Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan gaya hidup dan modernisasi, terutama di kota besar mengakibatkan pola
penyakit di Indonesia berubah. Mengonsumsi makanan berlemak, kurang sehat, maupun yang
telah di proses (seperti diawetkan, diasinkan, dan diasap) dapat menyebabkan frekuensi
penyakit tumor terus meningkat dan mendekati pola di negara maju. Apabila di temukan pada
stadium dini maka biaya pengobatan penyakit ini menjadi lebih murah dengan hasilnya lebih
baik. Di Indonesia sekitar 80% penderita penyakit tumor ditemukan pada stadium lanjut
hingga menjadi kanker sehingga pengobatan menjadi lebih sulit, mahal, dan hasil pengobatan
tidak memuaskan, bahkan cenderung mempercepat kematian.
Salah satu jenis penyakit tumor yang mesti dihadapi oleh para pria adalah tumor
testis. Penyakit ini tentu saja hanya menyerang kaum pria karena testis hanya terdapat pada
kaum pria. Sama seperti jenis tumor lainnya, tumor testis cenderung berbahaya dan akan
mengancam keselamatan jiwa jika tidak segera ditangani secara serius. Resiko tumor testis
mengintai pria yang berusia antara 15 sampai 35 tahun. Namun, patut disyukuri bahwa
berbagai alat kedokteran telah banyak ditemukan, termasuk untuk diagnosa dan pengobatan
tumor testis. Tentu saja, ini menjadikan angka harapan hidup mereka yang terindikasi
menderita penyakit ini menjadi lebih besar.
Penyebab tumor testis belum diketahui secara pasti. Meski begitu, terdapat beberapa
indikasi yang secara kuat diprediksi sebagai faktor pemicu kejadian tumor testis seperti
trauma testis, infeksi testis, maldescensus testis, dan juga adanya pengaruh hormonal.
Penderita kriptorkismus juga disebut-sebut memiliki resiko paling tinggi terkena kanker testis
ganas. Meskipun pembedahan atau upaya operasi terhadap penderita yang masih berusia
muda merupakan cara yang efektif untuk pengobatan, namun tetap saja angka kejadiannya
cukup tinggi.

B. Tujuan
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah mengetahui dan melaksanakan
asuhan keperawatan perioperatif terhadap Tn. A dengan tindakan Orchiectomy ligasi tinggi
dengan Diagnosa Tumor Testis (dextra) sesuai dengan standar keperawatan.
1
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah melakukan pengkajian, merumuskan
diagnosa keperawatan, menyusun rencana tindakan, melakukan tindakan keperawatan sesuai
dengan rencana asuhan keperawatan dan mengevaluasi tindakan keperawatan pada ibu
dengan tindakan Orchiectomy ligasi tinggi dengan Diagnosa Tumor Testis (dextra) sesuai
dengan standar keperawatan.

C. Ruang Lingkup
Dalam Laporan Asuhan Keperawatan Perioperatif ini, kami hanya membahas tentang proses
asuhan keperawatan perioperatif (pre, intra dan post) di lingkungan RS Islam Jakarta tentang
Orchiectomy.

D. Manfaat

a. Bagi Pasien
Dapat mengetahui hasil pemeriksaan sacera lengkap dan diharapkan pasien lebih
meningkatkan mutu kesehatan.

b. Bagi Pelayan Kesehatan


Dapat memberikan informasi atau masukan dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan khususnya terhadap pengetahuan tentang keperawatan perioperatif pada
pasien Orchiectomy.

c. Bagi Mahasiswa Pelatihan


Sebagai penerapan tentang teori yang telah didapat di bangku kuliah dan
menambah wawasan serta informasi tentang keperawatan perioperatif tentang
Orchiectomy.

d. Bagi Pendidikan
Dapat menambah kepustakaan dan sebagai sumber referensi bagi mahasiswa
tentang keperawatan perioperatif Orchiectomy.

E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Asuhan Keperawatan Perioperatif, disusun sebagai
berikut:

a.BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, tujuan, ruang lingkup dan manfaat

2
penulisan, serta sistematika penulisan.

b. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang definisi, anatomi, patofisiologi, pemeriksaan


penunjang dan askep perioperatif

c.BAB III TINJAUAN KASUS

Bab ini menjelaskan Proses asuhan Keperawatan dari pre operasi, intra operasi dan post
operasi.

d. BAB IV PEMBAHASAN KASUS

Bagian ini berisi pembahasan tentang kasus yang sedang di bahas

e.BAB V PENUTUP

Pada bab ini berisikan beberapa kesimpulan dan saran.

BAB II

3
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Kanker testis adalah kondisi yang terjadi ketika sel-sel pada testis tumbuh secara
tidak terkendali. Kanker testis termasuk jenis kanker yang cukup langka. Kondisi ini
paling sering terjadi pada pria usia 15-49 tahun.

Tumor testis yaitu suatu pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis yang bisa
menyebabkan testis membesar atau menyebabkan adanya benjolan di dalam skrotum.
Sebagian besar (+95%) tumor testis primer berasal dari sel germinal sedangkan sisanya
berasal dari non-germinal. Tumor germinal testis terdiri atas seminoma dan non seminoma.

B. Anatomi
Scrotum adalah kantong yang membungkus dari testis, epididimis, dan ujung bawah
funiculus spermatikus. Scrotum berfungsi sebagai termoregulator yang mengatur suhu testis
agar tetap terjaga dalam suhu yang normal agar sperma tidak rusak. Pada keadaan dingin
scrotum akan mengkerut untuk mendekatkan testis dengan tubuh agar tetap hangat. Namun
sebaliknya ketika panas maka scrotu akan merenggang untuk menjauhkan testis dari
tubuh.Scrotum dibentuk oleh cutis scroti pada bagian luar. Bagian tengah dari scrotum akan
membentuk lipatan-lipatan yang disebut raphe scroti ( rugae scroti ).

Lapisan scrotum :
 Cutis scroti : lapisan kulit luar scrotum
 Tunica dartos : terdapat muskulus dartos yang di persarafi oleh saraf simpatis yang
mengakibatkan scrotum menggerut pada saat dingin atau menggendur pada suhu panas.
 Fascia spermatica externa : adalah lanjutan dari muskulus oblique eksternus
abdominalis.
 Tunica cremaster : terdapat muskulus cremaster lanjutan dari muskulus oblique
internus abdominalis. Musculus cremaster dapat di uji kontraksinya dengan cara
menggores kulit paha bagian dalam. Ini di uji untuk melihat Refleks Cremaster. Serabut
aferen berjalan pada ramus femoralis nervus genitofemoralis sedangkan serabut eferen
berjalan pada ramus genitalis nervus geniofemoralis. Muskulus scremaster berfungsi
mengangkat testis pada suhu dingin.
 Fascia spermatica interna : berasal dari fascia transversalis.
4
 Tunika vaginalis testis : terbagi menjadi dua yaitu lamina viceralis ( epiorchium )
adalah bagian yang langsung melekat pada testis. Lamina parietal ( periorchium ) bagian
yang tidak melekat langsung dengan testis.

Testis merupakan organ kuat mudah bergerak dan terletak di dalam scrotum. Testis
sinistra biasanya terletak lebih rendah dibandingkan testis dextra. Masing-masing testis
dikelilingi oleh capsula fibrosa yang kuat, tunica albugenia. Dari permukaan dalam capsula
terbentang banyak septa fibrosa yang membagi bagian dalam organ menjadi lobulus-lobulus
(lobuli testis). Di dalam setiap lobulus terdapat satu sampai tiga tubuli seminiferi yang
berkelok-kelok. Tubuli seminiferi bermuara ke dalam jalinan saluran yang dinamakan rete
testis. Ductuli efferentes yang kecil menghubungkan rete testis dengan ujung atas epididimis.
Testis mempunyai beberapa bagian antara lain :
 Ektermitas superior yang terletak dekat vas efferent dan ektermitas inferior yang
berdekatan dengan cauda epididimis,
 Margo anterior dan margo posterior,

5
 Facies lateral yang terletak dekat epididimis dan fascia medial
 Testis divaskularisasi oleh Arteri dan vena testicularis yang merupakan cabang
langsung dari aorta abdominalis.

C. Etiologi
Kebanyakan kanker testis terjadi pada usia di bawah 40 tahun. Penyebabnya yang pasti
tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang menunjang terjadinya kanker testis:
o Testis undesensus (testis yang tidak turun ke dalam skrotum)
o Perkembangan testis yang abnormal
o Sindroma Klinefelter (suatu kelainan kromosom seksual yang ditandai dengan
rendahnya kadar hormon pria, kemandulan, pembesaran payudara (ginekomastia) dan
testis yang kecil).

Faktor lainnya yang kemungkinan menjadi penyebab dari kanker testis tetapi masih
dalam taraf penelitian adalah pemaparan bahan kimia tertentu dan infeksi oleh HIV. Jika di
dalam keluarga ada riwayat kanker testis, maka resikonya akan meningkat. 1% dari semua
kanker pada pria merupakan kanker testis. Kanker testis merupakan kanker yang paling
sering ditemukan pada pria berusia 15-40 tahun. Kanker testis dikelompokkan menjadi:
o Seminoma : 30-40% dari semua jenis tumor testis.
Biasanya ditemukan pada pria berusia 30-40 tahun dan terbatas pada testis.
o Non-seminoma : merupakan 60% dari semua jenis tumor testis. Dibagi
menjadi subkategori:
- Karsinoma embrional: sekitar 20% dari kanker testis, terjadi pada usia 20-30 tahun
dan sangat ganas. Pertumbuhannya sangat cepat dan menyebar ke paru-paru dan hati.
- Tumor yolk sac: sekitar 60% dari semua jenis kanker testis pada anak laki-laki.
- Teratoma: sekitar 7% dari kanker testis pada pria dewasa dan 40% pada anak laki-laki
Koriokarsinoma.
- Tumor sel stroma: tumor yang terdiri dari sel-sel Leydig, sel sertoli dan sel granulosa.
Tumor ini merupakan 3-4% dari seluruh jenis tumor testis. Tumor bisa menghasilkan
hormon estradiol, yang bisa menyebabkan salah satu gejala kanker testis, yaitu
ginekomastia.

D. Tanda Dan Gejala

1. Pembesaran testis pada salah satu atau kedua testis.

6
2. Nyeri, 30% mengeluh nyeri dan terasa berat pada kantung skrotum, sedangkan 10%
mengeluh nyeri akut pada skrotum. Nyeri dapat dirasakan di testis atau skrotum terasa
berat

3. Ginekomastia, manifestasi dari beredarnya kadar bHCG di dalam sirkulasi sistematik


yang banyak terdapat pada koriokarsinoma. Akibat Gonadotropin yang mungkin disekresi
oleh sel tumor

4. Metastatis paraaorta, menyebabkan perut menjadi kembung dan besar sekali, kadang
tanpa nyeri pinggang.

5. Metastatis di paru, sehingga sesak nafas.

6. Tidak jarang pasien mengeluh karena merasa ada masa di perut sebelah atas (10%)
karena pembesaran kelenjar para aorta, benjolan pada kelenjar leher.

7. Pada pemeriksaan fisis testis terdsapat benjolan padat keras dan tidak menunjukkan
tanda transimulasi. Diperhatikan adanya infiltrasi tumor pada funikulus atau epididimis.
Perlu dicari kemungkinan adanya massa di abdomen, benjolan kelenjar supraklavikuler,
ataupun ginekomasti.

E. Patofisiologi
Mula-mula tumor berupa benjolan / tonjolan pada testis yang kadang – kadang terasa
nyeri. Tumor dapat menyebabkan timbulnya cairan jernih dalam tunica vaginalis yang
menimbulkan hidrocelle. Pada stadium lebih lanjut timbul gejala –gejala yang disebabkan
oleh anak sebar / metastase misalnya pembesaran kelenjar getah bening regional, anak sebar
dalam paru – paru , hati dan lain – lain.
Seminoma mempunyai presdiposisi pada testis yang tidak turun kedalam scrotum,
bersifat paling jinak dan walaupun telah terbentuk anak sebar pada waktu ditemukan , dengan
orchidektomi lokal disertai dengan penyinaran pada rongga abdomen dan regio genitalis
menghasilkan angka kematian kurang dari 10 % dalam waktu dua (2) tahun . Anak sebar
seminoma biasanya hanya sampai pada kelenjar getah bening regional dan kelenjar – kelenjar
sepanjang aorta. Penderita seminoma yang berumur lebih muda ternyata mempunyai
prognosis lebih baik dari penderita yang lebih tua.
Selain seminoma , tumor – tumor testis cenderung untuk cepat beranak sebar kealat –
alat dalam seperti : paru-paru, hati, sumsum tulang, ginjal dan otak. Apabila pada waktu
pembedahan ternyata sudah terdapat anak sebar maka kemungkinan hidup selama dua tahun
sangat kecil. Tumor –tumor ini kurang peka terhadap penyinaran sehingga dengan

7
pembedahan radikal dan penyinaran , 50% penderita mengalami kematian dalam waktu 2
tahun.
Pada beberapa kasus terutama choriocarsinoma terdapat peninggian produksi FSH
sehingga hormon ini dapat diketukan dalam air kemih. Peningkatan ini kemungkinan
disebabkan oleh karena testis rusak sehingga hambatan terhadap hipofisis tidak ada.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. USG
Seminoma biasanya muncul sebagai massa testis homogen echogenicity rendah
dibandingkan dengan jaringan testis normal. Massa biasanya oval dan didefinisikan
dengan baik tanpa adanya invasi lokal. Aliran darah Internal terlihat. Daerah fibrosis dan
kalsifikasi kurang umum daripada non-seminomatous tumor sel kuman. Seminoma lebih
besar dapat tampil lebih beragam.
2. CT Scan
CT abdomen dan panggul yang penting dalam memvisualisasikan metastasis baik
sebagai bagian dari seminoma stadium primer tetapi juga dalam diagnosis utama ketika

8
massa testis tidak diketahui. Metastasis ke para-aorta kelenjar getah bening pada tingkat
pembuluh ginjal adalah situs pertama khas karena menyebar ke drainase limfatik dari
testis berhubungan dengan penurunan testis embriologi. Metastasis nodal sering besar,
kepadatan homogen dan cenderung untuk membungkus vessles sekitarnya. Metastasis
kelenjar getah inguinalis atau iliaka simpul menyarankan limfatik menyebar melalui
skrotum dan ekstensi tumor itu lokal di luar tunika vaginalis. Metastasis visceral terlihat
di sekitar 5% pasien pada presentasi (paru-paru, hati, tulang, otak). Staging CT dada
hanya ditunjukkan ketika daerah getah bening para-aorta penyebaran simpul hadir atau
jika ada Foto toraks abnormal. Setelah metastasis kelenjar getah terapi simpul
mengurangi nyata dalam ukuran tetapi beberapa jaringan abnormal tidak aktif tetap ada
yang dapat sulit dibedakan dari penyakit sisa dan pemantauan sementara diperlukan.
3. Pemeriksaan Histologi
Setiap benjolan testis yang tidak menyurut dan hilang setelah pengobatan adekuat pada
waktu dua minggu harus dicurigai dan dibiopsi. Biopsi harus dilakukan dari testis yang
didekati melalui sayatan inguinal. Testis diinspeksi dasn dibuat biopsi insisi setelah
funikulus ditutup dengan jepitan klem untuk mencegah penyebaran limfogen atau
hematogen. Sekali-kali tidak boleh diadakan biopsi langsung melalui kulit skrotum
karena bahaya pencemaran luka bedah dengan sel tumor dengan implantasi lokal atau
penyebaran ke regio inguinal. Bila ternyata ganas, dilakukan orkiektomi yang disusuli
pemeriksaan luas untuk menentukan jenis tumor, derajat keganasan dan luasnya
penyebaran. Untuk menentukan luas penyebaran limfogen biasanya dilakukan diseksi
kelenjar limfe retroperitoneal secara trans abdome, yaitu operasi yang menuntut
pengalaman khusus. Diagnosis ditentukan dengan pemeriksaan histologik sediaan
biopsy.
4. Pemeriksaan Darah atau Penanda Tumor
Penanda tumor pada karsinoma testis germinal bermanfaat untuk membantu
diagnosis, penentuan stadium tumor, monitoring respons pengobatan, dan sebagai
indikator prognosis tumor testis. Yang dilihat adalah jumlah AFP (alfa fetoprotein) dan
HCG (human chorionic gonadotrophin).

