Anda di halaman 1dari 43

Laporan Kasus

KARSINOMA LARING T3N0M0 STADIUM III

Disusun oleh:

Rani Diah Novianti, S.Ked (04054821618073)


Intan Chairrany , S.Ked (04054821618073)

Pembimbing:
dr. Denny Satria Utama, Sp.THT-KL(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus dengan judul


Karsinoma Laring T3N0M0 Stadium III

Oleh:
Rani Diah Novianti, S.Ked.
Intan Chairrany, S.Ked

telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Univesitas Sriwijaya RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang periode 11 Desember 2017—15 Januari 2018.

Palembang, Desember 2017


Pembimbing

dr. Denny Satria Utama, SpTHT-KL(K)

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya
sehingga dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Karsinoma Laring T3N0M0
Stadium III” sebagai salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan THT-
KL Fakultas Kedokteran Univesitas Sriwijaya RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode
11 Desember 2017—15 Januari 2018.
Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Denny Satria Utama, Sp.THT-
KL(K) atas bimbingan yang telah diberikan kepada penulis selama menjalani kepaniteraan di
Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan laporan kasus ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan demi perbaikan di masa yang akan
datang. Harapan penulis semoga laporan kasus ini bisa membawa manfaat bagi banyak orang
dan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya.

Palembang, Desember 2017


Penyusun

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 2
2.1. Anatomi Laring ................................................................................................... 2
2.2. Fisiologi Laring .................................................................................................. 6
2.3. Definisi ................................................................................................................ 7
2.4. Epidemiologi ....................................................................................................... 8
2.5. Etiologi dan Faktor Risiko .................................................................................. 9
2.6. Histopatologi ....................................................................................................... 10
2,7. Klasifikasi dan Stadium ...................................................................................... 10
2.8. Gejala Klinis........................................................................................................ 12
2.9. Penegakan Diagnosis .......................................................................................... 14
2.10. Tatalaksana ........................................................................................................ 16
2.11. Prognosis ........................................................................................................... 18
BAB III STATUS PASIEN .......................................................................................... 20
I. Identifikasi ...................................................................................................... 20
II. Anamnesis ...................................................................................................... 20
III. Pemeriksaan ................................................................................................... 22
IV. Diagnosis ........................................................................................................ 35
V. Pengobatan ..................................................................................................... 36
VI. Prognosis ........................................................................................................ 36
BAB IV ANALISIS KASUS .......................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 39

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Tumor pada laring terbagi menjadi tumor jinak dan tumor ganas atau yang disebut
dengan karsinoma laring. Tumor jinak pada laring tidak banyak ditemukan, yang paling
sering ditemukan yaitu papiloma laring dan hemangiomata pada anak-anak.1
Keganasan di laring bukan merupakan hal yang jarang ditemukan dan masih
merupakan masalah karena tatalaksananya mencakup berbagai bidang. Di luar negeri,
karsinoma laring menempati tempat pertama dalam urutan keganasan di bidang telinga-
hidung-tenggorokan, sedangkan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, karsinoma
laring menduduki urutan ketiga setelah karsinoma nasofaring dan tumor ganas hidung dan
sinus paranasal.1
Kebanyakan karsinoma laring merupakan karsinoma sel skuamosa.1Tumor dapat
berkembang di atas, bawah, atau setinggi plika vokalis, dan dibagi menjadi tumor
supraglotik, glotik, atau pun subglotik.2 Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan
pasti. Beberapa penelitian epidemiologik menunjukkan bahwa hal yang diduga menyebabkan
terjadinya karsinoma laring adalah rokok, alkohol, dan paparan sinar radioaktif.1,2
Karsinoma laring terjadi paling sering pada laki-laki daripada wanita (5,8 kasus setiap
100.000 : 1,2 kasus setiap 100.000). Sekitar 60% pasien yang datang untuk berobat, biasanya
sudah berada pada stadium lebih lanjut yaitu stadium III atau IV sehingga hasil pengobatan
yang diberikan seringkali kurang memuaskan. Angka harapan hidup untuk 5 tahun kedepan
pada penyakit ini juga sudah menurun selama 40 tahun yang sudah lewat, yaitu dari 66%
menjadi 63%. Manifestasi klinis seperti kehilangan suara asli, gangguan pernafasan, proteksi
jalan napas selama menelan, perlu diamati pada penyakit ini, dan membutuhkan
pertimbangan khusus. Pilihan terapi pada karsinoma laring tidak hanya operasi atau
pembedahan, terapi seperti radiasi dan terapi sistemik merupakan bagian dari rangkaian terapi
karsinoma laring. Pengobatan untuk karsinoma laring saat ini terus berkembang dan
melibatkan beberapa disiplin ilmu.3
Berdasarkan hal tersebut, dalam laporan kasus ini penulis menyajikan kasus
karsinoma laring pada wanita untuk dapat menambah pengetahuan penulis serta pembaca
mengenai karsinoma laring.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Laring

Laring merupakan bagian terbawah dari saluran napas bagian atas. Bentuknya
menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada bagian
bawah.1 Laring terletak pada bagian tengah dan depan dari leher yang berlawanan dengan
vertebra servikalis ke-3 hingga ke-6.4 Batas atas laring adalah aditus laring, sedangkan batas
bawahnya ialah batas kaudal kartilago krikoid.1
Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu os hyoid, 3 tulang rawan
berpasangan, dan 3 tulang rawan tidak berpasangan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U,
yang permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh tendon
dan otot-otot.1 Tiga tulang rawan yang berpasangan yaitu kartilago krikoid, kartilago tiroid,
dan epiglotis. Tiga tulang rawan yang tidak berpasangan yaitu kartilago aritenoid, kartilago
kornikulata, dan kartilago kuneiformis.1,4
Kartilago tiroid, krikoid, dan sebagian besar kartilago aritenoid (kecuali ujungnya)
adalah kartilago hialin, yang akan mengalami proses osifikasi. Proses osifikasi dimulai
pertama kali pada tiroid pada usia 25 tahun dan kemudian kartilago krikoid dan aritenoid,
yang akan sempurna pada usia 65 tahun. Kartilago epiglotis, kornikulata, dan kuneiformis,
dan ujung kartilago aritenoid merupakan tulang rawan fibroelastik, yang tidak mengalami
proses osifikasi. 4

Kartilago tiroid merupakan kartilago terbesar yang memiliki 2 alae, yang bertemu
pada bagian anterior, dan membentuk sudut (Adam’s apple) 900 pada laki-laki dan 1200 pada
perempuan. Pita suara melekat di tengah sudut tiroid. Apabila terdapat obstruksi saluran
pernapasan di atas pita suara karena tumor atau benda asing, dapat diatasi dengan cepat,
mudah, dan efektif dengan melakukan krikotiroidektomi. Kartilago krikoid merupakan
kartilago berbentuk cincin yang memiliki arkus anterior yang sempit dan lamina posterior
yang lebar. Epiglotis berbentuk seperti daun, membentuk dinding anterior pintu masuk laring.
Kartilago aritenois berbentuk seperti piramida, dan memiliki vocal process, yang bagian
anteriornya menyediakan tempat perlekatan untuk ligamen vokalis dari pita suara. Kartilago
kornikulata (Santorini) berartikulasi dengan apeks dari kartilago aritenoid. Kartilago
kuneiformis (Wrisberg) berbentuk batang dan terletak di depan kartilago kornikulata pada
lipatan ariepiglotis.4

2
Pada laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi
krikoaritenoid.1

Gambar 1. Gambaran anterior dan lateral laring4

Gambar 2. Gambaran posterior laring.4

3
Otot-Otot Laring

Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot intrinsik dan ekstrinsik. Otot-
otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sedangkan otot-otot intrinsik
menyebabkan gerak bagian-bagian laring tertentu yang berhubungan dengan gerakan pita
suara. Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak di atas tulang hioid (suprahioid), dan di
bawah tulang hioid (infrahioid). Otot-otot yang suprahioid berfungsi menarik laring ke
bawah, yaitu m. digastrikus, m. geniohioid, m. stilohioid, dan m. milohioid. Otot-otot yang
infrahioid berfungsi menarik laring ke atas, yaitu m. sternohioid, m. omohioid, dan m.
tirohioid. Otot-otot intrinsik laring yang terletak di bagian lateral laring yaitu m.
krikoaritenoid lateral, m. tiroepiglotika, m. vokalis, m tiroaritenoid, m. ariepiglotika, dan m.
krikotiroid. Sementara yang terletak di bagian posterior laring adalah m. aritenoid
transversum, m. aritenoid oblik, dan m. krikoaritenoid posterior. Sebagian besar otot-otot
intrinsik adalah adduktor (mendekatkan pita suara ke tengah apabila kontraksi) kecuali m.
krikoaritenoid posterior yang bersifat abduktor (menjauhkan kedua pita suara ke lateral).1

Gambar 3. Otot-otot laring.5

Rongga Laring

Batas atas laring adalah aditus laring, sedangkan batas bawahnya ialah batas
kaudal kartilago krikoid. Batas depan yaitu permukaan belakang epiglotis, tuberkulum
epiglotik, ligamen tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid, dan arkus

4
kartilago krikoid. Batas lateral ialah membran kuadrangularis, kartilago aritenoid, konus
elastikus, dan arkus kartilago krikoid. Batas belakangnya ialah m. aritenoid transversus dan
lamina kartilago krikoid. Pada laring terdapat pita suara asli (plika vokalis) dan pita suara
palsu (plika ventrikularis). Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan disebut rima glotis, dan
bidang antara plika ventrikularis kiri dan kanan disebut rima vestibuli. Plika vokalis dan plika
ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu: vestibulum laring/supraglotik (di
atas plika ventrikularis), glotik, dan subglotik (di bawah plika vokalis). Vestibulum laring
adalah rongga laring yang terletak di atas plika ventrikularis, disebut daerah supraglotik.
Daerah subglotik adalah rongga laring yang terletak di bawah plika vokalis.1

Persarafan Laring
Saraf-saraf laring berasal dari cabang-cabang nervus vagus (Nervus kranialis X)
yaitu nervus laringeus superior dan nervus laringeus rekurens. Nervus laringeus superior
berakhir menjadi dua cabang di dalam sarung karotis yaitu nervus laringeus internus (sensoris
dan otonom) dan nervus laringeus eksternus (motoris).1
Nervus laringeus rekurens mempersarafi semua otot intrinsic laring kecuali m.
krikotiroid yang dipersarafi oleh nervus laringeus superior cabang eksternus.4
Nervus laringeus internus mempersarafi sensori mukosa dari laring supraglotik
dan hipofaring.4

Gambar 4. Persarafan laring4

5
Perdarahan Laring
Arteri-arteri laring berasal dari cabang-cabang arteri tiroid superior dan arteri
tiroid inferior. Arteri laring superior mengiringi ramus internus nervus laringealis superior
melalui membran tiroid dan kemudian bercabang-cabang untuk mengantar darah ke
permukan dalam laring. Arteri laring inferior mengiringi nervus laringeus inferior dan
memasok darah kepada membran mukosa dan otot-otot di aspek inferior laring.1
Perdarahan laring terdiri dari 2 cabang, yaitu1:
a. Arteri laringis superior, merupakan cabang dari arteri tiroid superior. Berjalan
melewati bagian belakang membran tirohioid dan menembus membran ini untuk berjalan di
submukosa dari dinding lateral dan lantai sinus piriformis untuk mendarahi mukosa dan otot-
otot laring.
b. Arteri laringis inferior, merupakan cabang arteri tiroid inferior. Berjalan ke
belakang sendi krikotiroid, lalu masuk laring melalui daerah pinggir bawah M. konstriktor
faring inferior dan memperdarahi mukosa dan otot laring serta beranastomosis dengan arteri
laringis superior.
Vena-vena laring mengikuti arteri-arteri laring. Vena laring superior biasanya
bersatu dengan vena tiroid superior, lalu bermuara ke vena jugularis interna. Vena laring
inferior bersatu dengan vena tiroid inferior atau pleksus vena-vena tiroid yang
beranastomosis pada aspek anterior trachea.1

Drainase sistem limfatik4


- Supraglotik : aliran limfatik mengalir menuju nodus servikal profunda bagian atas
melalui membran tirohioid.
- Infraglotik : aliran limfatik mengalir menuju nodus prelaringeal (Delphian node) dan
nodus pretrakeal (melalui membran krikotiroid) dan kemudian menuju nodus servikal
profunda bagian bawah dan nodus mediastinum. Beberapa pembuluh limfa menembus
membran krikotrakeal dan mengalir menuju nodus servikal profunda bagian bawah.
- Glotik : pembuluh limfatik pada pita suara hanya sedikit, oleh karena itu, karsinoma
glotis jarang sekali menunjukkan metastase.

2.2. Fisiologi Laring1


Laring memiliki beberapa fungsi yaitu proteksi saluran napas bawah, batuk,
respirasi, sirkulasi, menelan, fonasi, dan emosi.

6
Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda asing
masuk ke dalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis secara bersamaan.
Terjadinya penutupan aditus laring adalah karena pengangkatan laring ke atas akibat
kontraksi otot-otot ekstrinsik laring. Kartilago aritenoid bergerak ke depan akibat kontraksi
m. tiroaritenoid dan m. aritenoid. Selanjutnya m. ariepiglotika berfungsi sebagai sfingter.
Penutupan rima glotis terjadi karena adduksi plika vokalis. Kartilago aritenoid kiri dan kanan
mendekat karena aduksi otot-otot intrinsik. Selain itu, dengan refleks batuk, benda asing yang
masuk ke trakea ataupun sekret dari paru dapat dikeluarkan.
Fungsi respirasi dari laring adalah dengan mengatur besar kecilnya rima glotis.
Bila m. krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus vokalis kartilago
aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glotis terbuka.
Dengan terjadinya perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeo-bronkial akan
dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, dan mempengaruhi sirkulasi darah tubuh.
Fungsi laring dalam proses menelan adalah dengan 3 mekanisme berikut, yaitu gerakan laring
bagian bawah ke atas, menutup aditus laringis, dan mendorong bolus makanan turun ke
hipofaring dan tidak mungkin masuk ke dalam laring. Laring juga mempunyai fungsi utnuk
mengekspresikan emosi, seperti berteriak, mengeluh, menangis, dan lain-lain.
Fungsi laring yang lain yaitu untuk fonasi, dengan membuat suara serta
menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh plika vokalis. Bila
plika vokalis aduksi, maka m. krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan ke
depan menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan, m. krikoaritenoid posterior
akan menahan dan menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis dalam keadaan
yang efektif untuk kontraksi. Sebaliknya kontraksi m. krikoaritenoid akan mendorong
kartilago aritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan mengendor/relaksasi.

