RETINOBLASTOMA
Oleh:
Preseptor:
PADANG
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan
karunia-Nya serta kesempatan yang diberikan kepada penulis sehingga penulis
bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Retinoblastoma”. Shalawat dan
salam untuk junjungan mulia Rasulullah SAW dan para sahabat beliau.
Penulis menyadari bahawa makalah ini jauh dari sempurna, maka dari itu
sangat diperlukan saran dan kritik untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Batasan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2
1.4 Metode Penulisan 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Anatomi Retina 3
2.2 Fisiologi Retina 5
2.3 Retinoblastoma 5
2.3.1 Definisi 5
2.3.2 Epidemiologi 6
2.3.3 Etiologi 6
2.3.4 Klasifikasi 6
2.3.5 Patofisiologi 8
2.3.6 Manifestasi Klinis dan Diagnosis 10
2.3.7 Diagnosis Banding 12
2.3.8 Tatalaksana 13
2.3.9 Komplikasi 17
2.3.10 Prognosis 17
BAB 3 LAPORAN KASUS 18
DAFTAR PUSTAKA 24
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Sekitar 90% kasus retinoblastoma yang terbatas pada mata (intraocular)
dapat disembuhkan. Tujuan utama terapi retinoblastoma adalah untuk
menyelamatkan nyawa penderita. Upaya untuk mempertahankan bola mata,
menghindari kebutaan, dan seluruh efek samping yang dapat menurunkan kualitas
hidup merupakan tantangan terbesar dalam pengobatan retinoblastoma.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Retina
Retina merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima
rangsangan cahaya.6 Retina merupakan suatu struktur yang terdiri dari lembaran
jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi dua pertiga
bagian dalam dinding posterior bola mata.7 Retina membentang ke anterior hampir
sejauh korpus siliaris dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata.
Permukaan luar retina sensoris bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina
sehingga juga berhubungan dengan membran Bruch, koroid, dan sklera. Lapisan-
lapisan epitel pada permukaan dalam korpus siliaris dan permukaan posterior iris
merupakan perluasan retina dan epitel pigmen retina ke anterior. Permukaan dalam
retina berhadapan dengan vitreus.7 Pada potongan melintang, dari luar ke dalam,
lapisannya adalah :
a. Epitel pigmen retina
b. Lapisan fotoreseptor , terdiri atas sel batang dan sel kerucut
c. Membran limitans eksterna yang merupakan membrane ilusi
d. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut
dan batang.
e. Lapisan pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal
f. Lapis inti dalam, merupakan badan sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.
g. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin, dan sel ganglion.
h. Lapisan sel ganglion
i. Lapisan serabut saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang
berjalan menuju nervus optikus
j. Membran limitans interna.
3
Gambar 2.1 Lapisan-lapisan retina7
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,56 mm pada kutub
posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula berdiameter 5,5-6 mm,
yang secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang
pembuluh darah retina temporal. Daerah ini juga disebut dengan area sentralis, yang
secara histologis merupakan bagian retina yang ketebalan lapisan sel ganglionnya
lebih dari satu lapis. Makula lutea secara anatomis didefinisikan sebagai daerah
berdiameter 3 mm yang mengandung pigmen luteal kuning, yaitu xantofil. Fovea
merupakan zona avaskular retina yang berdiameter 1,5 mm. Foveola merupakan
bagian retina yang paling tipis (0,25 mm) dan hanya mengandung fotoreseptor
kerucut.7
Retina menerima darah dari 2 sumber yaitu koriokapilaris yang berada tepat
di luar membran Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan
pleksiform luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina.
