan dan menambah motivasi bagi anggota pendidikan baik dari guru atau
peserta didik.

Namun Pendidikan Era Reformasi juga memiiki Kelemahan. Sistem


pendidikan (baik yang dilakukan oleh sekolah maupun madrasah) yang ada yang
selama ini sebagaimana didedskripsikan oleh banyak ahli pendididkan seperti
HAR Tilar mengandung beberapa kelemahan berikut.
Sistem pendidikan yang kaku dan sentralistik. Hal ini mencakup uniformitas
dalam segala bidang, termasuk cara berpakaian (seragam sekolah), kurikulum,
materi ujian, materi ujian system evaluasi , dan sebagainya. Pendek kata,
sentralisasi telah dipraktekan dalam sgala bidang yang berkaitan dengan
pelaksanaan pendidikan nasional sedetail-detailnya. Pada aspek kurikulum,
asalnya hampir tidak ada ruang sama sekali bagi sekolah sebagai garda terdepan
penyelenggara pendidikan untuk menambah , apalagi ikut mendesain kurikulum
yang diajarkan di sekolahnya.

Sistem pendidikan tidak pernah mempertimbangkan kenyataan yang ada di


masyarakat. Lebih parah lagi, masyarakat dianggap hanya sebagai obyek
pendidikan yang diperlakukan sebagai orang-orang yang tidak memepunyai daya
atau kemampuan untuk ikut menentukan jenis dan bentuk pendidikan yang sesuai
dengan kebutuhannya sendiri.

Kedua sistem tersebut diatas (sentaralistik dan tidak adanya pemberdayaan


masyarakat) di tunjang oleh sistem birokrasi kaku yang tidak jarang dijadikan alat
kekuasaan atau alat politik penguasa. Birokrasi model seperti ini menjadi lahan
subur Tumbuhnya budaya KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) dan melemahnya
atau bahkan hilangnya budaya prestasi dan profesionalisme.

Terbelenggunya guru dan dijadikannya guru sebagai bagian dari birokrasi.


Birokrasi yang merupakan alat politik penguasa sperti uraian diatas
mencengkramkan kukunya kepada guru. Birokrasi pendidikan telah meletakan
dan memeperlakukan guru sebagai “bawahan”. Kebijakan seperti ini sangat
memebelenggu profesinalisme guru. Akibatnya, guru menjadi apatis, kretifitas,
dan inovasinya mati, etos kerjanya menurun, dan tanggung jawabnya sebagai guru
yang bertugas mendidik dan mengajar murid juga hilang.
Pendidikan yang tidak berorientasi pada pembentukan kepribadian, namun
lebih pada proses pengisian otak (kognitif) pada anak didik. Itulah sebabnya etika,
budi pekerti, atau akhlak anak didik tidak pernah menjadi perhatian atau uuran
utama dalam kehidupan baik didalam maupun disekolah.
Anak tidak pernah didik atau dibiasakan untuk kreatif dan inovatif serta
berorienatsi pada keinginan untuk tahu (curiousity atau hirs). Kurangnya perhatian
terhadap aspek ini menyebabkan anak hanya dipaksa menghafal dan menerima
apa yang dipaketkan guru.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Masa reformasi terjadi pada tahun 1998, dimana mahasiswa Indonesia


melakukan Power People (demo besar- besaran) untuk menjatuhkan orde baru
atau pemerintahan Soeharto yang sudah berlangsung selama 32 tahun. Demo
besar- besaran ini kemudin membuahkan hasil, presiden Soeharto yang
militeristik dan diktator kemudian mengundurkan diri dari jabatannya pada
tanggal 21 Mei 1998. Tanggal ini kemudian di tetapkan sebagai puncak terjadinya
reformasi Masa reformasi menghendaki adanya perubahan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara
konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik,
ekonomi, pendidikan, hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik, demokratis
berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan.
Pendidikan pada masa reformasi mengalami suatu perkembangan yang
pada dasarnya lebih maju daripada pendidikan pada masa orde baru. Pendidikan
Era reformasi mengutamakan pada perkembangan peserta didik yang lebih
terfokus pada pengelolaan masing- masing daerah (otonomi daerah).
Dalam hal tenaga pendidikan diberlakukan suatu kualifikasi profesional
untuk lebih meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. sedangkan sarana
prasarana juga sudah mengalami penigkatan yang baik. Namun, pendidikan yang
ada di Indonesia masih belum merata. Hal ini terjadi, terlihat dari adanya beberapa
sekolah yang masih belum berkembang khusunya di daerah pedalaman. Dinamika
sosial dan politik di Indonesia juga berdampak pada perubahan kurikulum
merupakan suatu bentuk penyempurnaan dalam bidang pendidikan untuk
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin. 2013. Rekonstruksi Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja

Grafindo.

Nugroho, Riant. 2008. Pendidikan Indonesia: Harapan, visi dan

strategi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rochidin Wahab. 2004. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung:

Alfabeta.

Sam M.Chan dkk. 2007. Analisis Swot: Kebijakan Pendidikan Era Otonomi

Daerah. Jakarta: Grafindo.

Soearni, Eddy. 2003. Pengembangan Tenaga Kependidikan pada Awal Era

Reformasi (1998-2001), Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional RI.

Suyanto dkk. 2000. Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia

Memasuki Millenium III. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

W.J.S. Poerwadarminta, 2007. KBBI edisi ketiga, Balai Pustaka.

Chaniago Amran, Kamus lengkap bahasa Indonesia, edisi ke 15, Pustaka

Setia, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai