Anda di halaman 1dari 22

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL LAPSUS

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KEDOKTERAN HEWAN FEBRUARI 2024


UNIVERSITAS NUSA CENDANA

OTITIS MEDIA EFUSI

Disusun Oleh
Fatih Abdullah, S.Ked

Pembimbing :
dr. Tince sarlin Nalle, Sp.THT-KL

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES
KUPANG
BAB 1 PENDAHULUAN
Otitis Media Efusi

Resiko komplikasi apabila tidak


Merupakan kondisi yang sering
dilakukan observasi yang baik dan
terjadi dan dapat sembuh
penanganan pada pasien yang
dengan sendirinya
beresiko

Prognosis ditentukan oleh beberapa hal


diantaranya: Kecermatan dalam observasi pasien,
pemilihan tatalaksana yang tepat dalam
penanganan pasien
ANATOMI

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA


DEFINISI

Otitis media dengan efusi (OME) adalah kondisi di


mana terjadi penumpukan cairan di telinga
tengah tanpa tanda-tanda infeksi akut. OME
kronis didefinisikan sebagai OME yang bertahan
selama 3 bulan atau lebih pada pemeriksaan atau
timpanometri
EPIDEMIOLOGI

• Lebih umum terjadi pada penderita anak anak daripada dewasa


• Sering terjadi saat musim dingin atau hujan sesuai dengan tingginya angka ISPA
(infeksi saluran pernapasan akut)
• Sering terjadi pada anak – anak usia 1 – 6 tahun, dengan prevalensi yang tinggi pada
anak usia 2 tahun. Menurun setelah usia 5 tahun
ETIOLOGI

• Gangguan saluran tuba eustachia


• Alergi
• Perubahan tekanan atmosfir
• Infeksi saluran pernapasan akut
PATOFISIOLOGI

Otitis Media Akut


Adenoid Menyebabkan terjadinya gangguan pada saluran
ISPA tuba eustachia
Alergi

Perbedaan tekanan
Tekanan negatif pada Terjadinya gangguan tekanan
mendadak (menyelam,
membrana timbani dalam liang telinga
terbang)

Retraksi pada membrana timpani,


pecahnya pembuluh darah perifer

Efusi pada liang Sekret yang dihasilkan mukosa


telinga tengah liang telinga Tengah tidak
terdrainase dengan baik
GEJALA KLINIK
GEJALA TELINGA GEJALA SISTEM LAIN
• Pendengaran menurun • Hipetrofi tonsil (jarang terjadi,
• Sensasi telinga penuh sering pada kasus OME kronis)
• Sensasi telinga tersumbat • Gejala ISPA (rhinorrea, postnasal
drip, mata berair/eritema, gejala
• Pada anak tidak merespon alergi)
panggilan
DIAGNOSIS

ANAMNESIS
• Keluhan pendengaran, sulit komunikasi pada orang tua
• Pada anak bisa didapatkan gangguan perkembangan Bahasa
• Keluhan pada dewasa dapat cenderung unilateral, dapat muncul
tinnitus
• Keluhan nyeri telinga meskipun jarang terjadi dapat muncul, keluhan
intermitten
• Riwayat ISPA, atau sedang mengalami ISPA
• Riwayat OMA atau infeksi telinga lainnya
DIAGNOSIS

PEMFIS
• Pemeriksaan tanda vital
• Pemeriksaan otoskopi menunjukkan kekeruhan, hilangnya cone of
light, dapat terjadi retraksi, tampak batas penumpukan cairan.
• Pemeriksaan Rinne & Weber menunjukkan gangguan telinga
konduksi
PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Audiometri nada murni, ditemukan tuli sensorineural


• Audiometri nada khusus, ditemukkan kesan bukan tuli retrokoklea
• Audiometri tutur, kesan tuli sensorineural
• Audiometri impedans, kesan tuli sensorineural koklea
• BERA (Brainstem Evolved Response Audiometry), menunjukkan tuli
sensorineural
• ENG (Electronistagmografi), mungkin didapatkan paresis kanal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Audiometri menunjukkan penurunan pendengaran konduktif
• Tes Bera pada anak didapatkan keterlambatan respon dari batang
otak (berkaitan dengan tuli konduktif)
TATALAKSANA
Non Medikamentosa
• Umumnya sembuh secara spontan, cukup dilakukan observasi
• Apabila 23 hari atau referensi lain ada yang mengatakan 3 bulan pada pasien stabil tidak sembuh, maka
dapat dilakukan miringotomi dan pemasangan tabung timpanostomi.
• Adenoidectomy dapat dilakukan untuk menangani OME yang disebabkan adenoid yang terlalu besar
• Alat bantu dengar direkomendasikan diberikan pada anak – anak untuk mengurangi resiko terlambatnya
perkembangan bahasa

