Anda di halaman 1dari 22

REFERAT THT-KL

HERPES ZOSTER OTIKUS

Oleh:
Pramitha Yustia G99161073
Marfuah Hariyani G99162002
Hariadi G99162155
Mega Elisa Hasyim G99162156

Pembimbing:
dr. Novi Primadewi, Sp.THT-KL, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Herpes zoster oticus adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
varicella zoster. Virus ini menyerang satu atau lebih dermatom saraf kranial.
Dapat mengenai saraf trigeminus, ganglion genikulatum dan radiks servikalis
bagian atas. Keadaan ini disebut juga sindroma Ramsay Hunt. Tampak lesi kulit
yang vesikuler pada daerah muka sekitar telinga, otalgia, dan terkadang disertai
paralisis otot wajah. Pada keadaan yang berat ditemukan gangguan
pendengaran berupa tuli sensori neural.1
Menurut James Ramsey Hunt (1907) yang dikutip dari Colemon, SRH
adalah suatu sindrom yang terdiri dari otalgia, vesikel pada auricula dan parese
nervus facialis perifer.2 Definisi lain dari SRH adalah suatu parese nervus VII
perifer yang disertai dengan eritem vesikular pada telinga dan mulut.3
Angka kejadian SRH dari seluruh kejadian paresis fasialis akut adalah
10-15%.4 Pada dewasa terdapat kejadian sekitar 18%, anak-anak 16% dan
jarang terjadi pada anak kurang dari 6 tahun. Perbandingan insidensi antara laki-
laki dan wanita 1:1.5
Nervus fasialis merupakan saraf kranial terpanjang yang berjalan pada
tulang temporal sehingga sebagian besar kelainan nervus fasialis terletak pada
tulang ini. Nervus VII terdiri dari 3 komponen yaitu sensoris, motoris, dan
parasimpatis.6
Penyebab SRH adalah virus varicella zoster yang merupakan jenis virus
neurotropik. Virus ini merupakan anggota famili dari Herpesviridae dan
penyebab utama dari penyakit cacar air. Penyakit cacar air biasanya sembuh
sempurna tanpa sequele, namun virus tetap bisa mengalami masa dorman di
neuron. SRH terjadi akibat reaktivasi dari virus varicella zoster sebelumnya.7,8
Pada tahap awal virus varicella zoster masuk tubuh melalui saluran napas atas
dan mukosa konjungitva kemudian bereplikasi pada kelenjar limfe regional dan
tonsil. Virus kemudian menyebar melalui aliran darah dan berkembang biak di
organ dalam.7
Fokus replikasi virus terdapat pada sistem retikuloendotelial hati, limpa,
dan organ lain. Pada saat titer tinggi virus dilepaskan kembali ke aliran darah
dan membentuk vesikel pada kulit dan mukosa saluran nafas atas. Kemudian
berkembang dan menyebar melalui saraf sensoris dari jaringan cutaneus,
menetap pada ganglion serebrospinalis, dan ganglion saraf kranial. Parese
nervus VII timbul akibat reaktivasi virus varicella zoster yang menetap pada
ganglion geniculatum dan proses ini disebut ganglionitis. Ganglionitis menekan
selubung jaringan saraf, sehingga menimbulkan gejala pada nervus VII.
Peradangan dapat meluas sampai ke foramen stilomastoid.8 Gejala kelainan
nervus VIII yang juga dapat timbul akibat infeksi pada ganglion yang terdapat
pada telinga dalam atau penyebaran dari proses peradangan nervus VII.7,8

B. Rumusan Masalah
1. Apakah etiologi herpes zoster oticus ?
2. Bagaimana patofisiologi herpes zoster oticus ?
3. Apakah manifestasi klinis herpes zoster oticus ?
4. Bagaimana cara mendiagnosis herpes zoster oticus?
5. Apa sajakah komplikasi dari herpes zoster oticus ?
6. Bagaimana penatalaksanaan herpes zoster oticus ?
7. Bagaimana prognosis herpes zoster oticus ?

C. Tujuan
Mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik,
diagnosis, komplikasi, terapi, dan prognosis herpes zoster oticus.