2.3. Definisi

Karsinoma laring dapat diartikan sebagai keganasan yang terjadi di laring, baik
pada tingkatan supraglotik, glotik, atau pun subglotik. Hampir semua kasus karsinoma laring
berasal dari epitel skuamosa.2,6

7
Gambar 5. Tumor glotis sebelah kanan yang dilihat melalui laringoskopi.2

Gambar 6. Karsinoma laring supraglotik dengan metastase sekunder pada leher melibatkan
level I-B, II, III, IV, dan V.4

2.4. Epidemiologi

Kanker laring cukup sering terjadi di negara India, dilaporkan insidensinya adalah
3,61 kasus baru tiap 100.000 populasi. Insiden penyakit ini lebih banyak pada laki-laki
daripada wanita dengan perbandingan 10:1.4 Dari studi yang dilakukan oleh Williamson et al.
tahun 2012, disebutkan bahwa kanker laring lebih sering diderita oleh laki-laki dengan
insidensi 5,3 tiap 100.000 populasi, sementara wanita hanya 1,0 tiap 100.000 populasi.
Penyakit ini telah menyebabkan kematian pada 685 laki-laki dan 164 wanita di United
Kingdom pada tahun 2008.2 Sementara studi yang dilakukan oleh Steuer et al tahun 2017.,

8
menyatakan bahwa karsinoma laring terjadi paling sering pada laki-laki daripada wanita (5,8
kasus setiap 100.000 : 1,2 kasus setiap 100.000).3
Menurut SEER Cancer Statistics Review of the National Cancer Institute,
diperkirakan sekitar 12.260 laki-laki dan wanita akan didiagnosa dengan karsinoma laring
pada tahun 2013, dan 3.670 penderita akan meninggal. Insiden karsinoma laring adalah 3,6
untuk tiap 100.000 populasi dengan mortalitas 1,3 tiap 100.000 populasi. Studi lain terkait
karsinoma laring subglotis (sel skuamosa) menunjukkan rasio penderita laki-laki dibanding
wanita yaitu 3,83:1.6
Kasus terbanyak karsinoma laring terjadi pada usia 56-69 tahun.1 Di luar
negeri, karsinoma laring menempati tempat pertama dalam urutan keganasan di bidang
telinga-hidung-tenggorokan, sedangkan data dari diRumah Sakit Cipto Mangunkusumo,
Jakarta, karsinoma laring menduduki urutan ketiga setelah karsinoma nasofaring dan tumor
ganas hidung dan sinus paranasal.1

2.5. Etiologi dan Faktor Risiko

Etiologi karsinoma laring belum diketahui secara pasti. Dikatakan oleh para ahli
bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok-kelompok orang-orang dengan
resiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian epidemiologik menggambarkan beberapa
hal yang diduga menyebabkan terjadinya karsinoma laring yang kuat ialah1:
a. Rokok
b. Alkohol
c. Terpajan oleh sinar radioaktif.
Pengumpulan data yang dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo menunjukkan bahwa
karsinoma laring jarang ditemukan pada orang yang tidak merokok, sedangkan resiko untuk
mendapatkan karsinoma laring naik, sesuai dengan kenaikkan jumlah rokok yang dihisap.1
Yang terpenting pada penanggulangan karsinoma laring adalah diagnosis dini dan
pengobatan atau tindakan yang tepat dan kuratif, karena tumornya masih terisolasi dan dapat
diangkat secara radikal. Tujuan utama ialah mengeluarkan bagian laring yang terkena tumor
dengan memperhatikan fungsi respirasi, fonasi serta fungsi sfingter laring.1
Merokok dan minum alkohol meningkatkan risiko 2-3 kali dibandingkan yang bukan
perokok dan peminum alkohol. Selain kedua hal tersebut, faktor risiko karsinoma laring
lainnya yaitu4:

9
- Radiasi
- Familial
- Pekerjaan dan bahan kimia : paparan terhadap asbestos, nickel compounds,
mustard gas, produk petroleum, glass-wool, atau bahan kimia lain.
- Ras : ras kulit hitam memiliki risiko 2 kali lipat dari ras kulit putih Amerika.
- Genetik : inaktivasi tumor supressive genes atau aktivasi dari proto onkogen.
Misalnya aneuploidy dan perubahan genetik dari kromosom 9p21 dan 17p13,
dan aktivasi proto onkogen 11q13.
- Human papillomavirus : sekitar 40% kanker laring menunjukkan hasil HPV
positif.
- Kondisi premaligna, dan lain-lain.

2.6. Histopatologi
Karsinoma sel skuamosa meliputi 95% sampai 98% dari semua tumor ganas laring.
Karsinoma sel skuamosa dibagi 3 tingkatan diferensiasi1,4:
a. berdiferensiasi baik (grade 1)
b. berdiferensiasi sedang (grade 2)
c. berdiferensiasi buruk (grade 3).
Kebanyakan tumor ganas pita suara cenderung berdiferensiasi baik. Lesi yang
mengenai hipofaring, sinus piriformis dan plika ariepiglotika kurang berdiferensiasi baik.1
Varian lain dari karsinoma sel skuamosa yaitu4:
- Karsinoma verukosa
- Pseudosarkoma
- Karsinoma sel skuamosa basaloid
Keganasan laring yang jarang ditemui yaitu4:
- Sarkoma
- Limfoma
- Adenokarsinoma
- Karsinoma neuroendokrin
- Plasmasitoma ekstrameduler

2.7. Klasifikasi dan Stadium

Untuk kepentingan staging, American Joint Committee on Cancer (AJCC)


membagi laring menjadi 3 regio1,4:

10
 Tumor supraglotik terbatas pada daerah mulai dari tepi atas epiglotis sampai batas
atas glotis termasuk pita suara palsu dan ventrikel laring.
 Tumor glotik mengenai pita suara asli, komisura anterior dan komisura posterior.
Batas inferior glotis adalah 10 mm dibawah tepi bebas pita suara, 10 mm
merupakan batas inferior otot–otot intrinsik pita suara.Batas superior adalah
ventrikel laring. Oleh karena itu, tumor glotis dapat mengenai satu atau kedua pita
suara, dapat meluas ke subglotis sejauh 10 mm, dan dapat mengenai komisura
anterior atau posterior atau prosesus vokalis kartilago aritenoid.
 Tumor subglotik tumbuh lebih dari 10 mm dibawah tepi bebas pita suara asli
sampai batas inferior krikoid.
 Tumor ganas transglotik adalah tumor yang menyebrangi ventrikel mengenai pita
suara asli dan pita suara palsu, atau meluas ke subglotik lebih dari 10 mm.

Staging klinis dibantu dengan diagnostik radigrafi termasuk CT atau MRI (tabel
1). Staging dan klasifikasi membantu untuk menganalisa keluaran dari modalitas terapi yang
berbeda, dan membantu memprediksi prognosis penyakit. 4

Tabel 1. AJCC cancer staging (2002) dan Klasifikasi UICC TNM untuk Tumor Ganas pada
Laring dan Laringofaring.4

11
Tabel 1. AJCC cancer staging (2002) dan Klasifikasi UICC TNM untuk Tumor Ganas pada
Laring dan Laringofaring (Lanjutan).4

2.8. Gejala Klinis1


Serak adalah gejala utama karsinoma laring dan merupakan gejala paling dini tumor
pita suara. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi fonasi laring. Kualiotas nada sangat
dipengaruhi oleh besar calah glotik, besar pita suara, ketajaman tepi pita suara, kecepatan

12
getaran dna ketegangan pita suara. Pada tumor ganas laring, pita suara gagal berfungsi secara
baik akibat ketidakteraturan pita suara, oklusi, atau penyempitan celah pita suara,
terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan digamen cricoaritenoid, dan kadang-kadang
menyerang saraf. Adanya tumor di pita suara akan mengganggu gerak maupun getaran kedua
pita suara tersebut. Serak menyebabkan kualitas suara menjadi kasar, mengganggu, sumbang,
dan nadanya lebih rendah dari biasa. Kadang-kadang bisa terjadi afoni karena nyeri,
sumbatan jalan napas atau paralisis komplit.
Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak tumor. Apabila
tumor tumbuh pada pita suara asli (glottis) maka serak merupakangejala dini yang menetap.
Apabila tumor tumbuh di daerah ventrikel laring, di bagian bawah plika ventrikularis akan di
batas inferior pita usara, serak akan timbul kemudian. Pada tumor supraglotis dan subglotis,
serak dapat merupakan gejala akhir atau tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini, gejala
pertama tidak khas dan subjektif, seperti perasaan tidak nyaman dan adanya rasa mengganjal
di tenggorok. Fiksasi dan nyeri menimbulkan suara bergumam (hot potato voice).
Dispnea dan stridor adalah gejala yang ditimbulkan oleh sumbatan jalan napas dan
dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini disebabkanoleh gangguan jalan napas oleh
massa tumor, penumpukan kotoran atau secret, maupun fiksasi pita suara. Pada tumor
supraglotik atau trasnglotik didapatkan kedua gejala tersebut. Sumbatan yang terjadi secara
perlahan-lahan dapat dikompensasi oleh pasien. Pada umumnya dispnea dan stridor adalah
tanda prognosis yang kurang baik.
Nyeri tenggorok dapat bervariasi mulai rasa tergores hingga rasa nyeri yang tajam.
Disfagia merupakan cirri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring, dan sinus
piriformis. Keluhan ini adalah keluhan yang paling sering pada tumor ganas postkrikoid.
Rasa nyeri ketika menelan (odinofagi) menandakan adanya tumor ganas lanjut yang
mengenai struktur ekstra laring.
Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glottis. Biasanya timbul dengan
tertekannya hipofaring disertai sekret yang mengalir ke dalam laring. Hemoptisis sering
terjadi pada tumor glotik dan tumor supraglotik.
Gejala lain berupa nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis, dan penurunan berat
badan menandakan perluasan tumor ke luar laring atau metastasis jauh. Pembesaran kelenjar
getah bening leher dipertimbangkan sebagai metastasis tumor ganas yang menunjukkan
tumor pada stadium lanjut. Nyeri tekan laring adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh
komplikasi supurasi tumor yang menyerang kartilago tiroid dan perikondrium.

13
2.9. Penegakan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan THT rutin
c. Laringoskopi
d. Radiologi foto polos leher dan dada
e. Pemeriksaan radiologi khusus : politomografi, CT-Scan, MRI
f. Pemeriksaan hispatologi dari biopsi laring sebagai diagnosa pasti.13
Berikut ini adalah algoritma diagnosa karsinoma laring:13

 Anamnesa
Didapatkan keluhan berupa suara serak, nafas berbunyi, sulit bernafas,
nyeri tenggorokkan, batuk berdarah, sulit menelan dan kadang–kadang ditemukan
bau mulut, penurunan berat badan.8
 Pemeriksaan laring dapat dilakukan dengan cara tidak langsung menggunakan
kaca laring atau langsung dengan menggunakan laringoskop. Pemeriksaan ini

14
untuk menilai lokasi tumor, penyebaran tumor, kemudian dilakukan biopsi untuk
pemeriksaan patologi anatomi.1
 Radiologi
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan selain pemeriksaan laboratorium
darah, juga pemeriksaan radiologi. Foto torak diperlukan untuk menilai keadaan
paru, ada atau tidaknya proses spesifik dan metastasis di paru.6 Radiografi jaringan
lunak leher merupakan studi survei yang baik. Udara digunakan sebagai agen
kontras alami untuk memvisualisasikan lumen laring dan trachea. Ketebalan
jaringan retrofaringeal dapat dinilai. Epiglotis dan lipatan ariepiglotik dapat
divisualisasikan. Namun, radiografi tidak memiliki perandalam manajemen
kanker laring saat ini.13
 CT Scan laring
Dapat memperlihatkan keadaan tumor dan laring lebih seksama, misalnya
perjalanan tumor pada tulang rawan tiroid dan daerah pre-epiglotis serta
metastasis kelenjar getah bening leher.3 Penentuan stadium awal pada diagnosa
klinis berdasarkan pada keterlibatan beberapa tempat pada supraglotis laring dan
mobilitas pita suara. Pencitraan dapat membantu dalam mengidentifikasi
perluasan submukosa transglotis yang tersembunyi. Kriteria pencitraan lesi T3
adalah perluasan ke ruang pra-epiglotis (paralayngeal fat) atau tumor yang
mengerosi kebagian dalam korteks dari kartilago tiroid. Tumor yang mengerosi ke
bagian luar korteks kartilago tiroid merupakan stadium T4a.Ada yang berpendapat
bahwa kerterlibatan korteks bagian luar saja tanpa keterlibatan sebagian besar
tendon bisa memenuhi kriteria pencitraan lesi T4.13
Tumor stadium T4 (a dan b) sulit diidentifikasikan hanya
dengan pemeriksaan klinis saja, karena sebagian besar kriteria tidak dapat diniai
dengan palpasi dan endoskopi. Pencitraan secara Cross-sectional diindikasikan
untuk mengetahui komponen anatomi yang terlibat untuk menentukan stadium
tumor.10
Untuk mendapatkan gambaran yang baik, ketebalan potongan tidak boleh
lebih dari 3 mm dan laring dapat dicitrakan dalam beberapa detik, dan dengan
artefak minimal akibat gerakan.10

15
Gambar 12: Normal laring pada CT-Scan potongan Axial6

Gambar 13: Karsinoma laring pada CT-Scan potongan Axial6


Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomi dari bahan biopsi
laring dan biopsi jarum halus pada pembesaran kelenjar getah bening di leher. Dari hasil
patologi anatomi terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa.1

2.10. Tatalaksana
Setelah diagnosis dan stadium tumor ditegakkan, maka ditentukann tindakan yang
diambil sebagai penanggulangannya. Ada 3 cara penanggulangan tumor ganas laring yang
lazim dilakukan, yaitu pembedahan, radiasi, obat sitostatika ataupun kombinasinya,
tergantung pada stadium penyakit dan keadaaan umum pasien.
Sebagai patokan dapat dikatakan stadium 1 dikirim untuk mendapatkan radiasi,
stadium 2 dan 3 dikirim untuk dilakukan operasi, stadium 4 dilakukan operasi dengan
rekonstruksi, bila masih memungkinkan atau dikirim untuk mendapatkan radiasi.