Medikamentosa
• Terapi medikamentosa dipertimbangkan untuk pasien yang tidak bisa dilakukan miringotomi
• Antibiotik: Golongan menyesuaikan kebutuhan, dapat diberikan AB empiris Amoxycliin 80 – 90 mg/kg/hari
selama 10 hari
• Antihistamin – dapat diberikan gol 2 loratadine/cetirizine, dosis loratadine 10 mg 1 hari untuk dewasa,
anak 5 mg usia 6 – 12 tahun.
• Dekongestan dapat diberikan pseudophedrine atau phenylephrine. Dosis pseudophedrine 60-120 mg/4-6
jam dewasa, anak 1 mg/kgBB 4-6 jam. Dosis phenylephrine 10 mg/4 – 6 jam dewasa, anak 2,5 – 5mg/4-6
jam.
• Steroid, dapat diberikan intranasal (fluticasone 2 – 4 kali semprot/hari) atau sistemik (prednisone 5 – 60
mg/hari)
• OAINS, pemilihan obat menyesuaikan kebutuhan.
• Mukolitik, acetyl-systeine 200 – 600 mg dua hingga empat kali sehari
KOMPLIKASI

• Pada OME persisten dapat terjadi kerusakan pendengaran permanen


• Timpanoskleros
• Pembentukan kantung retraksi
• Erosi osikula
• miringostapediopexy
PROGNOSIS

Sebagian besar kasus OME akan sembuh dengan


sendirinya. Pada kasus yang persisten, kondisi ini
menghambat kemampuan pasien untuk mendengar.
Oleh karena itu, komunikasi dan sosialisasi dapat
terpengaruh. Pada anak-anak kecil, gangguan
pendengaran dapat menyebabkan masalah belajar
atau perkembangan bahasa yang tertunda.
• Otitis Media Efusi (OME) merupakan kondisi yang tidak jarang terjadi, terutama pada
anak-anak. Meskipun kebanyakan kasus OME akan sembuh dengan sendirinya,
beberapa kasus yang persisten dapat mengganggu pendengaran dan berpotensi
memengaruhi kemampuan komunikasi, sosialisasi, serta perkembangan bahasa pada
anak-anak
• Penting untuk melakukan diagnosis yang tepat dengan melakukan pemeriksaan
audiometri dan timpanometri yang sesuai dengan usia, serta mempertimbangkan
faktor-faktor risiko seperti paparan asap rokok pasif, infeksi saluran pernapasan
bagian atas, dan kelainan anatomi.

BAB 3 KESIMPULAN
Penting bagi para klinisi untuk memahami berbagai presentasi klinis OME dan
dampaknya yang mungkin terjadi pada pasien, baik secara fisik maupun psikososial
1. Buku THT-KL UI edisi ketujuh
2. Hidayat H, Edward Y, Hilbertina N. Gambaran Pasien Tuli Mendadak di Bagian THT-KL
RSUP Dr. M. Djamil Padang. J Kesehat Andalas. 2016;5(2):416–20.
3. Novita S, Yuwono N. CONTINUING MEDICAL EDUCATION Diagnosis dan Tata Laksana Tuli
Mendadak. Cdk-210. 2013;40(11):85–90.
4. Sherwood Lauralee. Telinga: Pendengaran dan keseimbangan. Dalam: Fisiologi Manusia
dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Indonesia: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001. h.176-89
5. Mulyana S. Tuli mendadak akibat iskemik koklea. REFERAT. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. 2015.
6. DAFTAR PUSTAKA
Jantung PK. Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok – Kepala Leher Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar.
7. Lin, RJ, Krall, R, Westerberg, BD, Chadha, NK, Chau, JK. Systematic review and
metaanalysis of the risk fac- tors for sudden sensorineural hearing loss in adults.
Laryngoscope. 2012;122(3):624-35.
8. Cho CS, Choi YJ. Prognostic factors in sudden sensorineural hearing loss: Aretrospective
study using interaction effects. Braz J Otorhinolaryngol. 2013;79(4):466–70.
9. Putra RM, Munilson J, Edward Y, Warto N, Rosalinda R. Injeksi Kortikosteroid Intratimpani
Sebagai Salvage Therapy pada Pasien Tuli Mendadak. J Kesehat Andalas.
2018;7(Supplement 3):96.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai