Anda di halaman 1dari 22

Clinical Science Session

KARSINOMA LARING

Oleh :

Rizki Muhammad Rananda 0910312031


Putri Auliya 0910312096
Guna Sunthari T 1340312002

PRESEPTOR:
dr. Sukri Rahman, Sp.THT-KL

BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M. DJAMILPADANG
2014

1
DAFTAR ISI

COVER .......................................................................................................................... 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN 3
1.1. Latar Belakang
.. 3
1.2. Tujuan Penulisan
.. 3
1.3. Metode Penulisan
.. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 4
2.1.Anatomi Laring. 4
2.1.1 Kartilago Tiroid 5
2.1.2 Kartilago Krikoid. 5
2.1.3 Kartilago Aritenoid.. 5
2.1.4 Otot-otot Laring 6
2.1.5 Laring Bagian Dalam . 7
2.1.6 Vaskularisasi Laring. 8
2.1.7 Sistem Limfatik 8
2.2. Karsinoma Laring 9
2.2.1 Defininisi. 9
2.2.2 Etiologi dan Faktor Risiko .. 9
2.2.3 Epidemiologi 10
2.2.4 Diagnosis. 10
2.2.5 Klasifikasi 11
2.2.6 Penatalaksanaan .. 16
2.2.7 Komplikasi 19
2.2.8 Prognosis. 20
BAB III KESIMPULAN 21
DAFTAR PUSTAKA.. 22

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Karsinoma laring merupakan salah satu tumor ganas tersering di bidang telinga, hidung,
tenggorok. Di Indonesia, kasus karsinoma laring merupakan peringkat ketiga dari keganasan
di bidang THT setelah karsinoma nasofaring dan karsinoma sinonasal.1

Karsinoma laring memiliki jumlah kasus yang lebih jarang daripada karsinoma paru
atau kolorektal. Tetapi karsinoma laring merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang
tinggi terutama pada pria. Efek dari karsinoma laring sangat berdampak pada kehidupan
pasien.2

Terapi bedah pada karsinoma laring dapat menyebabkan terangkatnya jaringan-jaringan


penting pada laring sehingga menyebabkan gangguan berbicara, menelan, dan gangguan
lainnya. Untuk itu sangat penting mendiagnosa dan mengobati secara dini karsinoma laring
untuk mendapatkan prognosis yang lebih baik dan mengurangi komplikasi.2

1.2. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan mengenai
struktur laring dan karsinoma pada laring.

1.3. Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini adalah dengan metode tinjauan pustaka dengan
mengambil dari beberapa literatur yang berhubungan.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Laring

Laring adalah bagian dari saluran nafas atas yang merupakan suatu rangkaian tulang
rawan yang berbentuk corong atau piramida triangular terbalik dan terletak setinggi vertebra
cervicalis IV VI. Sedangkan laring pada anak-anak dan wanita letaknya relatif lebih tinggi.
Laring selalu terbuka kecuali jika kita sedang menelan makanan.3

Lokasi laring dapat ditentukan dengan inspeksi dan palpasi dimana didapatkannya
kartilago tiroid yang pada pria dewasa lebih menonjol kedepan dan disebut Prominensia
Laring atau disebut juga Adams apple atau jakun. 3

Batas-batas laring terdiri dari aditus laringeus pada sebelah kranial yang berhubungan
dengan hipofaring, bagian inferior dari kartilago krikoid pada sebelah kaudal yang
berhubungan dengan trakea, di sebelah posterior dipisahkan dari vertebra cervicalis oleh otot-
otot prevertebral, dinding serta cavum laringofaring, dan disebelah anterior ditutupi oleh
fascia, jaringan lemak, serta kulit. Sedangkan di sebelah lateral ditutupi oleh otot-otot
sternokleidomastoideus, infrahyoid dan lobus kelenjar tiroid. 3

Laring memiliki dinding kartilago tiroidea di sebelah atas dan kartilago krikoidea di
sebelah bawahnya. Os Hyoid dihubungkan dengan laring oleh membrana tiroidea. Tulang ini
merupakan tempat melekatnya otot-otot dan ligamenta serta akan mengalami osifikasi
sempurna pada usia 2 tahun. 3

Gambar 1. Anatomi Laring

4
2.1.1 Kartilago tiroidea

Merupakan suatu kartilago hyalin yang membentuk dinding anterior dan lateral laring,
dan merupakan kartilago yang terbesar. Diatasnya terdapat lekukan yang disebut thyroid
notch atau incisura tiroidea, dimana di belakang atas membentuk kornu superior yang
dihubungkan dengan os hyoid oleh ligamentum tiroidea lateralis, sedangkan di bagian bawah
membentuk kornu inferior yang berhubungan dengan permukaan posterolateral dari kartilago
krikoidea dan membentuk artikulasio krikoidea. Dengan adanya artikulasio ini
memungkinkan kartilago tiroidea dapat terangkat ke atas. Di sebelah dalam perisai kartilago
tiroidea terdapat bagian dalam laring, yaitu : pita suara, ventrikel, otot-otot dan ligamenta,
kartilago aritenoidea, kuneiforme serta kornikulata. 3

