Anda di halaman 1dari 33

SMF Bagian Ilmu Penyakit Mata LAPORAN KASUS

RSUD Prof.DR. W. Z. Johannes Kupang DESEMBER 2019

Fakultas Kedokteran

Universitas Nusa Cendana

ENDOFTALMITIS

Disusun Oleh

Maria Claudia Novitasari Ganggut, S.Ked

1408010043

Pembimbing :

dr.Eunike Cahyaningsih, Sp.M

dr. Komang D. Lestari, M.Biomed, Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


SMF/ BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES
KUPANG
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING

Laporan Kasus dengan judul Endoftalmitis atas Nama : Maria Claudia

Novitasari Ganggut,S.Ked NIM 1408010043 pada Program Studi Profesi Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana telah disajikan dalam kegiatan

kepaniteraan klinik bagian Mata RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang pada

tanggal Desember 2019

Mengetahui Pembimbing :

1. dr. Eunike Cahyaningsih, Sp.M 1. ..................................

2. dr. Komang D. Lestari, M.Biomed, Sp.M 2................................\


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat, perlindungan, dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus

dengan judul Miopia di Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Mata RSUD Prof. W. Z.

Johannes / Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana. Penulisan laporan kasus

ini tidak lepas dari bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh

karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. dr. Eunike Cahyaningsih, Sp.SM selaku kepala SMF bagian Ilmu Penyakit

Mata RSUD Prof. W. Z. Johannes dan selaku pembimbing dalam

penyusunan referat ini.

2. dr. Komang D. Lestari, M.Biomed, Sp.M, selaku pembimbing dalam

penyusunan referat ini

3. Seluruh staf SMF Ilmu Penyakit Mata RSUD Prof. W. Z. Johannes –

Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini jauh dari sempurna

maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga laporan

kasus ini memberi manfaat bagi banyak orang.

Kupang, Desember

2019

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

Endoftalmitis merupakan keadaan darurat oftalmologi yang dapat

merusak ocular dan menyebabkan komplikasi sistemik. Endoftalmitis

biasanya disebabkan oleh masuknya pathogen seperti bakteri dan jamur

melalui luka yang disebabkan oleh trauma, operasi dan ulkus kornea yang

disering disebu dengan endoftalmitis eksternal dan yang disebaban oleh

penyebaran secara hematogen dari focus infeksi dari organ lain dari dalam

tubuh(1). Endoftalmitis merupakan penyakit yang memerlukan perhatian

karena bila tidak segera diberikan pertolongan prognosisnya akan semakin

buruk dan dapat mengakibatkan kebutaan (1)

Perbedaan gejala klinis endoftalmitis yang disebabkan oleh bakteri

atau jamur sulit untuk dibedakan. Peradangan hebat tanpa endoftalmitis

kadang terjadi pasca operasi terutama kasus dengan uveitis, keratitis,

diabetes, glaukoma dan riwayat bedah sebelumnya Etiologi dari

endoftalmitis dapat diketahui berdasarkan hasil kultur dari akuos tap dan

vitreus tap. Hasil kultur menentukan jenis penyebab dan antibiotika yang

tepat untuk mengatasinya. Toksin yang ditimbulkan organisme penyebab

endoftalmitis merusak jaringan dan menimbulkan reaksi radang pada

penderita yang berakhir pada hilangnya penglihatan. (2,3)

Endoftalmitis menyerang segmen anterior, segmen posterior dan

sklera yang berdekatan. Endoftalmitis yang disebabkan oleh kertitis

microbial merupakan salah satu penyebab gangguan penglihatan. Penyakit

mata kering yang sudah ada sebelumnya, blepharo-conjunctivitis, perforasi

3
kornea, trauma, post operasi, imunosupresi dan terapi steroid lokal atau

sistemik merupakan factor resiko berkembangnya endoftalmitis pada

infeksi kornea.(4)

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Mata

Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu:

1. Sklera, yang merupakan jaringan ikat yang kenyal dan

memberikan bentuk pada mata, merupakan bagian terluar yang

melindungi bola mata. Bagian terdepan sclera disebut cornea

yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke

dalam bola mata.

2. Jaringan uvea, yang merupakan jaringan vaskular, yang terdiri

atas iris, badan siliar dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang

oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinarmasuk ke

dalam bola mata, yaitu otot dapat mengatur jumlah sinar masuk

ke dalam bola mata, yaitu otot dilatatur, sfingter iris dan otot

siliar. Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan

cairan bilik mata (akuos humor), yang dikeluarkan melalui

trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea dan

sklera.

3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam

dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang

merupakan lapis

4. membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi


(1)
rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak.

5
Gambar 1. Anatomi penampang sagital bola mata

Vitreous humour atau badan kaca menempati daerah belakang

lensa. Struktur ini merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih

kurang 99%), sedikit kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat

terhidrasi. Badan vitreous mengandung sangat sedikit sel yang menyintesis

kolagen dan asam hialuronat. Berfungsi mengisi ruang untuk meneruskan

sinar dari lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak

terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya

kekeruhan badan vitreous akan memudahkan melihat bagian retina pada

pemeriksaan oftamoskopi.(1)

2.2 Definisi

Endoftalmitis merupakan peradangan supuratif di bagian dalam bola

mata yang meliputi uvea, vitreus dan retina dengan aliran eksudat ke

dalam kamera okuli anterior dan kamera okuli posterior. Peradangan

supuratif ini juga dapat membentuk abses di dalam badan kaca (1)

2.3 Klasifikasi

6
Secara umum endoftalmitis diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Endoftalmitis Eksogen

Pada endolftamitis eksogen organisme yang menginfeksi mata

berasal dari lingkungan luar. Endolftamitis eksogen

dikategorikan menjadi : endolftalmitis post operasi dan

endolftalmitis post trauma.

- Endoftalmitis Post Operatif

Pada endoftalmitis post operasi, bakteri penyebab tersering

merupakan flora normal pada kulit dan konjungtiva.

Endoftalmitis ini sering terjadi setelah operasi-operasi berikut

ini : katarak, implantasi IOL, glaukoma, keratoplasty, eksisi

pterigium, pembedahan strabismus paracentesis, pembedahan

vitreus dll.(4)

- Endoftalmitis Post Trauma

Endoftalmitis paling sering terjadi setelah trauma mata, yaitu

trauma yang menimbulkan luka robek pada mata.

b. Endoftalmitis Endogen

 Pada endoftalmitis endogen, organisme disebarkan

melaluialiran darah. Endoftalmitis endogen beresiko terjadi pada

 Memiliki faktor predisposisi, seperti : diabetes melitus, gagal

ginjal, penyakit jantung rematik, sistemik lupus eritematos,

AIDS dll

 Invasif Prosedur yang dapat mengakibatkan bakteremia seperti

7
hemodialisis, pemasangan kateter, total parenteral nutrisi dll

 Infeksi pada bagian tubuh lain, seperti: endokarditis, urinary

tract infection, artritis, pyelonefritis, faringitis, pneumoni dll

Pada endoftalmitis endogen kuman penyebabnya sesuai dengan

fokus infeksinya seperti Streptococcus Sp (endokarditis),

Stapylococcus aureus (infeksi kulit) dan Bacillus (invasive

prosedur). Sementara bakteri Gram negatif misalnya Neisseria

meningitidis, Neisseria gonorrhoe, H infuenzae dan bakteri enterik

seperti Escherichia colli dan Klebsiella. (5)

c. Endoftalmitis fakoanafilaktik

Endoftalmitis fakoanafilaktik merupakan endoftalmitis

unilakteral ataupun bilateral yang merupakan reaksi uvea granulomaosa

terhadap lensa yang mengalami ruptur. Endoftalmitis fakoanafilaktik

merupakan suatu penyakit autoimun terhadap jaringan tubuh (lensa)

sendiri, akibat jaringan tubuh tidak mengenali jaringan lensa yang tidak

terletak di dalam kapsul. Pada tubuh terbentuk antibodi terhadap lensa

sehingga terjadi reaksi antigen antibodi yang akan menimbulkan gejala

endoftalmitis fakoanafilaktik.(1)

2.4 Patofisiologi

Dalam keadaan normal, mata memberikan ketahanan alami

terhadap organisme yang menyerang. Dalam endoftalmitis endogen,

organisme melalui darah (terlihat pada pasien yang bacteremic dalam

situasi seperti endokarditis) menembus penghalang darah-mata baik

8
oleh invasi langsung (misalnya, emboli septik) atau oleh perubahan

dalam endotelium vaskular yang disebabkan oleh substrat dilepaskan

selama infeksi. Penghancuran jaringan intraokular mungkin disebabkan

oleh invasi langsung oleh organisme dan / atau dari mediator inflamasi

dari respon kekebalan. Endoftalmitis mungkin sehalus nodul putih pada

kapsul lensa, iris, retina, atau koroid. Hal ini juga dapat s sebagai

peradangan semua jaringan okular, mengarah ke dunia penuh eksudat

purulen. Selain itu, peradangan dapat menyebar ke jaringan lunak

melibatkan orbital. Setiap prosedur operasi yang mengganggu integritas

dunia dapat menyebabkan endoftalmitis eksogen (misalnya, katarak,

glaukoma, retina, keratotomi radial).(6,7)

Tingkat keparahan dan perjalanan klinis endophthalmitis terkait

dengan virulensi dan inokulum bakteri penginfeksi, serta waktu untuk

diagnosis dan status kekebalan pasien. Proses infeksi memiliki massa

inkubasi yang mungkin tidak tampak secara klinis, berlangsung pada

16-18 jam, di mana massa kritis bakteri berkembang biak dan memecah

akuos barier, proses ini kemudian diikuti oleh eksudasi fibrin dan

infiltrasi seluler oleh granulosit neutrofilik. Fase inkubasi bervariasi

tergantung waktu pembuatan mikroba yang menginfeksi 10 menit untuk

S. aureus dan aeruginosa sp. lebih dari 5 jam untuk

Propionibacteriumspp.) bersama factor lain menghasilkan toksin

bakteri. Mikroorganisme seperti S. epidermidis (CNS) dalam 3 hari

mungkin hilang sebelummencapai puncak. Stelah itu diikuti fase

akselerasi dan fase destruktif.(4)