D. Manfaat
1. Dalam bidang pendidikan dapat menambah pengetahuan tentang definisi,
etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, diagnosis, komplikasi, terapi, dan
prognosis herpes zoster oticus.
2. Dalam bidang pelayanan dapat digunakan sebagai asupan dalam upaya
pencegahan terjadinya pada penderita herpes zoster oticus.
3. Dalam bidang penelitian dapat digunakan sebagai titik tolak penelitian
selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Telinga

Gambar 2.1. Anatomi Telinga10

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membrane
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya
kira-kira 2,5-3 cm.9

Gambar 2.2. Telinga Luar10


Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjer
serumen (kelenjer keringat) dan rambut. Kelenjer keringat terdapat pada seluruh
kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai
kelenjer serumen.9
Membrane timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah
liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut
pars flaksida (membrane shrapnel), sedangkan bagian bawah pars tensa
(membrane propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah
lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus
bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis
lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat
elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian
dalam.9
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani
disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light)
ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membrane timpani kiri dan pukul 5
untuk membrane timpani kanan.9

Gambar 2.3. Membran Tympani10

Telinga tengah terdiri dari suatu ruang yang terletak diantara membrane
timpani dan kapsul telinga dalam, tulang-tulang dan otot yang terdapat
didalamnya beserta penunjangnya, tuba eustachius dan system sel-sel udara
mastoid.10
Telinga tengah berbentuk kubus dengan9 :
- Batas luar : membrane timpani
- Batas depan : tuba eustachius
- Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
- Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
- Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis sermisirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar
(round window) dan promontorium.
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis
semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan
perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.9
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lingkap dan
memebentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea
tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani disebelah bawah dan skala
media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi
perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat
di dalam perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk
pendengaran. Dasar skala vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar
skala media adalah membrane basalis. Pada membrane ini terletak organ corti.9
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membrane tektoria, dan pada membrane basal melekat sel rambut yang terdiri
dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ
corti.9
Gambar 2.4. Labirin10

B. Persyarafan Telinga dan Fisiologi Pendengaran


Daun telinga dan telinga luar menerima cabang-cabang sensoris dari
cabang aurikulotemporal saraf ke-5 di bagian depan, di bagian posterior dari
nervus aurikuler mayor dan minor, dan cabang-cabang nervus glosofaringeus
dan vagus. Liang telinga bagian tulang sebelah posterior superior disarafi oleh
cabang nervus fasialis.10
1. Nervus fasialis
Saraf kranialis ketujuh berasal dari batang otak, berjalan melalui
tulang temporal, dan berakhir pada otot-otot wajah. Sedikitnya lima cabang
utama. Selain mengurus persarafan otot wajah, saraf kranialis ketujuh juga
mengurus lakrimasi, salivasi, pengaturan impedansi dalam telinga tengah,
dan sensasi nyeri, raba, suhu dan kecap.11
Inti saraf ketujuh terletak pada daerah pons. Inti ini mendapat
informasi dari girus presentralis dari kortek motorik yang mengurus
persarafan dahi ipsilateral dan kontralateral. Traktus kortikalis serebrum
juga mensarafi belahan kontralateral bagian wajah lainnya. Nucleus motorik
hanya mengurus saraf fasialis ipsilateral. Saat saraf meninggalkan batang
otak, suatu cabang saraf kedelapann yang dikenal sebagai nervus
intermedius memisahkan diri dan bergabung dengan saraf ketujuh untuk
memasuki kanalis akustikus internus. Saraf membelok ke depan dan masuk
ke ganglion genikulatum. Ganglion mengandung badan sel untuk
pengecapan lidah anterior dan untuk sensai raba, nyeri, dan suhu kanalis
akustikus internus. Sejumlah serabut saraf melewati ganglion dan
membentuk saraf petrosus superfisialis mayor (parasimpatis). Saraf ini
berjalan sepanjang dasar fosa media dan masuk ke dalam kanalis
pterigoideus. Selanjutnya melintas menuju ganglion sfenopalatinum dan
beranastomosis dengan serabut yang mengurus apparatus lakrimalis.
Serabut-serabut fasialis membuat belokan tajam ke posterior pada ganglion
genikulatum dan berjalan turun lewat segmen labirin menuju segmen
timpani dari saraf. Saraf memasuki segmen timpani dan membuat genu
(putaran) kedua. Di sini, di dekat fenestra ovalis, saraf menjadi terpapar dan
dapat diraba dalam telinga tengah. Saraf berjalan turun dari genu secara
vertical da mengeluarkan cabang untuk otot stapedius. Di bawah tingkat ini,
muncul cabang kedua dan kembali masuk ke dalam telinga sebagai saraf
korda timpani. Korda membawa serabut-serabut nyeri, raba, dan suhu, serta
pengecapan untuk duapertiga anterior lidah.11
Saraf ini juga mengurus salivasi kelenjer submandibularis. Korda
berjalan diantara maleus dan inkus, kemudian keluar dari tulang temporal
melalui iter anterior. Bagian utama dari saraf fasialis membawa serabut-
serabut motorik dan keluar dari foramen stilomastoideum tepat di medial
prosessus mastoideus. Tujuh puluh persen serabut pada tempat ini
merupakan serabut motorik untuk wajah. Selanjutnya saraf membelok ke
anterior dan memecah menjadi lima cabang utama- temporalis,
zigomatikus, bukalis, dan servikalis. Cabang-cabang ini dapat saling
beranastomosis satu dengan yang lainnya ketika saraf melalui kelenjer
parotis.11
Gambar 2.5. Nervus Fasialis11

2. Nervus vestibulokoklearis / nervus oktavus


Saraf otak kedelapan terdiri dari 2 berkas saraf yang menyalurkan
dua macam impuls. Yang pertama ialah, nervus koklearis yang
menhantarkan impuls pendengaran. Dan yang kedua ialah nervus
vestibularis yang menyalurkan impuls keseimbangan.17
Alat penangkap rangsang pendengaran dan keseimbangan serabut
kedua bagian nervus oktavus berasal merupakan juga satu bangunan yang
terdiri dari dua bagian. Bangunan tersebut ialah labirin. Ia terdiri dari
bagian koklea dan vestibula.17
Baik rangsangan pendengaran maupun rangsang keseimbangan
bersifat gelombang. Gelombang suara diteruskan oleh gendang telinga,
tulang maleus, inkus dan stapes melalui fenestra vestibularis ke perilimfe.
Perilimfe ini ialah cairan yang merupakan bantalan bagi labirinus
membranikus. Endolimfe ialah cairan yang terkandung oleh labirintus
membranikus. Dengan demikian di bagian koklea terdapat tiga ruangan.
Ruang vestibular atau skala vestibule, ruang koklear atau duktus koklear,
dan ruang timpani atau skala timpani. Dinding diantara ketiga skala itu
dibentuk oleh membrane vestibule(membrane Reissner) dan membrane
basilaris. Gelombang suara membangkitkan goncangan di perilimfe
didalam skala vestibule. Kejadian tersebut menggerakkan membrane
Reissner yang membangkitkan timbulnya gelombang di dalam endolimfe.
Gelombang ini merangsang organ korti. Disitu membrane tektoria seolah-
olah bertindak sebagai pecut yang menggalakkan sel-sel yang bersambung
dengan serabut aferen sel ganglion spirale. Impuls yang dicetuskan oleh sel-
sel tersebut tadi ialah impuls pendengaran. Suara bernada tinggi
menggalakkan sel di basis dan yang bernada rendah di bagian puncak.
Serabut eferen ganglion spirale menyusun nervus koklearis.17
Bagian vestibula dari labirinitus membranikus terdiri dari kanalis
semisirkularis, utrikulus dan sakulus. Bangunan tersebut mengandung
endolimfe juga. Kanalis semisirkularis berjumlah tiga. Tiap kanalis
mempunyai bagian yang mengembung dan dinamakan ampula. Disitu
terdapat segundukan sel yang mempunyai juluran-juluran halus. Sel-sel
siliaris itu merupakan alat penangkap rangsang keseimbangan. Segundukan
sel semacam itu juga terdapat di utrikulus dan sakulus. Dan juga merupakan
alat penangkap rangsang keseimbangan, atau makula. Karena gerakan
badan dan kepala timbul akselerasi endolimfe ketiga alat vestibule itu.
Akselerasi angular merangsang makula kanalis semisirkularis. Gerakan
kepala terutama merangsang utrikulus sedangkan vibrasi merangsang
makula sakulus.17
Makula bersambung dengan juluran sel yang berkumpul di pangkal
makula. Juluran eferen sel itu menyusun nervus vestibularis. Di dalam
meatus akustikus internus vestibularis menggabungkan diri pada nervus
koklearis. Impuls yang dicetuskan oleh makula dari kanalis semisirkularis
menuju ke inti di pons dan dari situ kemudian dikirim ke inti-inti saraf
okular. Impuls yang dicetuskan oleh makula utrikulus dihantarkan ke inti
pons juga, tetapi tujuan akhirnya ialah korteks serebri di bagian belakang
girus temporalis. Selain korteks lobus temporalis dan inti-inti saraf okular,
impuls keseimbangan diterima juga oleh serebelum melalui serabut aferen
inti vestibular dan substansia retikularis serta medulla spinalis. Impuls
keseimbangan yang dipancarkan ke serebelum terutama diproyeksikan
kepada lobus flokulonodularis ipsilateral. Dan sel-sel di medulla spinalis
yang menerima impuls dari inti vestibular ialah sel-sel di kornu anterior
terutama di bagian servikal.17

Gambar 2.6. Nervus Vestibulokoklearis17

C. Herpes Zoster Otikus


Menurut James Ramsay Hunt (1907) yang dikutip dari Colemon, SRH
adalah suatu sindrom yang terdiri dari otalgia, vesikel pada aurikula dan parese
nervus fasialis perifer. Definisi lain dari SRH adalah suatu parese nervus VII
perifer yang disertai dengan eritem vesikuler pada telinga dan mulut18
Herpes zoster otikus adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
varicella zoster. Virus ini menyerang satu atau lebih dermatom saraf cranial.
Dapat mengenai saraf trigeminus, ganglion genikulatum dan radiks servikalis
bagian atas. Keadaan ini disebut juga sindroma Ramsay Hunt. Tampak lesi kulit
yang vesikuler pada kulit di daerah muka sekitar liang telinga, otalgia, dan
terkadang disertai paralisis otot wajah. Pada keadaan yang berat ditemukan
gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural.17
Herpes zoster merupakan manifestasi neurotrofik rekurens dari virus
varisela yang mengalami reaktivasi. Kemungkinan, virus menetap dalam sel
ganglion, menjadi bereaksi ketika imunitas tubuh menurun karena trauma
seperti trauma lokal, stress, neoplasia, atau infeksi baru yang masif dengan virus
varisela-zoster.11

D. Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh Varicella-Zoster Virus (VZV). VZV
mempunyai kapsid yang tersusun dari 162 subunit protein dan berbentuk simetri
ikosehedral dengan diameter 100 nm. Virion lengkapnya berdiameter 150-200
nm dan hanya virion yang berselubung yang bersifat infeksius.16
Infeksiositas virus ini dengan cepat dapat dihancurkan oleh bahan
organik, detergen, enzim proteolitik, panas, dan lingkungan pH yang tinggi.8

E. Epidemiologi
Penyebarannya sama seperti varisela. Penyakit ini, seperti yang
diterangkan dalam definisi, merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah
penderita mendapat varisela. Kadang-kadang varisela ini berlangsung subklinis.
Tetapi ada pendapat yang menyatakan kemungkinan transmisi virus secara
aerogen dari pasien yang sedang menderita varisela atau herpes zoster. 14
Paralisis fasialis perifer timbul pada kira-kira tiga perempat kasus,
hampir 40 % mengenai n. VIII.13

F. Patogenesis
Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion
kranialis, kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan
daerah persarafan ganglion tersebut. Kadang-kadang virus ini juga menyerang
ganglion anterior, bagian motorik kranialis sehingga memberikan gejala-gejala
gangguan motorik.14
Pada herpes zoster saraf kranialis, beberapa jenis dapat dibedakan; (1)
tipe trigeminus (menyerang ganglion gasserian) dengan terlibatnya satu atau
lebih cabang, (2) otikus zoster (menyerang pada ganglion genikulatum), (3)
zoster dari saraf glosofaringeus, (4) zoster dari saraf vagus, dan tipe segmental
lain. Zoster oftalmikus terutama berbahaya, karena seringkali mengenai
konjungtiva dan kornea, dan iritis, glaucoma, dan bahkan panoftalmitis dapat
terjadi.11
Selama terjadinya infeksi varisela, VZV meninggalkan lesi di kulit dan
permukaan mukosa ke ujung serabut saraf sensorik. Kemudian secara
sentripetal virus ini dibawa melalui serabut saraf sensorik tersebut menuju ke
ganglion saraf sensorik. Dalam ganglion ini, virus memasuki masa laten dan
disini tidak infeksius dan tidak mengadakan multiplikasi lagi, namun tidak
berarti ia kehilangan daya infeksinya.16
Bila daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan, akan terjadi
reaktivasi virus. Virus mengalami multiplikasi dan menyebar di dalam
ganglion. Ini menyebabkan nekrosis pada saraf serta terjadi inflamasi yang
berat, dan biasanya disertai neuralgia yang hebat.16
VZV yang infeksius ini mengikuti serabut saraf sensorik, sehingga
terjadi neuritis. Neuritis ini berakhir pada ujung serabut saraf sensorik di kulit
dengan gambaran erupsi yang khas untuk erupsi herpes zoster.16

