Anda di halaman 1dari 31

Naufal Kamal Yurnadi

1102014189
LEARNING OBJECTIVES
LI. 1 M.M ANATOMI SALURAN PERNAPASAN ATAS
LO.1.1 MAKROSKOPIS SALURAN PERNAPASAN ATAS
LO.1.2 MIKROSKOPIS SALURAN PERNAPASAN ATAS

LI.2 M.M FISIOLOGI SALURAN NAPAS ATAS


LO.2.1 FUNGSI SALURAN PERNAFASAN ATAS
LO.2.2 MEKANISME PERTAHANAN SALURAN PERNAFASAN ATAS

LI.3 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MENGENAI RHINITIS ALERGI


LO.3.1 DEFINISI
LO.3.2 ETIOLOGI
LO.3.3 KLASIFIKASI
LO.3.4 PATOFISIOLOGI
LO.3.5 MANIFESTASI KLINIK
LO.3.6 DIAGNOSIS
LO.3.7 DIAGNOSIS BANDING
LO.3.8 TATALAKSANA (*Antihistamin, Denkogestan, Kortikosteroid)
LO.3.9 PENCEGAHAN
LO.3.10 KOMPLIKASI
LO.3.11 PROGNOSIS

LI.4 M.M PANDANGAN ISLAM TERHADAP PERNAFASAN


LO.4.1 ADAB BERSIN
LO.4.2 MENJAGA PERNAFASAN DALAM ISLAM

LI. 1 M.M ANATOMI SALURAN PERNAPASAN ATAS


LO.1.1 MAKROSKOPIS SALURAN PERNAPASAN ATAS
1. HIDUNG
Organ pertama yang berfungsi dalam saluran napas. Terdapat vestibulum nasi yang
terdapat cilia kasar yang berfungsi sebagai saringan udara. Bagian dalam rongga hidung ada
terbentuk terowongan yang disebut cavum nasi mulai dari nares anterior sampai ke nares
posterior lalu ke nasofaring.
Sekat antara kedua rongga
hidung dibatasi dinding yang
berasal dari tulang dan mucusa
yaitu septum nasi yang dibentuk
oleh :
a. Cartilago septi naso
b. Os vomer
c.Lamina
perpendicularis
os
ethmoidalis
Dinding superior rongga
hidung sempit, dibentuk lamina
cribroformis ethmoidalis yang
memisahkan rongga tengkorak
dengan rongga hidung. Dinding
inferior dibentuk os maxilla dan os
palatinum.
Ada 2 cara pemeriksaan hidung yaitu rhinoscopy anterior dan posterior. Pada anterior, di
cavum nasi di sisi lateral terdapat concha nasalis yang terbentuk dari tulang tipis dan ditutupi
mukosa yang mengeluarkan lendir dan di medial terlihat dinding septum nasi. Pada posterior,
dapat terlihat nasofaring, choanae, bagian ujung belakang conchae nasalis media dan inferior,
juga terlihat OPTA yang berhubungan dengan telinga.
Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal :
Dihangatkan
Disaring
Dilembabkan
Ketiga hal di atas merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi, yang terdiri
atas Psedostrafied Ciliated Columnar Epitelium yang berfungsi menggerakkan partikelpartikel halus ke arah faring sedangkan partikel yang besar akan disaring oleh bulu hidung,
sel golbet dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara yang masuk, pembuluh
darah yang berfungsi menghangatkan udara. Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha.
Terdapat 3 buah concha nasalis, yaitu :
a. Concha nasalis superior
b. Concha nasalis inferior
c. Concha nasalis media
Di antara concha nasalis superior dan media terdapat meatus nasalis superior. Antara
concha media dan inferior terdapat meatus nasalis media. Antara concha nasalis inferior dan
1

dinding atas maxilla terdapat meatus nasalis inferior. Sinus-sinus yang berhubungan dengan
cavum nasi disebut sinus paranasalis :
a. Sinus sphenoidalis mengeluarkan
sekresinya melalui meatus superior
b. Sinus frontalis ke meatus media
c. Sinus maxillaris ke meatus
media
d. Sinus ethmoidalis ke meatus
superior dan media.
Di sudut mata terdapat hubungan
antara hidung dan mata melalui
ductus
nasolacrimalis
tempat
keluarnya air mata ke hidung
melalui meatus inferior. Di
nasofaring terdapat hubungan antara hidung dan rongga telinga melalui OPTA (Osteum
Pharyngeum Tuba Auditiva) eustachii. Alurnya bernama torus tobarius.
Persarafan hidung
Persarafan sensorik dan sekremotorik hidung :
1. Depan dan atas cavum nasi mendapat persarafan sensoris dari cabang nervus opthalmicus
2. Bagian lainnya termasuk mucusa hidung cavum nasi dipersarafi ganglion sfenopalatinum.
Nasofaring dan concha nasalis mendapat persarafan sensorik dari cabang ganglion
pterygopalatinum.
Nervus olfactorius memberikan sel-sel reseptor untuk penciuman. Proses penciuman : pusat
penciuman pada gyrus frontalis, menembus lamina cribrosa ethmoidalis ke traktus
olfactorius, bulbus olfactorius, serabut n. olfactorius pada mucusa atas depan cavum nasi.
1. Arteri ethmoidalis dengan cabang-cabang : arteri nasalis externa dan lateralis, arteri
septalis anterior
2. Arteri ethmoidalis posterior dengan cabang-cabang : arteri nasalis posterior, lateralis dan
septal, arteri palatinus majus
3. Arteri sphenopalatinum cabang arteri maxillaris interna. Ketiga pembuluh tersebut
membentuk anyaman kapiler pembuluh darah yang dinamakan Plexus Kisselbach. Plexus ini
mudah pecah oleh trauma/infeksi sehingga sering menjadi sumber epistaxis pada anak. Bila
Plexus Kisselbach pecah, maka akan terjadi epistaxis.
Epistaksis ada 2 macam, yaitu :
a. Epistaksis anterior
Dapat berasal dari flexus Kisselbach, yang merupakan sumber perdarahan paling sering
dijumpai anak-anak. Dapat juga berasal dari arteri ethmoidalis anterior. Perdarahan dapat
berhenti sendiri atau spontan dan dapat dikendalikan dengan tindakan sederhana.
b. Epistaksis posterior
Berasal dari arteri sphenopalatina, dan a.ethmoidalis posterior. Perdarahan cenderung lebih
berat dan jarang berhenti sendiri, sehingga dapat menyebabkan anemia, hipovolemia, dan
syok. Sering ditemukan pada pasien dengan penyakit kardiovaskular.
2. FARING

a.
b.
c.
udara dan aliran makanan.

Pipa berotot yang berjalan dari dasar


tengkorak sampai persambungannya dengan
oesopagus pada ketinggian tulang rawan
Krikoid. Maka letaknya di belakang larinx
(larinx-faringeal). Faring terbagi menjadi 3,
yaitu
Nasofaring terdapat Pharyngeal Tonsil dan
Tuba Eustachius ,
Orofaring merupakan pertemuan rongga mulut
dengan faring, terdapat pangkal lidah,
gabungan sistem respirasi dan pencernaan
Laringofaring terjadi persilangan antara aliran

3. LARING
Daerah yang dimulai dari aditus laryngis
sampai batas bawah cartilago cricoid.
Rangka laring terbentuk dari tulang rawan
dan tulang. Laring adalah bagian terbawah
dari saluran napas atas.
1. Berbentuk tulang adalah os hyoid
2. Berbentuk tulang rawan adalah : tyroid 1
buah, arytenoid 2 buah, epiglotis 1 buah.
Pada arytenoid bagian ujung ada tulang
rawan kecil cartilago cornuculata dan
cuneiforme.
3. Tulang rawan dan ototnya berasal dari
mesenkim lengkung faring ke 4 dan ke
6. Mesenkin berproliferasi dengan cepat,
aditus laringis berubah bentuk dari celah
sagital menjadi lubang bentuk T. mesenkin
kedua lengkung faring menjadi kartilago
tiroidea, krikoidea serta antenoidea. Epitel
laring
berproliferasi
dengan
cepat.
Vakuolisasi dan rekanalisasi terbentuk
sepasang resesus lateral, berdiferensiasi
menjadi pita suara palsu dan sejati.
Os hyoid
Mempunyai 2 buah cornu, cornu majus dan minus. Berfungsi untuk perlekatan otot mulut dan
cartilago thyroid
Cartilago thyroid
Terletak di bagian depan dan dapat diraba tonjolan yang disebut prominess laryngis atau
lebih disebut jakun pada laki-laki. Jaringan ikatnya adalah membrana thyrohyoid.
Mempunyai cornu superior dan inferior. Pendarahan dari a. Thyroidea superior dan inferior.
Cartilago arytenoid
3

Mempunyai bentuk seperti burung penguin. Ada cartilago corniculata dan cuneiforme. Kedua
arytenoid dihubungkan m.arytenoideus transversus.
Epiglotis
Tulang rawan berbentuk sendok. Melekat di antara cartilago arytenoid. Berfungsi untuk
membuka dan menutup aditus laryngis. Saat menelan epiglotis menutup aditus laryngis
supaya makanan tidak masuk ke laring.
Cartilago cricoid
Batas bawah adalah cincin pertama trakea. Berhubungan dengan thyroid dengan ligamentum
cricothyroid dan m.cricothyroid medial lateral.
Otot-otot laring :
a. Otot extrinsik laring
M.cricothyroid
M. thyroepigloticus
b. Otot intrinsik laring
M.cricoarytenoid posterior yang membuka plica vocalis. Jika terdapat gangguan pada
otot ini maka bisa menyebabkan orang tercekik dan meninggal karena rima glottidis
tertutup. Otot ini disebut juga safety muscle of larynx.
M. cricoarytenoid lateralis yang menutup plica vocalis dan menutup rima glottdis
M. arytenoid transversus dan obliq
M.vocalis
M. aryepiglotica
M. thyroarytenoid
Dalam cavum laryngis terdapat :
Plica vocalis, yaitu pita suara asli sedangkan plica vestibularis adalah pita suara palsu. Antara
plica vocalis kiri dan kanan terdapat rima glottidis sedangkan antara plica vestibularis
terdapat rima vestibuli. Persyarafan daerah laring adalah serabut nervus vagus dengan cabang
ke laring sebagai n.laryngis superior dan n. Recurrent.