Permukaan luar ditutupi perikondrium yang tebal dan terdapat suatu alur yang berjalan
oblik dari bawah kornu superior ke tuberkulum inferior. Alur ini merupakan tempat
perlekatan muskulus sternokleidomastoideus, muskulus tirohioideus dan muskulus
konstriktor faringeus inferior. 3

2.1.2 Kartilago Krikoid

Kartilago ini merupakan bagian terbawah dari dinding laring. Bagian anterior dan
lateralnya relatif lebih sempit daripada bagian posterior. Kartilago ini berhubungan dengan
kartilago tiroidea tepatnya dengan kornu inferior melalui membrana krikoidea (konus
elastikus) dan melalui artikulasio krikoaritenoidea. Di sebelah bawah melekat dengan cincin
trakea I melalui ligamentum krikotiroidea. Pada keadaan darurat dapat dilakukan tindakan
trakeostomi emergensi atau krikotomi atau koniotomi pada konus elastikus. 3

Kartilago krikoidea pada dewasa terletak setinggi vertebra servikalis VI VII dan pada
anak-anak setinggi vertebra servikalis III IV. 3

2.1.3 Kartilago Aritenoidea

Kartilago ini juga merupakan kartilago hyalin yang terdiri dari sepasang kartilago
berbentuk piramid 3 sisi dengan basis berartikulasi dengan kartilago krikoidea, sehingga
memungkinkan pergerakan ke medio lateral dan gerakan rotasi. Dasar dari piramid ini
membentuk 2 tonjolan yaitu prosesus muskularis yang merupakan tempat melekatnya m.
krikoaritenoidea yang terletak di posterolateral, dan di bagian anterior terdapat prosesus
vokalis tempat melekatnya ujung posterior pita suara. Pinggir posterosuperior dari konus
elastikus melekat ke prosesus vokalis. Ligamentum vokalis terbentuk dari setiap prosesus
vokalis dan berinsersi pada garis tengah kartilago tiroidea membentuk tiga per lima bagaian

5
membranosa atau vibratorius pada pita suara. Tepi dan permukaan atas dari pita suara ini
disebut glotis. 3

Kartilago aritenoidea dapat bergerak ke arah dalam dan luar dengan sumbu sentralnya
tetap, karena ujung posterior pita suara melekat pada prosesus vokalis dari aritenoid maka
gerakan kartilago ini dapat menyebabkan terbuka dan tertutupnya glotis. 3

2.1.4 Otot-otot laring

Otototot laring terbagi dalam 2 (dua) kelompok besar yaitu otot-otot ekstrinsik dan
otot-otot intrinsik yang masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda. 3

a. Otot-otot ekstrinsik.

Otot-otot ini menghubungkan laring dengan struktur disekitarnya. Kelompok otot ini
menggerakkan laring secara keseluruhan. 3

Terbagi atas :

1. Otot-otot suprahioid / otot-otot elevator laring, yaitu :

- M. Stilohioideus - M. Milohioideus

- M. Geniohioideus - M. Digastrikus

- M. Genioglosus - M. Hioglosus

2. Otot-otot infrahioid / otot-otot depresor laring, yaitu :

- M. Omohioideus

- M. Sternokleidomastoideus

- M. Tirohioideus

b. Otot-otot intrinsik

Menghubungkan kartilago satu dengan yang lainnya. Berfungsi menggerakkan


struktur yang ada di dalam laring terutama untuk membentuk suara dan bernafas.
Otot-otot pada kelompok ini berpasangan kecuali m. interaritenoideus yang
serabutnya berjalan transversal dan oblik. Fungsi otot ini dalam proses pembentukkan
suara, proses menelan dan berbafas. Bila m. interaritenoideus berkontraksi, maka otot
ini akan bersatu di garis tengah sehingga menyebabkan adduksi pita suara. 3

Yang termasuk dalam kelompok otot intrinsik adalah : 3

6
- Otot-otot adduktor :

Mm. Interaritenoideus transversal dan oblik

M. Krikotiroideus

M. Krikotiroideus lateral

- Otot-otot abduktor :

M. Krikoaritenoideus posterior

- Otot-otot tensor :

Tensor Internus : M. Tiroaritenoideus dan M. Vokalis

Tensor Eksternus : M. Krikotiroideus

2.1.5 Laring Bagian Dalam


3
Cavum laring dapat dibagi menjadi sebagai berikut :

1. Supraglotis (vestibulum superior),

yaitu ruangan diantara permukaan atas pita suara palsu dan inlet laring.

