Anda di halaman 1dari 37

WRAP UP

PILEK PAGI HARI







BLOK RESPIRASI


Kelompok A-15


Ketua : Ibramu Al Furqan (1102012115)
Sekretaris : Intan Nurul Hikmah (1102011128)
Imaduddin Baskoro Hadinegoro (1102011123)
M. Faris.G.S (1102011148)
Denny Susanto (1102012054)
Harya Hermawan (1102012109)
Haya Farah Khansa (1102012110)
Helena Azhar (1102012111)
Heny Silviana (1102012114)






Fakultas Kedokteran
Universitas YARSI
2013-2014



SKENARIO 1
PILEK DI PAGI HARI
Seorang pemuda usia 20 tahun, selalu bersin-bersin di pagi hari, keluar ingus
encer, gatal dihidung dan di mata, terutama bila udara berdebu, diderita sejak usia 14
tahun. Tidak ada pada keluarganya yang mederita seperti ini, tetapi ayahnya
mempunyai riwayat penyakit asma. Pemuda tersebut sangat rajin sholat tahajut,
sehingga ia bertanya apakah ada hubungannya memasukkan air wudhu kedalam
hidungnya dimalam hari dengan penyakitnya? Kawanya menyarankan untuk
memeriksakan ke dokter, menanyakan mengapa bisa terjadi demikian, dan apakah
berbahaya bila menderita seperti ini dalam waktu yang lama.




















SASARAN BELAJAR
LI.1 Memahami dan menjelaskan anatomi pernafasan atas
LO.1.1 Makroskopik
LO.1.2 Mikroskopik
LI.2 Memahami dan menjelaskan fisiologi dan fungsi saluran pernafasan atas,
mekanisme bersin dan batuk
LI.3 Memahami dan menjelaskan tentang rinitis alergi
LO.3.1 Definisi
LO.3.2 Etiologi
LO.3.3 Klasifikasi
LO.3.4 Patofisiologi
LO.3.5 Manifestasi klinis
LO.3.6 Diagnosis
LO.3.7 Diagnosis banding
LO.3.8 Tatalaksana
LO.3.9 Komplikasi
LO.3.10 Prognosis
LO.3.11 Pencegahan
LI.4 Memahami dan menjelsakan manfaat wudhu











LI.1 Memahami dan menjelaskan anatomi pernafasan atas
LO.1.1 Makroskopik

Skema respiratorius
Udara masuk ke nares anterior vestibulum nasi cvavum nasi udara keluar dari
cavum nasi ke nares posterior masuk nasopharinx melewati oropharinx epiglottis
membuka aditus laryngis daerah larynx trachea masuk bronkus primer bronkus
sekunder bronkus segmentalis bronkus terminalis bronkiolus respiratori organ paru
duktus alveolaris alveolus alveoli terjadi difusi oksigen dan karbondioksida.

1. Nares
Terbentuk oleh tulang rawan,tulang sejati,dan otot Bagiannya adalah :
Nares anterior
Vestibulum nasi
Cavum nasi
Terletak dari nares anterior sampai nares posterior, dengan alat-alat yang terdapat
di dalamnya yaitu :
- Concha nasalis superior
- Concha nasalis media
- Concha nasalis inferior
- Meatus nasi superior
- Metaus nasi media
- Meatus nasi inferior
Septum nasi (os vomer,lamina perpendicularis os ethmoidalis,cartilage septi
nasi)



Pada cavum nasi terdapat 3 buah konka nasalis yaitu :
Konka nasalis superior
Konka nasalis media
Konka nasalis inferior
pada konka nasalis ini terdapat saluran yg disebut meatus nasalis. Pada
nasopharinx terdapat saluran yg menghubungkan antara nasopharinx dengan
cavum timpani yg disebut OPTA.

Terdapar pula SINUS paranasal yg terdiri dari :
Sinus sphenoidalis ada 2 buah :
mengeluarkan sekresinya melalui receccus sphenoethmoidalis
Sinus frontalis : mengeluarkan sekresi ke meatus media
Sinus ethmoidalis : mengeluarkan sekresinya ke meatus superior dan meatus
media
Sinus maxillaris : mengeluarkan sekresinya ke meatus media


Persarafan hidung

Persarafan sensorik dan sekremotorik hidung:
Bagian depan dan atas cavum nasi mendapat persarafan sensoris dari cabang
nervous opthalmicus (V.1). Bagian lainnya termasuk mukosa hidung dipersarafi
oleh ganglion sfenopalatinum.
Bagian bawah belakang termasuk mucosa concae nasalis deoan dipersarafi oleh
rami nasalis posterior dari cabang N. maxillaris (V2)
Daerah nasofaring dan concha nasalis mendapat persarafan sensoris dari
ganglion pterygopalatinum.

Nervous olfactorius (Nervus I) keluar dari
cavum cranii melalui lamina cribrosa ethmoidalis.
Untuk sel-sel reseptor penciuman terletak pada 1/3
atas depan mucosa hidung septum dan concha
nasalis.
Serabut-serabut nervous olfactorius bukan
untuk mensarafi hidung, tapi hanya untuk
fungsional penciuman.

Perdarahan hidung
a.opthalmica = cabang a.ethmoidalis anterior dan
posterior (A.Carotis Interna)
a.maxillaris interna= a. sfenopalatinum (A.Carotis
Externa)

vena-vena ketiga aliran itu membentuk anyaman yg disebut plexus kisselbach yg
bila pecah disebut sebagai epistaxis.

Epistaksis ada 2 macam, yaitu :
a. Epistaksis anterior
b. Epistaksis posterior

a. Epistaksis anterior
Dapat berasal dari flexus Kisselbach, yang merupakan sumber perdarahan paling
sering dijumpai anak-anak. Dapat juga berasal dari arteri ethmoidalis anterior.
Perdarahan dapat berhenti sendiri atau spontan dan dapat dikendalikan dengan
tindakan sederhana.

b. Epistaksis posterior
Berasal dari arteri sphenopalatina, dan a.ethmoidalis posterior. Perdarahan
cenderung lebih berat dan jarang berhenti sendiri, sehingga dapat menyebabkan
anemia, hipovolemia, dan syok. Sering ditemukan pada pasien dengan penyakit
kardiovaskular.

2. Faring
Merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke
laring. Dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
Nasofaring
Bagian pharynx yang berada dibelakang cavum nasi dan diatas palatum molle
berfungsi sebagai tractus respiratorius sehingga dindingnya tidak kolaps.
Nasopharynx dihubungkan dengan cavum nasi oleh choanae. Nasopharynx
berhubungan dengan oropharynx lewat isthmus
pharyngeus. Pada dinding lateral nasopharynx terdapat
ostium pharyngeum tubae auditiva (O.P.T.A.). Pada atap
dan dinding posterior terdapat tonsila pharyngea yang
dapat mengalami pembesaran dikenal sebagai adenoid
yang membuat buntu tractus respiratorius. Di samping
OPTA terdapat di depan lekukan yang disebut fosa
Rosenmuller.
Orofaring
Mulai dari palatum mole ke tulang hyoid. Ini membuka
ke bagian depan, melalui isthmus faucium ke dalam
mulut, sementara di dinding lateral, antara kedua
lengkungan palatina, terdapat tonsila palatina.
Laringofaringeal
Di depannya terdapat pintu masuk larnyx, yang digerakkan oleh epiglotis. Di bawah
muara glotis bagian medial dan lateral terdapat ruangan yang disebut sinus piriformis
yaitu di antara lipatan ariepiglotika dan cartilago thyroid. Lebih ke bawah lagi
terdapat otot-otot dari lamina cricoid dan di bawahnya terdapat muara esofagus.


3. Larynx
Terletak setinggi vertebrae cervicalis 4,5, dan 6. Terbentuk oleh tulang dan tulang
rawan Yaitu satu buah os hyoid, 1 tiroid, 1 epiglotis, 2 aritenoid dan terdapat
cartilago cornuculata dan cuneiforme. Berbentuk segi lima yg disebut cavum laringis
bagian atas aditus laringis sementara bagian bawah disebut kartilago cricoid.
Cavitas laryngis terbagi dalam 3 bagian
1. Vestibulum Laringis
2. Daerah Tengah : dari plica vestibularis sampai setinggi vocalis dibawahnya
3. Daerah Bawah : dari plica vocalis sampai ke pinggir bawah cartilago cricoid


Os Hyoid
- Terbentuk dari jaringan tulang, seperti besi telapak kuda.
- Mempunyai 2 cornu: cornu majus dan cornu minus.
- Dapat diraba pada batas antara batas atas leher dengan pertengahan dagu.
- Berfungsi tempat perlekatan otot mulut dan cartilago thyroid.
Cartilago Thyroid
- Terletak di bagian depan dan dapat diraba tonjolan yang dikenal
dengan Prominens laryngis atau Adams Aplle sehari-hari disebut
jakun lebih jelas pada laki-laki.
- Melekat keatas dengan os.hyoid dan kebawah dengan cartilago cricoid,
kebelakang dengan arytenoid.
- Jaringan ikatnya adalah membrana thyrohyoid.
- Mempunyai cornu superior dan cornu inferior
- Pendarahan cornu superior dan cornu inferior.
- Pendarahan dari a.thyroidea superior dan inferior.
Cartilago Arytenoid
- Terletak posterior dari lamina cartilago thyroid dan diatas dari
cartilago cricoid.
- Mempunyai bentuk seperti burung pinguin, ada cartilago cornuculata
dan cuneiforme
- Kedua arytenoid dihubungkan oleh m.arytenoideus tranversus
Epiglotis
- Tulang rawan berbentuk sendok
- Melekat diantara kedua cartilago arytenoid
- Berfungsi membuka dan menutup aditus laryngis
- Berhubungan dengan cartilago arytenoid melalui m.aryepiglotica
- Pada waktu biasa epiglotis terbuka, tetapi pada waktu menelan
epiglotis menutup aditus laryngis supaya makanan jangan masuk ke
larynx
Cartilago cricoid
- Batas bawah cartilago thyroid (daerah larynx)
- Berhubungan dengan thyroid dengan ligamentum cricothyroid dan
m.cricothyroid medial lateral
- Batas bawah adalah cincin pertama trachea
- Berhubungan dengan cartilago arytenoid dengan otot
m.cricoarytenoideus posterior dan lateralis

Otot ekstrinsik :
Menarik larynx dari atas dan ke bawah selama proses menelan. Dibagi 2
golongan:
1. Otot otot Elevator (otot supra hyoid)
m. digastricus, m. stylohyodus, m. mylohyodeus, m. geniohyoideus
2. Otot otot Depresor (otot infra hyoid)
m. sternothyroideus, m. sternohyoideus, m. omohyoideus

Otot intrinsik :
a. M. arytenoideus obliq dan m.arytenoideus epiglotica = mengecilkan aditus
larynges(m. sphincter larynx)
b. M. thyroepiglotica = memperlebar aditus larynges
c. M. cricothyroideus = untuk menegangkan pita suara
d. M. thyroarytenoideus = untuk melemaskan pita suara
e. M. cricoarytenoideus posterior = untuk abduksio pita suara (membuka rima
glottis)
f. M. cricoarytenoideus lateralis = untuk adduksio pita suara (menutup rima
glottis)
g. M. arytenoideus transverses = mendekatkan kedua kartilago arytenoid


pada otot ekstrinsik dipersarafi dari cabang Nervus Vagus (X) yaitu; nervus
laringis superior mempersarafi otot intrinsic khusus m. cricothyroideus. Sementara
otot intrinsic dipersarafi oleh nervus laringis inferior atau yg sering desebut dengan
nervus reccurens laringis. terdapat pula plica vocalis dan plica vestibularis, dalam
plica vocalis ada rima glottis dan plica vestibularis ada rima vestibularis.otot
m.cricoarytenoideus posterior sering disebut juga safety muscle of larynx.karena
berfungsi menajga agar rima glottis tetap membuka.



LO.1.2 Mikroskopik
Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi O
2

dan mengeluarkan CO
2
dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan
homeostasis. Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari
rongga hidung/mulut hingga ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran
oksigen dan karbondioksida dengan pembuluh darah.
Sistem pernapasan bisaanya dibagi menjadi 2 daerah utama:
1. Bagian konduksi: meliputi rongga hidung, nasofaring, laring,
trakea, bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminalis
2. Bagian respirasi: meliputi bronkiolus respiratorius, duktus
alveolaris dan alveolus.

Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat
silindris bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat
dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa,
sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil.

Rongga hidung
Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar
nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum
merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis.

Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis
medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing dinding
lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka
superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi
menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel
sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di
permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki
akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel basal (berbentuk piramid)
dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan sekret
yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk
membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga
hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan
penghangatan sebelum masuk lebih jauh.
Silia berfungsi untuk mendorong lendir ke arah nasofaring untuk tertelan atau
dikeluarkan (batuk) .Sel goblet dan kelenjar campur di lamina propria mnghasilkan
sekret, untuk menjaga kelembaban hidung dan menangkap partikel debu halus . Di
bawah epitel chonca inferior terdapat swell bodies, merupakan fleksus vonosus untuk
menghangatkan udara inspirasi

Sinus paranasalis
Terdiri atas sinus frontalis, sinus maxillaris, sinus
ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya berhubungan
langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi
oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet
yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung
sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan
periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga
hidung.

Faring
Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan
palatum mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.
Terdiri dari :
Nasofaring (epitel bertingkat torak bersilia, dengan sel goblet)
Orofaring (epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk)
Laringofaring (epitel bervariasi)


Laring
Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada
lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai
katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada
fungsi fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan
memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi
oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel
respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran
mukosa dan serosa.
Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam
lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis)
yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah
membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum
vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan
membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda.



Epiglottis
Memiliki permukaan lingual dan laryngeal. Seluruh permukaan laringeal ditutupi
oleh epitel berlapis gepeng, mendekati basis epiglottis pada sisi laringeal, epitel ini
mengalami peralihan menjadi epitel bertingkat silindris bersilia




Trakea
Permukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada
lamina propria dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana
ujung bebasnya berada di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan
oleh sel goblet dan sel kelenjar membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan
silia untuk mendorong partikel asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk
menjaga lumen trakea tetap terbuka.
Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda
tersebut terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang
memungkinkan pengaturan lumen dan mencegah distensi berlebihan.

epitel trakea dipotong memanjang,epitel trakea, khas berupa adanya tulang rawan
hialin yang berbentuk tapal kuda ("c-shaped")


LI.2 Memahami dan menjelaskan fisiologi dan fungsi saluran pernafasan atas,
mekanisme bersin dan batuk
Fungsi utama :
1. Menjamin tersedianya O2 untuk kelangsungan metabolisme sel sel tubuh.
2. Mengeluarkan CO2 sebagai hasil metabolisme sel secara terus menerus
Fungsi tambahan:
1. Mengeluarkan air dan panas dari dalam tubuh. Udara yg masuk akan
dilembabkan dan dipanaskan dalam saluran nafas sebelum dikeluarkan dari
paru-paru
2. Meningkatkan aliran balik vena sebagai fungsi pompa
3. Proses berbicara, bernyanyi dan vokalisasi
4. Mengeluarkan, memodifikasi, dan inaktifkan bahan yg melewati sirkulasi
pulmonal.
Fungsi saluran nafas:
Pertahanan benda asing yg masuk saluran nafas. Partikel ukuran lebih 10 m
akan dihambat oleh bulu hidung . Partikel ditangkap sillia. Cillliary escalator
mendorong keluar dengan kecepatan 16mm/menit.
Fungsi dilakukan oleh mucus yg dihasilkan kelenjar sebasea dan sel goblet
pada mukosa hidung dan faring.
Paru mengaktifkan angiotensin II yg penting untuk mengatur kadar ion
natrium di cairan ekstrasel.
Converting enzim yg mengaktifkan angiotensin II ada di permukaan sel
endotel paru. Enzym tersebut menginaktifkan bradikinin.
Menurunkan suhu udara pernafasan sesuai dengan suhu tubuh oleh pembuluh
darah pada mukosa hidung dan saluran udara
Melembabkan udara pernafasan untuk mencegah mengeringnya permukaan
Membran alveol
Proses pernapasan dibagi menjadi 2,yaitu:
1. Pernapasan luar (eksternal)
Dimana terjadi penyerapan O2 dan pengeluaran CO2 dari tubuh secara
keseluruhan.
Dalam pernafasan eksternal terdapat proses
Ventilasi
Selama inspirasi udara mengalir dari atmosfir ke alveoli. Selama ekspirasi
sebaliknya yaitu udara keluar dari paru-paru. Udara yg masuk ke dalam alveoli
mempunyai suhu dan kelembaban atmosfir. Udara yg dihembuskan jenuh dengan uap
air dan mempunyai suhu sama dengan tubuh.
Difusi
Yaitu proses dimana terjadi pertukaran O2 dan CO2 pada pertemuan udara dengan
darah. Tempat difusi yg ideal yaitu di membran alveolar-kapilar karena
permukaannya luas dan tipis. Pertukaran gas antara alveoli dan darah terjadi secara
difusi.
Perfusi pulmonal
Merupakan aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal dimana O
2
diangkut
dalam darah membentuk ikatan (oksi Hb) / Oksihaemoglobin(98,5%) sedangkan
dalam eritrosit bergabung dgn Hb dalam plasma sbg O
2
yg larut dlm plasma (1,5%).
CO2 dalam darah ditrasportasikan sebagai bikarbonat.

2. Pernapasan dalam (internal)
Akan terjadi penggunaan O
2
dan pembentukan CO
2
oleh sel-sel serta pertukaran
gas antara sel-sel tubuh dengan media cair sekitarnya.

a. Mekanisme pernapasan berdasarkan antomi
Pada waktu inspirasi udara masuk melalui kedua nares anterior vestibulum
nasi cavum nasi lalu udara akan keluar dari cavum nasi menuju nares posterior
(choanae) masuk ke nasopharynx,masuk ke oropharynx (epiglottis membuka
aditus laryngis) daerah larynx trakea masuk ke bronchus primer bronchus
sekunder bronchioles segmentalis (tersier) bronchiolus terminalis melalui
bronchioles respiratorius masuk ke organ paru ductus alveolaris alveoli.Pada
saat di alveoli terjadi pertukaran CO2 (yang dibawa A.pulmonalis)lalu keluar paru
dan O2 masuk kedalam vena pulmonalis.lalu masuk ke atrium sinistra ventrikel
sinistra dipompakan melalui aorta ascendens masuk sirkulasi sistemik
oksigen (O2) di distribusikan keseluruh sel dan jaringan seluruh tubuh melalui
respirasi internal,selanjutnya CO2 kembali ke jantung kanan melalui kapiler / vena
dipompakan ke paru dan dengan ekspirasi CO2 keluar bebas.B.

b. Mekanisme pernapasan berdasarkan fisiologinya
Inspirasi merupakan proses aktif ,akan terjadi kontraksi otot otot,inspirasi akan
meningkatkan volume intra torakal,tekanan intrapleura dibagian basis paru akan turun
dari normal sekitar -2,5 mm Hg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal
inspirasi menjadi 6 mmHg.jaringan paru semakin tegang ,tekanan di dalam saluran
udara menjadi sedikit lebih negatif dan udara mengalir ke dalam paru.pada akhir
inspirasi daya rekoil paru mulai menarik dinding dada kembali kedudukan ekspirasi
,sampai tercapai keseimbangan kembali antara daya rekoil jaringan paru dan dinding
dada.tekanan didalam saluran udara menjadi sedikit positif dan udara mengalir
meninggalkan paru,selama pernapasan tenang,ekspirasi merupakan proses pasif yang
tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume intra torakal,
namun pada awal ekspirasi masih terdapat kontraksi ringan otot inspirasi,kontraksi ini
berfungsi sebagai peredam daya rekoil paru dan memperlambat ekspirasi.

c. Menjelaskan mekanisme / proses batuk dan bersin
Refleks Batuk
Bronkus dan trakea sedemikian sensitifnya terhadap sentuhan halus,
sehingga benda asing dalam jumlah berapapun atau penyebab iritasi lainnya akan
menimbulkan refleks batuk.
Dimana suatu rangkaian peristiwa otomatis digerakkan oleh lintasan
neuronal medulla, menyebabkan efek sebagai berikut :
Kira-kira 2,5 liter udara diinspirasi
Epiglotis menutup dan pita suara menutup erat-erat untuk menjerat udara
dalam paru.
Otot-otot perut berkontraksi dengan kuat mendorong diafragma, sedangkan
otot ekspirasi lainnya, seperti interkonstalis internus, juga berkontraksi
dengan kuat mendorong diafragma.
Pita suara dengan epiglottis sekonyong-konyong terbuka lebar, sehingga
udara bertekanan tinggi dalam paru meledak keluar. Kadang-kadang
dikeluarkan dengan kecepatan 75-100 m.
Udara yang mengalir cepat tersebut biasanya membawa pula benda asing
apapun yang terdapat dalam bronkus dan trakea.
(Ganong, 2008)

Refleks Bersin
Refleks Bersin
Rangsangan yang menimbulkan refleks bersin adalah iritasi dalam saluran
hidung, impuls aferen berjalan dalam nervus kelima menuju medulla, dimana
refleks dicetuskan.
(Ganong, 2008)

Mekanisme Pertahanan Tubuh Pada Saluran Pernafasan.

Peran hidung dalam pertahanan saluran pernafasan
Hidung merupakan penjaga utama dari udara yang masuk pertama kali.Dalam
sehari, kita menghirup sekitar 10.000-20.000 liter udara.Fungsi hidung selain sebagai
jalan masuk udara, menghangatkan udara, dan melembabkan udara, juga sebagai
penyaring udara.Mekanisme pertahanan utama dari saluran napas adalah epitel
permukaannya yang cukup istimewa yaitu epitel respiratorius atau epitel bertingkat
(berlapis semu) silindris bersilia dan bersel goblet.
Epitel ini terdiri dari lima macam jenis sel yaitu:
1. Sel silindris bersilia: sel terbanyak (1 sel mengandung 300 silia).
Silia ini terus bergerak utuk menangkap dna mengeluarkan
partikel asing.
2. Sel goblet mukosa: bagian apikal mengandung droplet mukus
yang terdiri dari glikoprotein.
3. Sel sikat (brush cells): sel yang memiliki ujung saraf aferen pada
permukaan basal (reseptor sensorik penciuman).
4. Sel basal (pendek)
5. Sel granul kecil: mirip sel basal tetapi mempunyai banyak
granul dengan bagian pusat yang padat.

Lamina propria dibawah dari epitel ini banyak mengandung pembuluh darah yang
berguna untuk menghangatkan udara masuk serta dibantu dengan silia yang
membersihkan udara dari partikel asing dan kelenjar serosa dan mukosa yang
melembabkan udara masuk.Kombinasi hal ini memungkinkan tubuh untuk
mendapatkan udara lembab, hangat serta bersih.

Selain itu, epitel respiratorius dilapisi oleh 5-10 m lapisan mukus gelatinosa
(fase gel) yang mengambang pada suatu lapisan cair yang sedikit lebih tipis (fase
sol).Lapisan gel/mukus dan cair/sol mengandung mekanisme pertahanan imunitas
humoral dan seluler.
1. Lapisan gel terdiri atas albumin, glikoprotein, IgG, IgM, dan faktor
komplemen.
2. Lapisan cair terdiri atas sekresi serosa, laktoferin, lisozim, inhibitor
sekresi leukoprotease, dan sekretorik IgA.
Silia pada sel-sel epitel berdenyut secara sinkron, sehingga ujungnya dijumpai
pada fase gel dan menyebabkannya bergerak ke arah mulut, membawa partikel dan
debris seluler bersamanya (transpor mukosilier atau bersihan).Banyak faktor dapat
mengganggu mekanisme tersebut, termasuk peningkatan viskositas atau ketebalan
mukus, membuatnya lebih sulit untuk bergerak (misalnya peradangan, asma),
perubahan pada fase sol yang menghambat gerakan silia atau mencegah perlekatan
pada fase gel dan gangguan aktivitas silia (diskinesia silia).Transpor mukosilier ini
menurun performanya akibat merokok, polutan, anestetik, dan infeksi serta pada
fibrosis kistik dan sindrom silia imotil kongenital yang jarang terjadi.Transpor
mukosilier yang berkurang menyebabkan infeksi respirasi rekuren yang secara
progresif merusak paru, misalnya bronkiektasis.Pada keadaan tersebut dinding
bronkus menebal, melebar, dan meradang, secara permanen.

Mukus (sekret kelenjar) dihasilkan oleh sel-sel goblet pada epitel dan kelenjar
submukosa.Unsur utamanya adalah glikoprotein kaya karbohidrat yang disebut musin
yang memberikan sifat seperti gel pada mukus.Fluiditas dan komposisi ionik fase sol
dikontrol oleh sel-sel epitel. Mukus mengandung beberapa faktor yang dihasilkan
oleh sel-sel epitel dan sel lain atau yang berasal dari sel plasma: antiprotease seperti
1-antitripsin yang menghambat aksi protease yang dilepaskan dari bakteri dan
neutrofil yang mendegradasi protein, defisiensi 1-antitripsin merupakan predisposisi
terjadinya gangguan elastin dan perkembangan emfisema. Protein surfaktan A,
terlepas dari aksinya pada tegangan permukaan, memperkuat fagositosis dengan
menyelubungi atau mengopsonisasi bakteri dan partikel-partikel lain. Lisozim
disekresi dalam jumlah besar pada jalan napas dan memiliki sifat antijamur dan
bakterisidal; bersama dengan protein antimikroba, laktoferin, peroksidase, dan
defensin yang berasal dari neutrofil, enzim tersebut memberikan imunitas non spesifik
pada saluran napas.

Imunoglobulin sekretori (IgA) adalah imunoglobulin utama dalam sekresi
jalan napas dan dengan IgM dan IgG mengaglutinasi dan mengopsonisasi partikel
antigenik; IgA juga menahan perlekatan mikroba ke mukosa.IgA sekretori terdiri dari
suatu dimer dua molekul IgA yang dihasilkan oleh sel-sel plasma (limfosit B
teraktivasi) dan suatu komponen sekretori glikoprotein.Komponen tersebut dihasilkan
pada permukaan basolateral sel-sel epitel, tempatnya mengikat dimer IgA.Kompleks
IgA sekretori kemudian dipindahkan ke permukaan luminal sel epitel dan dilepaskan
ke dalam cairan bronkial. Kompleks tersebut merupakan 10% protein total dalam
cairan lavase bronkoalveolar.

Jaringan Limfoid
Struktur jaringan limfoid membentuk sistem limfoid yang terdiri dari limfosit,
sel epitelial, dan sel stromal.Terdapat dua organ limfoid yaitu primer dan
sekunder.Organ limfoid primer merupakan tempat utama pembentukan limfosit
(limfopoesis) yaitu timus dan sumsum tulang. Limfosit dewasa yang diproduksi organ
limfoid primer akan bermigrasi menuju organ limfoid sekunder. Organ limfoid
sekunder merupakan tempat terjadinya interaksi antara limfosit dengan limfosit dan
antara limfosit dengan antigen, dan diseminasi respons imun.Organ limfoid sekunder
yaitu limpa dan jaringan limfoid pada mukosa seperti tonsil, BALT (bronchus-
associated lymphoid tissue), GALT (gut-associated lymphoid tissue)/Peyers patch.
Sirkulasi limfe akan berlanjut menuju duktus torasikus yang akan berhubungan
dengan sistem pembuluh darah sehingga dapat mengirimkan berbagai unsur sistem
limfoid.
Di dalam jaringan limfoid mukosa (MALT) terdapat sel dendrit yang berasal
dari sumsum tulang.Sel dendrit berfungsi sebagai Antigen Presenting Cell (APC) dan
mengirim sinyal aktivasi kepada limfosit T naive atau virgin untuk memulai respon
imun, karena itu sel dendrit disebut juga imunostimulatory cells. Sel dendrit dapat
mengekspresikan MHC-kelas II sendiri pada level yang tinggi serta MHC-kelas I dan
reseptor komplemen tipe 3. Sinyal dari Th (CD4+) akan menginduksi limfosit untuk
menghasilkan sitokin. Aktivasi limfosit B dibantu oleh sel Th2 (IL-2, IL-4, IL-5) serta
membentuk diferensiasi sel B menjadi klon yang memproduksi antibodi berupa
sekretorik IgA.MALT tidak ada di saluran napas bawah.

Sistem Khusus Traktus Respiratorius Atas
1. Refleks nasofaringo-bronkial
Refleks ini mengurangi puncak aliran ekspirasi akibat alergen yang memasuki
hidung. Baru-baru ini dilaporkan, sekitar 6 jam setelah refleks ini menyebabkan
penurunan FEV1 dan forced vital capacity yang signifikan. Refleks ini bisa dikenal
dengan refleks bersin. Mekanisme refleks bersin sama halnya dengan refleks batuk.
Hanya saja, refleks ini terjadi pada kavitas nasal bukan pada saluran napas bawah.
Mekanisme refleks sebagai berikut: bronkus dan trakea sedemikian sensitifnya
terhadap sentuhan halus, sehingga benda asing dalam jumlah berapa pun atau
penyebab iritasi lainnya akan menimbulkan refleks batuk. Laring dan karina (tempat
di mana trakea bercabang menjadi bronkus) adalah yang paling sensitif, dan
bronkiolus terminalis dan bahkan alveoli bersifat sensitif terhadap rangsangan bahan
kimia yang korosif seperti sulfur dioksida dan klorin.
Impuls aferen yang berasal dari saluran napas terutama berjalan melalui nervus vagus
ke medula. Di sana, suatu rangkaian peristiwa otomatis digerakkan oleh lintasan
neuronal medula, menyebabkan efek sebagai berikut: pertama, kira-kira 2,5 liter udara
diinspirasi. Kedua, epiglotis menutup; dan pita suara menutup erat-erat dan menjerat
udara dalam paru.Ketiga, otot-otot perut berkontraksi dengan kuat mendorong
diafragma, sedangkan otot-otot ekspirasi lainnya, seperti interkostalis internus, juga
berkontraksi dengan kuat.Keempat, pita suara dengan epiglotis terbuka lebar,
sehingga udara bertekanan tinggi dalam paru meledak keluar.Kemudian, penekanan
kuat pada paru yang menyebabkan bronkus dan trakea menjadi kolaps sehingga
bagian yang tidak berkartilago ini berinvaginasi ke dalam, akibatnya udara yang
meledak tersebut benar-benar mengalir melalui celah-celah bronkus dan trakea
bersama partikel asing. Peristiwa ini terjadi sama persis dengan refleks batuk, namun
ketika refleks bersin terjadi penekanan uvula, sehingga sejumlah besar udara dengan
cepat melalui hidung, dengan demikian membantu membersihkan saluran hidung dari
benda asing.

2. Fungsi protektif hidung
Menghangatkan dan melembabkan udara, menyaring partikel atau iritan, dan
produksi nitrit oksida (NO). Hal ini ditujukan agar udara yang diinhalasi bisa
mencapai saluran napas bawah dalam keadaan yang tidak membahayakan
homeostasis.Panas dihasilkan dari banyak kapiler yang berada di sub epitelial yang
berpenestrasi menuju permukaan lumen serta membantu transportasi air menuju
interstisium.Melembabkan udara dimediasi oleh aktivasi sekitar 45.000 kelenjar
seromukosa pada kavitas nasal dan sel goblet yang menghasilkan sejumlah air yang
signifikan.Adanya kolam yang terisi oleh sejumlah besar volume darah yang
berasal dari sinusoid vena yang terletak di subepitelial bisa membuat jaringan
submukosa untuk menyerap udara dan menambah perluasan kontak dengan aliran
udara.Mukus hidung dan mukosiliar merupakan komponen penting dalam
pembersihan.Partikel dengan diameter aerodinamik 5-10 m ditangkap dalam mukosa
nasal. Gas yang larut dalam air akan dihilangkan total dari udara yang diinhalasi di
saluran masuk hidung.

3. Gas yang bersifat iritan
Gas yang bersifat iritan dapat menstimulasi saraf sensorik hidung dan
menginduksi sekresi yang membuat deposit yang lebih besar. NO dihasilkan dari
saluran napas atas (terutama sinus paranasal) yang berperan protektif untuk cabang
respiratorius. NO memiliki aktivitas antiviral dan bakteriostatik yang kuat,
meningkatkan oksigenasi, menghasilkan efek bronkodilator, dan menjaga masuknya
udara melalu saluran napas bawah.

4. Peran inflamasi pada nasal

Sejumlah eosinofil di mukosa saluran napas bawah akan meningkat yang
mengekspresikan molekul adesi setelah diinduksi oleh alergen hidung.

5. Drainase material inflamatori.
Saluran napas atas terdiri dari hidung, telinga, dan tenggorok.Salah satu struktur
penunjang yang terletak di sistem ini adalah tuba eustachius yang menghubungkan
nasofaring dengan telinga tengah.Struktur ini berfungsi dalam menjaga tekanan
atmosfer tetap seimbang.Kompleks osteomeatal (OMC) adalah daerah cavum nasalis
antara meatus media dan inferior, tempat pertemuan drainase dari sinus frontal,
etmoidalis (etmoidalis anterior), dan maxillaris.Terjadinya penurunan tekanan oksigen
dalam kompleks ini juga bisa memicu rasa pusing.Seperti halnya saluran napas atas,
OMC juga memiliki transpor silia.

LI.3 Memahami dan menjelaskan tentang rinitis alergi
LO.3.1 Definisi
Rhinitis alergika adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi
pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama
serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan
alergen spesifik tersebut.
Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun
2001, rhinitis alergi adalah kelainan pada hidung dan gejala bersin-bersin, rinore, rasa
gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar allergen yang diperantarai oleh
IgE.

LO.3.2 Etiologi
Rhinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi
genetik dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat
berperan pada ekspresi rhinitis alergi. Penyebab tersering adalah allergen inhalan pada
dewasa dan ingestan pada anak-anak. Pada anak-anak sering disertai gejala alegi lain
seperti urtikaria dan gangguan pencernaan. Penyebab rhinitis alergi dapat berbeda
tergantung dari klasifikasi.
Rhinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur. Rhinitis
alergi perennial diantaranya debu tungau (Dermatophagoides farinae dan
Dermatophagoides pteronyssinus), jamur, binatang peliharaan, dan binatang pengerat.
Faktor resiko terpaparnya debu tungau biasanya karpet, sprei, suhu tinggi, dan
kelembaban udara. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah
beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang
kuat atau merangsang dan perubahan cuaca.
Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas:
Allergen inhalan yang masuk bersama dengan udara pernafasan misalnya,
debu rumah, tungau, serpihan epitel bulu binatang, serta jamur.
Allergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya
susu, telur, coklat, ikan, dan udang.
Allergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya
penisilin atau sengatan lebah.
Allergen kontaktan yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan
mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan.

LO.3.3 Klasifikasi
IgE -mediated ( alergi ) , otonom , infeksi dan idiopatik ( tidak diketahui ) .
Meskipun fokus dari artikel ini adalah rhinitis alergi , deskripsi singkat tentang
bentuk-bentuk lain dari rhinitis diberikan dalam Tabel 1 .
Secara tradisional , rhinitis alergi telah dikategorikan sebagai musiman (
terjadi selama musim tertentu ) atau perennial ( terjadi sepanjang tahun ) . Namun,
tidak semua pasien masuk ke dalam skema klasifikasi ini . Sebagai contoh, beberapa
pemicu alergi , seperti serbuk sari , mungkin musiman di daerah beriklim dingin , tapi
abadi di iklim hangat , dan pasien dengan beberapa " musiman " alergi mungkin
memiliki gejala hampir sepanjang tahun [ 4 ] . Oleh karena itu , rhinitis alergi kini
diklasifikasikan menurut durasi gejala ( intermiten atau terus-menerus ) dan tingkat
keparahan ( ringan , sedang atau berat ) ( lihat Gambar 1 ) [ 1,5 ] . Rhinitis dianggap
intermiten ketika total durasi episode peradangan kurang dari 6 minggu , dan terus-
menerus bila gejala terus berlanjut sepanjang tahun . Gejala diklasifikasikan sebagai
ringan ketika pasien biasanya dapat tidur normal dan melakukan aktivitas normal (
termasuk kerja atau sekolah ) ; gejala ringan biasanya berselang. Gejala dikategorikan
sebagai mod - erate / parah jika mereka secara signifikan mempengaruhi tidur dan
aktivitas sehari-hari dan / atau jika mereka dianggap mengganggu . Hal ini penting
untuk mengklasifikasikan tingkat keparahan dan durasi gejala karena hal ini akan
memandu pendekatan pengelolaan untuk setiap pasien


Menurut sifatnya :
a. Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa
hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri.
Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali
terjadi pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan
musim semi.

b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang
disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.

2) Berdasarkan penyebabnya, dapat dibedakan menjadi:
a. Rhinitis alergi
Merupakan penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan
laki-laki yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang
disebabkan oleh alergi terhadap partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung sari yang
ada di udara.
Macam-macam rhinitis alergi, yaitu:
1. Rinitis alergi musiman (Hay Fever),
Biasanya terjadi pada musim semi.Umumnya disebabkan kontak dengan
allergen dari luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin
untuk penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.
2. Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)
Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang
masa (tahunan)) diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di
rumah misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang
menyengat
3) Rhinitis Non Alergi
Rhinitis non allergi disebabkan oleh infeksi saluran napas karena masuknya
benda asing kedalam hidung, deformitas struktural, neoplasma, dan massa,
penggunaan kronik dekongestan nasal, penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan anti
hipertensif.
Macam-macam rhinitis non alergi, yaitu:
a. Rhinitis vasomotor
Rhinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa
hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis.
b. Rhinitis medikamentosa
Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan
respon normal vasomotor sebagai akibat pemakaian vasokonstriktor topical (obat tetes
hidung atau obat semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan.
c. Rhinitis atrofi
Rhinitis Atrofi adalah satu penyakit infeksi hidung kronik dengan tanda
adanya atrofi progesif tulang dan mukosa konka.

Berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA tahun 2000, menurut sifat
berlangsungnya rhinitis alergika dibagi menjadi:
Intermiten, yaitu bila gejala kurang dari 4hari/minggu atau kurang dari 4 minggu
Persisten, yaitu bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan/atau lebih dari 4 minggu
Rhinitis alergika ringan, yaitu bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan
aktivitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal lain-lain yang
mengganggu
Rhinitis alergika sedang atau berat, yaitu bila terdapat satu atau lebih dari
gangguan tersebut di atas

Dahulu rhinitis alergika dibedakan dalam dua macam berdasarkan sifat
berlangsungnya, yaitu:
1. Rhinitis alergika musiman (seasonal, hay fever, polinosis)
Di Indonesia tidak dikenal rhinitis alergika musiman, hanya ada di negara yang
mempunyai empat musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu tepungsari
(pollen) dan spora jamur. Oleh karena itu nama yang tepat adalah nosis atau rino
konjungtivitis karena gejala klinik yang tampak ialah gejala pada hidung dan
mata (mata merah, gatal disertai lakrimasi).
Penyakit ini timbulnya periodik, sesuai dengan musim, pada waktu terdapat
konsentrasi alergen terbanyak di udara. Dapat mengenai semua golongan umur
dan biasanya mulai timbulnya pada anak-anak dan dewasa muda. Berat ringannya
gejala penyakit bervariasi dari tahun ke tahun, tergantung pada banyaknya
alergen di udara. Faktor herediter pada penyakit ini sangat berperan.
2. Rhinitis alergika sepanjang tahun (perenial)
Gejala pada penyakit ini timbul intermiten atau terus-menerus, tanpa variasi
musim, jadi ditemukan sepanjang tahun.
Penyebab yang paling sering adalah alergen inhalan, terutama pada orang
dewasa, dan alergen ingestan. Alergen inhalan utama adalah alergen dalam
rumah (terdapat di kasur kapuk, tutup tempat tidur, selimut, karper, dapur, dan
tumpukan baju, buku serta sofa. Komponen alergennya terutama berasal dari
serpihan kulit dan fases tungau) dan alergen di luar rumah berupa polen dan
jamur. Alergen ingestan sering merupakan penyebab pada anak-anak dan
biasanya disertai dengan gejala alergi yang lain, seperti urtikaria, gangguan
pencernaan. Gangguan fisiologik pada perenial lebih ringan dibandingkan dengan
golongan musiman tetapi karena lebih persisten maka komplikasinya lebih sering
ditemukan.

LO.3.4 Patofisiologi
Rhinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap
sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu
immediate phase allergic reaction atau reaksi alergi fase cepat yang berlangsung sejak
kontak dengan allergen sampai 1 jam setelahnya dan late phase allergic reaction atau
reaksi alergi fase lambat yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase
hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam.
Pada kontak pertama dengan allergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau
monosit yang berperan sebagai sel penyaji ( Antigen Presenting Cell/APC) akan
menangkap allergen yang membentuk fragmen mukosa hidung. Setelah diproses
molekul HLA kelas II membentuk komplek peptide MHC kelas II (Major
Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th0).
Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang
mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan
berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13.

IL-4 dan IL-3 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B,
sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi immunoglobulin E
(IgE). IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di
permukaan sel mastosit atau basophil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi
aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang
tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar allergen yang sama,
maka kedua rantai IgE akan mengikat allergen yang spesifik dan terjadi degranulasi
(pecahnya dinding sel) mastosit dan basophil dengan akibat terlepasnya mediator
kimia yang sudah terbentuk (Performed Mediators) terutama histamine. Selain
histamine juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain prostaglandin D2
Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL- 6, GM-CSF
(Granulocytes Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah yang
disebut sebagai reaksi alergi fase cepat (RAFC).

Histamine akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga
menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamine juga menyebabkan
kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler
meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat
vasodilatasi sinusoid. Selain histamine merangsang ujung saraf Vidianus, juga
menyebabkan rangsangan pad amukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter
Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1).

Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang
menyebabkan akumulasi sel eosinophil dan netrofil di jaringan target. Respons ini
tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-
8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan
jumlah sel inflamasi seperti eosinophil, limfosit, netrofil, basophil dan mastosit di
mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan Granulocyte
Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada secret hidung.
Timbulnya gejala hipereaktif atau hiperresponsif hidung adlaah akibat peranan
eosinophil dengan mediator inflamasi dari granulanya seperti Eosinophilic Cationic
Protein (ECP), Eosinophilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP), dan
Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain factor spesifik (allergen), iritasi
oleh factor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang
merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi.
Secara Mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh dengan pembesaran sel
goblet dan sel pembentuk basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinophil pada
jaringan mukosa dan submukosa hidung. Gambaran yang ditemukan terdapat pada
saat serangan. Diluar keadaan serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi
serangan dapat terjadi terus-menerus sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi
perubahan yang irreversible, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasa
mukosa, seingga tampak mukosa hidung menebal, dengan masuknya antigen asing ke
dalam tubuh terjadi yang secara garis besar terdiri dari :
1. Respon primer
Terjadi proses eliminasi dan fagositosis (Ag). Reaksi ini bersifat non
spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya
dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.
2. Respon sekunder
Reaksi yang terjdi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga
kemungkinan ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan.
Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ni, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau
memang sudah ada efek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi
respon tersier.
3. Respon tersier
Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini
dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.

LO.3.5 Manifestasi klinis
Gejala khas dari rhinitis alergi adalah serangan bersin berulang. Bersin
dianggap patologik bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan, sebagai akibat
dilepaskannya histamine. Gejala lain ialah keluar ingus yang encer dan banyak,
hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang disertai lakrimasi. Tanda
alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring, atau laring.
Tanda hidung termasuk garis hitam melintang pada punggung hidung akibat
sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic salute), pucat
dan edema mukosa hidung yang dapat muncul kebiruan. Lubang hidung bengkak
disertai dengan secret mukoid dan cair. Tanda di mata termasuk edema kelopak mata,
kongesti konjugtiva, lingkar hitam dibawah mata (allergic shiner). Tanda pada telinga
termasuk retraksi membran timpani atau otitis media serosa sebagai hasil dari
hambatan tuba eustachii. Tanda faringeal termasuk faringitis granuler akibat
hyperplasia submucosa jaringan limfoid. Tanda laryngeal termasuk suara serak dan
edema pita suara. Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala,
masalah penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip.
Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu
makan, dan sulit tidur.

