Anda di halaman 1dari 7

Abses Mammae Sinistra

Prahasta Listiyaning Renny


102012144
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510

Pendahuluan
Abses mammae dapat mengenai wanita dari usia 18-50 tahun, dengan insidens lebih
tinggi pada wanita yang tidak menyusui. Pada saat laktasi, infeksi dapat terjadi apabila bakteri
memasuki jaringan payudara, atau pada saluran air susu ibu (ASI) yang tersumbat, yang disebut
sebagai stasis ASI. Peradangan mula terbentuk yang dikenali sebagai mastitis. Sekiranya
mastitis lambat ditangani, ia akan berlanjut menjadi abses.
Pada kebanyakan kasus abses mammae, mikroorganisme yang ditemukan dari hasil
aspirasi adalah Staphylococcus aureus. Dengan terapi insisi dan drainase, hampir semua kasus
abses mammae berespon baik, diikuti dengan pemberian antibiotik. Namun mastitis masih bisa
rekuren pada saat wanita tersebut menyusui bayi yang seterusnya.
Anamnesis
Anamnesis yaitu suatu proses wawancara dua arah antara dokter dengan pasiennya untuk
mendapatkan informasi mengenai keluhan yang membuatnya datang ke dokter. Anamnesis
bisa dilakukan secara autoanamnesis (langsung) ataupun alloanamnesis (tidak langsung). Pada
anamnesis, ditanyakan nama, umur, jenis kelamin, keluhan utama, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit sekarang, riwayat sosial, riwayat keluarga, dan riwayat obat.
Penyakit pada payudara bisa menimbulkan keluhan benjolan nyeri, ruam, sekret dari
puting, atau gejala sistemik (misalnya demam pada abses payudara atau penurunan berat badan
dan nyeri punggung pada kanker payudara metastatik). 1
Anamnesis yang bisa ditanyakan: 1
a. Keluhan Utama: Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan payudara kiri yang
membengkak dan terasa nyeri.
b. Riwayat penyakit sekarang: Kita menanyakan keluhan di payudara dan sekitar ketiak. Ada
tidaknya benjolan di payudara, apakah membesar atau tidak dan bila membesar bagaimana
kecepatan tumbuhnya serta adakah rasa sakit di ketiak. Rasa sakit nyeri atau berhubungan
dengan menstruasi. Cairan keluar dari puting, berdarah atau tidak. Puting retraksi, meninggi,
atau melipat. Perubahan kulit di payudara, borok atau ulserasi.
c. Riwayat penyakit dahulu: Tanyakan pada klien dan keluarganya; apakah klien dahulu pernah
menderita sakit seperti ini, apakah sebelumnya pernah menderita penyakit lain, seperti panas
tinggi. Apakah sebelumnya pernah melakukan biopsi atau operasi, mamografi, radioterapi, atau
mamoterapi payudara, apakah sekarang mengkonsusmsi obat-obatan, hormon, termasuk pil
KB dan sudah berapa lama.
d. Riwayat reproduksi: kapan haid terakhir, usia menarche, frekuensi dan lama menstruasi,
teratur atau tidak. Jumlah kehamilan, anak laki-laki atau perempuan, riwayat abortus. Riwayat
menyusui, lamanya menyusui. Usia menopause, sudah berapa lama menopause. Cara KB yang
dipakai, apakah pil KB / injeksi / IUD / kondom / cara sistem kalender.
e. Riwayat penyakit keluarga: Apakah ada diantara anggota keluarga klien yang menderita
penyakit seperti klien saat ini atau sehubungan dengan penyakit kanker lain (Ca ovarium, Ca
rekti, sarkoma jaringan lunak).
Pemeriksaan
Diagnosis suatu penyakit dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang ditemukan
pada pemeriksaan fisik, terutama sekali bagi penyakit yang memiliki gejala klinik spesifik.
Pemeriksaan yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan fisik namun, bagi penyakit yang tidak

