Anda di halaman 1dari 23

Clinical Science Section

Endoftalmitis

Disusun Oleh:

Andre Kurniawan 1810311011


Muhammad Iqbal D 1810311054
Muhammad Rafif Irsyad 1810313044

Preseptor:
dr. Julita, Sp.M (K)

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Endoftalmitis” Shalawat beriring salam semoga disampaikan kepada Rasulullah
SAW beserta keluarga, sahabat dan umat beliau.
Makalah ini merupakan salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada dr. Julita, Sp.M (K) selaku pembimbing yang
telah memberikan masukan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini. Penulis
mengucapkan terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Padang, Juni 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR iv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Batasan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 2
1.4 Metode Penulisan 2
1.5 Manfaat Penulisan 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Anatomi Mata 3
2.2 Endoftalmitis eksogen 4
2.2.1 Definisi 4
2.2.2 Epidemiologi 4
2.2.3 Etiologi 5
2.2.4 Patogenesis 7
2.2.5 Gejala Klinis 7
2.2.6 Diagnosis 9
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang 10
2.2.8 Penatalaksanaan 11
2.2.9 Komplikasi 16
2.2.10 Pencegahan 16
2.2.11 Prognosis 16
BAB III PENUTUP 17
3.1 Kesimpulan 17
DAFTAR PUSTAKA 18

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar. 1 Anatomi Mata 3

Gambar. 2 Manifestasi klinik dari endophthalmitis 8


Gambar. 3 Ilustrasi dari viterektomi 12

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Endoftalmitis kondisi yang berat yang ditandai oleh peradangan jaringan
intraokuler mata tanpa perpanjangan peradangan di luar sklera.1 Endoftalmitisdapat
disebabkan oleh faktor eksogen dan endogen. Endoftalmitis eksogen atau abses
korpus vitreus (badan kaca) merupakan kondisi radang berat dalam bola mata,
sebagian besar akibat trauma atau tindakan pembedahan sehingga terjadi perforasi
bulbus okuli. Endoftalmitis endogen dapat disebabkan terjadi akibat bakteri, jamur,
parasit atau infeksi fokal dalam tubuh.2 Bentuk endoftalmitis merupakan radang
supuratif dalam bola mata dan akan mengakibatkan abses di dalam badan kaca.
Endoftalmitis eksogen terjadi akibat trauma tembus atau infeksi sekunder pada
tindakan pembedahan yang membuka bola mata.
Endoftalmitis eksogen merupakan jenis endoftalmitis yang paling sering
terjadi dibanding endoftalmitis endogen. Endoftalmitis endogen jarang terjadi,
hanya 2-15% dari semua kassus endoftalmitis. Angka kejadian pertahunnya 5 per
10.000 pasien yang dirawat dirumah sakit. Untuk kasusu unilateral, mata kanan
lebih sering terjadi daripada mata kiri karena lokasi yang lebih ke proksimal untuk
mengalirkan aliran darah arteri dari arteri innominate kanan ke arteri karotis kanan.
Untuk endoftalmitis endogen penyebab akibat jamur sering terjadi pada pasien
AIDS.3 Endoftalmitis eksogen terjadi sekitar 60% dari kasus endoftalmitis setelah
operasi intraocular. Sebagian besar endoftalmitis terjadi pada 1 minggu setelah
operasi. Operasi katarak lebih sering terjadi endoftalmitis.3
Data epidemiologi dilaporkan terjadinya kejadian endoftalmitis eksogen
sebanyak 0,37% (dari 41.654 pasien) pasca pemasangan intra ocular lens (IOL);
0,05% pasca vitrektomi pars plana; 0,18% pasca keratoplasti penetrasi dan 0,12%
pasca operasi fitrasi glaukoma.4,5
Gejala dari penyakit ini adalah rasa sakit pada mata, hiperemis, kelopak
bengkak, edema pada kornea, keratic presipitat, hipopion, refleks pupil warna putih.
Endoftalmitis eksogen penyebabnya dapat berasal dari bakteri, jamur

1
maupun parasit, dari bakteri yang paling sering ditemukan adalah stafilokokus dan
streptokokus, sedangkan dari jenis jamur yang paling sering ditemukan adalah
aspergilus dan aktinomises.4,6,7,8
Prognosis dari penyakit ini sangat buruk serta komplikasi yang dikumpulkan
dapat menjadi kebutaan (lost of sight) merupakan hal yang sangat ditakuti, oleh
karena itu, diagnosis dini serta pencegahan terhadap faktor-faktor yang dapat
menyebabkan penyakit ini terjadi perlu sangat diperhatikan.3,5
1.2 Batasan Masalah
Makalah ini membahas tentang Endoftalmitis.

1.3 Tujuan Penulisan


Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
mengenai Endoftalmitis.

1.4 Metode Penulisan


Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang
merujuk dari berbagai literatur.

1.5 Manfaat Penulisan


Melalui penulisan makalah ini diharapkan bermanfaat untuk informasi dan
pengetahuan tentang Endoftalmitis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Mata


Pada endoftalmitis, badan kaca (korpus vitreus) adalah lokasi terjadinya
infeksi ini. Badan kaca adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk 2/3 dari volume dan berat mata. Badan kaca berisi air sekitar 99%,
selebihnya adalah campuran kolagen dan asam hialuronik yang memberikan bentuk
dan konsistensi mirip gel pada vitreus karena kemampuannya mengikat banyak air.1
Badan kaca memenuhi ruangan antara lensa mata, retina dan papil saraf optik.
Bagian luar (korteks) dari badan kaca bersentuhan dengan kapsul posterior lensa
mata, epitel pars plana, retina dan papil saraf optik. Badan kaca melekat sangat erat
dengan epitel pars plana dan retina dekat ora serata. Badan kaca melekat tidak
begitu erat dengan kapsul lensa mata dan papil saraf optik pada orang dewasa.2
Badan kaca mengisi sebagian besar bola mata dibelakang lensa, tidak
berwarna, bening dan konsistensinya lunak. Bagian luar merupakan lapisan tipis
(membran hialoid). Badan kaca ditengah-tengah ditembus oleh suatu saluran yang
berjalan dari papil saraf optik ke arah kapsul belakang lensa yang disebut saluran
hialoid yang dalam kehidupan fetal berisi A.Hialoid. Struktur badan kaca tidak
mempunyai pembuluh darah dan menerima nutrisi dari jaringan sekitarnya : koroid,
badan siliar dan retina.2
Fungsi badan kaca sama dengan cairan mata yaitu mempertahankan bola
mata agar tetap bulat. Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa
ke retina.3
Badan kaca yang normal sangat jernih sehingga tidak tampak apabila
diperiksa dengan oftalmoskop direk ataupun indirek. Jika terjadi perubahan struktur
badan kaca, seperti pencairan sel, kondensasi, pengerutan, barulah keadaan ini
dapat dilihat dan hal inipun hanya dengan slit-lamp serta bantuan lensa kontak.2

3
Gambar. 1 : Anatomi Mata

2.1 Endoftalmitis
2.1.1 Definisi
Endoftalmitis atau abses korpus vitreus (badan kaca) adalah keadaan
peradangan berat dalam bola mata yang biasanya akibat infeksi setelah trauma
atau bedah atau endogen akibat sepsis. Endoftalmitis terbagi menjadi dua penyebab
yaitu endogen dan eksogen. Endoftalmitis endogen terjadi akibat penyebaran
bakteri, jamur ataupun parasit dari fokus infeksi di dalam tubuh. Endoftalmitis
eksogen dapat terjadi akibat trauma tembus atau infeksi pada tindakan pembedahan
yang membuka bola mata (dimana sterilitas kamar operasi, alat, tangan operator,
tidak diperhatikan atau lupa memeriksa keadaan saluran keluar air mata sebelum
melakukan operasi, juga dapat melalui ulkus korneaperforata, leukoma adherens
yang tipis serta fistula kornea).2,9,6

2.1.2 Epidemiologi
Sebagian besar kejadian endoftalmitis merupakan endoftalmitis eksogen dan
terjadi setalah operasi mata, injeksi intraokular, dan trauma mata. Insiden
endoftalmitis akut post-operasi katarak sebesar 0,1-0,2%, dengan 75% onset dalam
1 minggu setelah operasi. Insiden endoftalmitis post-trauma sebesar 3-10% setelah
trauma tajam open globe.5 Endotalmitis endogen merupakan jenis endoftalmitis
yang jarang terjadi (5-10%) dari endoftalmitis namun memiliki prognosis fungsi
4
penglihatan yang buruk.6