LO.3.6 Diagnosis
ANAMNESIS
Sangat penting karena seringkali serangan tidak terjadi di hadapan pemeriksa.
Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala rhinitis alergi
yang khas adalah bersin berulang. Gejala lain juga sering dikeluhkan. Tanyakan pula
pola gejala beserta onset dan keparahannya. Identifikasi faktor predisposisi karena
faktor genetik dan herediter sangat berperan, kondisi lingkungan, dan pekerjaan.
Rhinitis alergi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, bila terdapat 2 atau lebih
gejala seperti bersin-bersin lebih 5 kali setiap serangan, hidung dan mata gatal, ingus
encer lebih dari satu jam, hidung tersumbat, dan mata merah serta berair maka
dinyatakan positif.
PEMERIKSAAN FISIK
Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shiner,
yaitu bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat
obstruksi hidung. Selain itu dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis
melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat allergic
salute. Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat
atau livid dengan konka edema dan secret yang encer dan banyak. Perlu juga dilihat
adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung
tersumbat. Selain itu dapat pula ditemukan konjugtivitis bilateral atau penyakit yang
berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. In vitro
Hitung eosinophil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian
dengan pemeriksaan IgE total (prist paper radio immunosorbent test) seringkali
menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu
macam penyakit, misalnya selain rhinitis alergi juga menderita asma bronkial atau
urtikaria. Lebih bermakna dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA.
Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap
berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinophil dalam jumlah
banyak menunjukkan alergi inhalan. Jika basophil 5sel/lap mungkin disebabkan alergi
makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.
b. In vivo
Allergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji
intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri. SET (Set End Point Titration)
dilakukan untuk allergen inhalan dengan menyuntikkan allergen dalam berbagai
konsentrasi yang bertingkat kepekatannya. Keuntungan SET, selain allergen
penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desentisisasi dapat diketahui.
Untuk alergi makanan, uji kulit kurang dapat diandalkan. Diagnosis biasanya
ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi (Challenge Test). Allergen ingestan
secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada challenge test,
makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari,
selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali
dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan
meniadakan suatu jenis makanan.

LO.3.7 Diagnosis banding
Rhinitis Vasomotor
suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya
infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal dan pajanan obat.
Rhinitis Medikamentosa
suatu kelainan hidung berupa gangguan respon
normal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor topical
dalam waktu lama dan berlebihan sehingga menyebabkan sumbatan hidung
yang menetap

LO.3.8 Tatalaksana
Pengobatan terhadap penderita rhinitis alergi harus mencakup 3 prinsip:
1. Mengetahui dengan tepat faktor pencetus dan menghindarinya.
2. Penggunaan sementara obat-obatan untuk menangani gejala di saat
serangan agar penderita dapat beraktifitas dengan baik.
3. Terapi daya tahan tubuh (immunotherapy).
Tatalaksana terapi
1. Non-farmakologi:
Hindari pencetus (alergen)
Amati benda-benda apa yang menjadi pencetus(debu, serbuk sari, bulu
binatang, dll)
Jika perlu, pastikan dengan skin test
Jaga kebersihan rumah, jendela ditutup, hindari kegiatan berkebun. Jika harus
berkebun, gunakan masker wajah
2. Farmakologi :
Jika tidak bisa menghindari pencetus, gunakan obat-obat anti alergi seperti:
a. Anti histamine oral, antagonis H-1 (difenhidaramin, prometasin, loratadin,
setisirin, fexofenadin)
b. Agonis alfa adrenergic, sebagai dekongestan hidung oral dengan atau
tanpa kombinasi anti histamine
c. Kortikosteroid topikal, bila gejala sumbatan tidak dapat diobati dengan
obat lain (beklometason, budesonid, flunisolid, triamsinolon).
d. Sodium kromoglikat topikal, bekerja menstabilkan mastosit sehingga
pelepasan mediator kimia dihambat.
e. Antikolinergik topikal, mengatasi rhinorea karena inhibisi reseptor
kolinergik pada permukaan sel efektor (ipratropium bromida).
f. Anti leukotrine (zafirlukast/montelukast), anti IgE, DNA rekombinan
merupakan obat-obatan baru untuk rhinitis alergi.
Jika tidak berhasil, atau obat-obatan tadi menyebabkan efek samping yang
tidak bisa diterima, lakukan imunoterapi dengan terapi desensitasi

Penatalaksanaan rhinitis alergi berdasarkan ARIA 2001
Tipe rhinitis alergi Lini pertama Tambahan
Sedang-Intermitten Antihistamin
oral,antihistamin
intranasal
Dekongestan
intranasal
Sedang-Intermitten
atau berat-
intermitten
Antihistamin
oral,kortikosteroid
intranasal,
antihistamin
intranasal
Dekongestan
intranasal dan
sodium kromolin
Berat-Persisten Kortikosteroid
intranasal
Antihistamin
oral,antihistamin
intranasal,sodium
kromolin,ipratropium
bromida,antagonis
leukotriene

Anti Histamin Antagonis H-1
Farmakodinamik :
Antagonis kompetitif pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot
polos. Selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau
keadaan lain yang disertai pengelepasan histamin endogen berlebihan.
Farmakokinetik :
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Kadar tertinggi
terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya
lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 adalah hati.
1. Penggolongan AH1
AH generasi 1
Contoh : etanolamin
Etilenedamin
Piperazin
Alkilamin
Derivat fenotiazin
Keterangan AH1 = - sedasi ringan-berat
- antimietik dan komposisi obat flu
- antimotion sickness
Indikasi AH1 berguna untuk penyakit :
- Alergi
- Mabuk perjalanan
- Anastesi lokal
- Untuk asma berbagai profilaksis

2. Efek samping
Vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, insomnia, tremor, mulut kering, disuria,
palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, lemah pada tangan.
Antihistamin golongan 1 lini pertama
a. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan
dekongestan secara peroral.
b. lipofilik, dapat menembus sawar darah otak, mempunyai efek pada
SSP dan plasenta.
c. Kolinergik
d. Sedatif
e. Oral : difenhidramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadin
f. Topikal : Azelastin

Dekongestan Nasal
Golongan simpatomimetik
Beraksi pada reseptor adrenergik pada mukosa hidung untuk menyebabkan
vasokonstriksi, menciutkan mukosa yang membengkak,dan memperbaiki
pernafasan
Penggunaan dekongestan topikal tidak menyebabkan atau sedikit sekali
menyebabkan absorpsi sistemik
Penggunaan agen topikal yang lama (lebih dari 3-5 hari)dapat menyebabkan
rhinitis medikamentosa, di mana hidung kembali tersumbat akibat vasodilatasi
perifer maka batasi penggunaan
Contoh Obat : nafazolin,tetrahidrozolin,oksimetazolin dan xilometazolin

Obat dekongestan topical dan durasi aksinya :
Obat DurasiAksi
AksiPendek
FenilefrinHCl
Sampai 4 jam
AksiSedang
NafazolinHCl
TetrahidrozolinHCl
4-6 jam
AksiPanjang
OksimetazolinHCl
XylometazolinHCl
Sampai 12 jam

Dekongestan oral
Secara umum tidak dianjurkan karena efek klinis masih diragukan dan punya
banyak efek samping
Contoh obat: Efedrin,fenilpropanolamin dan fenilefrin
Indeks terapi sempitresiko hipertensi
Efedrin
Adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan efedra. Efektif pada pemberian oral,
masa kerja panjang, efek sentralnya kuat. Bekerja pada reseptor alfa, beta 1 dan beta
2.
Efek kardiovaskular : tekanan sistolik dan diastolik meningkat, tekanan nadi
membesar. Terjadi peningkatan tekanan darah karena vasokontriksi dan stimulasi
jantung. Terjadi bronkorelaksasi yang relatif lama.
Efek sentral : insomnia, sering terjadi pada pengobatan kronik yang dapat diatasi
dengan pemberian sedatif.

Dosis. Dewasa : 60 mg/4-6 jam
Anak-anak 6-12 tahun : 30 mg/4-6 jam
Anak-anak 2-5 tahun : 15 mg/4-6 jam

Fenilpropanolamin
Dekongestan nasal yang efektif pada pemberian oral. Selain menimbulkan konstriksi
pembuluh darah mukosa hidung, juga menimbulkan konstriksi pembuluh darah lain
sehingga dapat meningkatkan tekanan darah dan menimbulkan stimulasi jantung.
Efek farmakodinamiknya menyerupai efedrin tapi kurang menimbulkan efek SSP.
Harus digunakan sangat hati-hati pada pasien hipertensi dan pada pria dengan
hipertrofi prostat.
Kombinasi obat ini dengan penghambat MAO adalah kontra indikasi. Obat ini jika
digunakan dalam dosis besar (>75 mg/hari) pada orang yang obesitas akan
meningkatkan kejadian stroke, sehingga hanya boleh digunakan dalam dosis
maksimal 75 mg/hari sebagai dekongestan.
Dosis. Dewasa : 25 mg/4 jam
Anak-anak 6-12 tahun : 12,5 mg/4 jam
Anak-anak 2-5 tahun : 6,25 mg/4 jam

Fenilefrin
Adalah agonis selektif reseptor alfa 1 dan hanya sedikit mempengaruhi reseptor beta.
Hanya sedikit mempengaruhi jantung secara langsung dan tidak merelaksasi bronkus.
Menyebabkan konstriksi pembuluh darah kulit dan daerah splanknikus sehingga
menaikkan tekanan darah.

Intranasal corticosteroids (INCS)
INCS menjadi obat pilihan untuk anak-anak yang menderita rhinitis alergi
Dahulu di khawatirkan INCS dapat menyebabkan efek samping sistemik
seperti terganggunya pertumbuhan dan metabolism tulang
Tapi studi menunjukkan fluticasone tidak ada efek samping klinis yang
membahayakan.Mometason juga tidak menunjukkan mengganggu
pertumbuhan anak-anak usia 3-9 tahun.
Setelah penggunaan 3 bulan flutikason pada anak-anak usia 3-11
tahun,dilakukan rhinoskopi,dan tidak menunjukkan menipisnya jaringan
hidung atau atrofi mukosa hidung
Macamnya : betametason,budesonide,flunisolide,flucticasone,mometasone
dan triamikolon
Kerjanya dengan menghambat respon alergi fase awal maupun fase lambat.
Efek utama pada mukosa hidung :
a. mengurangi inflamasi dengan memblok pelepasan mediator,
b. menekan kemotaksis neutrofil
c. mengurangi edema intrasel
d. menyebabkan vasokonstriksi ringan
e. menghambat reaksi fase lambat yang diperantarai oleh selmast
- Efek Samping : bersin,perih pada mukosa hidung,sakit kepala dan
infeksi Candida albicans

Sodium kromolin
suatu penstabil sel mast sehingga mencegah degranulasi sel mast dan
pelepasan mediator, termasuk histamin.
tersedia dalam bentuk semprotan hidung untuk mencegah dan mengobati
rhinitis alergi.
Efek sampingnya : iritasi lokal (bersin dan rasa perih pada membran mukosa
hidung
Dosisnya untuk pasien di atas 6 tahun adalah 1 semprotan pada setiap lubang
hidung 3-4 kali sehari pada interval yang teratur.
Ipratropium bromida
Merupakan agen antikolinergik berbentuk semprotan hidung
Bermanfaat pada rhinitis alergi yang persisten atau perenial
Memiliki sifat anti sekretori jika digunakan secara lokal dan bermanfaat untuk
mengurangi hidung berair yang terjadi pada rhinitis alergi.
tersedia dalam bentuk larutan dengan kadar 0,03%,diberikan dalam 2
semprotan (42 mg) 2- 3 kali sehari.
Efek sampingnya ringan, meliputi sakit kepala, epistaxis,dan hidung terasa
kering.

Operatif
Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan bila konka inferior
hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kateurisasi memakai
AgNO3 25 % atau troklor asetat (Roland, McCluggage,Sciinneider, 2001).
Polip mukoid jinak pada hidung sering kali dihubungkan dengan alergi hidung . dapat
terjadi pada anak-anak namun lebih sering ditemukan pada orang dewasa . karena
menyumbat jalan napas , polip seringkali dirasakan sangat mengganggu . setelah lesi
penyumbat diidentifikasi sebagai polip jinak , maka lesi tersebut dapat diangkat .
Pasien harus di peringatkan , bahwa polip dapat kembali kambuh bilamana ada alergi
, sehingga polip perlu berkali-kali diangkat selama hidup . polip umumnya berasal
dari sinus .
Imunoterapi (Desensitisasi)
Bersifat kausatif
Imunoterapi merupakan proses yang lambat dan bertahap dengan
menginjeksikan alergen yang diketahui memicu reaksi alergi pada pasien
dengan dosis yang semakin meningkat.
Tujuannya adalah agar pasien mencapai peningkatan toleransi terhadap
alergen, sampai dia tidak lagi menunjukkan reaksi alergi jika terpapar oleh
senyawa tersebut
Caranya :
a. Larutan alergen yang sangat encer (1:100.000sampai
1:1000.000.000 b/v) diberikan 1 2 kali seminggu.Alergen ini
bisaanya disuntikkan di bawah kulit lengan atas.Selain suntikan
dapat dilakukan dengan menggunakan tablet yang mengandung
allergen seperti serbuk sari rumput
b. Konsentrasi kemudian ditingkatkan sampai tercapai dosis yang
dapat ditoleransi.
c. Dosis ini kemudian dipertahankan setiap 2-6
minggu,tergantung pada respon klinik.
d. Terapi dilakukan sampai pasien dapat mentoleransi alergen
pada dosis yang umumnya dijumpai pada paparan alergen.
Parameter efektifitas ditunjukkan dengan :
a. Berkurangnya produksi IgE
b. Meningkatnya produksi IgG
c. Perubahan pada limfosit T
d. Berkurangnya pelepasan mediator dari sel yang tersensitisasi
e. Berkurangnya sensitivitas jaringan terhadap alergen.
Namun imunoterapi terbilang mahal dan butuh waktu lama dan membutuhkan
komitmen yang besar dari pasien


LO.3.9 Komplikasi
I. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous glands,
akumulasi sel-sel inflamasi yang luar bisa banyaknya (lebih eosinofil dan
limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, dan metaplasia
skuamosa.
II. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.
III. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus
paranasal. Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa
yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan
tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan
bakteri terutama bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi
barier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa
yang dilepas sel eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah
IV. Masalah ortodonti dan efek penyakit lain dari pernafasan mulut yang lama
khususnya pada anak-anak.
V. Asma bronkial. Pasien alergi hidung memiliki resiko 4 kali lebih besar
mendapat asma bronkial.

LO.3.10 Prognosis
Prognosis
Rhinitis alergi musiman cenderung berkurang. Semakin dini gejala mulai ,
semakin besar kemungkinan untuk perbaikan . Orang-orang yang mengembangkan
rhinitis alergi musiman pada anak usia dini cenderung tidak memiliki alergi di usia
dewasa . Dalam beberapa kasus , alergi masuk ke remisi selama bertahun-tahun dan
kemudian kembali di kemudian hari . Orang-orang yang mengembangkan alergi
setelah usia 20 , bagaimanapun, cenderung terus memiliki rhinitis alergi setidaknya
sampai usia pertengahan .
KUALITAS HIDUP
Meskipun rhinitis alergi tidak dianggap sebagai kondisi yang serius , itu tetap
dapat mengganggu banyak aspek penting kehidupan. Survei penderita alergi hidung
melaporkan bahwa gejala seperti rasa lelah , sedih , atau marah yang hadir dalam 50-
75 % pasien . Rhinitis alergi dapat mengganggu pekerjaan atau kinerja sekolah .
Orang dengan rhinitis alergi , terutama mereka dengan rinitis alergi perennial ,
mungkin mengalami gangguan tidur dan kelelahan siang hari . Seringkali mereka
atribut ini untuk obat-obatan , tetapi studi menunjukkan kemacetan mungkin menjadi
penyebab gejala ini . Pasien yang memiliki rhinitis alergi yang parah cenderung
memiliki masalah tidur lebih buruk , termasuk mendengkur , dibandingkan dengan
rhinitis alergi ringan .
RISIKO TINGGI UNTUK ASMA DAN ALERGI LAIN
Asma dan alergi sering hidup berdampingan . Pasien dengan rhinitis alergi
sering memiliki asma atau peningkatan risiko mengembangkan itu . Rhinitis alergi
juga berhubungan dengan eksim ( dermatitis atopik ) , reaksi alergi pada kulit yang
ditandai dengan gatal , scaling, dan kulit bengkak merah. Kronis rhinitis alergi yang
tidak terkontrol dapat memperburuk serangan asma dan eksim .

LO.3.11 Pencegahan
Cara terbaik untuk mencegah reaksi alergi adalah dengan menghindari alergen
yang menyebabkannya. Namun, hal ini tidak selalu mudah . Alergen, seperti tungau
debu , akan sulit untuk spot dan dapat berkembang biak bahkan rumah terbersih. Hal
ini juga kadang-kadang bisa sulit untuk menghindari kontak dengan hewan peliharaan
, terutama jika mereka milik teman-teman dan keluarga. Berikut adalah beberapa
saran untuk membantu Anda menghindari alergen yang paling umum .
Tungau debu rumah
Debu tungau adalah salah satu penyebab terbesar alergi. Mereka adalah serangga
mikroskopis yang berkembang biak dalam debu rumah tangga . Berikut adalah
beberapa cara yang dapat Anda membatasi jumlah tungau di rumah Anda :
Pertimbangkan membeli udara - permeabel kasur dan selimut penutup oklusif
( jenis tempat tidur bertindak sebagai penghalang terhadap tungau debu dan
kotoran mereka ) .
Pilih kayu atau hard penutup lantai vinyl bukannya karpet .
Roller blinds Fit yang dapat dengan mudah dibersihkan .
Bantal bersih , mainan , tirai dan furnitur berlapis secara teratur , baik dengan
mencuci atau debu mereka .
Gunakan bantal sintetis dan selimut akrilik bukannya selimut wol atau bulu
selimut .
Gunakan vacuum cleaner dilengkapi dengan udara partikulat efisiensi tinggi (
HEPA ) filter karena dapat mengeluarkan debu lebih dari penyedot debu biasa
.
Gunakan basah , kain bersih untuk menyeka permukaan karena debu kering
dapat menyebarkan alergen lanjut .
Memusatkan upaya Anda pada pengendalian tungau debu di daerah rumah
Anda di mana Anda menghabiskan sebagian besar waktu , seperti kamar tidur
dan ruang tamu .
Hewan
Hal ini bukan bulu yang menyebabkan reaksi alergi , tetapi paparan serpihan kulit
mati mereka, air liur dan urin dikeringkan .Jika Anda tidak dapat secara permanen
menghapus hewan peliharaan dari rumah , Anda mungkin menemukan tips berikut
berguna :
menjaga hewan peliharaan di luar sebanyak mungkin atau membatasi mereka
untuk satu ruangan , sebaiknya satu tanpa karpet
tidak membiarkan hewan peliharaan di kamar tidur
mencuci hewan peliharaan setidaknya sekali dua minggu
pengantin pria anjing secara teratur di luar
mencuci semua selimut dan soft furnishing hewan peliharaan Anda telah di
Jika Anda mengunjungi teman atau saudara dengan hewan peliharaan ,
meminta mereka untuk tidak debu atau vacuum pada hari Anda mengunjungi
karena akan mengganggu alergen ke udara. Mengambil obat antihistamin satu
jam sebelum memasuki rumah yang dihuni hewan peliharaan dapat membantu
mengurangi gejala .
serbuk sari
Tanaman yang berbeda dan pohon menyerbuki pada waktu yang berbeda tahun ini
, jadi ketika Anda mendapatkan rhinitis alergi akan tergantung pada apa jenis serbuk
sari ( s ) Anda alergi. Kebanyakan orang yang terkena selama musim semi dan musim
panas bulan karena ini adalah ketika sebagian besar pohon dan tanaman penyerbukan.
Untuk menghindari paparan terhadap serbuk sari , Anda mungkin menemukan tips
berikut berguna :
memeriksa laporan cuaca untuk menghitung serbuk sari dan tinggal di dalam
rumah ketika itu tinggi
menghindari line- pengeringan pakaian dan tempat tidur ketika jumlah serbuk
sari tinggi
memakai kacamata hitam sampul untuk melindungi mata Anda dari serbuk
sari
menjaga pintu dan jendela tertutup selama pertengahan pagi dan sore hari ,
ketika ada sebagian serbuk sari di udara
mandi , cuci rambut Anda dan mengubah pakaian Anda setelah berada di luar
menghindari daerah berumput , seperti taman dan ladang
jika Anda memiliki rumput , meminta orang lain untuk memotong rumput
untuk Anda

