Agung Haryanto
102010207 (D2)
Pendahuluan
Setiap manusia pasti perlu bernapas untuk memperoleh oksigen yang berguna bagi
tubuhnya dan membuang karbon dioksida yang dihasilkan dari dalam tubuhnya. Sistem
pernapasan melibatkan rongga hidung, nasofaring, orofaring dan bagian atas laryngofaring,
laring, trachea, bronkus, bronkiolus, paru, dan alveolus. Gangguan sistem pernapasan pada
manusia bisa terjadi karena gangguan mekanisme pernapasan dan kelainan struktur
pernapasan. Kita juga bisa melakukan pemeriksaan fungsi paru dengan alat spirometer untuk
mengetahui volume udara yang dihirup dan yang dihembuskan. Oleh karena itu pada
makalah ini akan dibahas mengenai struktur makro dan mikro sistem pernapasan, mekanisme
pernapasan, fungsi pernapasan, dan pemeriksaan fungsi paru.
Alamat Korespondensi :
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat 11510, No telp: (021) 56942061, Fax: (021) 5631731
E-mail: agung.fk16@yahoo.com
1
dibatasi oleh limen nasi, yang sesuai dengan tepi atas cartilago ala nasi major. Dimulai
sepanjang limen nasi ini kulit yang melapisi vestibulum dilanjutkan dengan mukosa hidung.
Regio penghidu berada di sebelah cranial, dimulai dari atap rongga hidung daerah ini meluas
sampai setinggi concha nasalis superior dan bagian septum nasi yang ada dihadapan concha
tersebut. Regio pernapasan adalah bagian rongga hidung selebihnya.2
Pembuluh-pembuluh nadi yang mendarahi rongga hidung adalah :
1. Aa. ethmoidalis anterior dan posterior, cabang A. ophthalmica, yang mendarahi
pangkal hidung, sinus-sinus/cellulae ethmoidalis dan frontalis
2. A. sphenopalatina, cabang A. maxillaries interna, mendarahi mukosa dinding-dinding
lateral dan medial hidung.
3. A. palatina major, cabang palatina descendens A. maxillaries interna, yang melewati
foramen palatinum majus dan canalis incisivus serta beranastomosis dengan A.
sphenopalatina.
4. A. labialis superior, cabang A. facialis, yang mendarahi septum nasi daerah
vestibulum, beranastomosis dengan A. sphenopalatina dan seringkali menjadi lokasi
kejadian epistaxis.1
Laring merupakan saluran udara yang bersifat sphincter dan juga organ pembentuk
suara, membentang antara lidah sampai trachea. Laring berada di antara pembuluh-pembuluh
besar leher dan di sebelah ventral tertutup oleh kulit, fascia-fascia dan otot-otot depressor
lidah lidah. Laring juga menghubungkan faring dengan trachea. Laring ditopang oleh
kartilago, tiga kartilago berpasangan dan tiga kartilago tidak berpasangan.2
1. Kartilago tidak berpasangan
a. Kartilago tiroid terletak di bagian proksimal kelenjar tiroid. Biasanya berukuran
lebih besar dan lebih menonjol pada laki-laki akibat hormon yang di sekresi saat
pubertas.
b. Kartilago krikoid adalah cincin anterior yang yang lebih kecil dan lebih tebal,
terletak di bawah kartilago tiroid.
c. Epiglotis adalah katup kartilago elastic yang melekat pada tepian anterior kartilago
tiroid. Saat menelan, epiglotis secara otomatis menutupi mulut laring untuk
mencegah masuknya makanan dan cairan.
2. Kartilago berpasangan
5
a. Kartilago aritenoid terletak di atas dan di kedua sisi kartilago krikoid. Kartilago ini
melekat pada pita suara sejati, yaitu lipatan berpasangan dari epithelium squamosa
bertingkat.
b. Kartilago kornikulata melekat pada bagian ujung kartilago aritenoid.
c. Kartilago kuneiform berupa batang-batang kecil yang membantu menopang jaringan
lunak.
