Anda di halaman 1dari 34

OTITIS MEDIA WITH

JURNAL READING
EFFUSION IN CHILDREN:
PATHOPHYSIOLOGY,
DIAGNOSIS, AND TREATMENT.

A REVIEW
M. Rian Caesaria Kemuning
Adis Novilia
Winda Yulistiawati

Preseptor
Dr. dr. Sukri Rahman, Sp.THT-KL(K), FICS,FACS
ABSTRAK
ABSTRAK
• Otitis media dengan efusi (OME) adalah gangguan pediatrik yang
sering terjadi.
• Kondisi ini seringkali asimtomatik, sehingga dapat dengan mudah
terlewatkan.
• Namun, OME dapat menyebabkan gangguan pendengaran yang
mengganggu perkembangan bahasa dan perilaku anak.
• Diagnosis pada dasarnya bersifat klinis, dan didasarkan pada
otoscopy dan dalam beberapa kasus timpanometri.
• Endoskopi nasal hanya diindikasikan pada kasus OME unilateral atau
bila dicurigai adanya hipertrofi adenoid obstruktif.
ABSTRAK
• Pendengaran harus dievaluasi (menggunakan teknik
audiometri yang sesuai dengan usia) sebelum dan sesudah
perawatan, agar tidak melewatkan penyebab lain dari ketulian
(misalnya tuli persepsi).
• Meskipun sejumlah obat (antibiotik, kortikosteroid,
antihistamin, agen mukokinetik, dan dekongestan hidung)
dapat digunakan untuk mengobati OME, obat-obatan
tersebut tidak efektif dan jarang memberikan bantuan jangka
panjang.
ABSTRAK
• Pengobatan patokan untuk OME adalah penempatan
tabung timpanostomi (TT) dan (dalam beberapa
kasus) adenoidektomi tambahan.
• TT dengan cepat menormalkan pendengaran dan
secara efektif mencegah perkembangan kolesteatoma
di telinga tengah. Tapi tidak mencegah perkembangan
menuju atrofi timpani atau kantong retraksi.
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
• Pada tahun 1976, Mawson mendefinisikan OME sebagai adanya
cairan di rongga telinga tengah dan tidak adanya tanda-tanda infeksi
akut.
• Efusi telinga tengah merupakan lendir atau sero-mukus tetapi tidak
bernanah. Kondisi tersebut berlangsung minimal selama tiga bulan;
ini membedakannya dari efusi persisten setelah otitis media akut,
yang menghilang setelah dua bulan pada 90% kasus.
• Bayi dapat terkena OME:
 50% kasus < 1 tahun
 60% > 2 tahun
PENDAHULUAN
• Prevalensinya sangat tinggi (antara 60 dan 85%) pada
anak-anak dengan malformasi kraniofasial (terutama
trisomi 21 dan langit-langit mulut sumbing)
• OME persisten menyebabkan komplikasi seperti
gangguan pendengaran dan kerusakan pada membran
timpani (atrofi, kantong retraksi, dan kolesteatoma)
Ini juga dapat menunda penguasaan bahasa dan
menyebabkan gangguan perilaku (Aarhus et al., 2015).
PATOFISIOLOG
I
PATOFISIOLOGI
Reaksi inflamasi
dan imun Diikuti pars Atelektasis
terhadap infeksi tensa timpani
rinofaring

Produksi sitokin dan


sekresi eksudat yang pars flaccida
kaya protein dan diferensiasi sel dan
mediator inflamasi. retraksi
peningkatan jumlah
sel lendir → Eksudat
Vasodilatasi, Penurunan memenuhi rongga
peningkatan telinga tengah
tekanan
pertukaran gas di
telinga tengah
endotimpani
PATOFISIOLOGI
Biofilm
• Biofilm dibuat dari bakteri yang tumbuh menjadi mikrokoloni dan
kemudian menjadi massa
• Matriks ekstraseluler melindungi bakteri dari antibodi, fagositosis, dan
antibiotik.
• Bakteri juga dapat mentransfer DNA mereka melalui plasmid atau
melakukan diversifikasi melalui mutasi adaptif yang memberi mereka
resistensi antibiotik
• Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pengobatan antibiotik
sistemik tidak efektif dalam pemberantasan biofilm
PATOFISIOLOGI
Gastro-oesophageal reflux
• Hubungan antara GOR dan OME telah diduga sejak ditemukan
pepsins dan Helicobacter pylori pada sampel efusi telinga tengah.
Namun, hubungan kausal langsung antara GOR dan OME belum
terbukti
• Hubungan antara alergi pernapasan dan OME. Hubungan sebab
akibat belum terbukti, dan pengobatan alergi tidak mengubah
perkembangan OME. Anak-anak dengan rinitis kronis, hipertrofi
turbinat, asma atau alergi harus diskrining untuk OME, skrining untuk
alergi hanya dibenarkan jika OME dikombinasikan dengan asma atau
rinitis kronis
PATOFISIOLOGI
• Otitis media dengan efusi mungkin dimulai oleh aktivasi gen
musin yang 12 di antaranya telah diidentifikasi hingga saat ini.
• MUC1, MUC3 dan MUC4 adalah protein yang terikat membran,
dan mungkin berperan dalam adhesi mikroorganisme.
• Selanjutnya, MUC5AC dan MUC5B mungkin terlibat dalam
akumulasi lendir di rongga telinga tengah
DIAGNOSIS
3.1. Aspek Klinis
• OME didiagnosis secara klinis dengan pemeriksaan otoscopic
• otoskop pneumatik memungkinkan dokter mendeteksi efusi telinga tengah dan memeriksa aspek
membran timpani
• Liquid film,
• gelembung,
• opasitas,
• Warna kuning tua atau kebiruan,
• dan retraksi sentral
• diagnosis OME dikonfirmasi jika tanda yang sama muncul tiga bulan kemudian
• Timpanogram memberikan penilaian kepatuhan timpani.
• Timpanogram tipe B (yaitu kurva pipih)  OME
• endoskopi hidung terbatas pada kasus obstruksi nasal atau OME yang sangat persisten
• memastikan ada atau tidaknya hipertrofi adenoid
• memungkinkan diagnosis banding dari tumor rinofaring
3.2. Evaluasi ambang pendengaran
• Pada frekuensi 500, 1000, 2000 dan 4000 Hz,
• 50% anak dengan OME  penurunan lebih dari 20 dB,
• 20%  kehilangan >35 dB,
• 5-10%  kehilangan > 50 dB.

• Kehilangan > 50 dB  kemungkinan kerusakan hubungan dengan telinga bagian dalam


• penilaian
• audiometri tonal dengan konduksi udara dan tulang,
• audiometri vokal yang sesuai dengan usia
• Gangguan pendengaran yang terkait dengan OME lebih besar pada anak-anak dengan celah bibir
dan langit-langit
• Rata rata gangguan pendengaran berdasarkan penelitian (2009)
• 35,71 dB pada anak-anak dengan celah bibir sumbing
• 26,41 dB pada anak-anak tanpa celah
TATALAKSANA
4.1. Perawatan obat
• terdeteksi (menggunakan PCR) genom bakteri dalam sampel cairan efusi
•  Disarankan pengobatan dengan antibiotic

• tidak ada yang membuktikan kemanjuran jangka panjang dari antibiotic terhadap gejala OME
• studi Collaboration Chochrane
• tidak menemukan efek positif (pendengaran atau pengurangan frekuensi penempatan tympanostomytube (TT)).
• efusi berkurang hanya pada 13% kasus
• Kortikoid sistemik dan intranasal juga  mengurangi peradangan local yg menyebabkan disfungsi
tuba Eustachius
• menghambat sintesis asam arakidonat dan mediator inflamasi di tuba Eustachius dan gigi tengah.
• 2011, tinjauan literatur dari 12 studi
• tidak adanya peningkatan pendengaran yang signifikan selama pengobatan (Francis et al., 2018).

• kortikoid sistemik dikaitkan dengan berbagai reaksi yang merugikan,


• diare,
• mual,
• hiperaktif,
• Dan epistaksis.
• Perawatan topikal tidak membuktikan kemanjuran jangka panjang (Williamson et al., 2009).
• Karbosistein  agen mukokinetik (direkomendasikan hanya dalam pedoman Jepang).
• mengurangi produksi lendir,
• mempromosikan ekskresinya,
• mengurangi peradangan pada organ yang berdekatan

• Agen mukokinetik mungkin meredakan gejala OME tetapi tidak terbukti efektif dalam jangka
panjang.
• tinjauan pustaka menemukan bahwa 1-3 bulan pengobatan dengan agen mukokinetik dapat
menghindari kebutuhan penempatan TT pada 20% anak yang terkena
• perawatan ini tidak direkomendasikan dalam pedoman internasional (Simon et al., 2018
• Analisis tentang kemanjuran antihistamin dan dekongestan hidung
• tidak menunjukkan nilai klinis dalam pengobatan OME.

• Manuver Politzer
• menghilangkan disfungsi tuba Eustachius.
• telah dibuktikan bahwa pada anak-anak di atas usia 2 tahun, empat minggu Politzerization dikaitkan dengan peningkatan
tekanan telinga tengah dan ambang pendengaran
• Sebuah tinjauan literatur terbaru menemukan kecenderungan perbaikan gejala yang cepat.
• Namun, hasil audiometri dan timpanometri tidak signifikan secara statistik
• Perawatan aerosol juga telah dievaluasi dalam perawatan OME.
• Keuntungan  peningkatan difusi senyawa aktif ke mukosa hidung dan sinus.
• aerosol manosonik,
• kompresor memberikan tindakan mekanis tambahan
• membantu membuka Eustachiantube.
• Rata-rata, 12,5 sesi terapi aerosol dengan kombinasi kortikoid, antibiotik dan agen mukokinetik diperlukan untuk
menormalkan hasil audiometri pada lebih dari 75% pasien
• Namun, perawatan ini belum dievaluasi dalam uji coba prospektif dan acak
4.2 Tympanostomy Tube (TT) dan Adenoidektomi
• Penggunaan Typhanostomy Tube/TT (grommet atau Beberapa jenis TT yang berbeda dapat digunakan pada
ventilation tubes) merupakan tatalaksana standar untuk tatalaksana OME:
OME persisten dengan dampak fungsional pada
pendengaran atau dengan kerusakan pada membrane • Shepard Tubes (umumnya digunakan di Eropa,
timpani.
China, dan Afrika Selatan) biasanya lepas setelah 6
(Simon et al., 2018) bulan pemakaian.
• Indikasi → hilang pendengaran dengan audiometri antara
25 dan 40 dB. •Armstrong Tubes lebih disukai di Amerika Utara,
dan memiliki masa pakai hingga 14 bulan.
(Ito et al., 2015; Pediatric Group ENT society of CMA, 2008.
• TT berfungsi sebagai ventilasi telinga tengah dan (Rosenfeld et al., 2013)
menyeimbangkan tekanan pada masing-masing sisi dari
membran timpani. •T-Tubes dapat digunakan lebih lama dan pada
umumnya tidak lepas dengan spontan .

(Soderman et al., 2016)


• Terdapat peningkatan kualitas pendengaran dan kualitas hidup setidaknya setelah 9 bulan penggunaan TT.
Namun, efiksasi jangka panjangnya tidak bisa dibuktikan.
(Hellstorm et al., 2011)

• Terdapat peningkatan ambang pendengaran setelah penggunaan TT, dengan peningkatan 12 dB dalam tiga
bulan pertama dan 4 dB dalam 6 hingga 9 bulan. Meski demikian, literature review ini tidak menemukan
bukti terkait efek jangka panjang TT terhadap perkembangan bahasa yang komprehensif dan ekspresif.
(Fergie et al., 2004; Rayner et al., 1998; Hall-Stoodley et al., 2006; Van Hoecke et al., 2016; Potera, 1999)
(Blanc et al., 2018; Casselbrant dan Mandel, 2003; Flynn dkk., 2009; Maris dkk., 2014; Maw dkk., 1999)
(Browning et al., 2010)
•TT jangka pendek digunakan sebagai terapi lini utama, dan lepas setelah 6 hingga 18 bulan → resiko
terjadinya komplikasi lebih rendah.

•TT jangka panjang dapat digunakan hingga dua tahun atau lebih. Meskipun tingkat komplikasinya
meningkat sesuai dengan durasi penggunaannya, alat ini tetap diindikasikan jika OME kembali terjadi pada
anak yang telah menggunakan TT jangka pendek. Selain itu, penggunaan TT jangka panjang juga
direkomendasikan pada anak dengan disfungsi tuba eustachius yang kronik (Lindstrom et al., 2004).

•Tympanostomy tubes

 tidak mencegah perkembangan OME menjadi atrofi timpani dan dampaknya terhadap kantong retraksi
masih belum dipastikan. (Johnson et al., 2004).

 TT dapat mencegah timbulnya otitis media kronik dengan kolesteatom. (Djurhuus et al., 2015)

 Mencegah rekurensi OME setelah tube lepas ataupun dilepas.


• Tympanostomy Tube dipasang dibawah general • Ekspulsi, Obstruksi, atau removal TT →
anestesi. Pertumbuhan dan migrasi progresif epitelium
timpani.
• Komplikasi tersering → Otorrhoea (terjadi dalam 3-
50% kasus segera setalah operasi. • Dalam 0,5% kasus, TT dapat berpindah ke dalam
(Vlastarakos et al., 2007) rongga telinga tengah. Kemungkinan terjadinya
komplikasi ini tergantung pada jenis TT,
pengalaman operator, dan ukuran stoma.
• Myringosklerosis sangat sering terjadi → berkaitan
•Guideline Amerika Utara dan Prancis → dengan proliferasi fibroblast pada lapisan fibrosa
merekomendasikan periode wait-and see selama 3 membrane timpani, bersamaan dengan deposisi
bulan sebelum penggunaan TT. kristal kalsium fosfat.
(Kay et al., 2001).
(Rosenfeld et al., 2013, Blanc et al., 2018)
• Adenoidektomi dapat meningkatkan efektifitas • American guideline:
klinis dari penggunaan TT pada OME setidaknya
 Usia < 4 tahun: adenoidektomi hanya boleh
dalam 2 tahun (Boonacker et al., 2014).
dilakukan pada kasus obstruksi nasal atau infeksi
 Resiko kekambuhan rendah berulang.
 Usia > 4 tahun: adenoidektomi bisa dikombinasikan
• kombinasi adenoidektomi dan penggunaan TT dengan penggunaan TT
menurunkan proporsi anak-anak yang (Rosenfeld et al., 2016)
membutuhkan penggunaan TT subsequent dari
36% hingga 17% meskipun hal ini hanya berlaku
untuk anak diatas 4 tahun. • Adenoidektomi menghilangkan obstruksi fisik pada
(Mikals dan Brigger, 2014) tuba eustachius, memperbaiki aliran mucus, dan
menyeimbangkan tekanan ada telinga tengah.
4.3 Anak-anak yang beresiko OME
• anak dengan celah bibir atau langit-langit→ OME lebih sering terjadi dan lebih mungkin dibandingkan pada anak-
anak tanpa celah bibir maupun langit-langit
(Iwaki et al., 1998; Valtonen et al., 2005a, Triglia et al., 2004)
• Episode otitis cenderung menghilang sekitar usia 5-6 tahun pada populasi umum, dan sekitar usia 10-12 tahun pada
anak dengan celah bibir atau langit-langit
(Sheahan et al., 2004).

• Penggunaan TT→ pendengaran meningkat secara signifikan.

(Li et al., 2007)

• Anak-anak yang diterapi dengan TT pada usia muda memiliki artikulasi yang lebih baik dan membutuhkan terapi
wicara yang lebih singkat.

(Hubbard et al., 1985)


• Beberapa peneliti telah menyarankan pemasangan TT profilaks bersamaan dengan operasi penutupan
celah (Paradise et al., 1969; Paradise, 1980; Valtonen et al., 2005b; Tunvbilek et al., 2003)

• Meski tidak bergejala, ventilasi dini memungkinkan perkembangan dan pneumatisasi mastoid normal
dan dengan demikian dapat menghindari komplikasi.

• Peneliti lain merekomendasikan pemasangan TT hanya untuk OME yang simtomatik (otitis berulang,
kehilangan pendengaran lebih dari 30 dB, dan retraksi timpani).
KESIMPULAN
• Otitis media dengan efusi adalah patologi yang sering terjadi pada anak-anak;
• dapat berkembang menjadi otitis kronis kolesteatomatosa.
• Diagnosis dapat dilakukan menggunakan otoscopy.
• Hearingloss harus dievaluasi sebelum dan sesudah perawatan.
• perawatan farmakologis tidak memiliki efektivitas jangka panjang (terutama yang berkaitan dengan
ambang pendengaran),
• Penempatan selang timpanostomi adalah satu-satunya pengobatan yang telah divalidasi oleh
komunitas ilmiah internasional.
• terbukti memperbaiki ambang pendengaran, mencegah kekambuhan OME,
• melindungi dari perkembangan menjadi kolesteatoma telinga tengah.
• Tabung timpanostomi diindikasikan pada kasus OME yang dipersulit oleh ketulian transmisi atau
modifikasi anatomis dari membran timpani (yaitu retraksi).
• Adenoidektomi dapat digabungkan dengan penempatan TT
• Anak di atas usia 4 tahun + hipertrofi terdeteksi dengan endoskopi hidung
• Anak di bawah usia 4 tahun jika terjadi obstruksi hidung atau infeksi rinofaring berulang.

Anda mungkin juga menyukai