LI.4 Memahami dan menjelsakan manfaat wudhu
Islam memerintahkan umatnya untuk berwudhu sebelum shalat,pada saat
berwudhu disunnahkan menghirup air ke dalam hidung (istinsyaq) dan
mengeluarkannya (intinsyar) sebanyak tiga kali guna menjaga kebersihan dan
kesehatan hidung
Di surat al-maidah ayat 45 yang artinya :
Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (at-taurat) bahwasannya jiwa
dibalas dengan jiwa,mata dengan mata,hidung dengan hidung,telinga dengan
telinga,gigi dengan gigi dan luka pun ada qisasnya
Berdasarkan ayat di atas,bahwasannya kita sebagai hamba Allah untuk
menjaga tubuh kita,salah satunya dengan menjaga kebersihan hidung.
Dr. Musthofa Syahatah, Dekan Fakultas THT Universitas Alexandria
mengatakan bahwa berwudhu dapat melindungi seseorang dari kuman penyakit.
Penelitian membuktikan bahwa jumlah kuman pada orang yang berwudhu lebih
sedikit dibanding orang yang tidak berwudhu. Para ilmuwan membuktikan bahwa
wudhu dapat mencegah lebih dari 17 penyakit seperti influenza, batuk rejan, radang
amandel, penyakit- penyakit telinga, penyakit-penyakit kulit.
Dalam berwudhu ada istilahi istinsyaq dan istintsar.Istinsyaq adalah
menghirup air ke dalam hidung sedangkani sti ntsar adalah mengeluarkan air
nafasnya.Rasulullah sangat menyempuranakan kedaua perbuatan tersebut.
Dr. Mustofa Syahatah mengatakan bahwa jumlah kuman di dalam hidung
akan berkurang setengahnya setelah istinsyaq pertama lalu berkurang menjadi
seperempatnya setelahi sti nsyaq kedua dan menjadi sangat sedikit setelah istinsyaq
ketiga. Penelitian menyebutkan, hidung manusia setelah bersih dari kuman
setelahistinsyaq akan tetap bersih selama 5 jam sebelum akhirnya tercemar lagi. Oleh
karena itu manusia perlu membersihkannya lagi dengan cara wudhu yang disertai
istinsyaq.
Rasulullah SAW bersabda, Sempurnakanlah wudhu, ratakanlah air di antara jari-
jemari, bersungguhlah dalam istinsyaq kecuali kamu berpuasa (HR Bukhari dan
Muslim).

1. Berkumur-kumur, penelitian modern menetapkan berkumur-kumur dapat menjaga
mulut dan tenggorakan dari peradangan dan menjaganya dari terjadinya peradangan
gusi. Hal ini karena berkumur-kumur berfungsi memelihara gigi dan
membersihkannya dari sisa-sisa makanan yang masih menempel. manfaat lain yang
sangat penting adalah ia dapat menguatkan sebagian urat wjaah dan menjaga
kebersihannya. Ini merupakan suatu latihan penting yang telah dikenalkan oleh para
pakar pendidikan olahraga.

2. Membasuh hidung, sebuah penelitian yang dilakukan kelompok dokter di
universitas Alexendria yang menetapkan pada umumnya, orang-orang yang berwudhu
secara terus menerus hidungnya bersih dari debu, kuman, dan bakteri.

3. Membasuh wajah dan kedua tangan hingga kedua siku memiliki manfaat yang
sangat besar dalam menghilangkan keringat dari permukaan kulit, Air wudhu juga
berfungsi membersihkan kulit dari kandungan minyak yang tertahan di kelenjar kulit.

4. Membasuh kedua kaki seraya memijat-mijat dengan baik akan menciptakan
perasaaan tenang dan nyaman, karena dikakilah terletak semua urat yang
berhubungan dengan seluruh anggota badan.

Adab bersin Rasulullah SAW:
1. Merendahkan suara dan menutup mulut serta wajah saat bersin
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata bahwa
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ketika bersin, maka beliau
menutup wajahnya dengan tangan atau bajunya sambil merendahkan
suaranya.
2. Tidak memalingkan leher ke kiri atau ke kanan ketika bersin
Hal ini agar tidak membahayakan kesehatan meskipun dilakukan dengan
alasan untuk menghindari orang yang ada di depannya.
3. Mengeraskan bacaan hamdalah meskipun sedang shalat wajib
Para ulama telah bersepakat atas dianjurkannya mengeraskan hamdalah
ketika bersin dalam shalat, dan tidak disyariatkan menjawabnya bagi yang
mendengarkannya. Hadits yang membolehkan menjawab hamdalah pada
waktu sholat adalah hadits dhoif.
2. Tasymit (mendoakan seserang yang bersin)
Wajib bagi yang mendengar bacaan hamdalah untuk mengucapkan tasymit
yaitu Yarhamukallaah dan jika tidak mendengar bacaan hamdalah dari
orang yang bersin, maka maka tidak perlu mengucapkan tasymit bagi
orang yang ada di sekelilingnya. Rasulullah SAW telah bersabda,
Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap, maka
apabila ia bersin, hendaklah ia memuji Allah dengan mengucapkan
Alhamdulillah. Dan kewajiban bagi setiap muslim yang mendengarnya
untuk bertasymit (mendoakannya). (HR Bukhari). Hadits ini
menunjukkan bahwa tasymit adalah wajib bagi muslim yang mendengar
bacaan hamdalah dari orang yang bersin.
3. Jawaban setelah mendengar orang yang bertasymit
Apabila seseorang yang bersin mengucapkan hamdalah kemudian orang
yang mendengarnya bertasymit, maka dianjurkan bagi yang bersin untuk
mengucapkan salah satu doa berikut. Dan merupakan sunnah untuk
mengucapkan doa-doa tersebut secara bergantian.
a. Mengucapkan Yahdiikumullaah wa yuslihu baalakum (semoga Allah
memberi hidayah dan memperbaiki keadaan kalian). (HR. Bukhari)
b. Mengucapkan Yaghfirullahu lanaa wa lakum (semoga Allah
mengampuni kita dan kalian semua). (HR. Abu Dawud, an-Nasai, dan
Tirmidzi)
c. Mengucapkan Yaghfirullah lakum (semoga Allah mengampuni kalian
semua). (HR. Bukhari dan an-Nasai)
d. Mengucapkan Yarhamunallah wa iyyaakum wa yaghfirullahu lanaa wa
lakum (semoga Allah merahmati dan mengampuni kami dan kalian
semua. (HR. Malik)
e. Mengucapkan Afaanallaah wa iyyaakum minan naari
yarhamukumullaah (semoga Allah mengampuni kami dan kalian semua
dari api neraka dan merahmati kalian semua) (HR. Bukhari)
f. Mengucapkan Yarhamunallaah wa iyyakum (semoga Allah merahmati
kami dan kalian semua) (HR. At-Thabari)
(Ummu Umar Al-Atsariyyah. 2010)





DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A.Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC.
Ganong, WF, 2007, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 21
th
ed, ab. M. Djauhari
Widjajakusumah. Jakarta : EGC.
Guyton AC, Hall JE, 2008, Fisiologi Kedokteran edisi 11, ab. Setiawan dkk, Jakarta :
EGC.
Price,Wilson. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit vol 2.
Jakarta:EGC.
Raden, Inmar. (2013). Anatomi Kedokteran Sistem Respirasi. Jakarta. FKUY.
Small, P. and Kim, H. 2011. Allergic rhinitis. 7 (Suppl 1), p. S3. Available from: doi:
10.1186/1710-1492-7-S1-S3.
http://www.nytimes.com/health/guides/disease/allergic-rhinitis/prognosis.html
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21493/4/Chapter%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai