Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram .
Nasib janin yang ditolong secara sectio caesaria sangat tergantung dari keadaan
janin sebelum dilakukan operasi. Angka kematian ibu bersalin dan angka kematian
perinatal umumya dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menilai kemampuan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan suatu bangsa. Selain itu, angka kematian ibu dan
bayi di suatu negara mencerminkan tingginya resiko kehamilan dan persalinan. Angka
Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi. Hal tersebut menilik capaian
penurunan AKI di beberapa negara Asean. AKI di negara-negara Asean sudah
menempati posisi 40-60 per 100 ribu kelahiran hidup. Sedangkan di Indonesia
berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 masih menempati posisi 305
per 100 ribu kelahiran hidup. Hal ini berbeda jauh dengan Singapura yang berada 2-3
AKI per 100 ribu kelahiran.
Berbagai permasalahan yang membahayakan ibu hamil saat ini sangat rentan
terjadi, hal ini seiring banyaknya kejadian atau kasus-kasus yang ditemui di dunia
kebidanan terkait dengan tanda-tanda bahaya kehamilan. Yang paling menonjol saat ini
adalah kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) yakni mulai pecahnya ketuban sampai 1 jam
setelah ketuban pecah tidak ada tanda-tanda persalinan (inpartu). Sebagian besar ketuban
pecah dini terjadi di atas usia kehamilan 37 minggu, sedangkan dibawah 36 minggu tidak
terlalu banyak.

B. Tujuan
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah mengetahui dan melaksanakan
asuhan keperawatan perioperatif terhadap Ny. T dengan tindakan sectio caesaria dengan
Diagnosa ketuban pecah dini sesuai dengan standar keperawatan.
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah melakukan pengkajian,
merumuskan diagnosa keperawatan, menyusun rencana tindakan, melakukan tindakan

1
keperawatan sesuai dengan rencana asuhan keperawatan dan mengevaluasi tindakan
keperawatan pada ibu dengan tindakan caesaria Diagnosa ketuban pecah dini sesuai
dengan standar keperawatan.

C. Ruang Lingkup
Dalam Laporan Asuhan Keperawatan Perioperatif ini, kami hanya membahas tentang
proses asuhan keperawatan perioperatif (pre, intra dan post) di lingkungan RS Islam
Jakarta tentang Sectio Caesarea.

D. Manfaat
a. Bagi Pasien
Dapat mengetahui hasil pemeriksaan sacera lengkap dan diharapkan pasien
lebih meningkatkan mutu kesehatan.
b. Bagi Pelayan Kesehatan
Dapat memberikan informasi atau masukan dalam rangka meningkatkan
kualitas pelayanan khususnya terhadap pengetahuan tentang keperawatan
perioperatif pada pasien sectio caesarea.
c. Bagi Mahasiswa Pelatihan
Sebagai penerapan tentang teori yang telah didapat di bangku kuliah dan
menambah wawasan serta informasi tentang keperawatan perioperatif tentang
sectio caesarea .
d. Bagi Pendidikan
Dapat menambah kepustakaan dan sebagai sumber referensi bagi mahasiswa
tentang keperawatan perioperatif sectio caesarea.

E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Asuhan Keperawatan Perioperatif, disusun sebagai
berikut:
a. BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, tujuan, ruang lingkup dan
manfaat penulisan, serta sistematika penulisan.
b. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang definisi, anatomi, patofisiologi, pemeriksaan
penunjang dan askep perioperatif
2
c. BAB III TINJAUAN KASUS
Bab ini menjelaskan Proses asuhan Keperawatan dari pre operasi, intra operasi dan
post operasi.
d. BAB IV PEMBAHASAN KASUS
Bagian ini berisi pembahasan tentang kasus yang sedang di bahas
e. BAB V PENUTUP
Pada bab ini berisikan beberapa kesimpulan dan saran.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi
pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn & William, 2010).
Menurut Amru Sofian (2012) Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan
janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Amin
& Hardhi, 2013).
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum
waktunya melahirkan/sebelum inpartu, pada pembukaan <4 cm (fase laten). Hal ini
dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD
preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang
adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan. (Nugroho,
2012).

B. Anatomi
1. Anatomi dan fisiologi sistem reproduksi
Organ reproduksi wanita terbagi atas organ eksterna dan interna. Organ eksterna
berfungsi dalam kopulasi, sedangkan organ interna berfungsi dalam ovulasi,
sebagai tempat fertilisasi sel telur dan perpindahan blastosis, dan sebagai tempat
implantasi; dapat dikatakan berfungsi untuk pertumbuhan dan kelahiran janin.

4
a. Struktur Eksterna

Gambar 2.1: Organ Reproduksi Eksterna pada wanita

1. Mons Pubis
Mons pubis atau mons veneris adalah jaringan lemak subkutan berbentuk
bulat yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat jarang diatas simfisis
pubis. Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea (minyak) dan ditumbuhi
Rambut berwarna hitam, kasar dan ikal pada masa pubertas, yakni sekitar satu
sampai dua tahun sebelum awitan haid. Fungsinya sebagai bantal pada saat
melakukan hubungan sex.

5
2. Labia Mayora
Labia mayora ialah dua lipatan kulit panjang melengkung yang menutupi
lemak dan jaringan ikat yang menyatu dengan mons pubis. Keduanya memanjang
dari mons pubis ke arah bawah mengelilingi labia monora, berakhir di perineum
pada garis tengah. Labia mayora melindungi labia minora, meatus urinarius, dan
introitus vagina (muara vagina).

3. Labia Minora
Labia minora, terletak di antara dua labia mayora, merupakan lipatan kulit
yang panjang, sempit dan tidak berambut yang memanjang ke arah bawah dari
bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette. Sementara bagian lateral dan anterior
labia biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora sama dengan
mukosa vagina; merah muda dan basah. Pembuluh darah yang sangat banyak
membuat labia berwarna merah kemurahan dan memungkinkan labia minora
membengkak, bila ada stimulus emosional atau stimulus fisik.
4. Klitoris
Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil yang terletak
tepat dibawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak terangsang, bagian yang terlihat
adalah sekitar 6 x 6 mm atau kurang. Ujung badan klitoris di namai glans dan lebih
sensitif daripada badannya. Saat wanita secara seksual terangsang, glans dan badan
klitoris membesar. Fungsi klitoris adalah menstimulasi dan meningkatkan
ketegangan seksualitas.

5. Prepusium Klitoris
Dekat sambungan anterior, labia minora kanan dan kiri memisah menjadi
bagian medial dan lateral. Bagian lateral menyatu di bagian atas klitoris dan
membentuk prepusium, penutup yang berbentuk seperti kait. Bagian medial menyatu
di bagian bawah klitoris untuk membentuk frenulum. Kadang-kadang prepusium
menutupi klitoris.

6. Vestibulum
Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau lonjong,
terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri dari muara
utetra, kelenjar parauretra (vestibulum minus atau skene), vagina dan kelenjar
paravagina (vestibulum mayus, vulvovagina, atau Bartholin). Permukaan vestibulum
yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia (deodorant semprot,
6
garam- garaman, busa sabun), panas, rabas dan friksi (celana jins yang ketat).

b. Struktur Intenal

Gambar 2.2 Internal Reproduksi Wanita

1. Ovarium

Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, belakang tuba falopii. Dua
ligamen mengikat ovarium dibawah dan di pada tempatnya,yakni bagian mesovarium
ligamen lebar uterus, yang memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral
kira-kira setinggi Krista iliaka anterosuperior, dan ligamentum ovari proprium.
Dua memproduksi fungsi ovarium ialah menyelenggarakan ovulasi dan
hormon. Saat lahir, ovarium wanita normal mengandung sangat banyak ovum
primordial (primitif). Ovarium juga merupakan tempat utama produksi hormon
seks steroid (estrogen, progesterone, dan androgen) dalam jumlah yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan fungsi wanita normal.
7
Menurut Harunyaha,2003 Hormone estrogen adalah hormone seks yang di
produksi oleh rahim untuk merangsang pertumbuhan organ seks seperti payudara
dan rambut pubik serta mengatur sirkulasi manstrubasi. Hormone estrogen juga
menjaga kondisi kesehatan dan elasitas dinding vagina. Hormone ini juga menjaga
teksture dan fungsi payudara. pada wanita hamil hormone estrogen membuat puting
payudara membesar dan merangsang pertumbuhan kelenjar ASI dan memperkuat
dinding rahim saat terjadi kontraksi menjelang persalinan. Hormone progesterone
berfungsi untuk menghilangkan pengaruh hormone oksitoksin yang dilepaskan oleh
kelenjar pituteri. Hormone ini juga melindungi janin dari serangan sel-sel kekebalan
tubuh dimana sel telur yang di buahi menjadi benda asing dalam tubuh ibu.

2. Tuba Falopii (Tuba Uterin)


Panjang tuba ini kira-kira 10 cm dengan diameter 0,6 cm. Setiap tuba
mempunyai lapisan peritoneum di bagian luar, lapisan otot tipis di bagian tengah,
dan lapisan mukosa di bagian dalam. Lapisan mukosa terdiri dari sel-sel kolumnar,
beberapa di antaranya bersilia dan beberapa yang lain mengeluarkan secret. Lapisan
mukosa paling tipis saat menstruasi. Setiap tuba dan lapisan mukosanya menyatu
dengan mukosa uterus dan vagina. Fungsi tuba fallopi adalah untuk mengantarkan
ovum dari ovarium ke uterus dan menyediakan tempat untuk pembuahan, tetapi
perjalanan ovum dapat terhalang di titik manapun dan jika ovum tadi di buahi maka
terjadi kehamilan etropik.

3. Uterus
Uterus merupakan organ muskular yang sebagian tertutup oleh peritoneum /
serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng. Uterus wanita nullipara
panjang 6-8 cm, dibandingkan dengan 9-10 cm pada wanita multipara. Berat uterus
wanita yang pernah melahirkan antara 50-70 gram. Sedangkan pada yang belum
pernah melahirkan beratnya 80 gram / lebih.
Uterus terdiri dari:
a) Fundus Uteri
Merupakan bagian uterus proksimal, disitu ke-2 tuba fallopi berinsensi ke
uterus. Di dalam klinik penting diketahui sampai dimana fundus uteris berada
oleh karena tuanya kehamilan dapat diperkirakan dengan perabaan fundus uteri.

8
b) Korpus Uteri
Merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat pada
korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan:
serosa, muskula & mukosa. Mempunyai fungsi utama sebagai janin berkembang.
c) Serviks Uteri
Serviks merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak dibawah
isthmus.
d) Dinding Uterus
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan: endometrium, miometrium, dan
sebagian lapisan luar peritoneum parietalis

4. Vagina
Vagina, suatu struktur tubular yang terletak di depan rectum dan di belakang
kandung kemih dan uretra, memanjang dari introitus (muara eksterna di vestibulum
di antara labia minora vulva) sampai serviks.Vagina adalah suatu tuba berdinding
tipis yang dapat melipat dan mampu meregang secara luas. Karena tonjolan serviks
ke bagian atas vagina, panjang dinding anterior vagina hanya sekitar 7,5 cm,
sedangkan panjang dinding posterior sekitar 9 cm. Ceruk yang terbentuk di
sekeliling serviks yang menonjol tersebut disebut forniks: kanan, kiri, anterior dan
posterior.

Mukosa vagina berespons dengan cepat terhadap stimulasi estrogen dan


progesterone. Sel-sel mukosa tanggal terutama selama siklus menstruasi dan selama
masa hamil. Sel-sel yang diambil dari mukosa vagina dapat digunakan untuk
mengukur kadar hormon seks steroid.

Cairan vagina berasal dari traktus genitalia atas atau bawah. Cairan sedikit
asam. Interaksi antara laktobasilus vagina dan glikogen mempertahankan keasaman.
Apabila pH naik di atas lima, insiden infeksi vagina meningkat (Bobak,
Lowdermilk, Jensen, 2004).

9
2. Anatomi Dan Fisiologi Abdomen

Gambar 2.3: anatomi abdomen (Sumber: Widjanarko, 2010)

a. Kulit

Gambar 2.4: anatomi kulit (Sumber: Widjanarko, 2010)

10
1) Lapisan Epidermis
Epidermis, lapisan luar, terutama terdiri dari epitel skuamosa bertingkat. Sel-
sel yang menyusunya secara berkesinambungan dibentuk oleh lapisan germinal
dalam epitel silindris dan mendatar ketika didorong oleh sel-sel baru kearah
permukaan, tempat kulit terkikis oleh gesekan. Lapisan luar terdiri dari keratin,
protein bertanduk, Jaringan ini tidak memiliki pembuluh darah dan sel-selnya sangat
rapat.
2) Lapisan Dermis
Dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen jaringan fibrosa dan elastin.
Lapisan superfasial menonjol ke dalam epidermis berupa sejumlah papilla kecil.
Lapisan yang lebih dalam terletak pada jaringan subkutan dan fasia, lapisan ini
mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf.
3) Lapisan subkutan
Lapisan ini mengandung sejumlah sel lemak, berisi banyak pembuluh darah
dan ujung syaraf. Lapisan ini mengikat kulit secara longgar dengan organ-organ
yang terdapat dibawahnya. Dalam hubungannya dengan tindakan Seksio Sesaria,
lapisan ini adalah pengikat organ- organ yang ada di abdomen, khususnya uterus.
Organ-organ di abdomen dilindungi oleh selaput tipis yang disebut peritonium.
Dalam tindakan Seksio Sesaria, sayatan dilakukan dari kulit lapisan terluar
(epidermis) sampai dinding uterus.

b. Fasia

Di bawah kulit fasia superfisialis dibagi menjadi lapisan lemak yang dangkal,
Camper's fasia, dan yang lebih dalam lapisan fibrosa,. Fasia profunda terletak pada otot-
otot perut. menyatu dengan fasia profunda paha. Susunan ini membentuk pesawat antara
Scarpa's fasia dan perut dalam fasia membentang dari bagian atas paha bagian atas
perut. Di bawah lapisan terdalam otot, maka otot abdominis transverses, terletak fasia
transversalis. Para fasia transversalis dipisahkan dari peritoneum parietalis oleh variabel
lapisan lemak.. Fascias adalah lembar jaringan ikat atau mengikat bersama-sama
meliputi struktur tubuh.

11
c. Otot perut

Gambar 2.5 : Pemisahan fasia dengan otot

1) Otot dinding perut anterior dan lateral


Rectus abdominis meluas dari bagian depan margo costalis di atas dan pubis di
bagian bawah. Otot itu disilang oleh beberapa pita fibrosa dan berada didalam selubung.
Linea alba adalah pita jaringan yang membentang pada garis tengah dari procecuss
xiphodius sternum ke simpisis pubis, memisahkan kedua musculus rectus abdominis.
Obliquus externus, obliquus internus dan transverses adalah otot pipih yang membentuk
dinding abdomen pada bagian samping dan depan. Serat externus berjalan kea rah
bawah dan atas ; serat obliquus internus berjalan keatas dan kedepan ; serat transverses
(otot terdalam dari otot ketiga dinding perut) berjalan transversal di bagian depan ketiga
otot terakhir otot berakhir dalam satu selubung bersama yang menutupi rectus

12
abdominis.

2) Otot dinding perut posterior


Quadrates lumbolus adalah otot pendek persegi pada bagian belakang abdomen,
dari costa keduabelas diatas ke crista iliaca.

C. Etiologi
Menurut Amin & Hardi (2013) etiologi Sectio Caesarea ada dua yaitu sebagai berikut:
a. Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai kelainan letak ada,
disporporsi sefalo pelvik (disproporsi janin/ panggul), ada sejarah kehamilan dan
persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, ketuban pecah dini, placenta previa
terutama pada primigravida, solutsio placenta tingkat I - II, komplikasi kehamilan yaitu
preeklampsi-eklampsia, atas permitaan, kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM),
gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya).
b. Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress/ gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapsus tali
pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau forseps ekstraksi.

D. Tanda Dan Gejala

Tanda dan gejala Ketuban Pecah Dini (KPD), adalah :


a. Ketuban pecah secara tiba-tiba
b. Keluar cairan ketuban dengan bau yang khas
c. Bisa tanpa disertai kontraksi/his
d. Terasa basah pada pakaian dalam/underwear yang konstan
e. Keluarnya cairan pervagina pada usia paling dini 22 minggu

E. Patofisiologi
Menurut Manuaba (2009) mekanisme terjadinya KPD dimulai dengan terjadi
pembukaan premature serviks, lalu kulit ketuban mengalami devaskularisasi. Setelah kulit
ketuban mengalami devaskularisasi selanjutnya kulit ketuban mengalami nekrosis sehingga
jaringan ikat yang menyangga ketuban makin berkurang. Melemahnya daya tahan ketuban

13
dipercepat dengan adanya infeksi yang mengeluarkan enzim yaitu ensim proteolotik dan
kolagenase yang diikuti oleh ketuban pecah spontan.
Menurut Sujiyatini, Muflidah, dan Hidayat (2009) menjelaskan bahwa KPD biasanya
terjadi karena berkurangnya kekuatan membran dan peningkatan tekanan intra unterine
ataupun karena sebab keduanya . Kemungkinan tekanan intrauterine yang kuat adalah
penyebab dari KPD dan selaput ketuban yang tidak kuat dikarenakan kurangnya jaringan
ikat dan vaskularisasi akan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban. Hubungan
serviks inkompeten dengan kejadian KPD adalah bahwa cervik yang inkompeten adalah leher
rahim yang tidak mempunyai kelenturan, sehingga tidak kuat menahan kehamilan.
Selain karena infeksi dan tekanan intra uterin yang kuat, hubungan sexual pada
kehamilam tua berpengaruh terhadap terjadinya KPD karena pengaruh prostaglandin yang
terdapat dalam sperma dapat menimbulkan kontraksi, tetapi bisa juga karena faktor trauma
saat hubungan seksual. Pada kehamilan ganda dapat menyebabkan KPD karena uterus

meregang berlebihan yang disebabkan oleh besarnya janin, dua plasenta dan jumlah air
ketuban yang lebih banyak (Oxorn, 2003).
Gambar 2.6 pathway KPD

14
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk mendeteksi KPD adalah Tes
lakmus/nitrazin (jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukan adanya air
ketuban). Selain dengan kertas lakmus dapat dilakukan dengan pemerikasaan Ultrasonografi
(USG). Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri.
Menurut Sujiyatini, Muflidah, dan Hidayat (2009) pada kasus KPD terlihat jumlah
cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion.
Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada
umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana.

G. Therapi

Penatalaksanaan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya


infeksi pada komplikasi ibu dan janin serta adanya tanda-tanda persalinan.

a. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini Pada Kehamilan Preterm


Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan preterm berupa penanganan
konservatif, antara lain :
1. Rawat di Rumah Sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan
pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa
mencapai 37 minggu.
2. Berikan antibiotika (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan ampisilin
dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).
3. Jika umur kehamilan < 32-34 minggu dirawat di Rumah Sakit selama air ketuban
masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
4. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu kematangan paru
janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu.
Sedian terdiri atas betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari atau
deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
5. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa (-), beri
deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada
kehamilan 37 minggu.
6. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik
(salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.

15
7. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi.
8. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
b. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini Pada Kehamilan Aterm
Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan aterm berupa penanganan aktif, antara
lain:
1. Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal lakukan seksio sesaria.
Dapat pula diberikan misoprostol 50 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
2. Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi, dan persalinan di akhiri :
- bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak
berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesaria.
- bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.

H. Asuhan Keperawatan Perioperatif


Perawatan intra operasi di kamar bedah menurut Prawirro (2001), diantaranya:
a. Perawatan Pre Operasi:
1. Persiapan Pre Operasi:
- Pasien sebaiknya tiba di ruang operasi dengan daerah yang akan di operasi sudah
dibersihkan (di cukur dan personal hygiene)
- Kateterisasi

- Informed Consent

- Pendidikan Kesehatan (Penkes) mengenai tindakan yang dilakukan di meja operasi,


seperti anestesi yang digunakan, tindakan yang dilakukan dan lamanya operasi
(terlampir)

2. Perawatan Pre Operasi:

- Menerima Pasien

- Memerikasa kembali identitas pasien

- Memerikasa kembali surat persetujuan operasi

- Pemeriksaan laboratorium darah, rontgen, EKG.

- Mengganti baju pasien

- Menilai KU dan TTV

- Memberikan Pre Medikasi: Mengecek nama pasien sebelum memberikan obat dan

16
memberikan obat pre medikasi

- Mendorong pasien kekamar tindakan sesuai jenis kasus pembedahan

- Memindahkan pasien ke meja operasi

3. Perawatan Intra Operasi

- Melaksanakan orientasi: memberi dukungan mental, menjelaskan tentang fasilitas di


sekitar meja operasi,serta mengenalkan pasien kepada ahli anestesi, dokter ahli,
dokter asisten, perawat instrument.

- Memasang alat-alat pemantau hemodinamik(infus, kateter, alat monitoring,EKG)

- Mengatur posisi pasien.

- Menyiapkan bahan atau alat untuk desinfeksi daerah pembedahan

- Memasang selang section

- Memasang drapping

- Membantu pelaksanaan tindakan

- Memeriksa kelengkapan instrument

- Mengumpulkan dan menyiapkan bahan pemeriksaan: Menyiapkan label,


menyiapkan tempat, menyiapkan formulir pemeriksaan.

- Menutup luka dengan kasa steril kemudian diplester

4. Perawatan Post Operasi:

- Setelah luka operasi ditutup kemudian memindahkan pasien ke ruang pemulihan.

- Pengaturan posisi pasien di ruang pemulihan.

- Memeriksa pipa-pipa yang terpasang untuk memastikan apakah masih berfungsi


dengan baik atau tidak

- Memeriksa TTV secara berkala sampai pasien sadar sepenuhnya setiap 15 menit
atau paling tidak dalam 1 atau 2 jam.

- Memeriksa dan mencatat masukan dan keluaran cairan.

- Menganjurkan pasien untuk nafas dalam jika pasien tidak berkemih dalam 12 jam
setelah operasi.

- Memeriksa balutan opeasi.

17
- Mencatat setiap keadaan pasien dan seluruh obat yang diberikan pada status pasien.
b. Diagnosa yang sering muncul
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi

2. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek

anestesi, efek hormonal, distensi kandung kemih (Doenges, 2001).

3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan dan nyeri

berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan sekunder akibat pembedahan

(Doenges, 2001).

4. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh terhadap bakteri

sekunder pembedahan (Carpenito, 2006).

5. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

6. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam

pembedaran (Doenges, 2001).

7. Gangguan eliminasi BAB : Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot

sekunder terhadap anestesi, kurang masukan, nyeri perineal / rektal (Doenges, 2001).

18
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas OS
- Nama : Ny. T
- Umur : 24 Tahun
- No RM : 01025348
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Status Psikososial : Cemas dan Ekspresi wajah tegang
4. Tanda-Tanda Vital
- TD : 110/70 mm/Hg
- Nadi : 84 x/mnt
- Suhu : 36,0 oC
- Pernafasan : 20 x/mnt
5. BB dan TB : 62 kg dan 159 cm
6. Riwayat Penyakit : Tidak ada riwayat penyakit asma dan tidak ada Alergi
7. Diagnosa : Ketuban Pecah Dini
8. Tindakan : Sectio Caesarea
9. Operator :dr. Taskiroh
10. Informed Consent : Sudah ada dan lengkap
11. Laboratorium :

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


Hemoglobbin 11.4 g/dL 11.7 - 15.5
Leukosit 12.71 103/µL 3.60 - 11.0
Hematokrit 33 % 35 - 47
Trombosit 272 103/µL 150 - 440
IVY 3.00 Menit 1.00 - 3.00
Pembekuan 5.00 Menit 4.00 - 6.00

19
B. Pre-Operasi
1. Analisa Data

Hari/ Tgl/
Data Fokus Etiologi Problem
jam
04-10-2019 DS: krisis situasi, Ansietas
09.10 WIB Ps mengatakan cemas akan dilakukan akan dilakukan
pembedahan (operasi SC) tindakan operasi

DO :
Wajah Pasien tampak tegang, tampak
berdoa

TD : 110/70 mmHg
RR : 20 x/mnt,
Nadi : 84 x/mnt

S : 36.0o C

2. Diagnosa Keperawatan
Ansietas berhubungan dengan tindakan pembedahan/ancaman kematian
3. Rencana Keperawatan

No Dx Kep Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan a. Kaji tingkat kecemasan pasien


dengan tindakan tindakan keperawatan ,
b. Jelaskan informasi tentang
pembedahan/ancaman pasien :
prosedur, sensasi yang
kematian - Ansietas pasien
biasanya dirasakan ketika
berkurang/menunjuk
operasi.
kan pengendalian
diri terhadap ansietas c. Berikan informasi yang

setelah dilakukan faktual terkait diagnosis dan

tindakan tindakan operasi yang


dilakukan

d. Intruksikan pasien untuk

20
menggunakan teknik nafas
dalam

e. Menstimulasi lingkungan
yang nyaman agar pasien
tenang
4. Implementasi Keperawatan

Tgl/jam Implementsi
-Mengkaji tingkat kecemasan pasien
-monitor TTV
Menjelaskan informasi tentang
04-10- 2019
prosedur ketika operasi
09.15 WIB
Memberikan informasi yang faktual terkait diagnosis dan
tindakan operasi yang dilakukan

Mengintruksikan pasien untuk


04-10- 2019
nafas dalam
09.17 WIB
Menganjurkan klien untuk berdoa

5. Evaluasi
S : Pasien mengatakan mengerti prosedur dan siap untuk operasi
O : Wajah tampak tenang,
- TD : 110/70 mm/Hg
- Nadi : 84 x/mnt
- Suhu : 36,0 oC
- Pernafasan : 20 x/mnt

A : Masalah Teratasi

P : Hentikan Intervensi

21
C. Intra Operasi
1. Persiapan Operasi

Anamnesa : Pasien mengatakan mengantuk


A (Airway) : Tidak ada sumbatan jalan nafas
B (Breathing) : Suara nafas vesikuler, RR 20 x/menit
C (Circulation) : Tidak ada sianosis, CRT 3 detik, TD 112/74 mmHg,
N: 85 x/m, perdarahan ± 400 cc

Waktu Operasi : 10.05 wib – 10.45 wib


Posisi : Supinasi
Jenis anestesi : Spinal anestesi

Pelaksanaan Asisten/Instrumen

No. Tindakan Peralatan yang Disiapkan


Kom, iodine, sponge holding forceps,
1. Desinfeksi ( iodine)
kassa
Laken operasi bawah, laken operasi
2. Drapping
bawah,laken kecil 2 ,serta duk klem 6
Selang suction dan ESU di sesuaikan
Pemasangan selang suction dan
3. dengan posisi dan panjang, lalu di ikat
ESU ( Pen Couter)
dan di fiksasi dengan duk klem
4. Pemberian alcohol 70% Kassa + alcohol 70%
5. Cek Efektifitas anastesi Berikan pinset sirugis pada operator
Insisi area operasi, arah Blade 20, kasa steril,
5.
insisi vertical (kutis – subkutis ) pinset cirurgis, Pen couter, hak kecil
Pembukaan Fasia dan pemisahan
Kocher 2 dan gunting
dengan Otot
Pembukaan untuk Peritonium Klem Bengkok 2 dan berikan gunting
Insisi uterus abdomen retractor ,Blade 20, dan
6.
suction
Jika Selaput masih utuh berikan pinset
Selapus ketuban
sirugis
Pengambilan bayi dan Berikan Forceps, lalu suction mulut
7. pemotongan plasenta. bayi, setelah itu berikan Kocher atau
klem lurus 2 serta gunting jaringan.
8. Pengambilan plasenta Bengkok, suction

22
Pemasangan klem
9. Pencer Klem 4 dan kassa
diarea insisi uterus
Nallpuder, jarum, benang Polysob 1.0
10. Hecting Uterus
, pinset sirugis,gunting, kasa.
Benang Chromic (2/0), nalpuder,
11. Hecting Uterus Double
jarum, gunting, kasa
Cek pendarahan dan proses Depper ( Kohel tang + kassa) ,Aqua
pencucian Steril , Suction dan Kassa
Klem bengkok 4, nalpuder, jarum,
12. Hecting peritoneum
chromic (2/0), pinset, gunting, kasa
Nalpuder, jarum, chromic (2/0),
13. Hecting otot
gunting, kasa
Kocher 2, nalpuder,jarum, polysob 1.0,
14. Hecting fasia
pinset sirugis, gunting, Kassa
Nalpuder, jarum, chromic (2/0), Pinset
15. Hecting subcutis
Sirugis,gunting, kassa
Nalpuder, jarum,Monosyn 3/0, pinset
16. Hecting Subkutikuler
sirugis, Gunting, kasa
17. Desinfeksi area jahitan Betadine, kassa, kom
Framycetin Sulfate, kassa kering 2,
18 Penutupan area operasi
hipafix
Pemasangan gurita dan
19. pembalut, serta pemindahan Gurita, Pembalut 3 atau diapers, Bed
pasien ke ruang RR

2. Analisa Data

Tgl/ Jam Data Fokus Etiologi Problem


04-10-2019 DS: - Proses Resiko Infeksi
Pembedahan
10.05 WIB DO:
Adanya luka insisi vertical di
abdomen ± 12 cm, perdarahan ±
400 cc, TD 112/74 mmHg, N
85x/m, RR 20x/m,

3. Diagnosa Keperawatan
Resiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasive

23
4. Rencana Keperawatan

No Dx Kep Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Resiko Infeksi Setelah dilakukan 1. Kaji Faktor-faktor yang berisiko


menyebabkan infeksi
berhubungan dengan tindakan keperawatan
2. Pertahankan teknik aseptic dan
prosedur invasive pasien : antiseptic
3. Pastikan kadaluarsa alat dan bahan
- Tidak terjadi Infeksi sebelum digunakan
4. Pastikan operator, asisten dan
perawat instrument melakukan
scrubbing, gowning dan goving
sesuai prosedur
5. Pastikan pemberian profilaksis
maksimal 30-60 menit sebelum
operasi
6. Siapkan lokasi operasi menurut
prosedur khusus
7. Tutup luka operasi dengan
pembalut yang steril

5. Implementasi Keperawatan

Tgl/jam Implementsi

Mempertahankan teknik septic dan antiseptic

04-10- 2019
Sudah memastikan alat dan bahan tidak ada yang kadaluarsa
10.19 WIB
Menutup luka dengan kassa steril

6. Evaluasi
S : -
O : Teknik Aseptic dan Antiseptic di pertahankan

A : Masalah Teratasi

P : Hentikan Intervensi

24
D. Post Operasi
1. Analisa Data

No Hari/tgl/jam Data fokus Etiologi Masalah


1 04-10- 2019 DS: Efek Resiko
Pasien mengatakan lemas anestesi Cidera
10.45 WIB
DO:
Pasien tampak pucat, adanya luka
insisi vertikal ± 12 cm, masih ada
efek enestesi, pasien belum mampu
duduk
RR 20 x/m,
TD 110/70 mmHg,
N : 80 x/m

2. Diagnosa Keperawatan
Risiko Cedera / jatuh berhubungan dengan efek pembiusan (General Anastesi)

3. Rencana Keperawatan

No Dx Kep Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Risiko Cedera / jatuh Setelah dilakukan 1. Kaji factor-faktor yang dapat


berhubungan dengan tindakan keperawatan menyebabkan terjadinya cedera
efek pembiusan pasien : 2. Siapkan Peralatan dan bantalan
(General Anastesi) - Pasien aman setelah untuk posisi yang di butuhkan
pembedahan sesuai prosedur operasi
3. Stabilkan temoat tidur pasien pada
waktu pemindahan pasien
4. Pasang pengaman tempat tidur
5. Kolaborasi perubahan posisi pada
ahli anastesi atau dokter bedah
sesuai kebutuhan

25
4. Implementasi Keperawatan

Tgl/jam Implementsi

Sudah menyiapkan bantalan untuk menyiapkan posisi aman

04-10- 2019 Tempat tidur di pastikan sudah terkunci dan pengaman tempat
tidur sudah terpasang
09.50 WIB

Kolaborasikan perubahan posisi dengan dokter anestesi

5. Evaluasi

S : Pasien mengatakan lemas

O : Tampak terpasang pengaman tempat tidur

A : Masalah Teratasi Sebagian

P : Lanjutkan Intervensi

26
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal untuk melakukan suatu keperawatan yang
berguna untuk mengumpulkan data sebagai dasar untuk mengetahui kebutuhan klien
sehingga dapat menentukan asuhan keperawatan yang akan dilakukan. Dalam
pengumpulan data kami menggunakan metode wawancara atau Tanya jawab dengan
keluarga pasien dan klien serta observasi dengan menggunakan pemeriksaan fisik dan
menggunakan studi dokumentasi pada status pasien.
Pada pemerikasaan, kami menemukan indikasi khas yang sesuai dengan teoritis
yaitu: pemeriksaan jumlah ketuban yang sudah berkurang .

B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan tinjauan pustaka asuhan keperawatan pada kasus SC kami
mendapat hasil diagnosa keperawatan yaitu :
1. Ansietas berhubungan dengan tindakan pembedahan/ancaman kematian
2. Resiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
3. Risiko Cedera / jatuh berhubungan dengan efek pembiusan (General Anastesi)

C. Intervensi Keperawatan

Dalam menyusun rencana tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan


sesuai dengan kriterianya, maka kami membuat rencana berdasarkan acuan pada
tinjauan teoritis yang ada pada tinjauan pustaka, rencana tindakan di buat selama
proses pembedahan dari mulai pasien masuk ke ruang induksi sampai pasien
keluar dari ruang RR. Dari diagnosa ini intervensi dapat diterapkan pada kasus
karena berkat kerjasama yang baik antara perawat, keluarga, dan klien. Dalam
menyusun tindakan yang akan dilakukan ini disesuaikan dengan diagnosa yang
ditemukan sehingga mendapatkan tujuan yang diinginkan.
Pada intra operasi balance cairan sangat di monitor demi mempertahankan
status cairan, karena pada saat operasi berlangsung perdarahan yang terjadi ± 400
cc.
Setelah selesai operasi yang berjalan ± 40 menit berlangsung klien

27
dipindahkan ke ruang RR (recovery room), disini pasien dinilai apakah sudah
boleh dipindahkan dan dirawat di bangsal dengan cek respon pasien melalui
Bromage Score. Dimana nilai normal untuk bromage score < 2.

D. Implementasi dan Evaluasi

Implementasi dilakukan berdasarkan diagnosa dan rencana keperawatan


dan sekaligus dilakukan evaluasi tindakan

28
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan


melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Wiknjosastro, 2005).
Sebelum pasien dilakukan tindakan operasi perlu dipersiapkan beberapa
hal antara lain kesiapan dari pasien ( fisik, mental dan spiritual ), informed
consent, surat ijin operasi, dan pemeriksaan penunjang yang mendukung tindakan
operasi. Sesampainya di ruang operasi pasien akan dilakukan tindakan anestesi
terlebih dahulu sebelum operasi SC. Pada saat operasi berlangsung perlu
diperhatikan untuk TTV pada bed side monitor, cairan dan perdarahan yang
terjadi sebagai indikator apakah keadaan pasien baik-baik saja atau tidak.
Operasi SC selesai pasien akan dipindahkan ke RR (recovery room),
sampai pasien diperbolehkan untuk dirawat di bangsal perlu dikaji untuk
pengetahuan pasien mengenai efek anestesi dan kapan diperbolehkan aktifitas
kembali serta makan dan minum.

B. SARAN
1. Sebaiknya si ibu mengkonsumsi makanan yang tinggi protein hewani untuk
mempercepat proses penyembuhan luka.

2. Kepada perawat agar lebih memfokuskan kesiapan psikis pasien dengan


riwayat operasi SC untuk yang pertama kali, semua hal yang diperlukan
untuk pasien diterangkan secara transparan untuk mengurangi kecemasan
pasien dan keluarga.

3. Perhatikan penggunaan terapi obat untuk kasus operasi SC khususnya pada


pemberian anestesi, disarankan agar diberikan anestesi lokal spinal pada
lumbal 4&5 untuk meminimalisir efek samping pada bayi.

29
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Kembar. Dalam : Wikipedia Indonesia, 2015. Available at URL


Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD.
Kehamilan multijanin.2006. Dalam: Hartono A, Suyono YJ, Pendit BU (alih bahasa).
Obstetri Williams. Volume 1 edisi
21. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, . h. 852-897

Nanda, 2001, Nursing Diagnoses : Definition and Classification 2001-2002, Philadelphia.


Potter & Perry, 1999, Fundamental of Nursing ke Depan, EGC, Jakarta. Prawirro,
Sarwono. 2001. Pelayanan Kesehatan Maternal dan neonatal. EGC,
Jakarta

Price & Wilson,1995, Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC,


Jakarta

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner dan


Suddarth. EGC; Jakarta.

Wiknjosastro. 2005. Buku saku Keperawatan Pediatri, EGC, Jakarta


Prawirohardjo, Sarwono.(2008). Ilmu Kebidanan. Jakarta: P.T Bina Pustaka. Sarwono
Prawirohardjo.

Depkes RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.

Manuaba, I.A.C., Manuaba, I.B.G.F. 2009. Keluarga Berencana. Dalam: Manuaba,


I.A.C., Manuaba, I.B.G.F. (eds). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi 2. Jakarta:
EGC, 235-238.
ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF
PADA KASUS SECTIO CAESAREA

Oleh :
FANI MAULITA NABILA
FITRAH CANIAGO

RS ISLAM JAKARTA
CEMPAKA PUTIH

Anda mungkin juga menyukai