LO.1.2 MIKROSKOPIS SALURAN PERNAPASAN ATAS


Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi O2 dan
mengeluarkan CO2 dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan homeostasis. Fungsi
ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari rongga hidung/mulut hingga ke
alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dengan
pembuluh darah.
Sistem pernapasan bisaanya dibagi menjadi 2 daerah utama:
1. Bagian konduksi: meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea,
bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminalis
2. Bagian respirasi: meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan
alveolus.
Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris
bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5
macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells),
sel basal, dan sel granul kecil.

Rongga hidung
4

Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares
terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan
epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis.
Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial,
terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing dinding lateralnya. Konka
media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel
olfaktorius yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri
atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang
melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki
akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel basal (berbentuk piramid) dan
kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan sekret yang
membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk membaui zatzat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap

udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum masuk
lebih jauh.
Silia berfungsi untuk mendorong lendir ke arah nasofaring untuk tertelan atau dikeluarkan
(batuk) .Sel goblet dan kelenjar campur di lamina propria mnghasilkan sekret, untuk menjaga
kelembaban hidung dan menangkap partikel debu halus . Di bawah epitel chonca inferior
terdapat swell bodies, merupakan fleksus vonosus untuk menghangatkan udara inspirasi

Sinus paranasalis
Terdiri atas sinus frontalis, sinus maxillaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid,
semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh
epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina
propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan
periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.

Faring
Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang
berkontak dengan palatum mole, sedangkan orofaring dilapisi
epitel tipe skuamosa/gepeng.
Terdiri dari :
Nasofaring (epitel bertingkat torak bersilia, dengan sel
goblet)
Orofaring (epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk)
Laringofaring (epitel bervariasi)
Laring
Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina
propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang
mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis
merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan
laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan
permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah
epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.
Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen
laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari
epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang
terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis
(otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi
yang berbeda-beda.

Epiglottis
Memiliki permukaan lingual dan laryngeal. Seluruh permukaan laringeal ditutupi oleh
epitel berlapis gepeng, mendekati basis epiglottis pada sisi laringeal, epitel ini mengalami
peralihan menjadi epitel bertingkat silindris bersilia


Trakea
Permukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada lamina
propria dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana ujung bebasnya
berada di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel
kelenjar membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong partikel
asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka.
Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut
terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan
lumen dan mencegah distensi berlebihan.

epitel trakea dipotong memanjang,epitel trakea, khas berupa adanya tulang rawan hialin yang
berbentuk tapal kuda ("c-shaped")

LI.2 M.M FISIOLOGI SALURAN NAPAS ATAS


LO.2.1 FUNGSI SALURAN PERNAFASAN ATAS
Fungsi utama :
1. Menjamin tersedianya O2 untuk kelangsungan metabolisme sel sel tubuh.
2. Mengeluarkan CO2 sebagai hasil metabolisme sel secara terus menerus
Fungsi tambahan:
1. Mengeluarkan air dan panas dari dalam tubuh. Udara yg masuk akan dilembabkan
dan dipanaskan dalam saluran nafas sebelum dikeluarkan dari paru-paru
2. Meningkatkan aliran balik vena sebagai fungsi pompa
3. Proses berbicara, bernyanyi dan vokalisasi
4. Mengeluarkan, memodifikasi, dan inaktifkan bahan yg melewati sirkulasi pulmonal.
Fungsi saluran nafas:
Pertahanan benda asing yg masuk saluran nafas. Partikel ukuran lebih 10 m akan
dihambat oleh bulu hidung . Partikel ditangkap sillia. Cillliary escalator mendorong
keluar dengan kecepatan 16mm/menit.
Fungsi dilakukan oleh mucus yg dihasilkan kelenjar sebasea dan sel goblet pada
mukosa hidung dan faring.
Paru mengaktifkan angiotensin II yg penting untuk mengatur kadar ion natrium di
cairan ekstrasel.
Converting enzim yg mengaktifkan angiotensin II ada di permukaan sel endotel paru.
Enzym tersebut menginaktifkan bradikinin.
Menurunkan suhu udara pernafasan sesuai dengan suhu tubuh oleh pembuluh darah
pada mukosa hidung dan saluran udara
Melembabkan udara pernafasan untuk mencegah mengeringnya permukaan Membran
alveol
Proses pernapasan dibagi menjadi 2,yaitu:
1. Pernapasan luar (eksternal)
Dimana terjadi penyerapan O2 dan pengeluaran CO2 dari tubuh secara keseluruhan.
Dalam pernafasan eksternal terdapat proses
Ventilasi
Selama inspirasi udara mengalir dari atmosfir ke alveoli. Selama ekspirasi sebaliknya
yaitu udara keluar dari paru-paru. Udara yg masuk ke dalam alveoli mempunyai suhu dan
kelembaban atmosfir. Udara yg dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhu
sama dengan tubuh.
Difusi
Yaitu proses dimana terjadi pertukaran O2 dan CO2 pada pertemuan udara dengan darah.
Tempat difusi yg ideal yaitu di membran alveolar-kapilar karena permukaannya luas dan
tipis. Pertukaran gas antara alveoli dan darah terjadi secara difusi.
Perfusi pulmonal
Merupakan aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal dimana O 2 diangkut dalam
darah membentuk ikatan (oksi Hb) / Oksihaemoglobin(98,5%) sedangkan dalam eritrosit
bergabung dgn Hb dalam plasma sbg O 2 yg larut dlm plasma (1,5%). CO2 dalam darah
ditrasportasikan sebagai bikarbonat.
2. Pernapasan dalam (internal)
Akan terjadi penggunaan O2 dan pembentukan CO2 oleh sel-sel serta pertukaran gas
antara sel-sel tubuh dengan media cair sekitarnya.
8

a.Mekanisme pernapasan berdasarkan antomi


Pada waktu inspirasi udara masuk melalui kedua nares anterior vestibulum nasi
cavum nasi lalu udara akan keluar dari cavum nasi menuju nares posterior (choanae)
masuk ke nasopharynx,masuk ke oropharynx (epiglottis membuka aditus laryngis) daerah
larynx trakea masuk ke bronchus primer bronchus sekunder bronchioles segmentalis
(tersier) bronchiolus terminalis melalui bronchioles respiratorius masuk ke organ
paru ductus alveolaris alveoli.Pada saat di alveoli terjadi pertukaran CO2 (yang dibawa
A.pulmonalis)lalu keluar paru dan O2 masuk kedalam vena pulmonalis.lalu masuk ke atrium
sinistra ventrikel sinistra dipompakan melalui aorta ascendens masuk sirkulasi
sistemik oksigen (O2) di distribusikan keseluruh sel dan jaringan seluruh tubuh melalui
respirasi internal,selanjutnya CO2 kembali ke jantung kanan melalui kapiler / vena
dipompakan ke paru dan dengan ekspirasi CO2 keluar bebas.B.
b. Mekanisme pernapasan berdasarkan fisiologinya
Inspirasi merupakan proses aktif ,akan terjadi kontraksi otot otot,inspirasi akan
meningkatkan volume intra torakal,tekanan intrapleura dibagian basis paru akan turun dari
normal sekitar -2,5 mm Hg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi menjadi
6 mmHg.jaringan paru semakin tegang ,tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih
negatif dan udara mengalir ke dalam paru.pada akhir inspirasi daya rekoil paru mulai menarik
dinding dada kembali kedudukan ekspirasi ,sampai tercapai keseimbangan kembali antara
daya rekoil jaringan paru dan dinding dada.tekanan didalam saluran udara menjadi sedikit
positif dan udara mengalir meninggalkan paru,selama pernapasan tenang,ekspirasi
merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume
intra torakal,
namun pada awal ekspirasi masih terdapat kontraksi ringan otot inspirasi,kontraksi ini
berfungsi sebagai peredam daya rekoil paru dan memperlambat ekspirasi.
LO.2.2 MEKANISME PERTAHANAN SALURAN PERNAFASAN ATAS
Pernafasan bagian atas, meliputi hidung, faring,dan laring. Saluran pernafasan dari hidung
sampai bronkiolus dilapisi oleh membrane mukosa bersilia.
Ketika masuk ronga hidung, udara disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini
merupakan fungsi utama mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia
dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mucus yang disekresi oleh sel goblet
dan kelenjar mukosa. Partikel debu yang kasar disaring oleh rambut-rambut yang terdapat
dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mucus.
Gerakan silia mendorong lapisan mucus ke posterior didalam rongga hidung, danke superior
didalam sistem pernafasan bagian bawah menuju ke faring. Dari sini partikel halus akan
tertelan atau dibatukkan keluar. Lapisan mucus memberikan air untuk kelembaban, dan
banyaknya jaringan pembuluh darah dibawahnya akan menyuplai panas ke udara inspirasi.
Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedemikian rupa, sehingga udara yang mencapai faring
hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelembabannya mencapai 100%.
Peran hidung dalam pertahanan saluran pernafasan
Hidung merupakan penjaga utama dari udara yang masuk pertama kali.Dalam sehari,
kita menghirup sekitar 10.000-20.000 liter udara.Fungsi hidung selain sebagai jalan masuk
udara, menghangatkan udara, dan melembabkan udara, juga sebagai penyaring
udara.Mekanisme pertahanan utama dari saluran napas adalah epitel permukaannya yang
cukup istimewa yaitu epitel respiratorius atau epitel bertingkat (berlapis semu) silindris
bersilia dan bersel goblet.
9

Epitel ini terdiri dari lima macam jenis sel yaitu:


1.
Sel silindris bersilia: sel terbanyak (1 sel mengandung 300 silia). Silia
ini terus bergerak utuk menangkap dna mengeluarkan partikel asing.
2.
Sel goblet mukosa: bagian apikal mengandung droplet mukus yang
terdiri dari glikoprotein.
3.
Sel sikat (brush cells): sel yang memiliki ujung saraf aferen pada
permukaan basal (reseptor sensorik penciuman).
4.
Sel basal (pendek)
5.
Sel granul kecil: mirip sel basal tetapi mempunyai banyak granul
dengan bagian pusat yang padat.
Lamina propria dibawah dari epitel ini banyak mengandung pembuluh darah yang
berguna untuk menghangatkan udara masuk serta dibantu dengan silia yang membersihkan
udara dari partikel asing dan kelenjar serosa dan mukosa yang melembabkan udara
masuk.Kombinasi hal ini memungkinkan tubuh untuk mendapatkan udara lembab, hangat
serta bersih.
Selain itu, epitel respiratorius dilapisi oleh 5-10 m lapisan mukus gelatinosa (fase gel)
yang mengambang pada suatu lapisan cair yang sedikit lebih tipis (fase sol).Lapisan
gel/mukus dan cair/sol mengandung mekanisme pertahanan imunitas humoral dan seluler.
1. Lapisan gel terdiri atas albumin, glikoprotein, IgG, IgM, dan faktor
komplemen.
2. Lapisan cair terdiri atas sekresi serosa, laktoferin, lisozim, inhibitor sekresi
leukoprotease, dan sekretorik IgA.
Silia pada sel-sel epitel berdenyut secara sinkron, sehingga ujungnya dijumpai pada fase
gel dan menyebabkannya bergerak ke arah mulut, membawa partikel dan debris seluler
bersamanya (transpor mukosilier atau bersihan).Banyak faktor dapat mengganggu
mekanisme tersebut, termasuk peningkatan viskositas atau ketebalan mukus, membuatnya
lebih sulit untuk bergerak (misalnya peradangan, asma), perubahan pada fase sol yang
menghambat gerakan silia atau mencegah perlekatan pada fase gel dan gangguan aktivitas
silia (diskinesia silia).Transpor mukosilier ini menurun performanya akibat merokok, polutan,
anestetik, dan infeksi serta pada fibrosis kistik dan sindrom silia imotil kongenital yang
jarang terjadi.Transpor mukosilier yang berkurang menyebabkan infeksi respirasi rekuren
yang secara progresif merusak paru, misalnya bronkiektasis.Pada keadaan tersebut dinding
bronkus menebal, melebar, dan meradang, secara permanen.
Mukus (sekret kelenjar) dihasilkan oleh sel-sel goblet pada epitel dan kelenjar
submukosa.Unsur utamanya adalah glikoprotein kaya karbohidrat yang disebut musin yang
memberikan sifat seperti gel pada mukus.Fluiditas dan komposisi ionik fase sol dikontrol
oleh sel-sel epitel. Mukus mengandung beberapa faktor yang dihasilkan oleh sel-sel epitel
dan sel lain atau yang berasal dari sel plasma: antiprotease seperti 1-antitripsin yang
menghambat aksi protease yang dilepaskan dari bakteri dan neutrofil yang mendegradasi
protein, defisiensi 1-antitripsin merupakan predisposisi terjadinya gangguan elastin dan
perkembangan emfisema. Protein surfaktan A, terlepas dari aksinya pada tegangan
permukaan, memperkuat fagositosis dengan menyelubungi atau mengopsonisasi bakteri dan
partikel-partikel lain. Lisozim disekresi dalam jumlah besar pada jalan napas dan memiliki
sifat antijamur dan bakterisidal; bersama dengan protein antimikroba, laktoferin, peroksidase,
dan defensin yang berasal dari neutrofil, enzim tersebut memberikan imunitas non spesifik
pada saluran napas.

10

Imunoglobulin sekretori (IgA) adalah imunoglobulin utama dalam sekresi jalan napas
dan dengan IgM dan IgG mengaglutinasi dan mengopsonisasi partikel antigenik; IgA juga
menahan perlekatan mikroba ke mukosa.IgA sekretori terdiri dari suatu dimer dua molekul
IgA yang dihasilkan oleh sel-sel plasma (limfosit B teraktivasi) dan suatu komponen sekretori
glikoprotein.Komponen tersebut dihasilkan pada permukaan basolateral sel-sel epitel,
tempatnya mengikat dimer IgA.Kompleks IgA sekretori kemudian dipindahkan ke
permukaan luminal sel epitel dan dilepaskan ke dalam cairan bronkial. Kompleks tersebut
merupakan 10% protein total dalam cairan lavase bronkoalveolar.
Jaringan Limfoid
Struktur jaringan limfoid membentuk sistem limfoid yang terdiri dari limfosit, sel
epitelial, dan sel stromal.Terdapat dua organ limfoid yaitu primer dan sekunder.Organ limfoid
primer merupakan tempat utama pembentukan limfosit (limfopoesis) yaitu timus dan sumsum
tulang. Limfosit dewasa yang diproduksi organ limfoid primer akan bermigrasi menuju organ
limfoid sekunder. Organ limfoid sekunder merupakan tempat terjadinya interaksi antara
limfosit dengan limfosit dan antara limfosit dengan antigen, dan diseminasi respons
imun.Organ limfoid sekunder yaitu limpa dan jaringan limfoid pada mukosa seperti tonsil,
BALT (bronchus-associated lymphoid tissue), GALT (gut-associated lymphoid
tissue)/Peyers patch. Sirkulasi limfe akan berlanjut menuju duktus torasikus yang akan
berhubungan dengan sistem pembuluh darah sehingga dapat mengirimkan berbagai unsur
sistem limfoid.
Di dalam jaringan limfoid mukosa (MALT) terdapat sel dendrit yang berasal dari
sumsum tulang.Sel dendrit berfungsi sebagai Antigen Presenting Cell (APC) dan mengirim
sinyal aktivasi kepada limfosit T naive atau virgin untuk memulai respon imun, karena itu sel
dendrit disebut juga imunostimulatory cells. Sel dendrit dapat mengekspresikan MHC-kelas
II sendiri pada level yang tinggi serta MHC-kelas I dan reseptor komplemen tipe 3. Sinyal
dari Th (CD4+) akan menginduksi limfosit untuk menghasilkan sitokin. Aktivasi limfosit B
dibantu oleh sel Th2 (IL-2, IL-4, IL-5) serta membentuk diferensiasi sel B menjadi klon yang
memproduksi antibodi berupa sekretorik IgA.MALT tidak ada di saluran napas bawah.
MEKANISME BATUK
Bronkus dan trakea sedemikian sensitifnya terhadap sentuhan halus, sehingga benda asing
dalam jumlah berapapun atau penyebab iritasi lainnya akan menimbulkan refleks batuk.
Dimana suatu rangkaian peristiwa otomatis digerakkan oleh lintasan neuronal medulla,
menyebabkan efek sebagai berikut :
Kira-kira 2,5 liter udara diinspirasi
Epiglotis menutup dan pita suara menutup erat-erat untuk menjerat udara dalam
paru.
Otot-otot perut berkontraksi dengan kuat mendorong diafragma, sedangkan otot
ekspirasi lainnya, seperti interkonstalis internus, juga berkontraksi dengan kuat
mendorong diafragma.
Pita suara dengan epiglottis sekonyong-konyong terbuka lebar, sehingga udara
bertekanan tinggi dalam paru meledak keluar. Kadang-kadang dikeluarkan dengan
kecepatan 75-100 m.
Udara yang mengalir cepat tersebut biasanya membawa pula benda asing apapun
yang terdapat dalam bronkus dan trakea.
(Ganong, 2008)

11

MEKANISME BERSIN
Reflek bersin mirip dengan reflek batuk kecuali bahwa refleks ini berlangsung pada saluran
hidung, bukan pada saluran pernapasan bagian bawah. Rangsangan awal menimbulkan
refleks bersin adalah iritasi dalam saluran hidung, impuls saraf aferen berjalan dalam nervus
ke lima menuju medulla tempat refleks ini dicetuskan. Terjadi serangkaian reaksi yang mirip
dengan refleks batuk tetapi uvula ditekan, sehingga sejumlah besar udara dengan cepat
melalui hidung, dengan demikian membantu membersihkan saluran hidung dari benda asing.

LI.3 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MENGENAI RHINITIS ALERGI


LO.3.1 DEFINISI
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi
yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu
mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet,
1986).
Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, rinitis alergi
adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat
setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.

LO.3.2 ETIOLOGI
Rinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara
genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara jelas memiliki peran
penting. Pada 20 30 % semua populasi dan pada 10 15 % anak semuanya atopi. Apabila
kedua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai 50 %.
Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat di seluruh
lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki
kecenderungan alergi.
Adapun alergen yang biasa dijumpai berupa alergen inhalan yang masuk bersama udara
pernapasan yaitu debu rumah, tungau, kotoran serangga, kutu binatang, jamur, serbuk sari,
dan lain-lain.
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap sensitisasi yang
diikuti oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :
Immediate Phase Allergic Reaction, Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam
setelahnya Late Phase Allergic Reaction, Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat
jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam.

LO.3.3 KLASIFIKASI
Dahulu rhinitis alergika dibedakan dalam dua macam berdasarkan sifat berlangsungnya,
yaitu:
1. Rhinitis alergika musiman (seasonal, hay fever, polinosis)

12

Di Indonesia tidak dikenal rhinitis alergika musiman, hanya ada di negara yang
mempunyai empat musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu tepungsari (pollen) dan
spora jamur. Oleh karena itu nama yang tepat adalah nosis atau rino konjungtivitis karena
gejala klinik yang tampak ialah gejala pada hidung dan mata (mata merah, gatal disertai
lakrimasi).
Penyakit ini timbulnya periodik, sesuai dengan musim, pada waktu terdapat konsentrasi
alergen terbanyak di udara. Dapat mengenai semua golongan umur dan biasanya mulai
timbulnya pada anak-anak dan dewasa muda. Berat ringannya gejala penyakit bervariasi
dari tahun ke tahun, tergantung pada banyaknya alergen di udara. Faktor herediter pada
penyakit ini sangat berperan.
2. Rhinitis alergika sepanjang tahun (perenial)
Gejala pada penyakit ini timbul intermiten atau terus-menerus, tanpa variasi musim, jadi
ditemukan sepanjang tahun.
Penyebab yang paling sering adalah alergen inhalan, terutama pada orang dewasa, dan
alergen ingestan. Alergen inhalan utama adalah alergen dalam rumah (terdapat di kasur
kapuk, tutup tempat tidur, selimut, karper, dapur, dan tumpukan baju, buku serta sofa.
Komponen alergennya terutama berasal dari serpihan kulit dan fases tungau) dan alergen
di luar rumah berupa polen dan jamur. Alergen ingestan sering merupakan penyebab
pada anak-anak dan biasanya disertai dengan gejala alergi yang lain, seperti urtikaria,
gangguan pencernaan. Gangguan fisiologik pada perenial lebih ringan dibandingkan
dengan golongan musiman tetapi karena lebih persisten maka komplikasinya lebih sering
ditemukan.

Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma), berdasarkan sifat
berlangsungnya :
Intermitten = gejala < 4 hari/minggu
Persisten/menetap = gejala > 4 hari/minggu

13

LO.3.4 PATOFISIOLOGI
Pada rhinitis alergi , banyak sel inflamasi , termasuk sel mast , sel T CD4 - positif , sel B ,
makrofag ,dan eosinofil , melakukan infiltrasi ke lapisan hidung pada paparan terhadap
allergen.Mayoritas Alergen yang terlibat dalam rhinitis alergi adalah protein yang berasal dari
partikel udara termasuk serbuk sari , tungau debu partikel kotoran , residu kecoa , dan bulu
binatang .Setelah menghirup partikel alergi , alergen dielusi dalam lendir hidung dan
kemudian menyebar ke jaringan hidung .
. Sel-sel T infiltrasi mukosa hidung sebagian besar adalah T helper ( Th 2) melepaskan
sitokin ( misalnya interleukin IL -3 , IL - 4 , IL - 5 , dan IL - 13 ) yang menstimulasi produksi
immunoglobulin E ( IgE ) oleh sel plasma . Produksi IgE , pada gilirannya , memicu
pelepasan mediator , seperti histamin dan leukotrien , yang bertanggung jawab untuk
pelebaran arteriol , peningkatan permeabilitas pembuluh darah , gatal-gatal , rhinorrhea
( hidung meler ) , sekresi mukosa , dan kontraksi otot polos.
(Peter dan Harold,2011) .
Para mediator dan sitokin dilepaskan selama fase awal dari suatu respon kekebalan tubuh
terhadap paparan alergen selanjutnya memicu respon inflamasi seluler selama 4 sampai 8 jam
berikutnya ( respon inflamasi fase lambat) menyebabkan gejala berulang (biasanya hidung
tersumbat). (Peter,2011)
*GAMBAR 1. Proses sensitisasi dan reaksi alergi pada mukosa hidung yang mengarah ke
perkembangan gejala dan perubahan fungsional seperti hiperresponsif hidung. CGRP :
calcitonin gene-related peptide; ECP : eosinophil cationic protein; EPO : eosinophil
peroxidase; FceR1 : high-affinity Fc receptor for IgE; GMCSF: granulocyte-macrophage
colony-stimulating factor; ICAM-1 : intercellular adhesion molecule-1; LFA-1 : lymphocyte
functionassociated
antigen-1; MBP : major basic protein; MCP-1, -3, -4 : monocyte chemotactic protein-1, -3,
-4, respectively; MHC : major histocompatibilitycomplex; MIP-1a : macrophage
inflammatory protein-1a; NKA : neurokinin A; PAF : platelet-activating factor; RANTES :
regulated onactivation, normal T-cell expressed and secreted; sLT : sulfidoleukotriene; TARC
: thymus and activation-regulated chemokine; TGF-b : transforming growth factor-b; Th1,
Th2 : helper T type 1 and type 2 cells, respectively; TNF-a : tumor necrosis factor-a; Treg :
regulatory T cell;TxA2 : thromboxane A2; VCAM-1 : vascular cell adhesion molecule-1;
VLA-4 : very late antigen-4.
Proses sensitisasi
Dimulai di jaringan hidung saat antigen-presenting sel ( APC ) , yang terutama sel dendritik ,
menelan alergen , kemudian allergen tersebut diubah menjadi antigen peptide , kemudian
makrofag bermigrasi ke kelenjar getah bening , di mana makrofrag menyajikan antigen
peptide ini melalui MHC class II kepada sel Limfosit T CD41 ( sel T ) naif. Keduanya
berhubungan melalui reseptor sel T spesifik (TCR). Kemudian sel T naif ini berdiffferensiasi
menjadi sel Th1 dan sel Th2, namun dalam kasus alergi sel Th2 yang memainkan peranan
penting yang dalam perkembangannya IL-4 merupakan stimulus bagi perubahan sel T naif
menjadi sel Th2.
Sel dendritik ( DC ) terlokalisir dalam epitel dan submukosa dari seluruh mukosa pernafasan,
termasuk mukosa hidung. Jumlah DC dan sel T pada permukaan epitel hidung meningkat
pada pasien rhinitis. Selain mengekspresikan antigen , DC dapat mempolarisasi sel T naif
14

menjadi sel Th1 atau Th2 sesuai dengan fenotip mereka sendiri dan dengan sinyal yang
diterima dari antigen serta dari lingkungan mikro jaringan selama presentasi antigen.
IgE , seperti semua immunoglobulin , disintesis oleh limfosit B ( Sel B ) di bawah regulasi
sitokin yang berasal dari Limfosit Th2 . Dua sinyal yang diperlukan (IL - 4 atau IL 13)
menyediakan sinyal penting pertama yang mendorong sel-sel B memproduksi IgE. Dalam
kasus IgE -sel memori B , sitokin ini menyebabkan klonal ekspansi . Sinyal yang kedua
adalah interaksi costimulatory antara ligan CD40 pada permukaan sel T dan Permukaan sel
-B . Sinyal ini mendorong aktivasi sel - B dan beralih rekombinasi untuk produksi IgE.
Setelah diproduksi oleh sel B , antibodi IgE menempel pada permukaan sel mast dan basofil ,
membuat mereka ''tersensitisasi ''.
Reaksi alergi dan inflamasi di Hidung
Reaksi alergi pada hidung memiliki komponen awal dan akhir ( fase awal dan fase akhir ) ,
yang keduanya berkontribusi pada presentasi klinis rhinitis alergi . Tahap awal melibatkan
aktivasi akut sel efektor alergi melalui interaksi IgE -alergen dan menghasilkan seluruh
spektrum gejala rhinitis alergi . Tahap akhir ini ditandai dengan perekrutan dan aktivasi selsel inflamasi dan pengembangan dari hyperresponsiveness hidung dengan gejala yang lebih
indolen .
Dalam beberapa menit dari kontak individu peka dengan alergen , interaksi IgE - alergen
berlangsung , menyebabkan sel mast dan basofil degranulasi dan melepas mediator
preformed seperti histamine, tryptase, leukotrien sisteinil ( LTC4 , LTD4 , LTE4 ) dan
prostaglandin ( primarilyPGD2 ). Sasaran dari mediator ini bervariasi , misalnya ,
1.
Histamin mengaktifkan reseptor H1 pada sensorik ujung saraf dan menyebabkan
bersin , gatal-gatal , dan sekresi reflex tanggapan , tetapi juga berinteraksi dengan reseptoH1
dan H2 pada pembuluh darah mukosa, yang menyebabkan pembengkakan pembuluh darah
( hidung tersumbat) dan kebocoran plasma.
2.
Sulfidopeptide leukotrienes , di sisi lain , bertindak langsung pada reseptor CysLT1
dan CysLT2 pada pembuluh darah dan kelenjar , dan dapat menyebabkan hidung tersumbat
dan , pada tingkat lebih rendah , sekresi lendir.
3.
Zat seperti protease ( tryptase ) dan sitokin ( tumor necrosis factor - a) yang dirilis
pada tahap awal dari reaksi alergi , tetapi peran mereka dalam generasi akut gejala tidak
jelas . Mediator lain yang dihasilkan melalui jalur tidak langsung , misalnya ,
4.
Bradikinin dihasilkan ketika terjadi kebocoran kininogen ke dalam jaringan dari
sirkulasi perifer dan dibelah oleh kallikrein jaringan yang dihasilkan oleh kelenja serosa.