G. Therapi
1. Pembedahan: pengangkatan testis (orchidektomi) dan pengangkatan kelenjar getah
bening (limfadenektomi).

2. Terapi penyinaran: menggunakan sinar X dosis tinggi atau sinar energi tinggi lainnya,
seringkali dilakukan setelah limfadenektomi pada tumor non-seminoma. Juga digunakan
sebagai pengobatan utama pada seminoma, terutama pada stadium awal.
9
3. Kemoterapi: digunakan obat-obatan (misalnya cisplastin, bleomycin dan etoposid)
untuk membunuh sel-sel kanker. Kemoterapi telah meningkatkan angka harapan hidup
penderita tumor non-seminoma.

4. Pencangkokan sumsum tulang: dilakukan jika kemoterapi telah menyebabkan


kerusakan pada sumsum tulang penderita.

H. Asuhan Keperawatan Perioperatif


Perawatan intra operasi di kamar bedah menurut Prawirro, diantaranya:
a. Perawatan Pre Operasi:
1. Persiapan Pre Operasi:
- Pasien sebaiknya tiba di ruang operasi dengan daerah yang akan di operasi
sudah dibersihkan (di cukur dan personal hygiene)

- Informed Consent

- Pendidikan Kesehatan (Penkes) mengenai tindakan yang dilakukan di meja


operasi, seperti anestesi yang digunakan, tindakan yang dilakukan dan lamanya
operasi (terlampir)

2. Perawatan Pre Operasi:

- Menerima Pasien

- Memeriksa kembali identitas pasien

- Memeriksa kembali surat persetujuan operasi

- Pemeriksaan laboratorium darah, rontgen, EKG.

- Mengganti baju pasien

- Menilai KU dan TTV

- Memberikan Pre Medikasi: Mengecek nama pasien sebelum memberikan obat


dan memberikan obat pre medikasi

- Mendorong pasien kekamar tindakan sesuai jenis kasus pembedahan

- Memindahkan pasien ke meja operasi

3. Perawatan Intra Operasi

- Melaksanakan orientasi: memberi dukungan mental, menjelaskan tentang


fasilitas di sekitar meja operasi,serta mengenalkan pasien kepada ahli anestesi,
dokter ahli, dokter asisten, perawat instrument.
10
- Memasang alat-alat pemantau hemodinamik(infus, kateter, alat
monitoring,EKG)

- Mengatur posisi pasien.

- Menyiapkan bahan atau alat untuk desinfeksi daerah pembedahan

- Memasang selang section

- Memasang drapping

- Membantu pelaksanaan tindakan

- Memeriksa kelengkapan instrument

- Mengumpulkan dan menyiapkan bahan pemeriksaan: Menyiapkan label,


menyiapkan tempat, menyiapkan formulir pemeriksaan.

- Menutup luka dengan kasa steril kemudian diplester

4. Perawatan Post Operasi:

- Setelah luka operasi ditutup kemudian memindahkan pasien ke ruang


pemulihan.

- Pengaturan posisi pasien di ruang pemulihan.

- Memeriksa pipa-pipa yang terpasang untuk memastikan apakah masih


berfungsi dengan baik atau tidak

- Memeriksa TTV secara berkala sampai pasien sadar sepenuhnya setiap 15


menit atau paling tidak dalam 1 atau 2 jam.

- Memeriksa dan mencatat masukan dan keluaran cairan.

- Menganjurkan pasien untuk nafas dalam jika pasien tidak berkemih dalam 12
jam setelah operasi.

- Memeriksa balutan opeasi.

- Mencatat setiap keadaan pasien dan seluruh obat yang diberikan pada status
pasien.

b. Diagnosa yang sering muncul


1. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan proses penyakit
( pembesaran pada testis).
2. Ansietas berhubungan dengan proses pembedahan.

11
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan dan nyeri
berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan sekunder akibat pembedahan .
4. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh terhadap
bakteri sekunder pembedahan .
5. Resiko jatuh berhubungan dengan efek pembiusan.

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas OS
- Nama : Tn. A
- Umur : 24 Tahun
- No RM : 01029161
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Status Psikososial : Cemas dan Ekspresi wajah tegang
4. Tanda-Tanda Vital
- TD : 110/70 mm/Hg
- Nadi : 84 x/mnt
- Suhu : 36,0 oC
- Pernafasan : 20 x/mnt
5. BB dan TB : 62 kg dan 159 cm
6. Riwayat Penyakit : Tidak ada riwayat penyakit asma dan tidak ada Alergi
7. Diagnosa : Tumor Testis Dextra
8. Tindakan : Orchiectomy
9. Operator : dr. Samicha
10. Informed Consent : Sudah ada dan lengkap
11. Laboratorium :

12
Pemeriksaan H Satuan Nilai
a Normal
s
i
l
Hemoglobbin 15.5 g/dL 13.2 - 17.3
Leukosit 7.49 103/µL 3.80 - 10.60
Hematokrit 46 % 40 – 52
Trombosit 463 103/µL 150 - 440
IVY 2.30 Menit 1.00 - 3.00
Pembekuan 4.30 Menit 4.00 - 6.00
AFP (Hati) 4.0 ng/mL < 10.9

B. Pre-Operasi
1. Analisa Data

Proble
Hari/ Tgl/ jam Data Fokus Etiologi
m
22-10-2019 DS: krisis situasi, Ansieta
akan dilakukan s
15.40 WIB Ps mengatakan cemas akan
tindakan
dilakukan pembedahan
operasi
DO :
Wajah Pasien tampak tegang, tampak
berdoa

