Anda di halaman 1dari 2

Diagnosis dan pemeriksaan penunjang OMSK

Prinsip diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan THT yang
dilakukan pada pasien, terutama pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan penala merupakan
pemeriksaan sederhana untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran. Untuk mengetahui
jenis, serta derajat gangguan dapat dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni, audiometri
tutur (speech audiometry), pemeriksaan BERA (brainstem avoked response audiometry).1
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapatkan menderita tuli konduktif,
tetapi dapat juga dijumpai adanya tuli sensorineural, beratnya ketulian tergantung besar dan
letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara
ditelinga tengah.2 Pada pasien yang tidak kooperatif dilakukan pemeriksaan tersebut, dapat
dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni. Selain pemeriksaan audiometri dan BERA,
diagnosis OMSK dapat dilakukan dengan pemeriksaan foto rontgen tampak mastoid
sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya
atau yang normal.2 Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom, serta
pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan kultur dan uji resistensi kuman dan
sekret telinga.1 Pada pemeriksaan kultur laboratorium mikrobiologi klinik RSUP HAM
dari swab telinga yang paling banyak adalah Pseudomonas aeruginosa (34.8%). Hal ini
ditemukan sama dengan penelitian Loy et al (2002) bahwa bakteri aerob gram negatif paling
banyak adalah Pseudomonas aeruginosa (33.3%) dan bakteri aerob gram positif paling
banyak adalah Staphylococcus.3

Penatalaksanaan OMSK

Terapi OMSK biasanya memerlukan waktu yang lama, serta berulang-ulang, sekret
yang keluar tidak langsung cepat kering atau sering kambuh lagi, hal ini disebabkan oleh
beberapa keadaan, yakni adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga
tengah berhubungan dengan dunia luar, terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung
dan sinus paranasal, sudah terbentuk jaringan patologik yang bersifat ireversibel dalam
rongga mastoid, serta hygine dan gizi yang kurang pada penderita OMSK.1

Pada prinsip penatalaksaan OMSK tipe aman, yakni konservatif atau dengan
medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus-menerus, maka dapat diberikan obat pencuci
telinga dengan larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret yang dikeluarkan berkurang,
maka terapi yang dapat dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung
antibiotika dan kortikosteroid. Menurut pendapat ahli, obat tetes yang dijual di pasaran saat
ini mengandung antibiotika yang bersifat ototoksik, sehingga dianjurkan pemberian obat tetes
telinga jangan diberikan secara terus menerus lebih dari 1 atau 2 minggu atau pada OMSK
yang sudah tenang.1

Secara oral obat yang diberikan antibiotika dari golongan ampisilin atau eritromisin.
Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya telah resistensi terhadap ampisilin dapat
diberikan ampisilin asal klavulanat. Bila sekret yang dikeluarkan telah kering, tetapi perforasi
masih ada setelah di observasi selama 2 bulan, maka idealnya dapat dilakukan tindakan
miringoplastii atau timpanoplasti. Hal ini dilakukan bertujuan untuk menghentikan infeksi
secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, dan mencegah terjadi
komplilkasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret yang dikeluarkan tetap ada, atau
terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus terlebih dahulu diobati, mungkin
juga perlu dilakukan tindakan pembedahan, misalnya tonsilektomi.1

Pada prinsip penatalaksaan OMSK tipe bahaya dapat dilakukan tindakan


pembedahan, yakni mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif
dengan medikamentosa hanyalah terapi sementara sebelum dilakukan pembedaham. Bila
terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri,
sebelum dilakukan tindakan mastoidektomi.1

Daftar pustaka

1. Utama H. 2014. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher.
Jakarta : Badan penerbit FKUI. p 64-5
2. Otitis media supuratif kroni. Available at : www.repository.usu.ac.id. Accessed on
July, 3.2017
3. Dewi NP, Zahara D. Gambaran pasien otitis media supuratif kronik (OMSK) di RSUP
H. Adam Malik Medan. E-journal FK USU. 2013;1(1)

Anda mungkin juga menyukai