Paparan alergen juga menghasilkan peradangan mukosa hidung ditandai dengan masuknya
dan aktivasi berbagai inflamasi sel serta perubahan dalam fisiologi hidung , yaitu priming dan
hiperresponsif . Sel yang bermigrasi ke mukosa hidung termasuk sel T , eosinofil , basofil ,
neutrofil , dan monosit juga , sel mast meningkat dalam submukosa dan menyusup ke epitel
setelah paparan alergen atau selama musim serbuk sari.
Setelah hidung terprovokasi alergen pada individu dengan rhinitis alergi pada biopsy
diperoleh sel T mendominasi untuk menyusup ke jaringan . Dalam sekret hidung , jumlah
leukosit meningkat beberapa kali lipat selama beberapa jam dan mayoritas leukosit adalah
neutrofil dan eosinophil. Sangat mungkin bahwa migrasi sel ini disebabkan oleh kemokin dan
15

sitokin yang dikeluarkan oleh sel efektor primer, sel mast , dan basofil , akut dan selama
beberapa jam setelah terpapar allergen.
Sitokin Th2 mungkin memainkan peran sentral dalam pengembangan peradangan mukosa
setelah terpapar alergen . Sebagai contoh, IL - 5 adalah sentral dalam perekrutan eosinofil dan
IL - 4 adalah penting dalam perekrutan eosinofil dan basofil. IL - 13 (berasal dari basophil) ,
sel mast , dan sel Th2 , menginduksi ekspresi beberapa kemokin yang diperkirakan selektif
merekrut sel Th2 , yaitu TARC dan monosit yang diturunkan kemokin. IL - 13 juga dapat
merekrut sel dendritic ke situs paparan alergen melalui induksi matriks metaloproteinase - 9
dan TARC. Sitokin Th2 yang berasal dari sel-sel T dan sel lainnya mengabadikan alergi
dengan mempromosikan produksi IgE terus menerus oleh sel B.
Eosinofil tiba dengan cepat di mukosa hidung setelah terpapar alergen . Eosinofil
menghasilkan beberapa sitokin penting seperti IL - 5 , yang memiliki sifat kemoatraktan yang
kuat dan bertindak dalam mode autokrin untuk mempromosikan kelangsungan hidup
eosinofil danaktivasinya. Yang paling penting , eosinofil berfungsi sebagai sumber utama
mediator lipid seperti LTC4 , tromboksan A2 , dan plateletactivating Faktor. Masuknya
eosinofil adalah diaktifkannya granul beracun : protein ( MBP ) , protein kationik eosinofil
( ECP ) , dan eosinophil peroksidase ( EPO ) , yang dapat merusak sel-sel epitel hidung.
Bahkan pada konsentrasi rendah , MBP dapat mengurangi ciliary beat frekuensi in vitro .
MBP juga telah ditunjukkan pada hewan untuk mengubah fungsi saraf dengan mengganggu
muscarinic ( M2 ) reseptor , memungkinkan peningkatan pelepasan asetilkolin pada saraf
persimpatik atau. Efek ini dapat berkontribusi pada fitur inflamasi respon fase akhir dan
hyperresponsiveness hidung.
Pada asma , diyakini bahwa peradangan kronis menyebabkan remodeling saluran napas.
Faktor pertumbuhan yang telah terlibat di saluran napas juga telah terdeteksi di mukosa
hidung individu dengan rhinitis alergi . Orang mungkin bisa berspekulasi bahwa mukosa
hidung memiliki kapasitas yang jauh lebih tinggi untuk regenerasi epitel dan perbaikan ,
mungkin karena embrio yang berbeda asal, namun kenyataannya bahwa perubahan elemen
struktur mukosa jauh lebih sedikit di mukosa hidung dibandingkan dengan saluran napas
bawah, meskipun mukosa hidung lebih terkena alergen dan racun lingkungan .
(Sin dan Togias, 2011)

LO.3.5 MANIFESTASI KLINIK


1) Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin
lebih dari 6 kali).
2)
Berdasarkan gejala yang menonjol, dibedakan atas golongan yang obstruksi dan
rinorea. Pemeriksaan rinoskopi anterior menunjukkan gambaran klasik berupa edema mukosa
hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua, dapat pula pucat. Permukaanya dapat
licin atau berbenjol. Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit, namun
pada golongan rinorea, sekret yang ditemukan biasanya serosa dan dalam jumlah banyak.
3)
Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya
bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan jika
berkembang menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus.
4)

Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.

5)

Badan menjadi lemah dan tak bersemangat.


16

6)
Gejala memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur karena perubahan suhu yang
ekstrim, udara lembab, juga karena asap rokok dan sebagainya.
7)
Keluhan subyektif yang sering ditemukan pada pasien biasanya napas berbau
(sementara pasien sendiri menderita anosmia), ingus kental hijau, krusta hijau, gangguan
penciuman, sakit kepala, dan hidung tersumbat.
8)
Pada penderita THT ditemukan ronnga hidung sangat lapang, kinka inferiordan media
hipotrofi atau atrofi, sekret purulen hijau, dan krusta berwarna hijau
Gejala klinis yang khas adalah bersin yang berulang. Bersin biasanya pada pagi hari dan
karena debu. Bersin lebih dari lima kali sudah dianggap patologik dan perlu dicurigai adanya
rinitis alergi dan ini menandakan reaksi alergi fase cepat.Gejala lain berupa keluarnya ingus
yang encer dan banyak, hidung tersumbat, mata gatal dan banyak air mata. Pada anak-anak
sering gejala tidak khas dan yang sering dikeluhkan adalah hidung tersumbat.
Pada anak-anak, akan ditemukan tanda yang khas seperti:
1.Allergic salute: adalah gerakan pasien menggosok hidung dengan tangannya karenagatal.
2.Allergic crease: adalah alur yang melintang di sepertiga bawah dorsum nasiakibat sering
menggosok hidung
3.Allergic shiner: adalah bayangan gelap di bawahmata yang terjadi akibat stasis vena
sekunder akibat obstruksi hidung.
4."Bunny rabbit" sound: adalah suara yang dihasilkan karena lidah menggosok palatum yang
gatal dangerakannya seperti kelinci mengunyah.

LO.3.6 DIAGNOSIS
Pasien yang menderita gangguan ini sering gagal untuk mengenali dampak gangguan
terhadap kualitas hidup selain itu, selama kunjungan rutin dokter gagal untuk secara teratur
bertanya tentang gangguan pasien. Oleh karena itu , skrining untuk rhinitis dianjurkan,
terutama pada pasien asma karena studi telah menunjukkan bahwa rhinitis hadir pada sampai
dengan 95 % dari pasien dengan asma.
anamnesi menyeluruh dan pemeriksaan fisik adalah pilar penegakan diagnosis rinitis alergi.
Tes alergi juga penting untuk mengkonfirmasikan bahwa alergi yang mendasari menyebabkan
rhinitis. Rujukan ke seorang ahli alergi harus dipertimbangkan jika diagnosis rinitis alergi
dipertanyakan .
Anamnesis
Selama anamnesis, pasien sering akan menjelaskan hal berikut

gejala klasik rhinitis alergi : hidung tersumbat ,gatal hidung , rhinorrhea dan bersin .
alergik konjungtivitis ( peradangan selaput yang menutupi bagian putih mata ) juga sering
dikaitkan dengan rhinitis alergi dan gejala umumnya termasuk kemerahan dan gatal pada
mata
Evaluasi rumah pasien dan pekerjaan / sekolah
lingkungan yang berpotensi potensimemicu rhinitis alergi . Sejarah lingkungan harus
fokus pada alergen umum dan berpotensi relevan termasuk serbuk sari , hewan
berbulu , lantai tekstil /jok , asap tembakau , tingkat kelembaban di rumah ,serta
17

potensi zat berbahaya lain yang pasien mungkin terkena di tempat kerja atau di rumah
.

Penggunaan obat tertentu ( misalnya , beta - blocker , asetilsalisilat acid [ ASA ] , non
steroid anti-inflammatory drugs[ NSAID ] , angiotensin-converting enzyme [ ACE ]
inhibitor , dan terapi hormon ) serta penggunaan kokain berlebihan dapat menyebabkan
gejala rhinitis . Oleh karena itu , pasien harus ditanya tentang saat ini atau obat baru dan
penggunaan narkoba.
riwayat penyakit keluarga (atopik)
dampak gejala terhadap kualitas hidup
dan adanya komorbiditas seperti asma , pernapasan mulut , mendengkur , sleep apnea ,
keterlibatan sinus , otitis media (radang polip telinga tengah atau hidung) . pasien
mungkin
mendokumentasikan frekuensi dan durasi " pilek "
Sebelum mencari perhatian medis , pasien sering mencoba menggunakan over-the -counter
atau obat lain untuk mengelola gejala mereka . Menilai respon pasien terhadap Perawatan
tersebut dapat memberikan informasi yang dapat membantu dalam diagnosis dan manajemen
rhinitis alergi berikutnya. Misalnya, adanya perbaikan gejala antihistamin generasi kedua (
misalnya , desloratadine[ AERIUS ] , fexofenadine [ Allegra ] , loratadine [ Claritin ] )sangat
sugestif dari etiologi alergi .
Namun , penting untuk dicatat bahwa respon terhadap antihistamin generasi pertama
( misalnya , brompheniramine maleat[ Dimetane ] , chlorpheniramine maleate [ Chlor Tripolon ] ,clemastine [ Tavist - 1 ] ) tidak menyiratkan etiologi alergi karena sifat
antikolinergik dan obat penenang agen ini mengurangi rhinorrhea dan dapat meningkatkan
kualitas tidur terlepas dari apakah rhinitis pasien merupakan peradangan alergi .
Respon terhadap kortikosteroid intranasal sebelumnya mungkin juga sugestif dari etiologi
alergi , dan kemungkinan menunjukkan bahwa pengobatan tersebut akan terus
menguntungkan di masa yang akan dating.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien dengan dugaan rhinitis alergi harus mencakup penilaian tanda-tanda
luar, hidung , telinga , sinus , posterior orofaring( daerah tenggorokan yang berada di bagian
belakang mulut ) , dada dan kulit.
Tanda-tanda lahiriah yang mungkin sugestif dari rhinitis alergi meliputi: Sering
bernapas melalui mulut , menggosok-gosok hidung atau terlihat jelas lipatan nasal
melintang , sering pilek atau kliring tenggorokan , dan alergi shiners ( lingkaran hitam
di bawah mata yang disebabkan oleh hidung tersumbat ) .
pemeriksaan hidung : biasanya mengungkapkan pembengkakan mukosa hidung dan
pucat , sekresi tipis. Pemeriksaan hidung dengan endoskopi internal juga harus
dipertimbangkan untuk menilai kelainan struktural dan polip hidung.
Telinga umumnya tampak normal pada pasien dengan rhinitis alergi , namun ,
penilaian untuk disfungsi tuba Eustachian menggunakan otoscope pneumatik harus
dipertimbangkan. Manuver Valsava itu ( meningkatkan tekanan dalam rongga hidung
dengan mencoba untuk meniup melalui hidung sambil menutup telinga dan mulut )
juga dapat digunakan untuk menilain cairan di belakang gendang telinga.
18

Pemeriksaan sinus harus mencakup palpasi sinus bukti kelembutan atau penyadapan
dari gigi rahang atas dengan lidah depressor untuk bukti sensitivitas . Posterior
orofaring juga harus diperiksa untuk tanda-tanda pasca nasal drip ( akumulasi lender
di belakang hidung dan tenggorokan ) , dan dada serta kulit harus diperiksa dengan
hati-hati untuk tanda-tanda asma ( misalnya , mengi ) atau dermatitis.

Pemeriksaan Penunjang
Meskipun anamnesis menyeluruh dan pemeriksaan fisik diperlukan untuk menegakkan
diagnosis klinis rhinitis , tes diagnostik lebih lanjut biasanya diperlukan untuk
mengkonfirmasi bahwa alergi yang mendasari menyebabkan rhinitis tersebut .

Skin prict test dianggap sebagai metode utama untuk mengidentifikasi pemicu rhinitis
alergi tertentu . Pengujian skin prick melibatkan setetes ekstrak komersial spesifik
allergen pada kulit lengan bawah atau punggung , kemudian menusuk kulit untuk
memperkenalkan ekstrak ke dalam epidermis . Dalam 15-20 menit , sebuah respon
wheal - dan - suar ( sebuah wheal pucat tidak teratur dikelilingi oleh daerah
kemerahan) akan terjadi jika tes positif . Pengujian biasanya dilakukan dengan
menggunakan allergen relevan dengan lingkungan pasien ( misalnya , serbuk sari ,
bulu binatang , jamur dan tungau debu rumah ) .
Pengujian skin prick menggunakan alergen - tes IgE spesifik ( misalnya , tes
radioallergosorbent) yang memberikan ukuran in vitro dari kadar IgE spesifik pasien
terhadap alergen tertentu . Namun, Tes tusuk kulit umumnya dianggap lebih sensitif
dan hemat biaya daripada tes IgE spesifik alergen tertentu , dan memiliki keuntungan
lebih lanjut.

(Harold,2011)

LO.3.7 DIAGNOSIS BANDING


1) Rhinitis vasomotor : suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi,
alergi, eosinofilia, perubahan hormonal dan pajanan obat.
2) Rhinitis medikamentosa : suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal
vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokontriktor topikal dalam waktu lama
dan berlebihan sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap.
3) Rhinitis simpleks : penyakit yang diakibatkan oleh virus. Biasanya adalah rhinovirus.
Sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya kekebalan atau
menurunnya daya tahan tubuh.
4) Rhinitis hipertrofi : hipertrofi chonca karena proses inflamasi kronis yang disebabkan
oleh bakteri primer atau sekunder.
5) Rhinitis atrofi : infeksi hidung kronik yang ditandai adanya atrofi progresif pada mukosa
dan tulang chonca.
LO.3.8 TATALAKSANA (*Antihistamin, Denkogestan, Kortikosteroid)
Pengobatan terhadap penderita rhinitis alergi harus mencakup 3 prinsip:
1. Mengetahui dengan tepat faktor pencetus dan menghindarinya.
2. Penggunaan sementara obat-obatan untuk menangani gejala di saat
serangan agar penderita dapat beraktifitas dengan baik.
19

3. Terapi daya tahan tubuh (immunotherapy).


Tatalaksana terapi
1. Non-farmakologi:
Hindari pencetus (alergen)
Amati benda-benda apa yang menjadi pencetus(debu, serbuk sari, bulu binatang, dll)
Jika perlu, pastikan dengan skin test
Jaga kebersihan rumah, jendela ditutup, hindari kegiatan berkebun. Jika harus
berkebun, gunakan masker wajah
2. Farmakologi :
Jika tidak bisa menghindari pencetus, gunakan obat-obat anti alergi seperti:
a. Anti histamine oral, antagonis H-1 (difenhidaramin, prometasin, loratadin,
setisirin, fexofenadin)
b. Agonis alfa adrenergic, sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa
kombinasi anti histamine
c. Kortikosteroid topikal, bila gejala sumbatan tidak dapat diobati dengan obat lain
(beklometason, budesonid, flunisolid, triamsinolon).
d. Sodium kromoglikat topikal, bekerja menstabilkan mastosit sehingga pelepasan
mediator kimia dihambat.
e. Antikolinergik topikal, mengatasi rhinorea karena inhibisi reseptor kolinergik
pada permukaan sel efektor (ipratropium bromida).
f. Anti leukotrine (zafirlukast/montelukast), anti IgE, DNA rekombinan merupakan
obat-obatan baru untuk rhinitis alergi.
Jika tidak berhasil, atau obat-obatan tadi menyebabkan efek samping yang tidak bisa
diterima, lakukan imunoterapi dengan terapi desensitasi
Penatalaksanaan rhinitis alergi berdasarkan ARIA 2001
Tipe rhinitis alergi
Lini pertama
Tambahan
Sedang-Intermitten
Antihistamin
Dekongestan
oral,antihistamin
intranasal
intranasal
Sedang-Intermitten
Antihistamin
Dekongestan
atau berat-intermitten oral,kortikosteroid
intranasal
dan
intranasal,
sodium kromolin
antihistamin
intranasal
Berat-Persisten
Kortikosteroid
Antihistamin
intranasal
oral,antihistamin
intranasal,sodium
kromolin,ipratropium
bromida,antagonis
leukotriene
Anti Histamin Antagonis H-1
Farmakodinamik :
Antagonis kompetitif pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos.
Selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang
disertai pengelepasan histamin endogen berlebihan.
Farmakokinetik :
20

Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Kadar tertinggi terdapat
pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah.
Tempat utama biotransformasi AH1 adalah hati.
1. Penggolongan AH1
AH generasi 1
Contoh : etanolamin
Etilenedamin
Piperazin
Alkilamin
Derivat fenotiazin
Keterangan AH1 =
- sedasi ringan-berat
- antimietik dan komposisi obat flu
- antimotion sickness
Indikasi AH1 berguna untuk penyakit :
- Alergi
- Mabuk perjalanan
- Anastesi lokal
- Untuk asma berbagai profilaksis
2. Efek samping
Vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, insomnia, tremor, mulut kering, disuria, palpitasi,
hipotensi, sakit kepala, rasa berat, lemah pada tangan.
Antihistamin golongan 1 lini pertama
a. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan
dekongestan secara peroral.
b. lipofilik, dapat menembus sawar darah otak, mempunyai efek pada SSP
dan plasenta.
c. Kolinergik
d. Sedatif
e. Oral : difenhidramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadin
f. Topikal : Azelastin
Dekongestan Nasal
Golongan simpatomimetik
Beraksi pada reseptor adrenergik pada mukosa hidung untuk menyebabkan
vasokonstriksi, menciutkan mukosa yang membengkak,dan memperbaiki pernafasan
Penggunaan dekongestan topikal tidak menyebabkan atau sedikit sekali menyebabkan
absorpsi sistemik
Penggunaan agen topikal yang lama (lebih dari 3-5 hari)dapat menyebabkan rhinitis
medikamentosa, di mana hidung kembali tersumbat akibat vasodilatasi perifer maka
batasi penggunaan
Contoh Obat : nafazolin,tetrahidrozolin,oksimetazolin dan xilometazolin
Obat dekongestan topical dan durasi aksinya :
Obat
DurasiAksi
AksiPendek
Sampai 4 jam
FenilefrinHCl
AksiSedang
4-6 jam
NafazolinHCl
21

TetrahidrozolinHCl
AksiPanjang
OksimetazolinHCl
XylometazolinHCl

Sampai 12 jam

Dekongestan oral
Secara umum tidak dianjurkan karena efek klinis masih diragukan dan punya banyak
efek samping
Contoh obat: Efedrin,fenilpropanolamin dan fenilefrin
Indeks terapi sempitresiko hipertensi
Efedrin
Adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan efedra. Efektif pada pemberian oral, masa
kerja panjang, efek sentralnya kuat. Bekerja pada reseptor alfa, beta 1 dan beta 2.
Efek kardiovaskular : tekanan sistolik dan diastolik meningkat, tekanan nadi membesar.
Terjadi peningkatan tekanan darah karena vasokontriksi dan stimulasi jantung. Terjadi
bronkorelaksasi yang relatif lama.
Efek sentral : insomnia, sering terjadi pada pengobatan kronik yang dapat diatasi dengan
pemberian sedatif.
Dosis.

Dewasa
: 60 mg/4-6 jam
Anak-anak 6-12 tahun
: 30 mg/4-6 jam
Anak-anak 2-5 tahun : 15 mg/4-6 jam

Fenilpropanolamin
Dekongestan nasal yang efektif pada pemberian oral. Selain menimbulkan konstriksi
pembuluh darah mukosa hidung, juga menimbulkan konstriksi pembuluh darah lain sehingga
dapat meningkatkan tekanan darah dan menimbulkan stimulasi jantung.
Efek farmakodinamiknya menyerupai efedrin tapi kurang menimbulkan efek SSP.
Harus digunakan sangat hati-hati pada pasien hipertensi dan pada pria dengan hipertrofi
prostat.
Kombinasi obat ini dengan penghambat MAO adalah kontra indikasi. Obat ini jika digunakan
dalam dosis besar (>75 mg/hari) pada orang yang obesitas akan meningkatkan kejadian
stroke, sehingga hanya boleh digunakan dalam dosis maksimal 75 mg/hari sebagai
dekongestan.
Dosis.
Dewasa
: 25 mg/4 jam
Anak-anak 6-12 tahun
: 12,5 mg/4 jam
Anak-anak 2-5 tahun : 6,25 mg/4 jam
Fenilefrin
Adalah agonis selektif reseptor alfa 1 dan hanya sedikit mempengaruhi reseptor beta. Hanya
sedikit mempengaruhi jantung secara langsung dan tidak merelaksasi bronkus. Menyebabkan
konstriksi pembuluh darah kulit dan daerah splanknikus sehingga menaikkan tekanan darah.
Intranasal corticosteroids (INCS)
INCS menjadi obat pilihan untuk anak-anak yang menderita rhinitis alergi
Dahulu di khawatirkan INCS dapat menyebabkan efek samping sistemik seperti
terganggunya pertumbuhan dan metabolism tulang

22

Tapi studi menunjukkan fluticasone tidak ada efek samping klinis yang
membahayakan.Mometason juga tidak menunjukkan mengganggu pertumbuhan anakanak usia 3-9 tahun.
Setelah penggunaan 3 bulan flutikason pada anak-anak usia 3-11 tahun,dilakukan
rhinoskopi,dan tidak menunjukkan menipisnya jaringan hidung atau atrofi mukosa
hidung
Macamnya : betametason,budesonide,flunisolide,flucticasone,mometasone dan
triamikolon
Kerjanya dengan menghambat respon alergi fase awal maupun fase lambat.
Efek utama pada mukosa hidung :
a. mengurangi inflamasi dengan memblok pelepasan mediator,
b. menekan kemotaksis neutrofil
c. mengurangi edema intrasel
d. menyebabkan vasokonstriksi ringan
e. menghambat reaksi fase lambat yang diperantarai oleh selmast
- Efek Samping : bersin,perih pada mukosa hidung,sakit kepala dan infeksi
Candida albicans

Sodium kromolin
suatu penstabil sel mast sehingga mencegah degranulasi sel mast dan pelepasan
mediator, termasuk histamin.
tersedia dalam bentuk semprotan hidung untuk mencegah dan mengobati rhinitis
alergi.
Efek sampingnya : iritasi lokal (bersin dan rasa perih pada membran mukosa hidung
Dosisnya untuk pasien di atas 6 tahun adalah 1 semprotan pada setiap lubang hidung
3-4 kali sehari pada interval yang teratur.
Ipratropium bromida
Merupakan agen antikolinergik berbentuk semprotan hidung
Bermanfaat pada rhinitis alergi yang persisten atau perenial
Memiliki sifat anti sekretori jika digunakan secara lokal dan bermanfaat untuk
mengurangi hidung berair yang terjadi pada rhinitis alergi.
tersedia dalam bentuk larutan dengan kadar 0,03%,diberikan dalam 2 semprotan (42
mg) 2- 3 kali sehari.
Efek sampingnya ringan, meliputi sakit kepala, epistaxis,dan hidung terasa kering.
Operatif
Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan bila konka inferior
hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kateurisasi memakai AgNO3 25 %
atau troklor asetat (Roland, McCluggage,Sciinneider, 2001).
Polip mukoid jinak pada hidung sering kali dihubungkan dengan alergi hidung . dapat terjadi
pada anak-anak namun lebih sering ditemukan pada orang dewasa . karena menyumbat jalan
napas , polip seringkali dirasakan sangat mengganggu . setelah lesi penyumbat diidentifikasi
sebagai polip jinak , maka lesi tersebut dapat diangkat .
Pasien harus di peringatkan , bahwa polip dapat kembali kambuh bilamana ada alergi ,
sehingga polip perlu berkali-kali diangkat selama hidup . polip umumnya berasal dari sinus .
Imunoterapi (Desensitisasi)
Bersifat kausatif

23

Imunoterapi merupakan proses yang lambat dan bertahap dengan menginjeksikan


alergen yang diketahui memicu reaksi alergi pada pasien dengan dosis yang semakin
meningkat.
Tujuannya adalah agar pasien mencapai peningkatan toleransi terhadap alergen,
sampai dia tidak lagi menunjukkan reaksi alergi jika terpapar oleh senyawa tersebut
Caranya :
a. Larutan alergen yang sangat encer (1:100.000sampai 1:1000.000.000
b/v) diberikan 1 2 kali seminggu.Alergen ini bisaanya disuntikkan di
bawah kulit lengan atas.Selain suntikan dapat dilakukan dengan
menggunakan tablet yang mengandung allergen seperti serbuk sari
rumput
b. Konsentrasi kemudian ditingkatkan sampai tercapai dosis yang dapat
ditoleransi.
c. Dosis ini kemudian dipertahankan setiap 2-6 minggu,tergantung pada
respon klinik.
d. Terapi dilakukan sampai pasien dapat mentoleransi alergen pada dosis
yang umumnya dijumpai pada paparan alergen.
Parameter efektifitas ditunjukkan dengan :
a. Berkurangnya produksi IgE
b. Meningkatnya produksi IgG
c. Perubahan pada limfosit T
d. Berkurangnya pelepasan mediator dari sel yang tersensitisasi
e. Berkurangnya sensitivitas jaringan terhadap alergen.
Namun imunoterapi terbilang mahal dan butuh waktu lama dan membutuhkan
komitmen yang besar dari pasien
LO.3.9 PENCEGAHAN

Pada dasarnya penyakit alergi dapat dicegah dan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
a. Pencegahan primer
Untuk mencegah sensitisasi atau proses pengenalan dini terhadap alergen. Tindakan pertama
adalah mengidentifikasi bayi yang mempunyai risiko atopi. Pada ibu hamil diberikan diet
restriksi (tanpa susu, ikan laut, dan kacang) mulai trimester 3 dan selama menyusui, dan bayi
mendapat ASI eksklusif selama 5-6 bulan. Selain itu kontrol lingkungan dilakukan untuk
mencegah pajanan terhadap alergen dan polutan.
b. Pencegahan sekunder
Untuk mencegah manifestasi klinis alergi pada anak berupa asma dan pilek alergi yang sudah
tersensitisasi dengan gejala alergi tahap awal berupaalergi makanan dan kulit. Tindakan yang
dilakukan dengan penghindaran terhadap pajanan alergen inhalan dan makanan yang dapat
diketahui dengan uji kulit.
c. Pencegahan tersier
Untuk mengurangi gejala klinis dan derajat beratnya penyakitalergi dengan penghindaran
alergen dan pengobatan
LO.3.10 KOMPLIKASI
24

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah:


a.Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis:
inspisited mucous glands,akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih
eosinofil dan limfosit TCD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, dan metaplasia
skuamosa. Poliphidung, terdapat tumbuhan benigna yang lembut terjadi pada lapisan hidung
atausinus disebabkan radangan kronik. Polyps yang kecil tidak menyebabkan masalahtetapi
yang besar akan menyekat peredaran udara melalui hidung dan susah untukbernafas
b.Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.
c.Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal.Terjadi
akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yangmenyebabkan sumbatan ostia
sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekananudara rongga sinus. Hal tersebut
akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutamabakteri anaerob dan akan menyebabkan
rusaknya fungsi barier epitel antara lainakibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein
basa yang dilepas sel eosinofil (MBP)dengan akibat sinusitis akan semakin parah (Durham,
2006).
d.Disfungsi tuba, dalam derajat yang bervariasi merupakan komplikasi yang
tersering.Disfungsi tuba pada rhinitis alergi disebabkan oleh terjadinya sumbatan
tuba.Sumbatan inilah yang menyebabkan proteksi, drainase dan ventilasi/aeresi telingatengah
(kavum timpani) terganggu. Gangguan ini akan menimbulkan berbagaibentuk kelainan
telinga tengah, baik anatomis maupun fisiologig, dari ringan hinggayang berat, tergantung
dari waktu/lama dan beratnya rhinitis alergi serta factor-faktor lain.
(http://eprints.undip.ac.id/29135/1/Halaman_Judul.pdf )

LO.3.11 PROGNOSIS
Secara umum,pasien dengan rinitis alergi tanpa komplikasi yang respon
dengan pengobatan memiliki prognosis baik. Pada pasien yang diketahui alergi terhadap
serbuk sari, maka kemungkinan rinitis pasien ini dapat terjadi musiman.Prognosis sulit
diprediksi pada anak-anak dengan penyakit sinusitis dan telinga yang berulang. Prognosis
yang terjadi dapat dipengaruhi banyak faktor termasuk status kekebalan tubuh maupun
anomali anatomi. Perjalanan penyakit rinitis alergi dapat bertambah berat pada usia dewasa
muda dan tetap bertahan hingga dekade lima dan enam. Setelah masa tersebut, gejala klinik
akan jarang ditemukan karena menurunnya sistem kekebalan tubuh.

LI.4 M.M PANDANGAN ISLAM TERHADAP PERNAFASAN


LO.4.1 ADAB BERSIN
LO.4.2 MENJAGA PERNAFASAN DALAM ISLAM

I. HUKUM ISTINSYAK DAN ISTINSHAR DALAM ISLAM


Wudhu Sebagai Syarat Sah Shalat

25

Wudhu adalah syarat sahnya shalat yang dilakukan oleh orang berhadats. Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam bersabda:


"Tidak akan diterima shalat salah seorang dari kalian apabila ia berhadats, hingga ia
berwudhu." (Muttafaq 'alaih dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu)
Membasuh wajah
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,


"Wahai orang-orang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu." (QS. Al-Maidah: 6)
Wajibnya Berkumur-kumur dan Istinsyaq
Perintah berkumur-kumur disebutkan dalam sejumlah hadits, di antaranya dalam hadits
Luqaith bin Shabrah:


"Apabila kamu berwudhu, maka berkumur-kumurlah." (HR. Abu Dawud, al-Tirmidzi, Nasai,
dan Ibnu Majah. Dinukil dari Shahih Fiqih Sunnah: 1/151. Hadits ini dishahihkan oleh
Syaikh Al-Albani.)
"Sempurnakan wudhu dan sela-sela di antara jari-jemari serta bersungguh-sungguhlah
dalam memasukkan air ke hidung (istinsyaq) kecuali saat engkau sedang berpuasa." (HR.
Ashabus Sunan dan dishahihkan Syaikh Al-Albani)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam menghususkan istinsyaq dengan perintah, bukan karena hidung lebih penting untuk
dibersihkan daripada mulut. Bagaimana mungkin, padahal mulut lebih mulia karena
digunakan untuk berdzikir dan membaca Al-Qur'an, serta mulut lebih sering berubah baunya?
Namun wallahu a'lam- karena syariat telah memerintahkan untuk membersihkan mulut
dengan siwak dan menegaskan perihalnya. Mencuci mulut sesudah dan sebelum makan
disyariatkan menurut sebuah pendapat. Telah diketahui perhatian syariat untuk membersihkan
mulut, berbeda dengan hidung. Jadi, membersihkan hidung di sini untuk menjelaskan
hukumnya, karena dikhawatirkan perkara ini akan diabaikan." (Syarh al-'Umdah: 1/179-180)

ADAB BERSIN DALAM ISLAM


Pertama : Meletakkan Tangan Atau Baju ke Mulut Ketika Bersin
Salah satu akhlaq mulia yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam ketika
bersin adalah menutup mulut dengan tangan atau baju. Hal ini sebagaimana yang biasa
dilakukan oleh Rasullullah shallallahu alaihi wa sallam tatkala beliau bersin.
Abu Hurairah radhiyallahu anhu menceritakan,



26



Tatkala Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersin, beliau meletakkan tangan atau
bajunya ke mulut dan mengecilkan suaranya. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 5029; atTirmidzi, no. 2745 dan beliau menshohihkannya. Diriwayatkan pula oleh al-Hakim, IV/293,
beliau menshohikannya dan disepakati oleh adz-Dzahabi).
Kedua : Mengecilkan Suara Ketika Bersin
Hal ini sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits
di atas.
Dalam redaksi yang lainnya disebutkan,



Apabila salah seorang dari kalian bersin hendaklah ia meletakkan tangannya ke wajahnya
dan mengecilkan suaranya. (Diriwayatkan oleh al-Hakim, IV/264 dan beliau
menshohihkannya. Disepakati pula oleh adz-Dzahabi, dan al-Baihaqi dalam asy-Syuab, no.
9353. Hadits ini dinilai hasan oleh al-Albani dalam Shohiih al-Jaami, no. 685)
Ketiga : Memuji Allah Taala Ketika Bersin
Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan umatnya untuk mengucapkan tahmid
tatkala bersin. Beliaushallallahu alaihi wa sallam bersabda:

:



:
Jika salah seorang di antara kalian bersin, hendaklah ia mengucapkan Alhamdulillah, jika
ia mengatakannya maka hendaklah saudaranya atau temannya membalas: yarhamukalloh
(semoga Allah merahmatimu). Dan jika temannya berkata yarhamukallah, maka
ucapkanlah: yahdikumulloh wa yushlihu baalakum (semoga Allah memberimu petunjuk dan
memperbaiki keadaanmu). (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhori, no. 6224 dari Abu
Hurairah radhiyallahu anhu)
Keempat : Mengingatkan Orang Yang Bersin Agar Mengcapkan Tahmid Jika Ia Lupa
Jika kita mendapati orang yang bersin namun tidak memuji Allah Taala, hendaklah kita
mengingatkannya. Ini termasuk bagian dari nasihat.
Abdullah
bin
al-Mubarak
melihat
orang
lain
bersin
tapi
tidak
mengucapkan Alhamdulillah, maka beliau berkata kepadanya, Apa yang seharusnya
diucapkan seseorang jika ia bersin? Orang itu mengatakan, Alhamdulillah. Maka Ibnul
Mubarak menjawab, Yarhamukalloh.
Kelima : Tidak Perlu Mendoakan Orang Yang Sudah Bersin Tiga Kali Berturut-Turut
Demikianlah sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alihi wa sallam. Beliau
bersabda:




27

Jika salah seorang dari kalian bersin, hendaklah orang yang ada di dekatnya
mendoakannya. Dan jika (ia bersin) lebih dari tiga kali berarti ia sakit. Janganlah kalian
men-tasymit bersinnya setelah tiga kali. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 5034; Ibnus
Sunni, no. 251; dan Ibnu Asakir, 8/257. Hadits ini dinilai shohih oleh al-Albani
dalamShohiih al-Jaami, no. 684)
Keenam : Tidak Mengucapkan Tasymit Terhadap Orang Kafir Yang Bersin Meskipun
Ia MengucapkanAlhamdulillah
Diriwayatkan dari Abu Musa radhiyallahu anhu, ia mengatakan,

-

:
Dahulu orang Yahudi sengaja bersin di dekat Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan
harapan Nabi mengatakan, yarhamukumulloh (semoga Allah merahmatimu) tetapi Nabi
shallallahu alaihi wa sallam mengatakan: Yahdikumulloh wa yushlihu baalakum (semoga
Allah memberimu petunjuk dan memperbaiki keadaanmu).(Diriwayatkan oleh Abu Dawud,
no. 5038 dan At-Tirmidzi, no. 2739. Imam at-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan
shohih).

DAFTAR PUSTAKA
Betu,Sin . and Alkis, Togias (2011). Pathophysiology of Allergic and Nonallergic Rhinitis.
Journal of Am Thorac Soc. Vol 8. pp 106114, DOI: 10.1513/pats.201008 057RN. from:
www.atsjournals.org
Dr.H.Inmar Raden, Ms,PA. 2013. Anatomi Kedokteran.
Dorland, W.A.Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC.
Guyton AC, Hall JE, 2008, Fisiologi Kedokteran edisi 11, ab. Setiawan dkk, Jakarta : EGC.
28

(http://eprints.undip.ac.id/29135/1/Halaman_Judul.pdf )
Pearce, Evelyn C.2009.Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama
Small, Peter. dan Kim ,Harold (2011). Allergy, Asthma & Clinical Immunology, 7(Suppl
1):S3. From :http://www.aacijournal.com/content/7/S1/S3
Tamam, Badrul .dari: http://www.voa-islam.com/read/ibadah/2011/04/19/14231/wajibnyaberkumurkumur-dan-istinsyaq-dalam-wudhu/#sthash.7b4LCNxT.dpuf

29

30

Anda mungkin juga menyukai