16
Jenis pembedahan yang dilakukan adalah laringektomi totalis ataupun parsial,
tergantung lokasi dan penjalaran tumor, serta dilakukan juga diseksi leher radikal bila
terdapat penjalaran ke kelenjar limfa leher. Di Departemen THT RSCM paling sering
dilakukan laringektomi totalis, karena beberapa pertimbangan, sedangkan laringektomi
parsial jarang dilakukan karena teknik sulitnya menentukan batas tumor.
Pemakaian sitostatika belum memuaskan, biasanya jadwal pemberian sitostatika tidak
sampai selesai karena keadaan umum memburuk, disamping harga pbat yang reatif mahal
sehingga tidak terjangkau oleh pasien.

Tabel 2. Manajemen Karsinoma Laring Supraglotis


Early Supraglottic Carcinoma (T1N0-T2N0)
Single-modality Radiasi primer lokal (operasi Laringektomi supraglotik
therapy penyelamatan jika gagal)
N0 neck Diseksi leher selektif bilateral elektif Radioterapi elektif
N1-2 neck Diseksi leher radikal untuk nodul
klinis
Adjuvant therapy Terapi radiasi postoperative
Advanced Supraglottic Cancer (T3-T4)
Terapi Laringektomi total dan radiasi Kemoterapi dan terapi radiasi untuk
multimodalitas postoperative pasien nonoperabel
N0 neck Diseksi selektif leher ipsilateral elektif
(lateral) meskipun tidak jelas adanya
nodul
N1-2 leher Diseksi leher radikal untuk nodul
klinis

Penatalaksanaan Sumbatan Laring


Dalam penanggulangan sumbatan laring prinsipnya diusahakan supaya jalan nafas
lancar kembali. Tindakan konservatif dengan medikamentosa dilakukan pada sumbatan laring
stadium 1. Tindakan operatif atau resusitasi yang dilakukan pada stadium 2 dan 3 yaitu
intubasi endotrakea dan trakeostomi sedangkan krikotirotomi dilakukan pada stadium 4.8

17
a. Intubasi endotrakea
Indikasi intubasi endotrakea yaitu:
1) Untuk mengatasi sumbatan saluran nafas atas
2) Membantu ventilasi
3) Memudahkan mengisap sekret dari traktus trakeobronkial
4) Mencegah aspirasi sekret di rongga mulut atau yang berasal dari lambung.
Ukuran pipa endotrakea harus sesuai dengan ukuran trakea pasien dan
umumnya untuk dewasa dipakai yang diameter dalamnya 7–8,5 mm. Pipa
endotrakea tidak boleh lebih dari 6 hari dan selanjutnya dilakukan
trakeostomi.

b. Trakeostomi
Merupakan tindakan membuat lubang pada dinding depan/ anterior trakea
untuk bernafas. Menurut letak stroma, trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan
letak yang rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ke tiga. Indikasi trakeostomi
yaitu :
1) Mengatasi obstruksi laring
2) Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus
3) Untuk memasang respirator
4) Untuk mengambil benda asing dari subglotis

c. Krikotirotomi
Krikotirotomi merupakan tindakan penyelamat pasien dalam keadaan gawat
nafas dengan cara membelah membran krikotiroid. Tindakan ini harus dikerjakan
cepat walaupun persiapannya darurat. Kontraindikasi krikotirotomi pada anak
dibawah 12 tahun, tumor laring yang sudah meluas ke subglotis dan terdapat
laringitis.8

2.11. Prognosis
Para ahli berpendapat bahwa tumor laring mempunyai diagnosis yang paling baik
diantara tomor-tumor di daerah traktus aero-digestivus lainnya bila dikelola dengan cepat dan
radikal.1
Di antara pasien dengan karsinoma supraglotis, 5-year relative survival rate pada
tahun 1995-1996 adalah 63,0% untuk tumor lokal, 46,1% untuk regional, dan 6,4% untuk
18
metastase jauh. Five-year relative survival rate untuk metastase jauh semakin memburuk
sementara untuk penyakit lokal dan regional tidak mengalami perubahan. Untuk tumor yang
terlokalisir di glottis, survival rate tergolong stabil pada tahun 1977-1978 hingga 2001-2002.
Akan tetapi, pasien dengan gejala regional dan metastase pada kanker glottis menunjukkan
penurunan survival rate signifikan pada 30 tahun terakhir. Tren ini tidak tergantung dengan
strategi terapi. Proporsi untuk tumor berdiferensiasi baik pada pasien dengan karsinoma
laring regional juga mengalami penurunan seiring waktu.7
Penelitian yang dilakukan di Thailand menyatakan bahwa kanker supraglotis
biasanya ditemukan pada stadium lokal lanjut (84,4%) sementara sebagian besar kanker
glottis didiagnosis pada stadium awal (61,3%). Pada terapi kanter glottis, pembedahan atau
radiasi primer menunjukkan 5-year overall survival rate yang baik tanpa perbedaan
signifikan pada masing-masing modalitas terapi (87,5% berbanding 83,2). Sebaliknya pada
terapi kanker supraglotis, pembedahan dan radiasi postoperative meningkatkan 5-year overall
survival rate dibandingkan dengan hanya radiasi primer (52,2% disbanding 39,2%).8

19
BAB III
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI
a. Nama :Ny. SA
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Umur : 48 tahun
d. Alamat : Dusun I Macang Sakti Kelurahan Macang Sakti
Kecamatan Sanga Desa Kabupaten Musi Banyuasin.
e. Suku : Sumatera
f. Bangsa : Indonesia
g. Agama : Islam
h. Status : Menikah
i. Pendidikan : SLTP
j. Pekerjaan : Penyadap karet
k. No. RM : 1024355

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 13 Desember 2017 pukul 11.00
WIB

Keluhan utama :
Suara hilang.
Keluhan tambahan :
-
Riwayat perjalanan penyakit :
Sejak ± 8 bulan sebelumnya, pasien mengeluh suaranya menjadi serak. Keluhan
sulit menelan ada, seperti ada yang mengganjal (+), nyeri menelan (+). Pasien masih mampu
makan nasi seperti biasa. Pasien tidak mengeluh sesak napas. Telinga dan hidung tidak ada
keluhan. Pasien berobat ke bidan di desanya, dikatakan amandel dan diberi obat pil dan
suntik yang pasien lupa namanya namun tidak ada perbaikan.
± 3 bulan sebelumnya, pasien mengeluh suaranya makin susah keluar. Keluhan
sulit menelan semakin berat, yang dari sebelumnya makan nasi menjadi hanya bisa makan
bubur. Keluhan nyeri menelan (+) dan rasa mengganjal (+). Nyeri dari leher yang menjalar ke
telinga sebelah kiri (+), telinga kiri berdengung (+), penurunan pendengaran pada telinga kiri

20
(+), keluar cairan dari telinga disangkal, telinga kanan normal. Pasien juga mengeluh mulai
sesak napas. Pasien mengatakan tidak teraba benjolan di hidung atau pun leher. Keluhan
hidung tersumbat (-), keluar sekret hidung (-), mimisan (-). demam (-), batuk (-), sakit gigi (-
), sakit kepala (-), dan rasa berputar (-). Pasien kemudian berobat ke Puskesmas, dan
mendapat rujukan ke Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang. Di RSMH Palembang,
pasien menjalani serangkaian pemeriksaan dan dicurigai adanya massa laring. Selanjutnya,
pasien menjalani operasi membuat lubang di leher sebagai jalan napas.
± 1 bulan sebelumnya, pasien menjalani biopsi massa laring dan diperoleh hasil
bahwa pasien menderita kanker laring. Pasien dijadwalkan untuk kemoterapi.

Penyakit yang pernah diderita :


 Riwayat sakit yang sama sebelumnya disangkal.
 Riwayat darah tinggi ada.
 Riwayat kencing manis disangkal.
 Riwayat alergi disangkal.
 Riwayat trauma fisik sebelumnya disangkal.

Riwayat pengobatan :
 Riwayat berobat pada bidan sebelumnya untuk keluhan penyakit ini, namun tidak
ada perbaikan.
 Riwayat pengobatan darah tinggi sebelumnya disangkal.

Riwayat penyakit dalam keluarga :


Riwayat keluhan yang sama pada keluarga disangkal.

Riwayat kebiasaan :
 Riwayat merokok disangkal, namun suami pasien sangat kuat merokok
(sehari 2 bungkus rokok) dan sering merokok di dalam rumah.
 Memasak dengan kompor kayu hampir 30 tahun.

21
III. Pemeriksaan
1. Status Generalis
Keadaan Umum : tampak baik
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 120/80mmHg Nadi : 79 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit Suhu : 37 oC
Jantung : BJ I & II normal, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Paru-paru :Pergerakan statis - dinamis kanan sama dengan kiri, stem
fremitus kanan sama dengan kiri, sonor di kedua lapang paru,
suara napas vesikuler normal, ronkhi tidak ada, wheezing tidak
ada.
Abdomen : Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, edema pretibia tidak ada

2. Status Lokalis
Telinga
I. Telinga Luar Kanan Kiri
Regio Retroaurikula
-Abses - -
-Sikatrik - -
-Pembengkakan - -

-Fistula - -
-Jaringan granulasi - -

Regio Zigomatikus
-Kista Brankial Klep - -
-Fistula - -
-Lobulus Aksesorius - -

Aurikula
-Mikrotia Normal Normal
-Efusi perikondrium - -
-Keloid - -
-Nyeri tarik aurikula - -
-Nyeri tekan tragus - -

Meatus Akustikus Eksternus


-Lapang/sempit Lapang Lapang
-Oedema - -
-Hiperemis - -

22
-Pembengkakan - -
-Erosi - -
-Krusta - -
-Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus) - -
-Perdarahan - -
-Bekuan darah - -
-Cerumen plug - -
-Epithelial plug - -
-Jaringan granulasi - -
-Debris - -
-Banda asing - -
-Sagging - -
-Exostosis - -

II.Membran Timpani
-Warna (putih/suram/hiperemis/hematoma) Putih Putih
-Bentuk (oval/bulat) Oval Oval
-Pembuluh darah Normal Normal
-Refleks cahaya +, arah jam 5 +, arah jam 7
-Retraksi - -
-Bulging - -
-Bulla - -
-Ruptur - -
-Perforasi (sentral/perifer/marginal/attic) - -
(kecil/besar/ subtotal/ total)
-Pulsasi - -
-Sekret (serous/ seromukus/ mukopus/ pus) Normal Normal
-Tulang pendengaran - -
-Kolesteatoma - -
-Polip - -
-Jaringan granulasi - -

Gambar Membran Timpani

23
III. Tes Khusus Kanan Kiri
1.Tes Garpu Tala
Tes Rinne Positif Negatif
Tes Weber Tidak ada lateralisasi Lateralisasi ke telinga kiri
Tes Scwabach Sama dengan pemeriksa Memanjang

2.Tes Audiometri Normal hearing (16,25 dB) Gangguan pendengaran tipe


konduktif derajat ringan (30 dB)

Audiogram

3.Tes Fungsi Tuba Kanan Kiri


-Tes Valsava Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-Tes Toynbee Tidak dilakukan Tidak dilakukan

4.Tes Kalori Kanan Kiri


-Tes Kobrak Tidak dilakukan Tidak dilakukan

24
Hidung
I.Tes Fungsi Hidung Kanan Kiri
-Tes aliran udara +, Normal +, Normal
-Tes penciuman
Teh Normal Normal
Kopi Normal Normal
Tembakau Normal Normal

II.Hidung Luar Kanan Kiri


-Dorsum nasi Normal Normal
-Akar hidung Normal Normal
-Puncak Hidung Normal Normal
-Sisi hidung Normal Normal
-Ala nasi - -
-Deformitas - -
-Hematoma - -
-Pembengkakan - -
-Krepitasi - -
-Hiperemis - -
-Erosi kulit - -
-Vulnus - -
-Ulkus - -
-Tumor - -
-Duktus nasolakrimalis (tersumbat/tidak tersumbat) - -

III.Hidung Dalam Kanan Kiri


1. Rinoskopi Anterior
a.Vestibulum nasi
-Sikatrik - -
-Stenosis - -
-Atresia - -
-Furunkel - -
-Krusta - -
-Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus) - -

b.Kolumela
-Utuh/tidak utuh Utuh Utuh
-Sikatrik - -
-Ulkus - -
c. Kavum nasi
-Luasnya (lapang/cukup/sempit) Lapang Lapang
-Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus) - -
-Krusta - -
-Bekuan darah - -
-Perdarahan - -
-Benda asing - -
-Rinolit - -
-Polip - -
-Tumor - -

25
d. Konka Inferior
-Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi) Eutropi Eutropi
(basah/kering) Basah Basah
(licin/tak licin) Licin Licin
-Warna (merah muda/hiperemis/pucat/livide) Merah muda Merah muda
-Tumor - -
e. Konka media
-Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi) Eutropi Eutropi
(basah/kering) Basah Basah
(licin/tak licin) Licin Licin
-Warna (merah muda/hiperemis/pucat/livide) Merah muda Merah muda
-Tumor - -
f.Konka superior
-Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi) Eutropi Eutropi
(basah/kering) Basah Basah
(licin/tak licin) Licin Licin
-Warna (merah muda/hiperemis/pucat/livide) Merah muda Merah muda
-Tumor - -

g. Meatus Medius
-Lapang/ sempit Lapang Lapang
-Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus) - -
-Polip - -
-Tumor - -

h. Meatus inferior
-Lapang/ sempit Lapang Lapang
-Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus) - -
-Polip - -
-Tumor - -

i. Septum Nasi
-Mukosa (eutropi/ hipertropi/atropi) Eutropi Eutropi
(basah/kering) Basah Basah
(licin/tak licin) Licin Licin
-Warna (merah muda/hiperemis/pucat/livide) Merah Muda Merah Muda
-Tumor - -
-Deviasi (ringan/sedang/berat) Tidak ada Tidak ada
(kanan/kiri)
(superior/inferior)
(anterior/posterior)
(bentuk C/bentuk S)
-Krista - -
-Spina - -
-Abses - -
-Hematoma - -
-Perforasi - -
-Erosi septum anterior - -

26
Gambar Dinding Lateral Hidung Dalam

Gambar Hidung Dalam Potongan Frontal

2.Rinoskopi Posterior Kanan Kiri


-Postnasal drip - -
-Mukosa (licin/tak licin) Licin Licin
(merah muda/hiperemis) Merah Muda Merah Muda
-Adenoid - -
-Tumor - -
-Koana (sempit/lapang) Lapang Lapang
-Fossa Russenmullery (tumor/tidak) - -
-Torus tobarius (licin/tak licin) Licin Licin
-Muara tuba (tertutup/terbuka) Terbuka Terbuka
(sekret/tidak) - -

27
Gambar Hidung Bagian Posterior

IV.Pemeriksaan Sinus Paranasal Kanan Kiri


-Nyeri tekan/ketok
-infraorbitalis - -
-frontalis - -
-kantus medialis - -
-Pembengkakan - -
-Transiluminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-regio infraorbitalis
-regio palatum durum

Tenggorok
I.Rongga Mulut Kanan Kiri
-Lidah (hiperemis/udem/ulkus/fissura) Normal Normal
(mikroglosia/makroglosia) - -
(leukoplakia/gumma) - -
(papilloma/kista/ulkus) - -
-Gusi (hiperemis/udem/ulkus) Normal Normal
-Bukal (hiperemis/udem) Normal Normal
(vesikel/ulkus/mukokel) - -
-Palatum durum (utuh/terbelah/fistel) Utuh Utuh
(hiperemis/ulkus) Normal Normal
(pembengkakan/abses/tumor) - -
(rata/tonus palatinus) - -
-Kelenjar ludah (pembengkakan/litiasis) Dalam Batas Dalam Batas
(striktur/ranula) Normal Normal
-Gigi geligi (mikrodontia/makrodontia) Normal Normal
(anodontia/supernumeri) - -
(kalkulus/karies) - -

II.Faring Kanan Kiri


-Palatum molle (hiperemis/udem/asimetris/ulkus) Normal Normal
-Uvula (udem/asimetris/bifida/elongating) Di tengah Di tengah
-Pilar anterior (hiperemis/udem/perlengketan) - -
(pembengkakan/ulkus)
28
-Pilar posterior (hiperemis/udem/perlengketan) - -
(pembengkakan/ulkus)
-Dinding belakang faring (hiperemis/udem) Normal Normal
(granuler/ulkus)
(secret/membran)
-Lateral band (menebal/tidak) Tidak menebal Tidak menebal
-Tonsil Palatina (derajat pembesaran) T1 T1
(permukaan rata/tidak) Rata Rata
(konsistensi kenyal/tidak) Kenyal Kenyal
(lekat/tidak) Lekat Lekat
(kripta lebar/tidak) Tidak melebar Tidak melebar
(dentritus/membran) - -
(hiperemis/udem) - -
(ulkus/tumor) - -

Gambar rongga mulut dan faring

Rumus gigi-geligi

III.Laring Kanan Kiri


1.Laringoskopi tidak langsung (indirect)
-Dasar lidah (tumor/kista) Normal Normal
-Tonsila lingualis (eutropi/hipertropi) Eutropi Eutropi
-Valekula (benda asing/tumor) tenang tenang
-Fosa piriformis (benda asing/tumor) tenang tenang
-Epiglotis (hiperemis/udem/ulkus/membran) tenang tenang
-Aritenoid (hiperemis/udem/ulkus/membran) tenang tenang

29
-Pita suara (hiperemis/udem/menebal) Sulit dinilai Sulit dinilai
(nodus/polip/tumor) Sulit dinilai Sulit dinilai
(gerak simetris/asimetris) Sulit dinilai Sulit dinilai
-Pita suara palsu (hiperemis/udem) Sulit dinilai Sulit dinilai
-Rima glottis (lapang/sempit) Sulit dinilai Sulit dinilai
-Trakea Sulit dinilai Sulit dinilai

Kesan : Tampak massa


berdungkul-
dungkul dan
mudah berdarah di
daerah supraglotis
sebelah kiri.
2.Laringoskopi langsung (direct) Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Gambar laring

Pemeriksaan Laboratorium
JenisPemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
HEMATOLOGI
Hemoglobin (Hb) 14,2 g/dL 11,40-15,00 g/dL Normal
Eritrosit (RBC) 5,11x103/mm3 4,0-5,70 103/mm3 Normal
Leukosit (WBC) 7,2x103/mm3 4,73-10,89 103/mm3 Normal
Hematokrit 43 % 35-45 % Normal
Trombosit (PLT) 433x103/µL 189-436 103/µL Normal
HITUNG JENIS

30
LEUKOSIT
Basofil 0% 0-1 % Normal
Eosinofil 4% 1-6 % Normal
Netrofil 51 % 50-70 % Normal
Limfosit 38 % 20-40 % Normal
Monosit 7% 2-8 % Normal
FAAL
HEMOSTASIS
Waktu perdarahan 2 1-3 menit Normal
Waktu pembekuan 9 9-15 menit Normal
KIMIA KLINIK
HATI
Albumin 4,2g/dL 3,5 – 5,0 g/dL Normal
AST / SGOT 15 U/L 0 – 32 U/L Normal
ALT / SGPT 9 U/L 0-31 U/L Normal
Bilirubin total 0,28 0,1-1,0 mg/dL Normal
Bilirubin direk 0,11 0-0,2 mg/dL Normal
Bilirubin indirek 0,17 < 0,8 mg/dL Normal
METABOLISME
KARBOHIDRAT
Glukosa Sewaktu 106 mg/dL <200 Normal
Nilai kritis : <45-
>500
GINJAL
Ureum 22 mg/dl 16,6-48,5 mg/dl Normal
Kreatinin 0,57 mg/dl 0,50-0,90 mg/dl Normal
ELEKTROLIT
Kalsium (Ca) 9,7 mg/dL 8,8 – 10,2 mg/dL Normal
Natrium (Na) 144 mEq/L 135-155 mEq/L Normal
Kalium (K) 3,7mEq/L 3,5-5,5 mEq/L Normal

31
Pemeriksaan Radiologik
1. MSCT-Scan Laring dengan kontras IV (6 Oktober 2017)

32
Kesan :

Massa supraglotis-glotis yang menyebabkan obstruksi total dan menginfiltrasi m.


vocalis bilateral.