2. Glotis (pars media),

yaitu ruangan yang terletak antara pita suara palsu dengan pita suara sejati serta
membentuk rongga yang disebut ventrikel laring Morgagni.

3. Infraglotis (pars inferior),

yaitu ruangan diantara pita suara sejati dengan tepi bawah kartilago krikoidea.

Beberapa bagian penting dari dalam laring :

1. Aditus Laringeus

2. Rima Vestibuli.

3. Rima glottis

4. Vallecula

5. Plika Ariepiglotika

6. Sinus Pyriformis

7
7. Incisura Interaritenoidea

8. Vestibulum Laring

9. Plika Ventrikularis (pita suara palsu)

10. Ventrikel Laring Morgagni (sinus laringeus)

11. Plika Vokalis (pita suara sejati)

2.1.6 Vaskularisasi

Laring mendapat perdarahan dari cabang A. Tiroidea Superior dan Inferior sebagai A.
Laringeus Superior dan Inferior. Arteri Laringeus Superior Berjalan bersama ramus interna N.
Laringeus Superior menembus membrana tirohioid menuju ke bawah diantara dinding lateral
dan dasar sinus pyriformis. Arteri Laringeus Inferior berjalan bersama N. Laringeus Inferior
masuk ke dalam laring melalui area Killian Jamieson yaitu celah yang berada di bawah M.
Konstriktor Faringeus Inferior, di dalam laring beranastomose dengan A. Laringeus Superior
dan memperdarahi otot-otot dan mukosa laring3

Gambar 2. Vaskularisasi Laring

2.1.7 Sistem Limfatik

Laring memiliki tiga sistem penyaluran limfe yaitu pada bagian atas pita suara sejati,
bagian bawah pita suara sejati, dan bagian anterior laring.

8
Pada daerah bagian atas pita suara sejati, pembuluh limfe berkumpul membentuk
saluran yang menembus membrana tiroidea menuju kelenjar limfe servikal superior profunda.
Limfe ini juga menuju ke superior dan middle jugular node.

Daerah bagian bawah pita suara sejati, aliran limfe bergabung dengan sistem limfe
trakea, middle jugular node, dan inferior jugular node.

Sedangkan bagian anterior laring berhubungan dengan kedua sistem tersebut dan sistem
limfe esofagus. Sistem limfe ini penting sehubungan dengan metastase karsinoma laring.

Gambar 3. Sistem Limfatik Laring

2.2 Karsinoma Laring

2.2.1 Definisi

Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang paling sering mengenai sel
skuamosa (skuamos sel karsinoma). Sel lain yang dapat juga terkena tetapi sangat jarang
dijumpai yaitu karsinoma anaplastik, pseudosarkoma, dan sarkoma. Karsinoma ini mengenai
laring pada supraglotis, glotis, dan sub glotis.4

2.2.2 Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab pasti karsinoma laring sama seperti karsinoma lainnya, belum diketahui
dengan pasti. Tetapi beberapa penelitian menghubungkan kejadian karsinoma laring dengan
beberapa faktor risiko. Beberapa faktor risiko yang dapat menjadi pencetus karsinoma laring
ini adalah rokok, alkohol, asbesitos.5

9
1. Rokok

Seperti kejadian-kejadian keganasan pada daerah lain, banyak studi yang


menyebutkan bahwa rokok berhubungan erat dengan angka kejadian karsinoma
laring. Faktor risiko yang ditimbulkan oleh rokok terlihat lebih tinggi pada
karsinoma laring supraglotis dibandingkan karsinoma laring glotis. Dari penelitian
Joshua E et al didapatkan dari 180 pasien dengan karsinomalaring supraglotis hanya
1 pasien yang tidak pernah merokok dan dari 180 pasien yang menderita karsinoma
laring glotis didapatkan 4 pasien yang tidak pernah merokok.5

2. Alkohol

Selain dari rokok faktor risiko yang erat kaitannya dengan karsinoma laring adalah
alkohol. Pada penelitian didapatkan 78.9% dari pasien karsinoma laring
mengonsumsi alkohol dan 48,4% mengonsumsi alkohol setiap hari. Risiko
karsinoma laring oleh alkohol didapatkan sama antara glotis dan supraglotis. 5

2.2.3 Epidemiologi

Tumor ganas pada laring merupakan salah satu tumor ganas yang sering pada kepala
dan leher. Menurut data statistik WHO yang meliputi 35 negara, rata-rata 1,2 orang per
100.000 penduduk meninggal oleh karena karsinoma laring.1

Diluar negeri karsinoma laring menempati urutan pertama dalam keganasan dibidang
THT, sedangkan di RSCM menempati urutan ketiga setelah karsinoma nasofaring, tumor
ganas sinonasal.1

Karsinoma laring lebih sering mengenai laki-laki dibanding perempuan, dengan


perbandingan 5:1. Kejadian karsinoma ini umumnya terjadi pada usia 56-69 tahun.1

Karsinoma laring lebih jarang dijumpai dari karsinoma paru dan kolorektal, tetapi
karsinoma laring menyebabkan morbiditi dan mortaliti yang lebih tinggi.2

2.2.4 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan


fisik laring dapat dilakukan dengan cara tidak langsung menggunakan kaca laring atau
dengan cara langsung menggunakan laringoskop. Pemeriksaan ini untuk menilai lokasi
tumor, penyebaran tumor, kemudian dilakukan biopsy untuk pemeriksaan patologi anatomi.1

10
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan selain pemerikdaan darah, juga pemeriksaan
radiologic. Foto thoraks diperlukan untuk menilai keadaan paru, ada atau tidak adanya proses
metastasis di paru. CT-Scan laring dapat memperlihatkan keadaan tumor dan laring lebih
seksama, misalnya penjalaran tumor pada tulang rawan tiroid dan daerah preepiglotis serta
metastasis kelenjar getah bening leher. 1

Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomic dari bahan biopsy
laring dan biopsy jarum halus pada pembesaran kelenjar getah bening di leher. Dari hasil
patologik anatomi yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa. 1

2.2.4.1 Karsinoma Glottis

Dari anamnesis, suara serak yang persisten merupakan gejala awal yang sering
ditemukan pada karsinoma glottis. Lesi kecil pada pita suara akan mengakibatkan serak yang
signifikan. Serak merupakan gejala paling dini tumor pita suara. Hal ini disebabkan karena
gangguan fungsi fonasi laring. Pada karsinoma laring, pita suara gagal berfungsi secara baik
yang disebabkan oleh ketidakteraturan pita suara, oklusi atau penempitan celah glotik,
terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligament krikoaritenoid, dan kadang-kadang
menyerang syaraf. Adanya tumor di pita suara akan menganggu gerak maupun getaran kedua
pita tersebut. Serak menyebabkan kualitas suara menjadi kasar, menganggu, sumbang dan
nadanya lebih rendah dari biasanya. 1,6

Hubungan antara serak dengan tumor juga tergantung pada letak tumor. Apabila
tumor tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan gejala dini dan menetap. Apabila tumor
tumbuh di daerah ventrikel laring, di bagian bawah plika ventrikularis, atau di batas inferior
pita suara, serak akan timbul kemudian. pada tumor supraglotis dan subglotis, serak dapat
menjadi gejala akhir atau tidak timbul sama sekali. Selain itu, bisa juga timbul afoni karena
nyeri, sumbatan jalan nafas atau paralisis komplit, dan hemoptysis pada karsinoma laring. 1,6

Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, biasanya timbul dengan tertekannya
hipofaring disertai secret yang mengalir ke dalam laring. Hemoptysis sering terjadi pada
tumor glotik dan tumor supraglotik. 1,6

Pemeriksaan fisik yang lengkap dianjurkan untuk semua pasien yang diduga
mempunyai kanker laring. Pemeriksaan laring dapat dilakukan dengan kaca laring
(laringoskop indirek). Laringoskop indirek dapat melihat larink, orofaring, dan hipofaring.

11
Selain itu, diperiksa juga jika ada pembengkakan di kelenjar getah bening yang ada di leher
dan mobilitas dari kompleks laringotrakeal. 1,6

2.2.4.2 Karsinoma Supraglottis

Karsinoma supraglottis dapat mengakibatkan terganggunya jalan nafas pada tahap


awal. Gejala ini disebabkan oleh gangguan jalan nafas oleh masa tumor, penumpukan kotoran
atau secret, maupun oleh fiksasi pita suara. Karsinoma supragolttis tidak menimbulkan gejala
yang nyata seperti karsinoma glottis pada tahap awal penyakitnya. Gejala yang sering timbul
adalah disfagia, odinofagia dan atau otalgia. Pasien dengan squamous cell carcinoma tidak
hanya terbatas pada gejala ini, namun juga dapat menunjukkan gejala seperti serak,
hemoptysis, strior dan batuk kronik. Selain itu, pasien juga dapat mengeluhkan adanya
bengkak di leher, karena disebabkan gejala pada karsinoma supraglottis tidak secepat pada
karsinoma glotis. 1,6

Disfagia adalah ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring dan sinus
piriformis. Odinofagi menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai struktur
ekstralaring. 1,6

Laringoskopi indirek merupakan metode tersederhana untuk mendeteksi tumor laring.