1
memiliki gejala klinik khas, untuk menegakkan diagnosisnya kadang-kadang diperlukan
pemeriksaan laboratorium (diagnosis laboratorium).
1. Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan umum dan fisik sering didapat keterangan – keterangan yang menuju
ke arah tertentu dalam usaha membuat diagnosis. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan berbagai
cara diantaranya adalah pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik
dilakukan dengan melihat keadaan umum pasien, kesadaran, tanda-tanda vital (TTV),
pemeriksaan mulai dari bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak yaitu kaki.
Sangat penting pada saat pemeriksaan supaya penderita dalam keadaan senyaman
mungkin, kita jelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan, tangan pemeriksa dan kamar dalam
keadaan hangat dengan kamar periksa mempunyai pennerangan yang cukup. Bila dokter pria,
saat melakukan pemeriksaan sebaiknya ditemani paramedis wanita.2
a. Inspeksi: dilakukan dengan posisi pasien duduk, dan dalam ruangan yang terang.
Dengan posisi lengan pasien bebas ke bawah, yang harus diperhatikan adalah: 2
 Bentuk kedua payudara.
 Ukuran kedua payudara. Bandingkan apakah satu payudara lebih besar dari yang lain.
 Ukuran areola mammae kanan dan kiri.
 Warna kulit payudara, apakah hiperemis atau tidak.
 Adakah bagian kulit yang yang tertarik atau cekung.
 Adakah puting susu mengalami retraksi.
 Adakah pelebaran pembuluh darah di kulit payudara.
 Adakah terlihat sebarang benjolan pada payudara serta di axilla.
 Adakah terlihat pembesaran kelenjar getah bening di daerah supra dan infraclavicular.
Inspeksi diulang dengan meminta pasien untuk mengangkat kedua lengan ke atas.
Sebarang kelainan harus dicatat berdasarkan empat kuadran payudara, atau menurut jarum
jam.2
b. Palpasi: Dengan menggunakan bantalan ujung jari 1 hingga jari 3, palpasi
dilakukan dengan tekanan ringan, kemudian tekanan lebih kuat. Payudara kanan dan kiri diraba
menggunakan tangan kanan. Pasien boleh berada dalam posisi duduk atau berbaring. Sekiraya
pasien berbaring, alas rebahan haruslah rata dan keras, dan taruhlah bantal dibawah bahu
pasien. Palpasi dilakukan bermula dari puting susu berputar keluar, dalam bentuk lingkaran
arah jarum jam. Palpasi juga dilakukan sampai ke daerah axilla. Akhir sekali, pijat puting susu
kedua payudara. Hal-hal yang harus dicatat pada palpasi adalah seperti berikut: 2
 Apakah ada benjolan pada payudara. Sekiranya ada, catat pada payudara kiri atau kanan,
lokasi benjolan, ukurannya, bentuknya, konsistensinya, serta hubungan dengan jaringan
sekitar; apakah benjolan melekat ke dasar atau bisa digerakkan.
 Apakah ada fluktuasi; seperti cairan dalam payudara.
 Adakah nyeri tekan saat payudara dipalpasi.
 Pada palpasi axilla, apakah ada kelenjar getah bening yang membesar. Sekiranya ada, catat
ukuran dan konsistensinya.
 Adakah terdapat juga pembesaran kelenjar getah bening di daerah supra dan infraclavicular.