2.1.3 Etiologi
Menurut etiologinya endoftalmitis dibagi menjadi endoftalmitis supuratif
(peradangan supuratif jaringan intra okuler) dan endoftalmitis non supuratif
peradangan non supuratif jaringan intra okuler). Penyebab supuratif ini biasanya
adalah kuman piogen tapi dapat pula disebabkan oleh jamur. Kuman-kuman yang
paling sering ditemukan adalah stafilokokus aureus, pseudomonas auroginosa,
proteus dan bacillus subtilis. Jamur yang dapat menyebabkan radang purulen intra
okuler adalah actinomyces, aspergillus, sporotrikummukormikosis (mukor spp).
Penyebab non supuratif radang dapat berupa kuman non piogen yang membentuk
granuloma seperti tuberkulosis, sifilis, lepra ataupun protozoa seperti toksoplasma,
histoplasma dan cacing. Protozoa dapat pula mengakibatkan reaksi hipersensitivitas
yang merupakan endoftalmitis non granulomatosa.5
Endoftalmitis eksogen dapat terjadi akibat :5
1. Tindakan pembedahan.
2. Luka yang menembus mata.
3. Bakteri.
4. Jamur.
Endoftalmitis Pasca Operasi Katarak

-Merupakan bentuk yang paling sering dari endoftalmitis

5
-75-80% kasus muncul pada minggu pertama pasca operasi
- Penyebab: Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, Streptococcus.
- Pada pasien dengan endoftalmitis akut pasca operasi biasa ditemui: Injeksi silier,
hilangnya reflek fundus, hipopion, pembengkakan kelopak mata, fotofobia,
penurunan visus dan kekeruhan vitreus.
Endoftalmitis Pasca Trabekulektomi

- Trabeculectomy dan trepanotrabeculectomy,  membentuk filtrasi fistula


yang mengarahkan cairan ke ruang bawah konjungtiva.
- Akumulasi cairan sehingga menjadi tempat peradangan
- Konjungtiva bleb opak putih susu avaskuler yang terlokalisir di daerah
super nasal, kerusakan nekrotik sklera
- Penyebab: -Streptococcus -Staphylococcus aureus
Endoftalmitis Pasca Trauma

Rasa sakit, hiperemi ciliaris, gambaran hipopion dan kekeruhan pada


corpus vitreum
Penyebab:
-Bacillus
-Staphylococcus.

6
Endoftalmitis Fungal

Pada fungal hipopion, masa putih abu-abu, hipopion ringan, bentuk abses satelit
pada corpus
vitreum dengan proyeksi sinar masih baik. Endoftalmitis fungal dapat berkembang
melalui trauma atau prosedur bedah dengan inokulasi langsung ke ruang anterior
atau vitreous body, atau transmisi secara hematogen dalam bentuk candidemia.
2.1.4 Patofisiologi
Masuknya bakteri ke dalam mata terjadi karena rusaknya jaringan okular.
Penertrasi melalui kornea atau sklera mengakibatkan gangguan eksogen pada mata.
Setelah bakteri-bakteri memperoleh jalan masuk ke dalam mata, proliferasi yang
cepat terjadi.2
Vitreus sebagai media yang sangat bagus bagi pertumbuhan bakteri
dikarenakan terdiri dari kolagen, asam hialuronat (protein, glikoprotein dan
proteoglikan) , dan air. Bakteri, sebagai benda asing, memicu suatu respon
inflamasi. Masuknya produk-produk inflamasi menyebabkan tingginya kerusakan
pada rintangan okular-darah dan peningkatan rekrutmen sel inflamasi. Kerusakan
pada mata terjadi akibat rusaknya sel-sel inflamasi yang melepaskan enzim-enzim
digestif serta racun-racun yang dihasilkan oleh bakteri. Kerusakan terjadi di semua
level jaringan yang berhubungan dengan sel-sel inflamasi dan racun-racun. Setelah
invasi bakteri, korpus vitreum mencair membentuk abses dan abses ini berkembang
dengan cepat, merusak seluruh mata.9
Endoftalmitis yang bersifat supuratif karena adanya infeksi dan
menimbulkan proses inflamasi pada jaringan uvea sampai korpus vitreum sehingga
penglihatan memburuk akibat media refraksi yang keruh dan merusak retina
kemudian menjadi abses. Sedangkan endoftalmitis yang non supuratif terjadi
karena adanya infeksi yang menimbulkan reaksi hipersensitivitas yang

7
menjadi inflamasi pada koroid, mengakibatkan nekrosis jaringan sehingga
penglihatan memburuk, merusak retina dan menjadi fibrosis jaringan.6,9

2.1.5 Gejala klinis


Pada pasien endoftalmitis setelah tindakan pembedahan, dari luar hanya
tampak gejala peradangan luka operasi. Namun gejala yang utama dirasakan
penderita adalah penglihatan yang lekas hilang dan tidak kembali lagi beberapa hari
setelah dilakukannya operasi katarak, hal ini karena terjadi peradangan pada koroid
dan tidak dapat membaik kembali. Jika penyebab infeksi adalah bakteri yang kurang
virulen atau jamur, tanda-tanda peradangan dapat tidak terlihat seminggu atau
beberapa minggu sesudah pembedahan, karena masa inkubasi yang lambat
terkadang sampai 14 hari setelah infeksi dengan gejala mata merah dan sakit. 2,6,9
Gambaran endoftalmitis bakteri dapat terjadi dalam beberapa jam, walaupun
kadang-kadang dapat terjadi secara lambat dan perlahan-lahan. Sedangkan pada
endoftalmitis akibat jamur biasanya terjadi secara lambat dan perlahan (incidious).
Kadang-kadang dijumpai gejala sistemik.
Gejala subjektif :
Biasanya berupa kemunduran penglihatan dan disertai rasa sakit/nyeri.
Gejala objektif :
Tampak edema palpebra, kemosis, kornea dan kamera okuli anterior keruh.
Kadang-kadang didapat hipopion atau hanya berupa keratic presipitat atau adanya
flare. Kekeruhan badan kaca berupa massa kuning terutama dibagian anterior
retrolental. Penurunan refleks fundus dengan gambaran warna yang agak pucat
ataupun hilang sama sekali.
Pada endoftalmitis yang disebabkan jamur, di dalam badan kaca ditemukan
massa putih abu-abu, hipopion ringan, bentuk abses satelit di dalam badan kaca,
dengan proyeksi sinar yang baik.
Gambaran klinik endoftalmitis non supuratif biasanya merupakan suatu
uveitis yang berat tanpa supurasi yang berjalan lambat. (gambar. 2)

8
2.1.6 Diagnosis
Diagnosis endoftalmitis perlu ditegakkan berdasarkan gejala baik yang
didapatkan melalui anamnesis maupun pemeriksaan yang dilakukan terhadap
kelainan tersebut.11,12
Saat anamnesis dapat ditemukan gejala gejala endoftalmitis sebagai berikut :
 Untuk endoftalmitis bakteri biasanya dapat timbul gejala berupa nyeriyang
akut, bengkak dan kemerahan pada mata, serta terdapat penurunan visus.
Selain itu, dapat juga terjadi berupa radang kronis dengan gejala ringan yang
disebabkan oleh beberapa bakteri misalnya, Propionibacterium acnes.
Propionibacterium acnes merupakan flora kulit yang biasanya dapat masuk
saat operasi intraokular.
 Untuk endophthalmitis jamur dapat timbul gejala seperti sering penglihatan
kabur, rasa nyeri, dan penurunan visus. Gejala timbul biasanya selama
beberapa hari sampai minggu. Selain itu, biasanya sering disertai dengan
riwayat trauma tembus dengan tanaman atau benda asing yang
terkontaminasi dengan tanah. Apabila terjadi demam persistent yang tidak
diketahui biasanya dikaitkan dengan adanya infeksi jamur, seperti pada
seseorang yang terinfeksi Candida dapat timbul gejala berupa demamtinggi
disertai gejala okuler yang timbul beberapa hari setelah timbulnya demam.
 Riwayat operasi mata, trauma mata, atau bekerja dalam industri sering
ditemukan.
Saat pemeriksaan fisik dapat ditemukan
 Kelopak mata bengkak dan eritema
 Konjungtiva tampak chemosis
 Kornea edema, keruh, tampak infiltrate
 Hypopion (lapisan sel-sel inflamasi dan eksudat di camera oculi anterior)
 Iris odem dan keruh
 Pupil tampak “yellow reflex” akibat eksudat purulent pada corpus vitreum
 Eksudat pada vitreus
 TIO meningkat atau menurun. TIO meningkat pada fase awal, namun pada kasus
yang berat, prosesus siliaris mungkin dapat mengalami kerusakan dan
mengakibatkan penurunan tekanan intraokuler.

9
Pemeriksaan fisik yang dilakukan sebaiknya dimulai dari pemeriksaan visus,
inspeksi struktur luar mata, ophthalmoscope, pemeriksaan fundus dan
pemeriksaan slit lamp.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis pasti dilakukan dengan aspirasi 0,5-1 ml korpus vitreus
menggunakan anestesi lokal melalui sklerotomi pars plana jarum no.20-23, setelah
itu aspirat diperiksa di bawah mikroskop, mikroorganisme yang sudah
teridentifikasi, maka diindikasikan untuk dilakuakn pengobatan medis sesegera
mungkin.
Selain pemeriksaan ini, dapat juga dilakukan pemeriksaan lain seperti
kultur cairan dari COA dan korpus vitreus dimana teknik ini membutuhkan waktu
48 jam-14hari dengan menggunakan media kultur blood agar, chocholate agar,
Sabourand’s media, kemudian dengan sediaan apus menggunakan pewarnaan
Gram, Giemsa, KOH, dan melakukan USG mata apabila dengan pemeriksaan
oftalmoskop, fundus tidak terlihat, dengan pemeriksaan USG juga dapat melihat
apakah terdapat benda asing dalam bola mata, melihat apakah infeksi sudah
mencapai retina, serta menilai densitas dari vitreitis yang terjadi.2,5
Laboratorium.
Pada endoftalmitis eksogen dapat dilakukan berupa sampel vitreous (vitreous tap)
diambil untuk diteliti mikroorganisme penyebab dari endoftalmitis. Pada
endoftalmitis endogen dapat dilakukan berupa cek darah lengkap dengan hitung
jenis sel darah putih yang bertujuan untuk mengevaluasi tanda dari infeksi.
Kemudian pemeriksaan Laju Endap Darah (Erythrocyte Sedimentation Rate)
dengan tujuan untuk mengevaluasi adakah tanda-tanda keganasan atau infeksi
kronis, karena umumnya LED normal pada kasus endoftalmitis. Selain itu, dapat
juga dilakukan pemeriksaan kimia darah, seperti kreatinin dan kadar ureum darah
yang bertujuan untuk mengevaluasi adanya gangguan ginjal yang menjadi faktor
resiko terjadinya endoftalmitis endogen.13
Radiologi
Untuk pemeriksaan radiologi dapat dilakukan pemeriksaan dengan B-scan (USG)
untuk menentukan apakah ada keterlibatan peradangan vitreous. Selain itu, hal ini
juga penting untuk mengetahui dari ablasi retina dan choroidal, yang berguna dalam
pengelolaan dan prognosis nantinya. Chest x-ray juga dapat dilakukan yang

10
bertujuan untuk mengevaluasi sumber infeksi, dan pemeriksaan USG jantungdapat
dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi endokarditis sebagai sumber infeksi.13

2.1.8 Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Pengobatan yang diberikan untuk endoftalmitis adalah :2

TABEL DOSIS ANTIBIOTIK OKULAR


ANTIBIOTIK Sistemik (mg) Topik Sub- Intravitreal
al (%) konjungtiv (mg)
a (mg)
PENICILIN
Ampicilin 150-200mg/kg/hr - 100 5
IV
Carbenicilin 400-600mg/kg/hr 10 100 0,5-2,0
IV
Dicloxacilin 0,12-0,5/6jam - - -
PO/IM
Metchicilin 1-2g/4jamIV/IM 10 100 2
Nafcilin 1-2g/4jamIV/IM - - -
Oxacilin 1-2g/4jamIV/IM 6,6 100 0,5
Penisilin G 2-4 jtU/4-6jam IV 0,1 50000-1jt -
IU
Piperacilin 200-500mg/kg/hr 5-10 - 1,5
IV
Ticarcilin 250-300mg/kg/hr 5-10 100-150 3
CEPHALOSPORI
N
Cefamandole 0,5g/6j-2g/4j IM/IV - 12,5 -
Cefazoline 0,25g/8j-2g/4j 5-10 50-100 0,5-2

11
IM/IV
Cefatoxime 1g/8j-2g/4j IM/IV 5-10 100 0,4
Cefsulodin 1-1,5g/6j IV - 100 -
Ceftazidime 1-2g/8j-12j IM/IV - 125 2
Ceftriaxone 1-2g/12-24j IM/IV - 100 2
Cephalotin 0,5g/6-12j IM/IV 5 50-125 2
Moxalactam 1g/8j-2g/4j IM/IV 10 100 1,25-2
AMINOGLIKOSID
A
Amikacin 15mg/hr 8-12j 0,5-1,5 25 0,4
IV/IM
Gentamicin 3-5mg/hr 8j IM/IV 0,3-1,5 10-40 0,2
Netilmicin 4-6,5mg/hr 8j - - 0,25
IM/IV
Tobramicin 3-5mg/hr 8j IM/IV 0,3-1,5 20-40 0,2
Neomicin - 0,3-1,5 - -
Aztreonam 1g/8j-2g/j IV - 0,1 -

Bacitrasin - 10000 -
u/ml
Ciprofloxasin 250-750mg/12j PO - 1 -
Clindamisin 150-450mg/6j PO 1-5 50-100 2
150-900mg/8j
IV/IM
Chloramfenikol 0,25-0,75g/6j PO - - -
50mg/kg/hr IM/IV
Cotrimoxazole 2,5-5mg/kg/6j IV - - -
Asam fusidic 500mg PO/IV - - 0,5
Imipenem 0,5-1g/6j IV/IM - - -
Metronidazole 7,5mg/kg/6j IV/IM - - -
Teicoplanin 200mg/hr IV/IM 5 67 0,75

12
Vancomicin 1g,12j IV - 25 1

Antibiotik tersebut dapat diberikan secara tunggal ataupun kombinasi.


Pilihan kombinasi tersebut yang terbaik, karena :
1. Kombinasi tersebut memberikan perlindungan luas terhadap penyebab
endoftalmitis
2. Kombinasi tersebut lebih memiliki arti klinis dibandingkan pemberian
antibiotik tunggal maupun kombinasi lainnya
3. Sebagai terapi awal yang agresif untuk mencegah kerusakan jaringan
intraokular yang luas, karena kadang mikroorganisme sulit diidentifikssi
dari endoftalmitis.
4. Toksisitas minimal tehadap retina dan jaringan okular
Apabila tidak ada terdapat respon dari pasien setelah diberikan berupa
antibiotik dosis tunggal atau kombinasi, maka dicurigai adanya infeksi dari jamur
pada pasien. Faktor-faktor predisposisi infeksi jamur lainnya adalah seperti, pasien
datang dalam pengobatan antibiotik spektrum luas dalam jangka waktu lama, pasien
menderita keganasan ataupun dalam keadaan imunitas yang buruk, seperti pasien
resipien transplantasi organ dan pasien AIDS. Sehingga diagnosis infeksi jamur
lama untuk ditegakan dikarenakan oleh onset waktu yang lama untuk
mengidentifikasi jenis jamur.2
TABEL DOSIS ANTIFUNGI OKULAR
Anti fungi Sistemik (mg) Topikal Sub- Intravitreal
(%) konjungtiva (mg)
(mg)
Amfoterisin 0,25-0,5mg/kg/hr IV 0,1-5,0 0,75 0,005-0,01
B
Econazol 30 mg/kg/hr IV 1 5-10 -
200mgPO
Clotrimazol 60-100mg/kg/hr PO 1 - -
Fluconazol 50-400mg/kg/hr - - 0,1
PO/IV
Flucitosin 0,125-0,5g/6j PO/IV 1 - 0,1

13
Itraconazol 50-150mg/kg/hr PO - - 0,001
Ketokenazol 200-120mg/hr PO 1 - 0,54
Terconazol - - 5 10

Untuk reaksi inflamasi yang terjadi dapat kita berikan antiinflamasi berupa
steroid, sedangkan untuk mengurangi rasa nyeri, menstabilkan aliran darah dan juga
mencegah terjadinya sinekia posterior jika pupil mengalami midriasis dapat
diberikan berupa siklopegik topikal.
Salah-satu tujuan diberikannya terapi steroid pada penyakit mata adalah
untuk mengurangi inflamasi yang disertai eksudat dan untuk mengurangi granulasi
jaringan. Karena pada endoftalmitis kedua efek ini penting. Inflamasi merupakan
dasar dari endoftalmitis dimana prognosis visusnya dipengaruhi oleh inflamasi yang
terus berlansung/ berlanjut. Namun pemberian kortikosteroid sampai saat ini pada
endoftalmitis masih kontroversi walaupun sudah banyak penelitian menunjukkan
hasil yang memuaskan dari pemberian Dexamethason. Didapatkan bahwa
dexamethason menunjukkan hasil yang memuaskan dalam menghambat reaksi
inflamasi dan reaksi imun abnormal yang dapat menimbulkan kerusakan luas pada
mata, dimana dexamethason dapat diberikan secara intravitreal dengan dosis 0,4 mg
dan 1 mg secara intraokular untuk profilaksis.3
Sebagai terapi suportif dapat diberikan siklopegik yang biasanya
menggunakan obat tetes mata atropine 1% atau hematropine 2%. Pada pasien
dengan peningkatan tekanan intraokular dapat juga diberikan obat oral berupa
acetozolamide 250mg dan timolol.12
Terapi Bedah
Operasi berupa tindakan vitrectomy perlu dilakukan apabila dengan
pengobatan-pengobatan diatas secara intensif selama 48-72 jam tidak menunjukkan
perbaikan atau apabila terdapat infeksi berat disertai dengan penurunan ketajaman
visual dan persepsi cahaya pada pasien. Vitrectomy dilakukan dengan tujuan untuk
membantu dalam menghilangkan organisme yang mnyebabkan infeksi, toxin, dan
enzim yang muncul di massa vitreous yang terinfeksi.12

14
Gambar. Ilustrasi dari viterektomi

Gambar diatas adalah bentuk ilustrasi dari vitrektomi pars Plana yang
biasanya dilakukan pada kasus yang berat, selain bertujuan untuk mengeluarkan
organisme beserta produk toksin dan enzim proteolitiknya yang berada dalam
vitreus dengan mengunakan vitrectome, vitectomy juga dapat meningkatkan
distribusi antibiotik dan mengeluarkan membran siklitik yang terbentuk, yang
potensial menimbulkan ablasi, serta diharapkan dapat juga mengembalikan
kejernihan vitreus.
Tindakan bedah lain adalah eviserasi bulbi. Tindakan eviserasi bulbi
biasanya dilakukan dilakukan pada mata dengan endoftalmitis berat dan merupakan
tindakan mengeluarkan seluruh isi bola mata seperti kornea, lensa, badan kaca,
retina, dan koroid. Setelah isi dikeluarkan maka limbus kornea dieratkan dan dijahit.
Tindakan lain adalah enukleasi bulbi. Tindakan ini dilakukan pada endoftalmitis
supuratif (eksogenik) dan telah komplikasi menjadi panoftalmitis, merupakan
tindakan mengeluarkan bola mata dengan melepas dan memotong jaringan yang
mengikatnya di dalam rongga orbita, jaringan yang dipotong adalah seluruh otot
penggerak mata, saraf optik serta melepaskan konjungtiva dari bola mata. Setelah
dilakukan enukleasi bulbi biasanya pasien diberi mata palsu ( protesis ).2,5

15
2.1.9 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah panoftalmitis yaitu
meluasnya peradangan sehingga mengenai ketiga lapisan mata (retina, koroid,
sklera) dan badan kaca. Selain itu komplikasi lainnya dapat berupa infiltrasi dan
perforasi kornea, serta kerusakan struktur bola mata lebih lanjut, termasuk
hingga ptisis bulbi dan oftalmia simpatika pada mata yang sehat.8,14

2.1.10 Pencegahan

Pencegahan endoftalmitis dapat berupa kebiasaan hidup yang baik


sehingga terhindar dari mikroorganisme yang pathogen. Untuk mencegah
endoftalmitis yang disebabkan karena trauma mata, gunakan pelindung mata di
tempat kerja dan saat berolahraga berat seperti kacamata pelindung atau helm,
dan jika pernah mengalami operasi katarak, resiko terjadinya infeksi dapat
dicegah dengan cara mengikuti instruksi dokter tentang perawatan mata setelah
operasi serta juga kontrol yang teratur ke dokter mata untuk mengetahui
perkembangan perbaikan mata setelah operasi.15

2.1.11 Prognosis
Kasus ringan endoftalmitis dapat memiliki hasil visual yang sangat baik,
sedangkan untuk kasus yang parah dapat menyebabkan kehilangan penglihatan,
bahkan akhirnya hilang seluruh mata. Prognosis endoftalmitis bervariasi
tergantung pada tingat keparahan infeksi, organisme yang terlibat dan
jumlah kerusakan mata menopang dari peradangan dan jaringan parut. Pada
pasien endoftalmitis, fungsi penglihatan sangat tergantung pada kecepatan
diagnosis dan tatalaksana. Selain itu, prognosis endoftalmitis juga sangat
bervariasi tergantung penyebab. Prognosis endoftalmitis sangat buruk terutama
apabila disebabkan jamur atau parasit. Visus pada saat diagnosis dan agen
penyebab merupakanfaktor prognosis terpenting. Diagnosis dini dan pemberian
obat yang cepat dan tepat adalah cara untuk menangani penderita dengan
endoftalmitis sehingga terhindar dari kebutaan.9

16
BAB III
KESIMPULAN

Endoftalmitis atau abses korpus vitreus (badan kaca) merupakan peradangan


intraokular yang mayoritas disebabkan infeksi dan dapat menyebabkan kebutaan
permanen. Terdapat dua tipe endoftalmitis yaitu endogen dan eksogen. Endoftalmitis
endogen berasal dari fokus infeksi di bagian tubuh lain yang menyebar ke mata secara
hematogen. Endoftalmitis eksogen dapat terjadi oleh karena infeksi melalui inokulasi
langsung patogen pada mata seperti akibat tindakan pembedahan, luka yang menembus
mata, bakteri, atau jamur.
Gejala subjektif yang tampak biasanya berupa kemunduran penglihatan dan
disertai rasa sakit/nyeri. Sedangkan gejala objektifnya tampak edema palpebra,
kemosis, kornea dan kamera okuli anterior keruh. Kadang-kadang didapat hipopion atau
hanya berupa keratic presipitat atau adanya flare. Diagnosis endoftalmitis dapat
ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis pasti dengan aspirasi 0,5-1 ml korpus vitreus dengan anestesi lokal melalui
sklerotomi pars plana dengan menggunakan jarum no.20-23, kemudian aspirat
diperiksa di bawah mikroskop, setelah mikroorganisme dapat diidentifikasi, maka
diindikasikan pengobatan medis sesegera mungkin.
Terapi inisial untuk endoftalmitis adalah antibiotik spektrum luas atau
antifungal untuk endoftalmitis yang diakibatkan infeksi jamur. Selain itu, terapi
pembedahan seperti vitrectomy, eviserasi, dan enukleasi juga dapat dipertimbangkan
untuk kasus yang berat.Komplikasi yang dapat terjadi dari penyakit ini adalah
panoftalmitis, infiltrasi dan perforasi kornea, serta kerusakan struktur bola mata lebih
lanjut, ftisis bulbi dan kebutaan. Prognosis endoftalmitis bervariasi tergantung pada
tingat keparahan infeksi, organisme yang terlibat dan jumlah kerusakan mata menopang
dari peradangan dan jaringan parut. Prognosis endoftalmitis adalah buruk, terutama jika
disebabkan oleh jamur atau parasit.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmed E. A Text Book of Ophthalmology. Second Ed. 2001: 259


2. Ilyas, S.: Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran,
Edisi ke-2, Cetakan ke-1, CV. Sagung Seto, Jakarta, 2002.
3. Egan DJ, Peters JR, Peak DA, Semple J. Endophthalmitis. 2018.
https://emedicine.medscape.com/article/799431-overview#a6.- Diakses pada 5
Mei 2020
4. Ilyas, S.: Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-3. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta, 2005.
5. Ilyas, S.: Sari Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 2003.
6. Ilyas, S.: Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-2, Cetakan ke-2. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta, 2003.
7. Ilyas, S.: Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Balai Penerbit FKUI. Jakarta,
2005
8. Mansyur, A. Triyanti, K. Savitri, R. et al.: Kapita Selekta Kedokteran jilid 1. Edisi
ke-3. Media Aesculapius FKUI. Jakarta, 2001.
9. Vaughan G. Oftalmologi Umum. Edisi ke-14. Widya Medika. Jakarta, 2000.
10. http://www.emedicine.com/oph/topic394endophthalmitispostoperative.htm -
Diakses pada 5 Mei 2020

11. Kalamalarajah S, Silvestri G, Sharma N. Surveillance of endophthalmitis


following cataract surgery in the UK. Eye 2004; 18:6: 580-7.
12. Khurana AK. Comprehensive ophthalmology. 4th ed. Anshan publishers
2007.346- 352.
13. Miller, J.W. Endopthalmitis. Diunduh dari www.emedicine.com. Tanggal 22
November 2007
14. Ojaimi Elvis and David T Wong. Endophthalmitis, Prevention and
Treatment.University of Toronto.2013.64-9.
15. Ilyas HS. Penuntun ilmu penyakit mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balaipenerbit
2010.h..175-7.

18
19

Anda mungkin juga menyukai