Trachea adalah tuba dengan panjang 10 cm-12 cm dan diameter 2,5 cm serta terletak di
atas permukaan anterior esophagus. Tuba ini merentang dari laring pada area vertebra serviks
keenam sampai area vertebra toraks kelima tempatnya membelah menjadi dua bronkus
utama. Trachea dapat tetap terbuka karena adanya 16-20 cincin kartilago berbentuk C. Ujung
posterior mulut cincin dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot sehingga memungkinkan
ekspansi esophagus. Trachea juga dilapisi oleh epithelium respiratorik yang mengandung
banyak sel goblet.1
Bronkus primer kanan berukuran lebih pendek, lebih tebal, dan lebih lurus dibandingkan
bronkus primer kiri karena arcus aorta membelokkan trachea bawah ke kanan. Objek asing
yang masuk ke dalam trachea kemungkinan ditempatkan dalam bronkus kanan. Setiap
bronkus primer bercabang 9-12 kali untuk membentuk bronki sekunder dan tertier dengan
diameter yang semakin kecil. Saat tuba semakin menyempit, batang atau lempeng kartilago
mengganti cincin kartilago. Bronki disebut juga ekstrapulmonar sampai memasuki paru-paru,
setelah itu disebut intrapulmonar. Struktur mendasar dari kedua paru-paru adalah
percabangan bronchial yang selanjutnya bronchi, bronchiolus, bronchiolus terminal,
bronchiolus respiratorik, duktus alveolar, dan alveoli.2
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh
otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada
dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri
(pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis,
disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura
dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan
dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).2
Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi
sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara
eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain.
6
dengan diameter yang makin kecil dan berakhir pada bronkioli terminalis. Untuk menjamin
agar saluran napas yang lebih besar selalu terbuka, maka saluran ini ditunjang oleh tulang
rawan hialin.3
Bagian respirasi adalah lanjutan distal bagian konduksi dan terdiri atas saluran-saluran
napas tempat berlangsung pertukaran gas atau respirasi yang sebenarnya. Bronkiolus
terminalis bercabang menjadi bronkiolus respiratorius yang ditandai dengan mulai adanya
kantong-kantong udara (alveoli) berdinding tipis. Bronkiolus respiratorius adalah zona
peralihan antara bagian konduksi dan bagian respirasi. Respirasi hanya dapat berlangsung di
dalam alveoli karena sawar antara udara yang masuk ke dalam alveoli dan darah vena dalam
kapiler sangat tipis. Struktur intrapulmonal lain tempat berlangsung respirasi adalah duktus
alveolaris, sakus alveolaris, dan alveoli. Jadi unit funsional paru adalah alveoli.3
Epiglotis adalah bagian superior laring, terjulur ke atas dari dinding anterior laring
berupa lembaran pipih. Tulang yang membentuk keranka epiglotis adalah sepotong tulang
rawan (elastis) epiglotis sentral. Permukaan anterior atau lingualnya dilapisi epitel berlapis
gepeng tanpa lapisan tanduk. Lamina propria dbawahnya menyatu dengan perkondrium
tulang rawan epiglotis. Mukosa anterior atau lingual menutupi bagian apeks epiglotis dan
lebih dari separuh permukaan posterior atau laringeal. Namun epitel berlapis gepengnya lebih
rendah, paila jaringan ikat hilang, dan terjadi peralihan menjadi epitel respiratorius, yaitu
epitel bertingkat semu slindris bersilia. Dengan sel goblet. Kelenjar mukosa, serosa, atau
tubuloasinar campur terdapat pada lamina propria. Kadang-kadang kuncup kecap terlihat di
epitel. Limfonodus soliter mungkin terlihat pada mukosa lingual atau laryngeal.3
Dinding trakea terdiri atas mukosa, submukosa, tulang rawan hialin, dan advetisia.
Tulang rawan pada trakea adalah sederetan cincin berbentuk C, dan di antara kedua ujung C
itu terdapat m. trakealis. Mukosa terdiri atas epitel bertingkat semu silindris bersilia dengan
sel goblet. Lamina propria mengandung serat jaringan ikat halus, jaringan limfatik difus dan
kadang-kadang limfonodus solitaries. Di lamina propria bagian dalam, serat-serat elastin
membentuk sebuah membran elastis memanjang. Di jaringan ikat longgar submukosa
terdapat kelenjar tubuloasinar campur yang duktusnya melalui lamina propria untuk
memasuki lumen trakea. Tuang rawan hialin dikelilingi jaringan ikat padat yaitu
perikondrium yang menyatu dengan submukosa di satu sisi dan dengan adventisia di sisi alin.
Di dalam adventisia, terdapat banyak pembuluh darah dan saraf yang bercabang halus ke
lapisan luar.3
8
Dari ujung duktus alveolaris terbuka pintu lebar menuju beberapa sakus alveolaris.
Saluran ini terdiri atas beberapa alveolus yang bermuara bersama membentuk ruangan serupa
rotunda yang disebut atrium. Alveolus paru merupakan kantong yang dibatasi oleh epitel
selapis gepeng yang sangat tipis, yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa
atau mirip sarang tawon.7 Oleh karena alveolus berselaput tipis dan disitu banyak bermuara
kapiler darah maka memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan. Selain itu terdapat juga
sel epitel yang berbentuk kuboid yaitu sel saptal, yang di dalam lumennya terdapat sel debu.
Sel debu agak besar dan di dalam sitoplasmanya biasanya terdapat partikel debu.4
Mekanisme Pernapasan
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan
tertidur sekalipun karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom. Menurut
tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu
pernapasan luar dan pernapasan dalam. Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi
antara udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam adalah
pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh. Masuk keluarnya
udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan
tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan
masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar.5
10
Transpor Oksigen
Sistem pengangkut O2 di tubuh terdiri atas paru dan sistem kardiovaskular.
Pengangkutan O2 menuju jaringan tertentu bergantung pada jumlah O2 yang masuk ke dalam
paru, adanya pertukaran gas di paru yang adekuat, aliran darah yang menuju jaringan, dan
kapasitas darah untuk mengangkut O2. Aliran darah bergantung pada derajat konstriksi jalinan
vaskular di jaringan serta curah jantung. Jumlah O 2 di dalam darah ditentukan oleh jumlah O 2
yang larut, jumlah hemoglobin dalam darah, dan afinitas hemoglobin terhadap O2.5
Terdapat tiga keadaan penting yang memengaruhi kurva disosiasi hemoglobinoksigen yaitu pH, suhu dan kadar 2,3-bifosfogliserat (BPG; 2,3-BPG). Peningkatan suhu atau
penurunan pH mengakibatkan PO2 yang lebih tinggi diperlukan agar hemoglobin dapat
mengikat sejumlah O2. Sebaliknya, penurunan suhu atau peningkatan pH dibutuhkan PO2
yang lebih rendah untuk mengikat sejumlah O 2. Suatu penurunan pH akan menurunkan
afinitas hemoglobin terhadap O2, yang merupakan suatu pengaruh yang disebut pergeseran
Bohr. Karena CO2 bereaksi dengan air untuk membentuk asam karbonat, maka jaringan aktif
akan menurunkan pH di sekelilingnya dan menginduksi hemoglobin supaya melepaskan lebih
banyak oksigennya, sehingga dapat digunakan untuk respirasi selular.1,5
kesetimbangan kimiawi di dalam sel darah merah kea rah pengubahan bikarbonat menjadi
CO2.6
Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan
pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu
pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara
bersamaan.1,5
Pernapasan Dada
Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antar tulang rusuk. Mekanismenya
dapat dibedakan sebagai berikut.7
1. Fase Inspirasi
Fase ini berupa berkontraksinya otot antar tulang rusuk sehingga rongga dada membesar,
akibatnya tekanan dalam tulang dada menjadi kecil dari pada tekanan di luar sehingga udara
luar yang kaya oksigen masuk.
2. Fase Ekspirasi
Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antar tulang rusuk ke posisi
semula yang diikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai
akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar dari pada tekanan luar, sehingga
udara dalam rongga yang kaya karbondioksida keluar.
Pernapasan Perut
Penapasan perut merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan aktifitas otototot diagfragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada. Mekanismenya dapat
dibedakan menjadi dua tahap.7
1. Fase Inspirasi
Pada fase ini, otot diafragma berkontrasi sehingga diafragma mendatar, akibatnya rongga
dada membesar dan tekanan menjadi kecil sehingga udara luar masuk.
2. Fase Ekspirasi
12
Difusi Gas
Bagi suatu gas, baik yang ada di udara maupun yang terlarut dalam air, difusi bergantung
pada perbedaan dalam suatu kuantitas yang disebut tekanan parsial (partial pressure). Gas
akan selalu berdifusi dari daerah dengan tekanan parsial yang lebih tinggi. Darah yang
sampai ke paru-paru melalui arteri pulmoner mempunyai nilai PO 2 yang lebih rendah dan
nilai PCO2 yang lebih tinggi dibandingkan dengan udara di dalam ruangan alveoli. Ketika
darah memasuki hamparan kapiler di sekitar alveoli, karbon dioksida akan berdifusi dari
darah ke udara di dalam alveoli. Oksigen dalam udara akan larut dalam cairan yang melapisi
epithelium dan berdifusi menembus permukaan dan masuk ke dalam kapiler. Ketika darah
telah meninggalkan paru-paru dalam vena pulmoner, nilai PO 2 nya telah naik dan PCO2 nya
telah turun. Setelah kembali ke jantung, darah tersebut dipompa melalui sirkuit sistemik.
Dalam kapiler jaringan, gradient tekanan parsial lebih menyukai terjadinya difusi oksigen
13
keluar dari darah dan karbon dioksida ke dalam darah. Hal ini terjadi karena respirasi seluler
dengan cepat menghabiskan kandungan oksigen dalam cairan interstisial dan menambahkan
karbon dioksida ke cairan itu (melalui difusi). Setelah darah melepaskan oksigen dan memuat
karbon dioksida, darah tersebut kemudian dipompa ke paru-paru lagi, tempat darah akan
mempertukarkan gas dengan udara di alveoli.5,6
Fungsi Pernapasan
Fungsi utama pernapasan adalah untuk memperoleh O 2 agar dapat digunakan oleh sel-sel
tubuh dan mengeliminasi CO2 yang dihasilkan oleh sel. Respirasi internal atau seluler megacu
kepada proses metabolisme intrasel yang berlangsung di dalam mitokondria, yang
menggunakan O2 dan menghasilkan CO2 selama penyerapan energi dari molekul nutrient.
Respirasi eksternal mengacu kepada keseluruhan rangkaian kejadian yang terlibat dalam
pertukaran O2 dan CO2 antara linkungan eksternal dan sel tubuh. Pernapasan eksternal
meliputi empat langkah:
1. Udara secara bergantian bergerak masuk keluar paru, sehingga dapat terjadi
pertukaran antara atmosfer (lingkungan eksternal) dan kantung udara (alveolus)
paru. Pertukaran ini dilaksanakan oleh kerja mekanis pernapasan atau ventilasi.
2. Oksigen dan karbon dioksida dipertukarkan antara udara di alveolus dan darah di
dalam kapiler pulmonalis melalui proses difusi.
3. Oksigen dan karbon dioksida diangkut oleh darah antara paru dan jaringan.
4. Pertukaran O2 dan CO 2 terjadi antara jaringan dan darah melalui proses difusi
melintasi kapiler sistemik (jaringan).8
Kesimpulan
Sitem pernapasan pada manusia melibatkan berbagai macam struktur sistem repirasi dari
rongga hidung hingga bagian terkecil yakni alveolus , fungsi pernapasan secara garis besar
adalah sebagai proses pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi dalam beberapa
mekanisme . Mekanisme pernapasan sendiri adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis
walau dalam keadaan tertidur sekalipun,menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka
pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar dan pernapasan dalam,
15
sedangkan sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan
pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu
pernapasan dada dan pernapasan perut.Jika terjadi gangguan pada struktur yang terlibat pada
sistem ini maupun mekanismenya maka akan terjadi berbagai macam penyakit.
Pada kasus pasien dengan gejala sesak napas pada kondisi tertentu seperti pergantian musim,
saat marah dan lainnya merupakan gangguan yang disebabkan karena gangguan struktur dan
mekanisme sistem pernapasan.
Daftar Pustaka
1. Gunardi Santoso. Anatomi sistem pernapasan. Edisi pertama. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2007.h.2-13.
2. Ethel Sloane. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Edisi pertama. Jakarta: EGC;
2004.h.266-274.
3. Eroschenko Victor P. Atlas histologi di fiore dengan korelasi fungsional. Edisi ke-9.
Jakarta: EGC; 2005.h.231-45.
16
4. Gunawijaya Fajar Arifin. Kumpulan foto mikroskopik histologi. Edisi ke-2. Jakarta:
Penerbit Universitas Trisakti; 2007.h.161-8.
5. William F. Ganong. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-22. Jakarta: EGC;
2008.h.683-94.
6. Campbell Neil A. Biologi. Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga; 2004.h.65-7.
7. Cameron John R, Grant Roderick M, Skofronick James G. Fisika tubuh manusia. Edisi
ke-2. Jakarta: CV. Sagung Seto; 2006.h.157-9, 171-4, 187-9.
8. Sherwood Lauralee. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;
2011.h.411, 431-5.
17