Gambar 1. Palpasi payudara3

2
Pemeriksaan penunjang
Pada penderita abses biasanya dianjurkan untuk melakukan 3 pemeriksaan, yaitu:
1) Pemeriksaan darah:Peningkatan jumlah sel darah putih.
2) Mammografi: pemeriksaan payudara menggunakan sinar X yang dapat
memperlihatkan kelainan pada payudara dalam bentuk terkecil yaitu mikrokalsifikasi.
Mikrokalsifikasi adalah deposit-deposit kecil kalsium dalam jaringan payudara yang terlihat
sebagai titik-titik kecil putih di sekitar jaringan payudara. Mikrokalsifikasi yang dicurigai
sebagai tanda kanker adalah titik-titik yang sangat kecil, dan berkumpul dalam suatu kelompok
(cluster). Massa yang tampak pada mammogram dapat disebabkan oleh kanker atau bukan
kanker, tetapi untuk memastikan biasanya dilakukan biopsi. Massa yang tampak dapat berupa
massa padat atau kistik (berongga dan berisi cairan).3
3) USG payudara: pemeriksaan payudara menggunakan gelombang suara. USG dapat
membedakan benjolan berupa tumor padat atau kista. USG biasa digunakan untuk
mengevaluasi masalah payudara yang tampak pada mammogram dan lebih direkomendasikan
pada wanita usia muda (di bawah 30 tahun). Pemeriksaan USG saja tanpa mammografi tidak
direkomendasikan untuk deteksi kanker payudara. Tetapi dengan kombinasi USG dan
mammografi, kelainan pada payudara dapat ditentukan dengan lebih akurat. USG saat ini
cukup banyak dilakukan karena tidak bersifat invasif dan tidak semahal pemeriksaan lainnya.
Tetapi, efektifitas pemeriksaan USG sangat tergantung dari pengalaman dan keahlian operator.
Ternyata untuk melakukan USG ataupun Mamografi tidak dapat dilakukan kapan saja,
karena waktu yang tepat untuk melakukan USG dan Mamografi adalah :3
 Sebaiknya dilakukan dalam keadaan sedang tidak menstruasi
 Bagi wanita usia reproduksi sebaiknya dilakukan pada hari 1 -14 dari siklus haid atau 2
minggu sebelum haid yang akan datang,
 Jangan melakukan mamografi 1 minggu sebelum haid karena pada saat ini payudara agak
bengkak dan kadang-kadang ada rasa sakit
 Bagi wanita usai nonproduktif (menopause) dapat dilakukan kapan saja
Memang tidak ada persyaratan khusus sebelum melakukan pemeriksaan tapi ada hal yang
harus dipersiapkan yaitu, Jangan menggunakan deodorant, bedak badan atau lotion pada
payudara dan ketiak satu hari sebelum dilakukan pemeriksaan dan hingga pemeriksaan.

Gambar 2. Mamografi3
Working Diagnosis
Dari anamnesis, keluhan pasien mengarahkan kepada infeksi payudara. Kemudian dari
hasil pemeriksaan fisik, didapatkan benjolan pada kuadran bawah payudara kiri pasien, serta
tanda fluktuasi (+). Maka working diagnosis pada kasus ini adalah abses mammae. Untuk
menegakkan diagnosis pasti, pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan USG.
Abses payudara adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi
bakteri. Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi.

3
Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang
terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi,
bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel
darah putih inilah yang mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan
disekitarnya akan terdorong.
Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses.
Hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika
suatu abses pecah didalam, maka infeksi bisa menyabar di dalam tubuh maupun dibawah
permukaan kulit, tergantung pada lokasi abses.4