Tak tampak destruksi kartilago maupun limfadenopati colli.

33
2. Ekokardiografi (25 Oktober 2017)

Kesan : Normal ekokardiografi.

3. Rontgen Rontgen thoraks PA (27 November 2017)


Kesan : Tidak ada kelainan pada thoraks.

34
4. USG abdomen (7 Desember 2017)

Kesan :

Colelithiasis multiple commet tail

Nephrolithiasis multiple kecil-kecil bilateral

Pemeriksaan Patologi Anatomi

Kesan :

Moderately differentiated keratinizing squamous cell carcinoma pada supraglotis.

IV. Diagnosa kerja


Karsinoma Laring T3N0M0 Stadium III

35
V. Pengobatan

I. Istirahat (bed rest)


II. Diet
Nasi Lunak
III. Medikamentosa
Pro-Kemoterapi
V. Non Medikamentosa
- Menginformasikan kepada pasien dan keluarga bahwa gejala-gejala yang
dialami pasien disebabkan karena penyakit keganasan.
- Menginformasikan kepada pasien dan keluarga mengenai rencana terapi
yang akan diberikan. Menjelaskan mengenai kemoterapi dan efek samping
yang dapat timbul setelah menjalani kemoterapi.
- Melakukan pengukuran berat badan per hari.

VI. Prognosis
Quo Ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo Ad Functionam : Dubia ad malam
Quo Ad Sanationam : Dubia ad bonam

36
BAB IV
ANALISIS KASUS

Ny. SA, 48 tahun, datang ke Poliklinik THT RSMH pada tanggal 13 Desember 2017
dengan keluhan suara hilang sejak 3 bulan lalu. Dari anamnesis diperoleh data sejak ± 8
bulan sebelumnya, pasien mengeluh suaranya menjadi serak. Keluhan sulit menelan ada,
seperti ada yang mengganjal, nyeri menelan. Pasien masih mampu makan nasi seperti biasa.
Pasien berobat ke bidan di desanya, dikatakan amandel dan diberi obat pil dan suntik yang
pasien lupa namanya namun tidak ada perbaikan.
Keluhan suara serak merupakan salah satu tanda adanya massa pada organ laring yang
mempengaruhi fungsi fonasinya. Begitu pula dengan keluhan terasa ada yang mengganjal di
tenggorokan dan sulit menelan.
Kemudian ± 3 bulan sebelumnya, pasien mengeluh suaranya makin susah keluar.
Keluhan sulit menelan semakin berat, yang dari sebelumnya makan nasi menjadi hanya bisa
makan bubur. Keluhan nyeri menelan (+) dan rasa mengganjal (+). Nyeri dari leher yang
menjalar ke telinga sebelah kiri (+), telinga kiri berdengung (+), penurunan pendengaran pada
telinga kiri (+), keluar cairan dari telinga disangkal, telinga kanan normal. Pasien juga
mengeluh mulai sesak napas. Pasien mengatakan tidak teraba benjolan di hidung atau pun
leher. Keluhan hidung tersumbat (-), keluar sekret hidung (-), mimisan (-). demam (-), batuk
(-), sakit gigi (-), sakit kepala (-), dan rasa berputar (-).
Keluhan semakin memberat menandakan adanya progresivitas penyakit sehingga
sudah dapat diarahkan menuju keganasan. Pasien mengeluhkan adanya nyeri alih dan rasa
berdengung ke telinga ipsilateral dengan lokasi massa merupakan salah satu tanda adanya
perluasan ke luar laring.
Pasien kemudian berobat ke Puskesmas, dan mendapat rujukan ke Rumah Sakit
Mohammad Hoesin Palembang. Di RSMH Palembang, pasien menjalani serangkaian
pemeriksaan dan dicurigai adanya massa laring. Selanjutnya, pasien menjalani operasi
membuat lubang di leher sebagai jalan napas. Indikasi trakeostomi pada pasien ini adalah
mengatasi obstruksi oleh massa di laring.
Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya pembesaran kelenjar getah bening
pada pasien. Pada laringoskopi indirek didapatkan massa berdungkul-dungkul dan mudah
berdarah di regio supraglotis sinistra dan glottis masih bisa bergerak tetapi pergerakannya
sulit dinilai.

37
± 1 bulan sebelumnya, pasien menjalani biopsi massa laring dan diperoleh hasil
bahwa pasien menderita kanker laring (moderately differentiated keratinizing squamous cell
carcinoma) pada regio supraglotis. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan foto thorax, USG
abdomen, echocardiography dan CT scan laring untuk menentukan stadium pada pasien ini.
Pada CT scan laring diperoleh Massa supraglotis-glotis yang menyebabkan obstruksi total
dan menginfiltrasi m. vocalis bilateral dan tak tampak destruksi kartilago maupun
limfadenopati colli.
Dari foto toraks tidak didapatkan adanya metastase ke paru-paru, pada USG abdomen
tidak didapatkan metastase ke hepar, dan organ abdomen lain, pada pemeriksaan echo
didapatkan jantung dalam batas normal, tidak tampak metastase ke jantung maupun
perubahan fungsi jantung.
Dari pemeriksaan fisik dan penunjang dapat ditetapkan bahwa menurut AJCC dan
UICC 2002 diagnosis pasien adalah karsinoma laring T3N0M0 stadium III pada regio
supraglotis. Pasien kemudian dijadwalkan untuk melakukan kemoradiasi di RSMH.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar N. Editor. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-
Tenggorok. Edisi 7. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
2. Williamson, J.S, T.C. Biggs, and D. Ingrams. 2012. Laryngeal cancer: an overview.
Trends In Urology & Men’s Health.
3. Steuer, C.E, M. El-Deiry, J.R. Parks, K.A Higgins, and N.F. Saba. 2017. An Update
on Larynx Cancer. Ca Cancer Journal for Clinicians 2017;67:31–50.
4. Bansal, M. 2013. Diseases of Ear, Nose, and Throat. India: Jaypee Brothers Medical
Publisher (P) Ltd.
5. Probst R., G. Grevers, and H. Iro. 2008. Basic otorhinolaryngology. New York:
Thieme, page 339.
6. Jhonson, J.T. 2017. Malignant tumors of the larynx. Diakses dari
https://emedicine.medscape.com/article/848592-overview, pada Rabu, 27 Desember
2017 pukul 13.00 WIB.
7. Pasha R. 2013. Otolaryngology Head and Neck Surgery: Clinical Reference Guide
Fouth Edition. Plural Pub, page 248-55
8. Cosetti M, et al. 2008. Five-year Survival Rates and Time Trends of Laryngeal
Cancer in US Population. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2008;134(4):370-9.
9. Decaphunkul T. 2011. Epidemiology, Risk Factors, and Overall Survival Rate of
Laryngeal Cancer in Songklanagarind Hospital. J Med Assoc Thai. 2011;94(3):355-
60

39

Anda mungkin juga menyukai