G. Gejala klinis
Setelah masa inkubasi 4-20 hari, gangguan timbul dengan fase prodormal
neuralgik. Dalam dua sampai tiga hari, terdapat bentuk vesikel berkelompok
pada daerah yang dipersarafi oleh saraf yang terkena. Jika wajah terkena, seperti
pada oftalmikus zoster atau otikus zoster (sindrom Ramsay Hunt), nyeri
terutama sangat hebat, dan gejala-gejala prodormal umum seperti demam dan
nausea tampak jelas. Dengan timbulnya vesikel, jarang sebelumnya, timbul
limfadenitis regional yang nyeri. Herpes zoster terjadi lebih sering pada pria
daripada wanita dan terutama mengenai individu yang berusia lebih dari 45
tahun.11
Sindroma Ramsay Hunt atau herpes zoster otikus, melibatkan saraf
fasialis dan menimbulkan suatu ruam pada liang telinga dan pinna. Pustula-
pustula kecil terbentuk dalam liang telinga dan sangat nyeri.9
Gambar 2.7. Lesi Herpes Zoster18

Awitan suatu paralisis wajah seringkali bersama otalgia dan erupsi


herpetic pada bagian-bagian telinga luar dianggap sebagai akibat infeksi virus
pada ganglion genikulatum. Lesi kulit vesicular mungkin hanya terbatas pada
sebagian liang telinga yang dipersarafi oleh suatu cabang sensorik kecil dari
saraf kranialis ketujuh, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka
(paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinnitus,
vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea, juga terdapat gangguan
pengecapan.9
Gambaran paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata
dan hampir selalu unilateral. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang
dipersarafi oleh salah satu ganglion sensorik.16
Gambar 2.8. Bell’s palsy19

H. Histopatologi
Ditemukan sebukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan serabut
saraf, proliferasi endotel pembuluh darah kecil, hemoragi fokal, dan inflamasi
bungkus ganglion.16
Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen VZV
dapat dilihat secara imunofluoresensi.16

I. Diagnosis
Diagnosis SRH dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang THT-KL. Pemeriksaan fungsi nervus VII diperlukan
untuk menentukan letak lesi, beratnya kelumpuhan dan evaluasi pengobatan.
Pemeriksaan meliputi fungsi motorik otot wajah, tonus otot wajah, ada tidaknya
sinkinesis atau hemispasme, gustatometri dan tes Schimer.18
Diagnosis biasanya secara klinis. Pemeriksaan audiometry dan uji
fungsi saraf mungkin diperlukan. Namun untuk memastikan penyebabnya
karena virus, dapat dilakukan pemeriksaan percobaan Tzanck dapat ditemukan
sel datia berinti banyak atau dengan pemeriksaan imunofluoresens/ kultur
virus.12
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan audiometri nada murni,
timpanometri, Brainsteam Evoked Response Audiometry (BERA) dan tes
elektronistagmografi (ENG). Diagnosis pasti ditegakkan dengan mengisolasi
virus, deteksi antigen spesifik untuk virus varisela zoster atau dengan hibridasi
DNA virus.18

J. Diagnosis Banding
- Bell palsy
- Herpes simplek
- Otitis eksterna
- Otitis media
- Stroke

K. Pengobatan
Pengobatan sesuai dengan tatalaksana herpes zoster. Terapi sistemik
umumnya bersifat simtomatik, untuk nyerinya diberikan analgetik. Dapat
ditambahkan neurotropik : vitamin B1, B6, dan B12. Jika disertai infeksi
sekunder diberikan antibiotik.9,14,16,22
Indikasi obat antiviral adalah herpes zoster oftalmikus dan pasien
dengan defisiensi imunitas mengingat komplikasinya. Obat yang biasa
digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya misalnya valasiklovir. Pemberian
antivirus (valacyclovir) dalam 2x 24 jam setelah terjadinya penyakit. Jika lesi
baru masih tetap timbul obat tersebut masih dapat diteruskan dan dihentikan
sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak timbul lagi.14,13
Isoprinosin sebagai imunostimulator tidak berguna karena awitan
kerjanya baru setelah 2-8 minggu, sedangkan masa aktif penyakit kira-kira
hanya seminggu.14
Indikasi pemberian kortikosteroid ialah untuk sindrom Ramsay Hunt.
Pemberian harus sedini dininya untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang
biasa kami berikan ialah prednisone dengan dosis 3x 20 mg sehari, setelah
seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednisone setinggi
itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antiviral.
Dikatakan kegunannya untuk mencegah fibrosis ganglion.14,21
Pengobatan topical bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium
vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya
vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosive diberikan kompres
terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salap antibiotik.14
Bila paralisis fasial menetap lebih dari 60 hari tanpa tanda-tanda
perbaikan, tindakan dekompresi harus dikerjakan. Dalam hal ini dekompresi
dikerjakan pada segmen horizontal dan ganglion genikulatum.10

L. Komplikasi
Neuralgia postzoster merupakan nyeri yang sangat hebat untuk beberapa
bulan atau bahkan bertahun-tahun, terutama pada orang yang lebih tua.
Kombinasi dari anesthesia atau hipestesi dari segmen yang terkena, seringkali
dengan neuralgia yang sangat berat, terutama sangat menderita. Di samping itu,
herpes zoster dapat menjadi neuralgia trigeminalis yang menusuk.11

M. Prognosis
Untuk kulit baik, sembuh dalam beberapa hari sampai minggu,
walaupun sakit lama baru hilang sampai beberapa bulan. Paralise pun lama
dapat menghilang, ialah setelah beberapa minggu walaupun ada kalanya ini
tidak dapat sembuh dengan sempurna. Prognosis untuk pendengaran tidak
begitu baik.12,22,23
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
1. Herpes zoster otikus adalah infeksi virus yang mengenai ganglion
genikulatum, merupakan komplikasi dari herpes zoster dimana terjadi
reaktivasi dari infeksi virus varisela zoster laten di ganglion genikulatum
sensoris. Herpes zoster otikus yang disertai dengan paralisis nervus facialis
disebut Ramsay-Hunt Syndrome ditandai dengan otalgia, vesikel pada
aurikula dan parese nervus fasialis perifer.
2. Gejala yang timbul diawali dengan gejala prodormal berupa nyeri kepala,
nyeri telinga, lesu, demam, sakit kepala, mual dan muntah. Terdapat lesi di
telinga luar berupa vesikel berkelompok diatas daerah yang eritema, edema
dan disertai rasa nyeri seperti terbakar pada telinga dan kulit sekitarnya
(nyeri radikuler). Gejala tambahan lain yang dikeluhkan pasien dapat
berupa telinga berdenging (tinnitus), hilangnya pendengaran, pusing
berputar (vertigo), dan rasa lidah/pengecap berubah
3. Penegakan diagnosis herpes zoster otikus dengan mengisolasi virus, deteksi
antigen spesifik untuk virus varisela zoster atau dengan hibridasi DNA
virus.
4. Penatalaksanaan herpes zoster otikus dapat dilakukan dengan konservatif
dan operatif. Konservatif terdiri atas medikamentosa dan non
medikamentosa. Medikamentosa dengan pemberian kortikosteroid dan anti
virus, dan non medikamentosa dengan program rehabilitasi stimulasi
elektrik saraf transkutaneus dan gerakan neuromuscular fasial.
Penatalaksanaan operatif dilakukan bila parese menetap lebih dari 60 hari
tanpa tanda-tanda perbaikan, sehingga tindakan dekompresi harus
dilakukan.
5. Prognosis tergantung derajat kerusakan. Jika kerusakan saraf ringan maka
diharapkan penyembuhan terjadi beberapa minggu. Jika kerusakan saraf
berat maka terjadi penyembuhan dalam beberapa bulan.
B. Saran
1. Bagi masyarakat umum, dengan mengetahui bagaimana penyebab, faktor
risiko dan pencegahan dari penyakit herpes zoster otikus (Ramsay-Hunt
Syndrome) maka dapat menjadi satu langkah preventif yang penting.
2. Bagi petugas medis, perjalanan penyakit sangatlah penting untuk diketahui
sehingga mampu memikirkan dan menghindarkan berbagai kemungkinan
dalam tujuan memberikan penatalaksanan terhadap penyakit tersebut.
3. Bagi kalangan akademis, semoga dapat dijadikan sebagai bahan penelitian
dengan memahami referensi artikel ilmiah ataupun berbagia jurnal
penilitian yang ada.
4. Bagi petugas medis seperti dokter atau perawat dalam pelaksanaan
penulisan rekam medis dari pasien dapat lebih lengkap dan rinci karena hal
tersebut berkaitan dengan kondisi daripada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. F.Hafil A, Sosialisman, Helmi.2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga


Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher.Edisi ke -7. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
2. Coleman et al. Ramsay Hunt syndrome with severe dysphagia. Department of
Otolaryngology Head and Neck Surgery Michigan medical center.2011;1-2.
3. Danil Kim et al. Ramsay Hunt syndrome presenting as simple otitis externa in
CJEM. Department of Medicine University of Toronto;2008; 247-50
4. Anil K. Facial nerve: disorders of facial nerve. In Current otolaryngology. New
York: Mc Graw Hill;2007.
5. Miravalle A. Ramsay Hunt syndrome. Available from http://emedicine.
medscape.com Cited on August 2009.
6. Sjarifudin, Bashirudin J, Bramantyo B. Kelumpuhan Nervus Fasialis Perifer.
Dalam: Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher.
Edisi 6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2007,p114-17.
7. Munilson, Jacky et al. 2011. Diagnosis dan Penatalaksanaan Sindrom Ramsay
Hunt. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Dedah Kepala dan Leher Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas/RS DR. M. Djamil Padang
8. Kim IIj, et al. Ramsay Hunt Syndrome complicated by a brainstem lesion.
Journal of Clinical virology 39 (2007) 322-325.
9. Soetirto, Indro. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam: Soepardi EA, Iskandar
HN (editors). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
Leher edisi ke VII. Jakarta : Balai Penerbit FK UI; 2012
10. Ballenger, John. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Jilid
Dua. Binarupa Aksara. Jakarta, 1997
11. Maisel, HR dkk. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam Adam GL, Boies LR, Higler
PA. BOIES, Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Alih Bahasa : Wijaya C. BOIES
Fundamental of Otolaryngology. Jakarta : Penerbit EGC ; 1997
12. Soepardi, AE. Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan Teinga-Hidung-
Tenggorok. Balai Penerbit FK UI. Jakarta;2003
13. Broek, P. Van dkk. Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung, dan
Telinga. Edisi kedua belas. EGC Jakarta;2010
14. Handoko, PR. Penyakit Virus. Dalam : Djuanda, Adhi dkk(editors). Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelaminn edisi ke V. Jakarta : Balai Penerbit FK UI; 2007
15. Landow, KR. Kapita Selekta Terapi Dermatologik. Alih Bahasa : Andrianto P.
Jakarta: Penerbit EGC; 1984
16. Harahap, Marwali. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Penerbit Hipokrates;2000
17. Mardjono, M. Sidharta, P. Neurologi Klinis Dasar .Jakarta : Penerbit Dian
Rakyat; 2009
18. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas/RS Dr.M.Djamil Padang.
www.repository.unand.ac.id
19. CJ Sweeney, D H Gilden, Department of Neurology, Mail Stop B182,
University of Colorado Health Sciences Center. www.jnnp.com
20. Herpes Zoster Oticus : A rare clinical entity, Department of Oral Diagnosis,
Medicine and Radiology, K.M. Shah Dental Collage and Hospital, Piparia,
Vadodara, Gujarat, India www.contempclindent.org
21. Corticosteroids as adjuvant to antiviral treatment in Ramsay Hunt Syndrome
(herpes zoster oticus with facial palsy) in adult (Review) http://www.
thecochranelibrary.com
22. Pediatric Clinical Support : Ramsay Hunt Syndrome http://www.
biomedicentral.com/1756-0500/6/337
23. Prognostic Factors inherpes Zoster Oticus (Ramsay Hunt Syndrome) The
University of Sydney; and Royal Prince Alfred Hospital, Sydney, Australia.
Otology & Neurotology, Inc. Unauthorized reproduction of this arthicle is
prohibited

Anda mungkin juga menyukai