Different diagnosis
Differential diagnosis atau diagnosis pembanding merupakan diagnosis yang dilakukan
dengan membanding-bandingkan tanda klinis suatu penyakit dengan tanda klinis penyakit lain.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan gejala yang dialami pasien, pasien bias dicurigai
menderita beberapa penyakit seperti:
Mastitis Sinistra
Mastitis adalah peradangan pada payudara yang dapat disertai infeksi atau tidak, yang
disebabkan oleh kuman terutama Staphylococcus aureus melalui luka pada puting susu atau
melalui peredaran darah. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga
mastitis laktasional atau mastitis purpuralis. Infeksi terjadi melalui luka pada puting susu, tetapi
mungkin juga melalui peredaran darah. Kadang-kadang keadaan ini bisa menjadi fatal bila
tidak diberi tindakan yang adekuat. Abses payudara, penggumpalan nanah lokal di dalam
payudara, merupakan komplikasi berat dari mastitis. 3
Penyebab utama mastitis adalah statis ASI dan infeksi. Statis ASI biasanya merupakan
penyebab primer yang dapat disertai atau menyebabkan infeksi. Statis ASI terjadi jika ASI
tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal ini terjadi jika payudara terbendung segera
setelah melahirkan, atau setiap saat jika bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi yang buruk
pada payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekuensi/durasi menyusui,
sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar
dua/lebih. Organisme yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses payudara adalah
organisme koagulase-positif Staphylococcus aureus dan Staphylococcus albus. Escherichia
coli dan Streptococcus kadang-kadang juga ditemukan.3
Selain pembesaran berat, precursor tanda dan gejala mastitis biasanya tidak ada sebelum
akhir minggu pertama pasca partum. Setelah masa itu, wanita mungkin mengalami gejala-
gejala berikut: Nyeri ringan pada salah satu lobus payudara, yang diperberat jika bayi menyusu.
Gejala seperti flu : nyeri otot, sakit kepala, keputihan. Mastitis hampir selalu terbatas pada satu
payudara. Tanda dan gejala actual mastitis meliputi : Peningkatan suhu yang cepat dari 39,5 -
40oC. Peningkatan kecepatan nadi, menggigil, malaise umum, sakit kepala, nyeri hebat,
bengkak, inflamasi, area payudara keras, kemerahan dengan batas jelas. Biasanya hanya satu
payudara, terjadi antara 3-4 minggu pasca persalinan. Peningkatan kadar natrium dalam ASI
yang membuat bayi menolak menyusu karena ASI terasa asi. Timbul garis-garis merah ke arah
ketiak.3

Etiologi
Penyebab dari abses mammae adalah mastitis yang tidak terkendali. Hal ini berlaku
apabila adanya stasis ASI dan infeksi. Stasis ASI biasanya merupakan penyebab primer, yang
dapat berkembang menjadi infeksi.
Stasis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal ini dapat
terjadi bila payudara terbendung segera setelah melahirkan atau saat bayi tidak mengisap ASI,
yang dihasilkan oleh sebagian atau seluruh payudara. Penyebabnya termasuk pengisapan bayi

4
yang buruk pada payudara, pembatasan frekuensi atau durasi menyusui dan sumbatan pada
saluran ASI.5 Situasi lain yang mempengaruhi predisposisi terhadap stasis ASI, termasuk
suplai ASI yang sangat berlebihan, atau menyusui untuk kembar dua atau lebih. Berikut
merupakan faktor-faktor penyebab stasis ASI:
 Bendungan payudara
Kondisi ini tidak terjadi bila bayi disusui segera setelah lahir, sehingga stasis ASI dapat
dihindari. Pentingnya pengeluaran ASI dengan segera pada tahap awal mastitis adalah untuk
mencegah perkembangan penyakit dan mencegah pembentukan abses. Isapan bayi adalah
sarana pengeluaran ASI yang efektif.
 Frekuensi menyusui
Banyak wanita menderita mastitis bila mereka tidak menyusui atau bila jarak waktu antar
menyusui semakin lama.
 Pengisapan pada payudara
Pengisapan yang buruk sebagai penyebab pengeluaran ASI yang tidak efisien, saat ini
dianggap sebagai faktor predisposisi utama mastitis. Nyeri puting dan puting yang pecah-pecah
sering ditemukan bersama dengan mastitis. Penyebab nyeri dan trauma puting yang tersering
adalah pengisapan yang buruk pada payudara, kedua kondisi ini dapat terjadi bersama-sama.
Selain itu, nyeri puting akan menyebabkan ibu menghindar untuk menyusui pada payudara
yang sakit dan karena itu mencetuskan stasis ASI dan bendungan.
 Faktor mekanik
Frenulum yang pendek pada bayi mengganggu pengisapan pada payudara dan
menyebabkan puting luka dan pecah-pecah.5 Hal ini juga mengurangi efisiensi pengeluaran
ASI dan predisposisi untuk mastitis.
 Infeksi
Organisme yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses payudara adalah
organisme koagulase-positif Staphylococcus aureus, kadang-kadang ditemukan
Staphylococcus epidermidis, Escherichia coli dan Streptococcus. Mycobacterium tuberculosis
adalah penyebab mastitis lain yang jarang ditemukan.5
Epidemiologi
Abses merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena pengobatan terlambat
atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras , merah dan tegang walaupun
ibu telah diterapi, maka kita harus pikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3%
dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses.6
Patofisiologi
Luka atau lesi pada puting menyebabkan terjadinya peradangan sehingga organisme
masuk (organisme ini biasanya dari mulut bayi) mengakibatkan pengeluaran susu terhambat
padahal produksi susu normal. Akibatnya terjadi penyumbatan duktus dan bentuk abses. Abses
dikulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan abses dalam seringkali sulit
ditemukan. Pada penderita abses biasanya pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan
jumlah sel darah putih. Suatu abses seringkali membaik tanpa pengobatan, abses pecah dengan
sendirinya dan mengeluarkan isinya. Kadang abses menghilang secara perlahan karena tubuh
menghancurkan infeksi yang terjadi dan menyerap sisa-sisa infeksi. Abses tidak pecah dan bisa
meninggalkan benjolan yang keras.3
Manifestasi klinik
Gejala dari abses tergantung pada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ
atau syaraf. Gejala dan tanda yang sering ditimbulkan oleh abses payudara diantaranya:3
1. Tanda-tanda inflamasi pada payudara (merah, panas jika disentuh, membengkak dan
adanya nyeri tekan).