TD : 130/80 mmHg

RR : 20 x/mnt,
Nadi : 88 x/mnt

S : 36.0o C

2. Diagnosa Keperawatan
Ansietas berhubungan dengan tindakan pembedahan/ancaman kematian
3. Rencana Keperawatan

No Dx Kep Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

13
1 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan a. Kaji tingkat kecemasan pasien
dengan tindakan tindakan keperawatan ,
pembedahan/ancaman pasien : b. Jelaskan informasi tentang
kematian - Ansietas pasien prosedur, sensasi yang
berkurang/menunjuk biasanya dirasakan ketika
kan pengendalian operasi.
diri terhadap ansietas
c. Berikan informasi yang
setelah dilakukan
faktual terkait diagnosis dan
tindakan
tindakan operasi yang
dilakukan

d. Intruksikan pasien untuk


menggunakan teknik nafas
dalam

e. Menstimulasi lingkungan
yang nyaman agar pasien
tenang
4. Implementasi Keperawatan

Tgl/jam Implementsi
-Mengkaji tingkat kecemasan pasien
-monitor TTV
Menjelaskan informasi tentang
22-10- 2019
prosedur ketika operasi
15.42 WIB
Memberikan informasi yang faktual terkait diagnosis dan
tindakan operasi yang dilakukan

Mengintruksikan pasien untuk


22-10- 2019
nafas dalam
15.44 WIB
Menganjurkan klien untuk berdoa

5. Evaluasi
S : Pasien mengatakan mengerti prosedur dan siap untuk operasi
O : Wajah tampak tenang,
- TD : 130/80 mm/Hg
- Nadi : 88 x/mnt

14
- Suhu : 36,0 oC
- Pernafasan : 20 x/mnt

A : Masalah Teratasi

P : Hentikan Intervensi

C. Intra Operasi
1. Persiapan Operasi

Anamnesa : Pasien mengatakan mengantuk

A (Airway) : Tidak ada sumbatan jalan nafas

B (Breathing) : Suara nafas vesikuler, RR 20 x/menit

C (Circulation) : Tidak ada sianosis, CRT 3 detik, TD 111/58 mmHg,

N: 70 x/m

Waktu Pengkajian : 15.45 wib

Posisi : Supinasi

Jenis anestesi : Spinal anestesi

Pelaksanaan Asisten/Instrumen
a. Persiapan Alkes / BHP
Nama Alkes Jumlah
Hand Gloves 6 / 6.5 / 7 1/1/1
Iodine Providine 75 cc
Blade No 20 1
Framycetin Sulfat 1
Catheter no 16 1
Urine Bag 1
Syringe 20 cc 1
W. Paper 1
Safil 1.0 o 1
Safil 2/0 o 1
Vicryl 3/0 Δ 1
Kassa Biasa 2

15
Pen Couter 1
Aqua 1 L 1
T-Scrub 3

b. Laken Umum
c. Jas Umum
d. Instrument : Set Hernia Dewasa
e. Cuci Tangan Bedah
-Buka sikat, spon, dan pembersih kuku dari tempatnya
-Buka kran air dengan lutut atau kaki
-Basahi tangan dan lengan sampai dengan 5 cm diatas siku di bawah air
mengalir
-Membersihkan kuku dengan menggunakan pembersih kuku di bawah air
mengalir
-Ambil sikat, spon yang mengandung Chlorhexidine Gluconate 4 %
-Peras spon sampai keluar busa, lalu lumuri dan menggosok seluruh permukaan
tangan dengan Chlorhexidine Gluconate 4 %menggunakan telapak tangan
secara memutar lakukan di kedua tangan
-Menyikat kuku jari tangan kiri dan kanan secara bergantian masing-masing
tangan selama 1 menit.
-Lalu buang sikatnya dan membilasnya dengan air mengalir sampai bersih
-Peras spon dan lumuri kembali tangan sampai ¾ lengan dengan menggunakan
Chlorhexidine Gluconate 4 %
-Gunakan spon untuk membersihkan tangan kanan, mulailah menggosok
telapak tangan selama 15 detik, punggung tangan 15 detik, kemudian seluruh
jari secara berurutan selama 30 detik, setiap jari digosok seakan memiliki 4 sisi
-Gunakan spon untuk membersihkan tangan kiri, mulailah menggosok telapak
tangan selama 15 detik, punggung tangan 15 detik, kemudian seluruh jari
secara berurutan selama 30 detik, setiap jari digosok seakan memiliki 4 sisi
-Buang spon, kemudian bilas tangan di bawah air mengalir dari ujung jari
hingga 5 cm di atas siku sampai bersih
-Ambil Chlorhexidine Gluconate 4 % dan lumuri kembali sampai pergelangan
tangan gosok tangan selama 1 menit untuk kedua tangan dengan teknik cuci
tangan procedural, kemudian bilas kembali di bawah air mengalir sampai

16
bersih.
-Biarkan air mengalir dari arah tangan sampai siku, untuk mencegah
kontaminasi
-Pertahankan posisi tangan agar lebih tinggi atau sejajar dengan bahu
-Gunakan punggung untuk membuka kamar bedah jika tidak tersedia pintu
otomatis.
f. Memakai Jas Operasi dan Hand Gloves secara tertutup
g. Persiapkan Meja mayo dan instrument yang akan di pakai dan disusun di meja
mayo dan meja besar :
- Blade dalam Kidney Bowl :1
- Dressing Forceps :2
- Tissue Forceps: 2
- Mayo Dissecting Scissor :1
- Mayo Delicate Scissor :1
- Mayo Scissor : 1
- Hemostatic Forceps :6
- Hemostatis Forceps :6
- Kocher: 6
- Middle Doop Retraktor :2
- Bowl : 2
- Sponge Holding Forceps :1
- Towel Klem :6
- Needle Holder : 2
- Canule Suction :1
h. Lakukan teknik antiseptic dan septic dengan menggunaka sponge holding
forceps dan kassa yang telah di masukkan di bowl berisi iodine Providine.
i. Lakukan Teknik Drapping lalu di klem dengan towel klem
j. Pasang Pencouter dan Selang suction di fiksasi dengan towel klem.
k. Time Out di bacakan :
- Tanggal : 22 / 10 / 2019
- Nama : Tn. A
- Umur : 24 tahun
- Dx : Tumor Testis Dextra
- Tindakan : Orchiectomy
- Operator : dr. Samicha, Sp.U
- Asisten : Dydi
- Instrument : Nabila
17
- Sirkuler : Yanti
- Operasi dimulai pukul 15.45 dengan membaca doa di
pimpin oleh operator.
No. Tindakan Peralatan yang Disiapkan
Berikan tissue forceps kepada
1. Cek Efektifitas anastesi
operator
- Berikan blade no 20 kepada
operator ( insisi ±8 cm)
- Berikan Kassa Steril kepada
asisten untuk mengelap daerah
Insisi area operasi pendarahan
2.
(kutis – subkutis ) - Berikan Tissue Forceps dan
Pen Couter untuk
menghentikan pendarahan
- Pen couter untuk membuka
sub kutis
- Berikan tissue forceps
untuk menarik fasia dan
berikan blade no 20 untuk
membuka fasia
Pembukaan Fasia dan - Berikan dissecting scissor
3.
pemisahan dengan Otot kepada operator untuk
memperlebar fasia
- Berikan hemostatic forceps
dan dressing forceps untuk
buka tumpul otot.
- Operator membebaskan
funikulus dari ligamentum
Memisahkan funikulus dari inguinalis
4.
ligamentum inguinalis - Lalu pasang kassa lembab
di funikulus dan di fiksasi
dengan kocher
5. Membebaskan testis dari - Asisten dan operator
scrotum membebaskan testis dari
scrotum dengan cara menarik

18
secara perlahan kearah insisi
- Jika ada perlengketan berikan
pen couter kepada operator
- Berikan hysterectomy
forceps 2 buah kepada
operator untuk menjepit
funikulus dan berikan
Ligasi funikulus dan lakukan
hemostatic forceps di sisi
6. pembebasan testis dari
lainnya di funikulus
funikulus
- Berikan dissecting forceps
kepada operator untuk
memotong funikulus dan testis
di tempat yang telah dijepit
- Berikan safil no 1.0 untuk
menjahit funikulus dan di
lakukan ligasi
7. Jahit Funikulus
- Operator akan menjahit
kembali funikulus di sisi lain
dengan safil 1.0
- Cek perdarahan dengan
memberikan kassa lepas
kepada operator
- Berikan kassa yang telah di
celupkan dengan iodine
providine untuk mengelap
8. Cek Perdarahan
daerah funikulus
- Cek perdarahan kembali
dengan kassa lalu cuci dengan
aqua dan di suction ulangi
pencucian sampai benar-benar
tidak ada lagi perdarahan
Kassa dihitung dan cek
Penghitungan Kassa dan cek
9. kelengkapan instrument lalu
kelengkapan instrument
dilaporkan kepada operator.

19
Berikan benang safil 2/0 untuk
10. Penutupan Otot dan fasia
menjahit otot dan menjahit fasia
Penutupan subkutis sampai Berikan benang vicryl 3/0 dan
11.
kutis tissue Forceps
- Bersihkan daerah insisi
dengan kassa lembab dan di
keringkan dengan kassa kering
12. Dressing
- Berikan framycetin dan tutup
dengan kassa kering
- Dan di fiksasi dengan hypafix

l. Sign Out di lakukan

m. Bersihkan alat dan hitung kembali penggunaan alat

n. Setelah bersih instrument di masukkan di tempat alat kotor

o. Lepaskan jas Operasi dan Handgloves dan di letakkan sesuai dengan tempat
nya masing-masing.

p. Operasi selesai.

q. Pasien di pindahkan ke Recovery Room

2. Analisa Data

Tgl/ Jam Data Fokus Etiologi Problem


22-10-2019 DS: - Proses Resiko Infeksi
Pembedah
15.45 WIB DO:
an
Adanya luka insisi vertical
di abdomen ± 8 cm,
perdarahan ± 40 cc, TD
111/58 mmHg, N 85x/m,
RR 20x/m, SPO2 100%

20
3. Diagnosa Keperawatan
Resiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasive

4. Rencana Keperawatan

No Dx Kep Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Resiko Infeksi Setelah dilakukan 1. Kaji Faktor-faktor yang berisiko


berhubungan dengan tindakan keperawatan menyebabkan infeksi
prosedur invasive pasien : 2. Pertahankan teknik aseptic dan
- Tidak terjadi Infeksi antiseptic
3. Pastikan kadaluarsa alat dan bahan
sebelum digunakan
4. Pastikan operator, asisten dan
perawat instrument melakukan
scrubbing, gowning dan goving
sesuai prosedur
5. Pastikan pemberian profilaksis
maksimal 30-60 menit sebelum
operasi
6. Siapkan lokasi operasi menurut
prosedur khusus
7. Tutup luka operasi dengan
pembalut yang steril

5. Implementasi Keperawatan

Tgl/jam Implementsi

Mempertahankan teknik septic dan antiseptic

22-10- 2019
Sudah memastikan alat dan bahan tidak ada yang kadaluarsa
15.50 WIB
Menutup luka dengan kassa steril

6. Evaluasi
S : -
21
O : Teknik Aseptic dan Antiseptic di pertahankan

A : Masalah Teratasi

P : Hentikan Intervensi

D. Post Operasi
1. Analisa Data

No Hari/tgl/jam Data Etiologi Masalah


focus
1 22-10- 2019 DS: Efek Resiko
anestes Cidera
16.50 WIB Pasien mengatakan lemas
i
DO:
Pasien tampak pucat, adanya luka
insisi vertikal ± 8 cm, masih ada
efek enestesi, pasien belum mampu
duduk
RR 20 x/m,
TD 110/85 mmHg,
N : 85 x/m

2. Diagnosa Keperawatan
Risiko Cedera / jatuh berhubungan dengan efek pembiusan (spinal Anastesi)

3. Rencana Keperawatan

No Dx Kep Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Risiko Cedera / jatuh Setelah dilakukan 1. Kaji factor-faktor yang dapat


berhubungan dengan tindakan keperawatan menyebabkan terjadinya cedera
efek pembiusan pasien : 2. Siapkan Peralatan dan bantalan
(spinal Anastesi) - Pasien aman setelah untuk posisi yang di butuhkan
pembedahan sesuai prosedur operasi
3. Stabilkan tempat tidur pasien pada
waktu pemindahan pasien
4. Pasang pengaman tempat tidur
22
5. Kolaborasi perubahan posisi pada
ahli anastesi atau dokter bedah
sesuai kebutuhan
4. Implementasi Keperawatan

Tgl/jam Implementsi

Sudah menyiapkan bantalan untuk menyiapkan posisi aman

22-10- 2019 Tempat tidur di pastikan sudah terkunci dan pengaman tempat
tidur sudah terpasang
16.54 WIB

Kolaborasikan perubahan posisi dengan dokter anestesi

5. Evaluasi

S : Pasien mengatakan lemas

O : Tampak terpasang pengaman tempat tidur

A : Masalah Teratasi Sebagian

P : Lanjutkan Intervensi

BAB IV

23
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal untuk melakukan suatu keperawatan yang
berguna untuk mengumpulkan data sebagai dasar untuk mengetahui kebutuhan klien
sehingga dapat menentukan asuhan keperawatan yang akan dilakukan. Dalam
pengumpulan data kami menggunakan metode wawancara atau Tanya jawab dengan
keluarga pasien dan klien serta observasi dengan menggunakan pemeriksaan fisik dan
menggunakan studi dokumentasi pada status pasien.

Pada pemerikasaan, kami menemukan indikasi khas yang sesuai dengan teoritis
yaitu: pemeriksaan pada testis di temukan adanya benjolan serta pasien mengatakan
nyeri pada daerah scrotum skala nyeri 4.

Untuk pengkajian lanjutan pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi


obat , dan riwayat penyakit asma, DM, atau Jantung. Untuk penandaan daerah operasi
sudah di lakukan pada form pengkajian dengan memberi tanda ceklis .

B. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan hasil pengkajian di temukan beberapa diagnosa yang sesuai dengan


teori, dimana perawat menegakkan beberapa diagnose keperawatan yaitu :

1. Ansietas berhubungan dengan tindakan pembedahan/ancaman


kematian.

2. Resiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasive ( pembedahan).


3. Risiko Cedera / jatuh berhubungan dengan efek pembiusan (Spinal
Anastesi).

C. Intervensi Keperawatan

Dalam menyusun rencana tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan


sesuai dengan kriterianya, maka kami membuat rencana berdasarkan acuan pada
tinjauan teoritis yang ada pada tinjauan pustaka, rencana tindakan di buat selama
24
proses pembedahan dari mulai pasien masuk ke ruang induksi sampai pasien
keluar dari ruang RR. Dari diagnosa ini intervensi dapat diterapkan pada kasus
karena berkat kerjasama yang baik antara perawat, keluarga, dan klien. Dalam
menyusun tindakan yang akan dilakukan ini disesuaikan dengan diagnosa yang
ditemukan sehingga mendapatkan tujuan yang diinginkan.

Untuk diagnose pre-operasi diagnose yang di tegakkan adalah ansietas


berhubungan dengan proses pembedahan, untuk intervensi yang akan di lakukan
perawat akan mengkaji tingkat kecemasan pasien lalu akan di lakukan pemberian
informasi tentang proses pembedahan yang akan dilakukan.

Pada intra operasi, diagnose yang ditegakkan adalah resiko infeksi


berhubungan dengan proes pembedahan. Dimana intervensi yang akan di lakukan
adalah kaji tanda-tanda vital pasien, lalu pertahankan teknik aseptic dan antiseptic
serta pertahankan konsep steril peralatan yang dipakai selama pembedahan .
Perhatikan balance cairan di monitor demi mempertahankan status cairan,lalu
pada saat operasi berlangsung perdarahan yang terjadi ± 40 cc.

Setelah selesai operasi yang berjalan ± 60 menit berlangsung klien


dipindahkan ke ruang RR (recovery room), disini pasien dinilai apakah sudah
boleh dipindahkan dan dirawat di bangsal dengan cek respon pasien melalui
Aldrette Score. Dimana nilai normal untuk Aldrette Score > 8. Untuk diagnose
yang ditegakkan adalah resiko jatuh berhubungan dengan efek pembiusan,
intervensi yang akan di lakukan adalah memberikan lable resiko jatuh , lalu
pasang pengaman bed untuk menghidari terjatuh nya pasien dari tempat tidur, dan
kaji tanda-tanda vital pasien.

D. Implementasi dan Evaluasi

Implementasi dilakukan berdasarkan diagnosa dan rencana keperawatan


yang di tegakan dan sekaligus dilakukan evaluasi tindakan apakah efektif atau
perlu untuk di lakukan implementasi ulang.

25
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Pada asuhan keperawatan perioperatif kasus orchidectomy ini ada
serangkaian proses yang harus dilalui. Sebelum pasien dilakukan tindakan
operasi perlu dipersiapkan beberapa hal antara lain kesiapan dari pasien ( fisik,
mental dan spiritual ), informed consent, surat ijin operasi, dan pemeriksaan
penunjang yang mendukung tindakan operasi serta pengkajian pre-operasi
(adanya riwayat alergi, asma, dan menandai daerah yang akan di operasi).

Sesampainya di ruang operasi pasien akan dilakukan tindakan anestesi


terlebih dahulu sebelum operasi dimulai, lalu di pasien di posisikan yang sesuai
dengan jenis tindakan yang akan di lakukan. Saat sebelum operasi dimulai harus
di lakukan teknik aseptic dan anti septic serta pembacaan time out untuk
konfirmasi jenis tindakan dan identitas pasien. Pada saat operasi berlangsung
perlu diperhatikan untuk TTV pada bed side monitor, cairan dan perdarahan yang
terjadi sebagai indikator apakah keadaan pasien baik-baik saja atau tidak

Operasi Orchiectomy selesai pasien akan dipindahkan ke RR (recovery


room), sampai pasien diperbolehkan untuk dirawat di bangsal perlu dikaji untuk
pengetahuan pasien mengenai efek anestesi dan kapan diperbolehkan aktifitas

26
kembali serta makan dan minum. Untuk tindakan keperawatan selama pasca
operasi, harus memperhatikan TTV,kaji resiko jatuh, jumlah intake cairan dan
output harus seimbang atau balance, kaji skala nyeri pasca operasi dan lakukan
teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri yang timbul apabila skala nyeri > 5,
kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik. Lalu kaji tanda-tanda
infeksi di sekitar luka insisi seperti dolor (nyeri), kolor (panas), tumor (bengkak),
rubor (kemerahan),dan fungsiolaesa (perubahan fungsi) .

Proses keperawatan pada pasien post-orchiectomy harus dilakukan secara


komprehensif, artinya teliti dalam pengkajian dan memprioritaskan kebutuhan
pasien, adanya kesesuaian antara proses keperawatan dan sumber daya yang ada,
serta kesungguhan dalam implementasi untuk menghindari komplikasi yang
mungkin terjadi , untuk asuhan keperawatan lanjutan post operasi, perawat kamar
bedah akan kolaborasi dengan perawat ruangan dalam proses implementasi.
Masalah keperawatan yang berlanjut salah satu nya adalah Nyeri akut
berhubungan dengan agen-agen cidera fisik (pembedahan), intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelemahan umum, risiko infeksi berhubungan dengan
kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan. Intervensi yang akan
dilakukan sesuai dengan diagnosa lanjutan serta diagnosa baru yang mungkin
akan muncul pada saat perawatan di ruangan, yang harus di perhatikan perawat
ruangan adalah kebersihan lingkungn pasien serta ganti balutan dan lakukan
perawatan luka operasi untuk menghindari infeksi pasca pembedahan.

B. SARAN

1. Perawat
Perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan, sangat perlu meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya agar mampu merawat pasien dengan post
Orchiectomy secara komprehensif dan optimal.

2. Keluarga dan Pasien

27
Diperlukannya edukasi terkait dengan cara perawatan luka yang baik agar tidak terjadi
infeksi di kemudian hari. Lalu berikan edukasi tambahan terkait dengan penyakit yang
diderita.

DAFTAR PUSTAKA

Asrul. 2010. Pengobatan Herbal. Diakses: 07/26/10. http://dokter-herbal.com/kanker-


prostat.html
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah. Dialihbahasakan oleh Smeltzer.
Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Jual. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Edisi 10. Jakarta: EGC
Dalimartha S. 2004. Deteksi Dini Kanker & Simplisia Anti Kanker. Jakarta: Penebar
Swadaya
De Jong. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Dialihbahasakan oleh Sjamsuhidajat. Jakarta: EGC
Dewanta. 2010. Pengobatan Hormonal Untuk Kanker Prostat.
http://www.medicalera.com/arsip.php?thread=1429
Grace P. A. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi 3. Dialihbahasakan oleh Umami. Jakarta:
Erlangga
Hardjowijoto. 2008. Cara Pengobatan Kanker Prostat.
http://obatsemuapenyakit.com/obat/cara-pengobatan-kanker-prostat-dengan-laminine/
Muttaqin A dan Sari K. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif Konsep, Proses, dan
Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika
Nanda. 2007. Diagnosa Nanda NIC & NOC. Jakarta: EGC
Nasar, dkk. 2010. Buku Ajar Patologi II (khusus). Edisi 1. Jakarta: CV. Sagung Seto
Ninda W. 2010. Laporan Pendahuluan Carsinom Prostat.
www.scribd.com/doc/46947531/Lp-CA-Prostat-Jadi Reksoprodjo S. 2010. Kumpulan
Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: FKUI Suriadi. 2004. Perawatan Luka. Edisi 1. Jakarta:
CV. Sagung Seto Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 7.
Jakarta: EGC
ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF
PADA KASUS ORCHIDECTOMY

Oleh :
FANI MAULITA
NABILA
FITRAH CANIAGO

RS ISLAM
JAKARTA
CEMPAKA PUTIH

Anda mungkin juga menyukai