Sumber kedua yaitu cabang-cabang arteri sentralis retina, yang mendarahi dua per
tiga dalam retina. Fovea seluruhnya didarahi oleh koriokapilaris dan rentan
terhadap kerusakan yang tak dapat diperbaiki jika retina mengalami ablasi.7
4
2.2 Fisiologi Retina
Sel batang dan kerucut merupakan unsur reseptif retina yang mengubah
energi fisik menjadi impuls saraf. Transformasi energi cahaya tergantung pigmen
visual yang terkandung dalam sel batang ataupun kerucut. Sel-sel batang dan
kerucut di lapisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls
saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks penglihatan
oksipital.8
Fotoreseptor tersusun sedemikian rupa sehingga kerapatan sel kerucut
meningkat di pusat makula (fovea), semakin berkurang ke perifer, dan kerapatan
sel batang lebih tinggi di perifer. Fovea berperan pada resolusi spasial (ketajaman
penglihatan) dan penglihatan warna yang baik, keduanya memerlukan pencahayaan
ruang yang terang (penglihatan fotopik) dan paling baik di foveola. Sementara
retina sisanya terutama digunakan untuk penglihatan gerak, kontras, dan
penglihatan malam (skotopik).8
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar retina sensorik
yang avaskular dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang
mengawali proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung
rhodopsin, suatu pigmen penglihatan yang fotosensitif dan terbenam di dalam
diskus bermembran ganda pada fotoreseptor segmen luar. Saat rhodopsin menyerap
foton cahaya, 11-cis-retinal akan mengalami isomerisasi menjadi all-trans-retinal
dan akhirnya menjadi all-trans-retinol. Perubahan bentuk tersebut akan
mencetuskan terjadinya kaskade penghantar kedua.8
2.3 Retinoblastoma
2.3.1 Definisi
Retinoblastoma adalah keganasan intraokuler primer yang paling sering
ditemukan pada masa kanak-kanak. Retinoblastoma merupakan keganasan yang
terjadi pada sel retinoblas imatur pada masa perkembangan retina. Diduga
penyebab retinoblastoma yaitu adanya mutasi pada gen RB1, yang mana gen ini
berperan sebagai gen supresor tumor. Retinoblastoma memiliki kecenderungan
yang kuat untuk terjadi invasi ke otak melalui nervus optikus dan metastasis ke
5
tempat lainnya. Anak dengan retinoblastoma yang tidak tertangani dapat
meninggal dunia dalam waktu 2-4 tahun setelah munculnya gejala.1,2,3,4
2.3.2 Epidemiologi
Retinoblastoma terjadi pada 1 dari tiap 14.000-20.000 kelahiran hidup.
Insidens ini nampaknya serupa di berbagai negara, namun sumber lain mengatakan
bahwa retinoblastoma tampak lebih banyak terjadi di Negara-negara berkembang
khususnya di Afrika, India dan Amerika Utara. Retinoblastoma merupakan 3% dari
seluruh kasus keganasan yang tejadi pada anak. Retinoblastoma mengenai anak
pada usia yang sangat muda, 2 per 3 kasus terdiagnosis pada usia kurang dari 2
tahun, dan lebih dari 95% kasus pada usia kurang dari 5 tahun. Retinoblastoma
dapat mengenai laki-laki maupun perempuan sama rata dan belum ada bukti
mengenai predileksi ras tau etnis.2,5
Berdasarkan ada tidaknya faktor herediter, angka kejadian retinoblastoma
bilateral atau multifocal herediter sebesar 25% kasus, pada tipe unilateral atau
unifokal herediter sebesar 75% kasus. Meskipun demikian kejadian retinoblastoma
90% nya merupakan kasus non herediter atau sporadic. Sedangkan berdasarkan
lokasinya, retinoblastoma unilateral didapati sebanyak 60-70%, dan retinoblastoma
bilateral sisanya.2,5
2.3.3 Etiologi
Retinoblastoma disebabkan oleh mutasi pada gen Rb1 yaitu gen yang
berfungsi menekan perkembangan retinoblastoma sendiri. Kedua salinan gen Rb1
ini harus bermutasi supaya dapat terbentuk tumor. Gen Rb1 berlokasi pada lengan
panjang kromosom 13 lokus 14(13q14). Rb1 yang cacat ini dapat diwariskan dari
salah satu orang tua, biasanya mengenai kedua mata dan cenderung berkembang
pada usia yang muda. Namun pada beberapa kasus lain mutasi baru terjadi pada
tahap awal perkembangan janin berupa kesalahan anak pada tahap awal
perkembangan janin berupa kesalahan pada proses penyalinan ketika sel
membelah.9
2.3.4 Klasifikasi
Klasifikasi Reese-Ellsworth adalah metode penggolongan retinoblastoma
intraokular yang paling sering digunakan, tetapi klasifikasi ini tidak
6
menggolongkan Retinoblastoma ekstraokular. Klasifikasi diambil dari perhitungan
jumlah, ukuran, lokasi tumor dan ada tidaknya vitreous seeding.
Tabel 2.2 Klasifikasi Sistem Internasional untuk Menilai Respon terhadap Kemoterapi
7
2.3.5 Patofisiologi
Awalnya retinoblastoma dianggap sel glia sehingga disebut pseudoglia dan
saat ini diterima bahwa tumor ini berasal dari sel neuroblastik pada lapisan inti
retina. Penelitian imunohistokimia membuktikan bahwa retinoblastoma berasal dari
keganasan sel kerucut, diperlihatkan oleh hasil positif tumor untuk neuron spesifik
enulase, rod spesifik antigen S-fotoreseptor segmen luar dan rodopsin. Sel tumor
mensekresikan substansi ekstrasel yang disebut retinoid interfotoreseptor binding
protein yang normalnya merupakan produk dari fotoreseptor.1
Gen retinoblastoma normal, yang biasa terdapat pada semua orang
merupakan suatu gen supresor tumor atau anti-onkogen. Individu dengan penyakit
herediter memiliki satu alel yang terganggu di setiap sel tubuhnya. Apabila alel
pasangannya di sel retina yang sedang tumbuh mengalami mutasi spontan maka
terbentuklah tumor. Pada bentuk penyakit non-herediter, kedua alel gen
retinoblastoma normal di sel retina yang sedang tumbuh diinaktifkan oleh suatu
mutasi spontan. Penyebab dari mutasi gen ini tidak diketahui dengan pasti hingga
saat ini. Diduga adanya Human Papilloma Virus dalam jaringan retina yang sedang
tumbuh dapat meyebabkan mutasi yang meningkatkan resiko terjadinya
retinoblastoma dan juga terdapat dugaan bahwa prosedur bayi tabung dapat
meningkatkan resiko terjadinya retinoblastoma pada calon bayi.9
Khas gambaran histopatologis retinoblastoma yang biasanya dijumpai
adanya Flexner-Wintersteiner rosettes dan gambaran fleurettes yang jarang.
Keduanya dijumpai pada derajat terbatas pada diferensiasi sel retina. Homer-Wright
rosettes juga sering dijumpai tapi kurang spesifik untuk retinoblastoma karena
sering juga dijumpai pada tumor neuroblastik lain. Kalsifikasi luas biasa dijumpai.
Tumor terdiri dari sel basophilic kecil (retinoblas) dengan nukleus hiperkromotik
besar dan sedikit sitoplasma. Kebanyakan retinoblastoma tidak dapat dibedakan
tapi bermacam-macam derajat diferensiasi retinoblastoma ditandai oleh
pembentukan Rosettes, yang terdiri dari 3 tipe :7
• Flexner-wintersteiner Rosettes, yang terdiri dari lumen central yang
dikelilingi oleh sel kolumnar tinggi. Nukleus sel ini lebih jauh dari lumen.
8
Gambar 2.2 Flexner – winsteiner rosettes
• Homer-Wright Rosettes, rosettes yang tidak mempunyai lumen dan sel
terbentuk mengelilingi masa proses eosinofilik.
• Flerettes adalah fokus sel tumor yang menunjukkan differensiasi
fotoreseptor, kelompok sel dengan proses pembentukan sitoplasma dan
tampak menyerupai karangan bunga.10
9
Jenis pertumbuhan ini merupakan jenis pertumbuhan yang jarang
dimana hanya 1,5% dari seluruh pola pertumbuhan retinoblastoma.
Pertumbuhan ini dikarakteristikkan dengan infiltrasi datar pada retina oleh sel
tumor tanpa massa tumor yang tampak jelas.
Jika letak tumor di makula maka dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa
tumor yang semakin membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-
tanda peradangan vitreus yang menyerupai endoftalmitis. Jika sel-sel tumor terlepas
dan masuk ke segmen anterior mata, akan menyebabkan glaukoma atau tanda
peradangan berupa hipopion atau hifema. Pertumbuhan tumor ini dapat
menyebabkan metastasis dengan invasi tumor melalui; nervus optikus ke otak,
sclera ke jaringan orbita dan sinus paranasal dan metastasis jauh kesumsum tulang
melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat
menonjol ke badan kaca. Di permukaan terdapat neovaskularisasi dan perdarahan.
Warna iris tidak normal. Penyebaran secara limfogen, ke kelenjar limfe
preaurikuler dan submandibula serta secara hematogen ke sumsum tulang dan
visera, terutama hati.6
10
maka bola mata bengkak merah terfikasi, kelenjar limfe periaurikular dan leher
dapat membesar.1,11
11
tumor. Namun USG tidak lebih sensitif daripada CT scan.12,13
Evaluasi nervus optikus, orbital, keterlibatan sistem saraf pusat dan
kalsifikasi intraokular dapat dilakukan dengan menggunakan CT scan dan MRI.
MRI adalah modalitas yang sangat sensitif untuk tumor ekstraokuler. Apabila ada
bukti penyebaran ekstraokuler, maka dianjurkan untuk pemeriksaan sitologi dengan
cara aspirasi, biopsi sumsum tulang, dan punksi lumbal. Diagnosis retinoblastoma
jarang menggunakan biopsi. Pemeriksaan dokter berdasarkan gejala klinis dan
pencitraan adalah dua modalitas utama penegakan diagnosis retinoblastoma.12,13
12
mirip dengan retinoblastoma. Toxocariasis biasanya unilateral, dan jika akut, dapat
dikaitkan dengan tanda-tanda peradangan. Riwayat demam, eosinofilia,
pneumonitis, atau hepatosplenomegali sangat sugestif untuk manifestasi sistemik
larva migrans perifer. Serum titer positif bagi Toxocara canis akan lebih
mendukung diagnosis.14
PFV adalah penyakit kongenital, dan leukocoria terlihat pada masa awal
kehidupan, bahkan pada saat lahir. Biasanya bersifat unilateral, dan mata cenderung
microphthalmic. Katarak sering menyertai penyakit ini.. USG bisa membantu
membedakan PFV dari retinoblastoma.14
Eksudat pada penyakit Coats lebih kuning karena adanya eksudasi lipid.
Penyakit Coats biasanya unilateral dan dominan pada anak laki-laki antara 6 dan 8
tahun yang mana merupakan usia yang lebih tua dari pasien retinoblastoma.14
B-scan ultrasonografi dapat membantu dalam membedakan retinoblastoma
dari kondisi-kondisi ini. Adanya kalsifikasi intralesi difus yang berhubungan
dengan massa membantu diagnosis retinoblastoma. Massa retrolental yang tidak
terkalsifikasi dan aksial yang pendek dibandingkan mata kontralateral membantu
menegakkan diagnosis PFV. Fluorescein angiography (FA) dapat membantu untuk
membedakan antara retinoblastoma dan penyakit Coats.14
2.3.8 Tatalaksana
Regresi spontan dari retinoblastoma dapat terjadi, namun sangat jarang.
Tatalaksana retinoblastoma bertujuan untuk mempertahankan kehidupan,
mempertahankan bola mata dan mempertahankan penglihatan. Penanganan
retinoblastoma bergantung pada besarnya tumor, bilateral, perluasan ke jaringan
ekstra okular dan adanya tanda-tanda metastasis jauh. Jenis-jenis terapi pada
retinoblastoma adalah :15
1. Fotokoagulasi laser
Fotokoagulasi digunakan sebagai terapi primer pada tumor kecil yang
terletak di posterior. Fotokoagulasi laser sangat bermanfaat untuk retinoblastoma
stadium sangat dini. Dengan melakukan fotokoagulasi laser diharapkan pembuluh
darah yang menuju ke tumor akan tertutup sehingga sel tumor akan menjadi mati.
Laser yang paling sering digunakan adalah argon atau xenon.15
13
2. Krioterapi
Krioterapi dapat digunakan untuk tumor yang diameternya 3,5 mm dengan
ketebalan 3 mm, tanpa adanya vitreous seeding dan terletak di anterior. Krioterapi
dapat digabung dengan fotokoagulasi laser. Krioterapi dilakukan secara transklera,
pembekuan dilakukan sampai semua badan tumor membentuk jaringan es. Siklus
refreeze-thaw diulang 3-4 kali.15
3. Termoterapi
Panas yang ekstrim ditargetkan untuk membunuh sel kanker.15
4. Enukleasi bulbi
Enukleasi merupakan terapi definitif untuk retinoblastoma unilateral pada
pasien yang belum meluas ke ekstraokular.1 Enukleasi dilakukan apabila tumor
sudah memenuhi segmen posterior bola mata dan visus sudah sangat menurun.
Enukleasi dilakukan untuk mencegah perluasan tumor ke jaringan sekitar. Setelah
mengangkat bola mata, dapat di pasang implan mata artifisial pada rongga orbita.
Otot ekstraokular akan dilekatkan pada implan mata, sehingga otot mata dapat
menggerakan implan mata seperti halnya dengan mata normal. Implan mata tidak
dapat melihat, namun dapat bergerak dan terlihat layaknya seperti mata yang
normal.15
5. Kemoterapi
Kemoterapi adalah obat-obatan yang diberikan yang akan ditransportasikan
oleh darah ke seluruh tubuh untuk membunuh sel kanker. Kemoterapi biasanya
digunakan bersama dengan terapi konsolidatif fokal. Prinsip pentalaksanaan ini
disebut sebagai kemoreduksi karena tujuannya adalah untuk mengecilkan ukuran
tumor, sehingga selanjutnya dapat dilakukan terapi konsolidatif fokal atau terapi
lain untuk mengatasi sel kanker yang tersisa. Pengecilkan ukuran tumor akan
meningkatkan angka kesuksesan terapi konsolidatif fokal. Terapi konsolidatif fokal
bersifat dekstruksi terhadap sel tumor secara langsung ataupun dengan
menghancurkan barier pembuluh darah okular sehingga akan meningkatkan
penetrasi obat kemoterapi ke dalam bola mata.1 Kemoterapi juga dapat digunakan
untuk menatalaksana kanker yang sudah menginvasi keluar dari bola mata.
Indikasinya adalah pada tumor yang sudah dilakukan enukleasi bulbi yang pada
pemeriksaan patologi anatomi terdapat tumor pada khoroid dan atau mengenai
14
nervus optikus. Kemoterapi juga diberikan pada pasien yang sudah dilakukan
eksenterasi dan dengan metastase regional atau metastase jauh.15
Pada pasien dengan retinoblastoma bilateral yang lanjut, sisi mata yang
kelainannya lebih berat diterapi dengan enukleasi bulbi, sedangkan sisi mata yang
lebih ringan diterapi dengan kemoreduksi dengan atau tanpa EBR.15
Retinoblastoma study group menganjurkan penggunaan carboplastin,
vincristine sulfate, dan etopozide phospate. Teknik lain yang dapat digabungkan
dengan metode kemoterapi ini adalah :15
a. Kemotermoterapi
Dimana setelah dilakukan kemoreduksi dilanjutkan dengan termoterapi.
Cara ini paling baik untuk tumor-tumor yang berada pada fovea dan nervus optikus
dimana dilakukan radiasi atau fotokoagulasi laser
b. Kemoradioterapi
Dimana kombinasi antara kemoterapi dan radioterapi yang dapat
dipergunakan untuk tumor-tumor lokal dan sistemik.
15
Retinoblastoma di tatalaksana sesuai dengan klasifikasinya yaitu klasifikasi
Reese-Ellsworth dan klasifikaai retinoblastoma internasional, yang dapat dilihat
sesuai gambar dibawah.
Retinoblastoma Retinoblastoma
ekstraokular
intraokular
1. N.optikus, atau
Less advanced Advanced koroid
16
2.3.9 Komplikasi
Pasien dengan retinoblastoma membutuhkan tindak lanjut jangka panjang
karena pasien tersebut memiliki resiko keganasan sekunder di seluruh tubuh seumur
hidup. Tumor sekunder yang paling umum adalah osteosarcoma. Tumor lainnya
adalah PNETs, fibrosarcoma, dan melanoma. Pasien yang telah diobati dengan
radiasi berada pada resiko tinggi untuk tumor sekunder.16
2.3.10 Prognosis
Dengan modalitas kemoterapi saat ini termasuk intravena, intra-arteri, dan
kemoterapi intravitreal, tingkat kesembuhan pasien lebih dari 95%. Prognosis
visual tergantung pada ukuran dan lokasi tumor. Prognosis retinoblastoma baik jika
dilakukan terapi yang tepat. Angka kesembuhannya hampir 90% jika nervus
optikus tidak terlibat dan enukleasi dilakukan sebelum tumor melewati lamina
kribosa. Angka ketahanan hidup jadi 60% jika tumor meluas melewati lamina
kribosa. Kematian terjadi kerana perluasan intrakranial.1
17
BAB 3
LAPORAN KASUS
Nama :T
Pekerjaan :-
Alamat : Payakumbuh
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan mata kiri semakin menonjol sejak 15 hari yang lalu
⚫ Keluhan diawali mata yang memerah sejak 6 bulan yang lalu. Leih kurang 1
1/2 bulan sebelum pasien masuk rumah sakit, terdapat warna bagian hitam mata
yang memudar.
⚫ Menurut orang tua pasien, pasien tidak mengetahui apakah ada benda asing
bulan yang lalu pasien terjatuh dan dahi kiri pasien terbentur, tidak mengenai
mata.
⚫ Penonjolan mata kiri mulai terjadi 15 hari ini, pada hari ke-6 mata kiri pasin
dipatuk ayam hingga berdarah.
⚫ Pasien memiliki mata merah, berair, dan ada kotoran mata sebelum mengalami
pembengkakan. Pasien rewel jika melihat cahaya silau.
18
⚫ Pasien dilahirkan cukup bulan, BB 3,1 kg, PB 50cm, dibantu oleh bidan secara
normal.
⚫ Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien
Kesadaran : Komposmentis
Nadi : 86x
Suhu : afebris
Pernafasan : 20x
19
Pemeriksaan Umum
STATUS OD OS
OFTALMIKUS
20
Sekret (-) Krusta (-)
folikel(-)
folikel(-)
21
TIO (tidak dilakukan (tidak dilakukan
pemeriksaan) pemeriksaan)
3.5 Diagnosis
Diagnosa Kerja
Suspect Retinoblastoma OS
Diagnosis Banding
22
3.6 Terapi
Anjuran Terapi
- Vitamin C 1x1
- Rencana Operasi
23
DAFTAR PUSTAKA
24
14. Correa ZM, Berry JL. Retinoblastoma. 2016 (diunduh 13 Desember 2017).
Tersedia dari: URL:http:// www.aao.org/pediatric-center-detail/retinoblastoma-
2016.
15. American Academy of Ophtalmology. 2007. Ophtalmic patology and intraocular
tumors. San Fransisco : American Academy of Ophtalmology
16. Correa ZM, Berry JL. Retinoblastoma. 2016 (diunduh 27 desember 2017).
Tersedia dari : URL : http://www.aao.org/pediatric-center-
detail/retinoblastoma-2016.
17. American Academy of Ophtalmology. 2013 (diakses 27 desember 2017). Tersedia dari
: URL : http://www.aao.org/topic-detail/retinoblastoma.
25