5
2. Teraba massa, suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai
suatu benjolan. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena
kulit diatasnya menipis.
3. Gejala sistematik berupa demam tinggi, menggigil, malaise.
4. Nipple discharge (keluar cairan dari puting susu, bisa mengandung nanah)
5. Gatal-gatal
6. Pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan payudara yang
terkena
Penatalaksanaan
Adapun penanganan untuk abses diantaranya adalah :4
a) Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu abses bisa ditusuk dan
dikelaurkan isinya dengan insisi. Insisi bisa dilakukan radial dari tengah dekat pinggir
areola, ke pinggir supaya tidak memotong saluran ASI.
b) Suatu abses tidak memliki aliran darah, sehingga pemberian antibiotic biasanya sia-sia.
Antibiotic bisa diberikan setelah suatu abses mengering dan hal ini dilakukan untuk
mencegah kekambuhan. Antibiotic juga diberikan jika abses menyebarkan infeksi ke
bagian tubuh lainnya.
c) Dapat diberikan parasetamol 500mg tiap 4 jam sekali bila diperlukan.
d) Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama 15 – 20 menit, 4 kali/hari.
e) Sebaiknya dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada payudara yang terkena
untuk mencegah pembengkakan payudara.
Untuk mengurangi nyeri bisa diberikan obat pereda nyeri (misalnya asetaminofen atau
ibuprofen) karena kedua obat tersebut aman diberikan untuk ibu menyusui dan bayinya.
Komplikasi
 Infeksi rekurens
 Ukuran payudara yang mengecil dan terdapat scarring setelah penanganan secara operasi
 Payudara akan terlihat asimetris kanan dan kiri
 Terbentuk fistula jika abses pecah secara spontan Hal ini dikarenakan oleh mengeringnya
sinus yang menyebabkan terbentuknya fistula
 Komplikasi ini hanya terjadi pada 1-2% pasien abses payudara
Prognosis
Pasien yang memperoleh perawatan biasanya memperoleh hasil yang baik. Namun pada
abses mammae dapat terulang kembali bahkan setelah pengobatan dengan antibiotik.
Pembedahan mungkin diperlukan untuk menghilangkan kelenjar yang terkena dampak untuk
mencegah terjadinya kembali.5
Pencegahan
1. Puting susu dan payudara harus dibersihkan sebelum dan setelah menyusui.
2. Setelah menyusui, puting susu diolesi kembali dengan ASI dan biarkan kering dengan
sendirinya (dapat diberikan salep lanolin atau vitamin A dan D)
3. Hindari pakaian yang menyebabkan iritasi pada payudara
4. Menyusui secara bergantian payudara kiri dan kanan
5. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan payudara dengan
cara memompanya
6. Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah robekan/luka pada puting
susu.
7. Minum banyak cairan
8. Menjaga kebersihan puting susu
9. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui
Pencegahan primer yang boleh dilakukan oleh ibu yang menyusui sebelum terkena
mastitis adalah dengan cara menyusui yang benar dan efektif. Hal-hal yang harus dilakukan

6
oleh ibu menyusui adalah seperti berikut:
 Mulai menyusui dalam satu jam atau lebih setelah melahirkan
 Memastikan bahwa bayi mengisap payudara dengan posisi yang baik
 Menyusui tanpa batas dalam hal frekuensi atau durasi (on demand)
 Membiarkan bayi selesai menyusui satu payudara dulu, sebelum memberikan yang lain
 Menyusui secara eksklusif selama minimal 6 bulan
Bila si ibu mempunyai salah satu faktor risiko mastitis, seperti berkurangnya frekuensi
menyusui, demam atau merasa sakit pada payudara, si ibu haruslah:
 Beristirahat dengan cukup
 Sering menyusui pada payudara yang sakit
 Mengompres panas pada payudara yang terkena
 Memijat daerah benjolan saat bayi menyusu
Pencegahan sebelum terjadinya abses adalah tetap menyusui bayi, agar pengaliran ASI
tidak berhenti dan menyebabkan stasis. Sekiranya gejala peradangan sudah timbul, perlu
mendapatkan pengobatan dengan segera. Pengobatan dini pada mastitis dapat mencegah
terjadinya abses.
Kesimpulan
Abses mammae adalah komplikasi dari infeksi payudara atau mastitis, langkah yang
harus diambil untuk mencegah terjadinya abses adalah dengan menghindari infeksi. Karena hal
ini sering terjadi pada saat laktasi, ibu yang menyusui harus sadar akan kepentingan menyusui
bayinya dengan efektif, dengan posisi yang benar. ASI sendiri merupakan makanan terbaik
untuk bayi, maka pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan pertama setelah bayi lahir harusnya
dipratikkan oleh semua ibu. Bukan saaja ia bermanfaat untuk si bayi, malah dpat menghindari
si ibu juga dari infeksi payudara.
Daftar Pustaka
1. Bickley LS. Buku ajar: Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. Jakarta: EGC;
2009. h. 305, 319
2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2005.h. 34.
3. Breast abscess. NHS Direct Wales Encyclopaedia. Diunduh dari
http://www.nhsdirect.wales.nhs.uk/encyclopaedia/b/article/breastabscess/. Diakses
pada 19 April 2013
4. Morgan G, Hamilton C. Obstetri dan ginekologi panduan praktis. Edisi ke-2. Jakarta:
EGC; 2009.h. 238-41.
5. Berg, Birdwell, et all. Diagnostic imaging breast. 1st ed. Utah: Amirsys Inc; 2006. p.
62-5.
6. Prince A, Borley G, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Erlangga;
2007. h. 129.
7. Bahiyatum. Buku ajar asuhan kebidanan nifas normal. Jakarta: EGC; 2009.h. 29-38.
8. Riordan J, Wambach K. Mastitis. In: Breastfeeding and human lactation. 4th ed. UK:
Jones & Bartlett Publishers; 2010.p.294-9
9. Benson RC, Pernol ML. Buku saku obstetri dan ginekologi. Edisi ke-9. Jakarta: EGC;
2009.h. 488-90.
10. Willms JL, Schneiderman H, Algranati PS. Diagnosis fisik: evaluasi diagnosis dan
fungsi di bangsal. Jakarta: EGC; 2004.h. 177-88.

Anda mungkin juga menyukai