Pada sebagian besar kasus, karsinoma laring dapat dikenali dan dapat juga diestimasi
perluasan tumornya hanya dengan laringoskopi indirek saja. 1,6

Pada pemeriksaan penunjang, dapat digunakan laringoskopi direk, baik yang rigid
maupun yang fleksibel. Laringoskopi direk yang rigid dilengkapi oleh sebuah kamera yang
bisa diambil gambar, diperbesar gambarny atau videonya untuk dijadikan dokumentasi dan
pembelajaran. Laringoskopi direk fleksibel peratam akali digunakan oleh Sawashima dan
Hirose (1968). Laringoskopi direk fleksibel sangat berguna pada pasien yang kanker
laringnya susah dinilai dengan laringoskopi indirek atau laringoskopi direk rigid. 1,6

Walaupun biopsi dari tumor laring dapat dilakukan dalam local anastesi dengan
laringoskopi indirek, laringoskopi direk tetap merupakan metode utama dalam evaluasi dan
biopsy lebih lanjut pada tumor laring. namun sejalan dengan berkembangnya
mikrolaringoskopi dan mikrosurgeri serta anastesi umum untuk laringoskopi, maka sekarang
standart utama dalam biopsy adalah mikrolaringoskopi dalam anastesi umum menggunakan
suspension laringoskopi. 1,6

12
2.2.4.3 Karsinoma Subglottis
Keganasan pada daerah subglottis jarang. Insiden dari karsinoma sublglottis primer
jarang, sekitar 1% dari kanker laring dan kebanyakan jenisnya adalah squamous cell
carcinoma. Kebanyakan, asal dari tumor pada daerah subglottis adalah dari kenker glottis
yang menyebar ke daerah subglottis. Diagnosis bisanya terlambat dikarenakan kurangnya
gejala yang dirasakan pasien pada tahap awal penyakit dan tersembunyinya lokasi tumor pada
pemeriksaan. Gejala yang timbul biasanya dispnue dan stridor. Laringskopi direk esensial
untuk mendiagnosis penyakit ini. 7

2.2.4.4 Evaluasi Lada Leher

Metastase karsinoma laring ke nodus limfe leher mempunyai peran yang esensial
dalam perencanaan tatalaksana dan prognosis pasien. Metode untuk mengevaluasi nodus
limfe adalah dengan cara sederhana yaitu, palpasi. Namun, untuk melakukan staging tumor
dengan palpasi leher saja diketahui tidak akurat. Oleh karena itu, digunakanlah CT-Scan atau
MRI untuk mendeteksi lebih detil metastase nodus limfe leher. Lebih lanjut, Ultrasound dan
Fine needle aspiration cytology juga digunakan dan spesifisitasnya mencapai 93-100% dan
lebih unggul dibanding CT-Scan dan MRI. 6

2.2.4.5 Pencitraan Laring


Pemeriksaan fisik dan laringoskopi menyediakan evaluasi yang paling penting dalam
mendiagnosis kanker laring. pencitraan pada laring diindikasikan jika penemuan dapat
mempengaruhi kalsifikasi dan tatalaksana dari tumor laring. Diterima secara umum bahwa
kanker glottis kecil (T1 dan mungkin lesi T2 yang kecil) tidak membutuhkan pencitraan
sebelum terapi kecuali jika kommisura anterior terlibat. 6

Sebelum adanya CT-scan, pencitraan laring menggunakan plain radiografi. Namun,


nilai dalam diagnostic terbatas. Sekarang, CT-Scan dan MRI telah menggantikan plain
radiografi. CT-Scan dan MRI menyediakan informasi yang lebih akurat terhadap lesi dan
invasi tumor ke daerah sekitar-yang tidak bisa dilihat dengan laringoskopi. Sekarang CT-Scan
merupakan metode pilihan, namun banyak ahli yang mempertimbangkan MRI sebagai
pilihan dalam pencitraan laring. 6

Salah satu keuntungan terbesar MRI dibandingkan CT-Scan adalah kemampuannya


untuk menyediakan kontras jaringan lunak yang lebih tinggi. CT, sebaliknya, menyediakan

13
pengambilan gambar yang lebih cepat dan kurang rentan terhadap artefak. Selanjutnya,
keuntungan MRI yang lain adalah MRI mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi dalam
mendeteksi invasi neoplastic ke kartilago. Namun, spesifisitas MRI terbatas karena inflamasi
non-neoplastik juga bisa menghasilkan invasi kartilago. 6

2.2.5 Klasifikasi

Klasifikasi karsinoma laring dibagi berdasarkan Union Inernational Centre le Cancer


(UICC) yang terdiri dari:1

1. Supraglotis: permukaan porterior epiglotis sekitar os hyoid, lipatan ariepiglotik,


aritenoid, pita suara palsu, ventrikel.

2. Glotis: pita suara asli, komisura anterior, dan komisura posterior.

3. Subglotis: dinding subglois

Klasifikasi dan stadium tumor berdasarkan UICC:

1. Tumor primer (T)


Supra glottis :
T is: tumor insitu
T 0 : tidak jelas adanya tumor primer l
T 1 : tumor terbatas di supra glotis dengan pergerakan normal
T 1a : tumor terbatas pada permukaan laring epiglotis, plika ariepiglotika,
ventrikel atau pita suara palsu satu sisi.
T 1b : tumor telah mengenai epiglotis dan meluas ke rongga ventrikel atau pita
suara palsu
T 2 : tumor telah meluas ke glotis tanpa fiksasi

T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dan / atau adanya infiltrasi ke
dalam.

T 4 : tumor dengan penyebaran langsung sampai ke luar laring.

Glotis :

T is : tumor insitu

T 0 : tak jelas adanya tumor primer

14
T 1 : tumor terbatas pada pita suara (termasuk komisura anterior dan posterior)
dengan pergerakan normal

T 1a : tumor terbatas pada satu pita suara asli

T 1b : tumor mengenai kedua pita suara

T 2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan daerah supra glotis maupun


subglotis dengan pergerakan pita suara normal atau terganggu.

T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dari satu atau ke dua pita suara

T 4 : tumor dengan perluasan ke luar laring

Sub glotis :

T is : tumor insitu

T 0 : tak jelas adanya tumor primer

T 1 : tumor terbatas pada subglotis

T 1a : tumor terbatas pada satu sisi

T 1b : tumor telah mengenai kedua sisi

T 2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan pada satu atau kedua pita suara
asli dengan pergerakan normal atau terganggu

T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi satu atau kedua pita suara

T 4 : tumor dengan kerusakan tulang rawan dan/atau meluas keluar laring.

2. Pembesaran kelenjar getah bening leher (N)

N x : kelenjar tidak dapat dinilai

N 0 : secara klinis tidak ada kelenjar.

N 1 :klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter 3 cm

N 2 :klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter >3 <6 cm atau klinis
terdapat kelenjar homolateral multipel dengan diameter 6 cm

N 2a :klinis terdapat satu kelenjar homolateral dengan diameter > 3 cm - 6 cm.

N 2b :klinis terdapat kelenjar homolateral multipel dengan diameter 6 cm

15
N 3 :kelenjar homolateral yang masif, kelenjar bilateral atau kontra lateral

N 3 a :klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter > 6 cm

N 3 b :klinis terdapat kelenjar bilateral

N 3 c : klinis hanya terdapat kelenjar kontra lateral

3. Metastase jauh (M)

M 0 : tidak ada metastase jauh

M 1 : terdapat metastase jauh

4. Stadium

Stadium I : T1 N0 M0

Stadium II: T2 N0 M0

Stadium III: T3 N0 M0

T1,T2,T3, N1, M0

Stadium IV: T4 N0 M0

Setiap T, N2, M0

Setiap T, Setiap N, M1

2.2.6 Penatalaksaan

Kanker laring bisa ditatalaksana dengan radioterapi, bedah, atau kombinasi dari
keduanya. Kemoterapi sebelumnya mempunyai peranan tambahan yang kecil atau paliatif
dalam penatalaksanaan dari tumor tingkat lanjut, sekarang peranan kemoterapi bertambah
penting dan sudah diajukan untuk menjadi tatalaksana kombinasi pada tahap awal penyakit.

Beberapa factor telah dipertimbangkan dalam perencanaan penatalaksanaan.


Beberapanya diantaranya yaitu: umur, kondidi umum pasien, leingkungan social, fasilitas
penatalaksanaan yang tersedia, dan yang paling penting, lokasi dan staging tumor. Tujuan
tatalaksana utamanya untuk mengeradikasi tumor dan kemudian untuk mempertahankan
fungsi laring sebaik mungkin.

16
Secara umum ada 3 jenis penangulan karsinoma laring, yaitu :

1. Pembedahan1,6

Banyak teknik untuk tatalaksana bedah pada kanker bedah pada kanker laring.
Buckpada tahun 1851 pertama kali dengan sukses melakukan laringoektomi melalui
laringofissura.. dan Billroth pertama kali melakukan total laringoektomi tahun 1873. Sampai
awal abad ke 20, komplikasi serius sangat sering dan kematian saat operasi juga tinggi pada
bedah kanker laring. Tingkat kematian dan kesakitan menurun sejalan dengan semakin
berpengalamannya para ahli bedah. Pada pertengahan sampai akhir abad ke 20, bedah
konservasi dari laring mencapi titik kulminasinya dengan dikembangkannya near-total
laryngectomi oleh Pearson (1981) dan laringoektomi suprakrikoid pasial oleh Laccourreye
(1990).

Pendekatan yang lain untuk be dah konservasi laring adalah dengan endokopi.
Namun, reseksi tumor lewat endoskopi secara tepat hanya memungkinkan dengan
perkembangan dari mikrosurgeri endolaryngeal.

Endolaringeal laser excision untuk karsinoma insitu dan karsinoma glottis T1


diperkenalkan tahun 1970.

Untuk mempertahankan produksi suara dengan laring artifisial setelah total


laringoektomi, berbagai metode bedah telah dikembangkan. Singer dan Blom tahun 1978
memperkenalkan teknik lubang trakeoesofageal dan sekarang merupakan metode bedah
pilihan untuk restorasi pilihan. Pada pendekatan ini, katup prosthesis silicon kecil
dimasukkan kedalam fistula trakeoesofageal yang dibuat secara bedah. Setelah itu, udara
expirasi bisa melewati faring dan akan membuat aktivitas getaran untuk produksi suara.

Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari :

a. Laringektomi
i) Laringektomi parsial
Laringektmi parsial atau laringektomi supraglotik diindikasikan untuk karsinoma
laring stadium I yang tidak memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor stadium
II. Dilakukan dengan cara pengangkatan supraglotik.
ii) Laringektomi total
Tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari batas atas ( epiglottis
dan os hioid) sampai batas bawah cincin trakea.
iii) Hemilaringektomi

17
Tindakan pengangkatan sebahagian daripada kotak suara dan mempertahankan
suara.
iv) Tiroidektomi
Pengangkatan kelenjar tiroid.
v) Kordektomi
Tindakan pengangkatan pita suara.
b. Diseksi leher radikal

Teknik klasik en block removal untuk limfatik leher radikal neck dissection (RND)-
diperkenalkan oleh Crile tahun 1906. RND merupkan prosedur standar ntuk mengangkat
semua level dari noul leher, termasuk otot sternokleidomastoideus, vena jugular internus dan
syaraf aksesoris. Diseksi leher radikal modifikasi mempertahankan satu atau lebih struktur
nonlimfatik. Jika tumor laring ditatalaksana secara bedah, manajemen dari nodus limfe di
leher juga bedah.6

Tidak dilakukan padaa tumor glottis stadium dini (T1-T2) karena kemungkinan
metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah. Sedangkan tumor supraglotis, subglotis dan
tumor glottis stadium lanjut sering kali mengadakan metastase ke kelenjar limfe leher
sehingga perlu dilakukan tindakan diseksi leher. Pembedahan ini idak disarankan bila
terdapat metastase jauh. Operasi semacam ini dapat secara signifikan meningkatkan
kesempatan untuk bertahan hidup1,9

2. Radioterapi

Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glottis dan supraglotis T1 dan T2


dengan hasil yang baik ( angka kesembuhannya 90 %). Keuntungan dengan cara ini adalah
suara masih dapat dipertahankan.

Radioterapi dengan dosis menengah telah pula dilakukan oleh Ogura, Som, Wang
dkk, untuk tumor-tumor tertentu.Konsepnya adalah untuk memperoleh kerusakan maksimal
dari tumor tanpa kerusakan yang tidak dapat disembuhkan pada jaringan yang melapisinya.1,9

Radioterapi dan penatalaksanaan kombinasi

Sampai tahun 1920an, bedah menjadi tatalaksana utama pada kanker laring. Coutard
tahun 1932 memperkenalkan fractioned external beam radioteraphy sebagai modalitas
tatalaksana definitive. Radioterapi primer telah digunakan terutama pada tatalaksana lesi
stadium awal, khususnya T1-2 tumor glottis, bedah diindikasikan jika terjadi kegagalan.6

18
Penatalaksanaan konvensional untuk pasien dengan stadium lanjut (stage 3-4) terdiri dari
laringeektomi total dikombinasikan dengan radioterapi. Multimodalitas terapi termasuk
neoadjuvant kemoterapi dan radiasi telah menunjukkan hasil yang baik tanpa mengurangi
angka keberhasilan terapi.6

3. Kemoterapi

Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai erapi adjuvant ataupun paliatif.Obat yang
diberikan adalah cisplatinum 80-120mg/m2 dan 5 FU 800-1000 mg/m2. Perawatan
kemoterapi memberikan obat atau hormon ke seluruh tubuh dan mengurangi resiko kanker
menyebar lebih lanjut atau kambuh kembali. Dokter fokus kemoterapi sebanyak mungkin
untuk meningkatkan efektivitas dan mengurangi toksisitas pada bagian normal tubuh.1,9

4. Rehabilitasi Suara

Laringektomi yang dikerjakan akan menyebabkan sedikit kecacatan pada penderita.


Rehabilitasi setelah operasi sangat penting karena telah diketahui bahwa tumor ganas laring
yang diterapi dengan seksama mimiliki prognosis yang baik. Setelah laringektomi dilakukan
rehabilitasi suara dengan pertolongan alat bantu suara yakni vibrator yang ditempelkan
didaerah submandibular atau menggunakan esophageal speech dimana suara dihasilkan dari
esophagus melalui proses belajar.Banyak factor yang mempengaruhi sukses proses
rehabilitasi tetapi yang paling penting adalah factor fisik dan factor psikososial.1,4

2.2.7 Komplikasi

Komplikasi yang bisa terjadi dari kasus karsinoma laring adalah seperti:

a. Kesulitan menelan
b. Infeksi dari tindakan operasi
c. Pembentukan fistula
d. Kerusakan nervus VII,IX,XI,XII
e. Hipotiroid
f. Suara Serak
g. Kehilangan sensori merasa dan mencium bau

2.2.8 Prognosis

Tergantung daripada stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor.Secara umum


dikatakan five years survival pada karsnoma laring stadium I adalah 90-98%, stadium II 75-
85%, stadium III adalah 60-70% dan stadium IV adalah 40-50%. Adanya metastase ke

19
kelenjar limfe regional akan menurunkan five years survival rate sebesar 50%. Pasien bisa
dikatakan sembuh apabila tidak ada gejala kambuh tumor laring setelah lima tahun.
Kebanyakkan kasus tumor ganas laring akan menunjukkan kambuh dalam waktu dua tahun.8,9

BAB III

KESIMPULAN

20
Karsinoma laring merupakan keganasan saluran pernafasan atas yang sering
terjadi. Gejala awal laring adalah suara serak yang hilang timbul dan berjalan
progresif dan akhirnya menetap.Suara serak lebih dari 4 minggu harus dicari teliti
penyebabnya.Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan laring dan
pemeriksaan laboratorium. Biopsi juga dilaksanakan untuk lesi yang dicurigai.
Pengobatan laring meliputi operasi, radioterapi, kemoterapi maupun
rehabilitasi. Prognosis tergantung kepada stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi
tumor. Secara umum dikatakan five years survival pada karsnoma laring stadium I
adalah 90-98%, stadium II 75-85%, stadium III adalah 60-70% dan stadium IV adalah
40-50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan five years
survival rate sebesar 50%.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Hermani B, Abdurrahman H. Tumor Laring. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga


Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Ed 6. Editor: Soepardi EA dkk. Jakarta. Balai
Penerbit FKUI. 2007. pg.194-196

2. Clarke R. Head and Neck Cancer. Desease of the Ear, Nose, and Throat. Ed 8. Oxford.
Willey-Blackwel. 2007. Pg 145-156.

3. Soffyan F. Embriologi, Anatomi, dan Fisiologi Laring. Universitas Sumatra Utara


Digital Library. Medan. 2011.

4. Haryuna TSH. Tumor Ganas Laring.Unviversitas Sumatra Utara Digital Library.


Medan. 2004.

5. Stefani ED et al. Risk Factor for Laryngeal Cancer. Cancer. Uruguay. 1987.

6. Raitioloa H. Epidemiology, Clinical Characteristic, and Treatment Outcome of


Laryngeal Cancer. Acacdemik dissertation Univrsity of Tampere. Finland. 2000
7. Bahar G, Nageris BI, Spitzer T, Popovtzer A, Mharshak G, Feinmesser R. Subglottic
carcinoma. Harefuah. 2002 Oct;141(10):914-8, 929. Review. Hebrew.PubMed PMID:
12420600
8. College of American Patholoist. Head and Neck Cancer: Squamous Cell Carcinoma
of the Larynx. College of American Patholoist CAP. USA. 2011
9. Sutton D. Textbook of Radiologi and Imaging vol. II, ed 7. Churchill Livingstone.
2003. P 1489-1500
10. Edge S, Byrd DR, Compton CC, Fritz AG, Greene FL, Trotti A. American Joint
Comittee on Cancer - Head and Neck cancer staging 2007. 7th. Philadelphia:
Springer; 2010
11. Simon SL, Laryngeal Carcinoma Imaging. Diakses pada 3 September 2014. Tersedia
dari: URL: HYPERLINK http://emedicine.medscape.com/article/383230-overview
12. Varsha MJ, Vineet W, Suresh KM. Imaging in Laringeal Cancer. Indian Journal of
Radiology and Imaging, vol 22. 2012. p209-26

22

Anda mungkin juga menyukai