9
Fase akselerasi terjadi setelah infeksi primer segmen posterior

dan menyebabkan radang segmen anterior dan respon imun dengan

makrofag dan limfosit menginfiltrasi ke dalam rongga vitreous dalam

waktu sekitar 7 hari. 3 hari setelah infeksi intraokular, antibodi spesifik

patogen dapat dideteksi; ini membantu membunuh mikroba melalui

opsonisasi dan fagositosis di dalamnya sekitar 10 hari. Mediator

inflamasi, terutama sitokin, lebih lanjut leukosi dapat menambah efek

destruktif, kerusakan retina dan proliferasi vitreoretinal.(4)

2.5 Diagnosa

2.5.1 Gejala Subjektif

Secara umum, gejala subjektif dari endoftalmitis adalah (1,4)

- Fotofobia

- Nyeri pada bola mata

- Penurunan tajam penglihatan

- Nyeri kepala

- Mata terasa bengkak

- Kelopak mata bengkak, merah, kadang sulit untuk dibuka.

2.5.2 Gejala Objektif

Kelainan fisik yang ditemukan berhubungan dengan

struktur bola mata yang terkena dan derajat infeksi/peradangan2.

Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan luar, slit lamp

dan funduskopi kelainan fisik yang dapat ditemukan dapat berupa:


(9)

10
- Udem Palpebra Superior

- reaksi konjungtiva berupa hiperemis dan kemosis

- Injeksi siliar dan injeksi konjungtiva

- Udem Kornea

- Kornea keruh

- keratik presipitat

- Bilik mata depan keruh

- Hipopion

- Kekeruhan vitreus

- Penurunan refleks fundus dengan gambaran warna yang agak

pucat ataupun hilang sama sekali.

11
Gambar 2. Endoftalmitis

Adanya riwayat tindakan bedah mata, trauma tembus bola mata disertai

dengan atau tanpa adanya penetrasi benda asing perlu diperhatikan karena adanya

kemungkinan penyebab eksogen. Mengenai penyebab endogen maka penderita

perlu di anamnesis mengenai ada atau tidaknya riwayat penyakit sistemik yang

dideritanya. Penyakit yang merupakan predisposisi terjadinya endoftalmitis di

antaranya adalah diabetes melitus, AIDS dan SLE yang dapat dihubungkan dengan

imunitas yang rendah. Sedangkan beberapa penyakit infeksi yang dapat

menyebabkan endoftalmitis endogen akibat penyebarannya secara hematogen

adalah meningitis, endokorditis, infeksi saluran kemih, infeksi paru-paru dan

pielonefritis3. untuk endoftalmitis fakoanafilaktik, dapat ditanyakan tentang adanya

riwayat segala subjektif katarak yang diderita pasien sebelumnya.(9)

2.3.5 Pemeriksaan Penunjang

Metode kultur merupakan langkah yang sangat diperlukan karena bersifat

spesifik untuk mendeteksi mikroorganisme penyebab. Teknik kultur memerlukan

waktu 48 jam – 14 hari. Bahan-bahan yang dikultur diambil dari : (8,9)

12
o Cairan dari COA dan corpus viterous

Pada endoftalmitis, biasanya terjadi kekeruhan pada corpus viterous.

Oleh sebab

itu, bila dengan pemeriksaan oftalmoskop, fundus tidak terlihat, maka dapat

dilakukan

pemeriksaan USG mata. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan apakah ada

benda asing dalam bola mata, menilai densitas dari vitreitis yang terjadi dan

mengetahui apakah infeksi telah mencapai retina. (9)

Pemeriksaan penunjang lainnya dilakukan untuk mengetahui dengan

pasti kuman penyebab endoftalmitis, terutama bila ada penyakit sistemik

yang dapat menimbulkan endoftalmitis, melalui penyebaran secara

hematogen. Pemeriksaan penunjang tersebut dapat berupa : (9)

o Pemeriksaan darah lengkap, LED, kadar nitrogen, urea darah, kreatinin.

o Foto rontgen thoraks

o USG jantung

o Kultur darah, urin, LCS, sputum, tinja.

2.6. Terapi

 Antibiotik yang sesuai dengan organisme penyebab.

 Steroid secara topikal, konjungtiva, intravitreal, atau secara sistematik,

yang digunakan untuk pengobatan semua jenis endoftalmitis.

 Sikloplegia tetes dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri,

stabilisasi aliran darah pada mata dan mencegah terjadinya sinekia.

 Tindakan Vitrektomi.

13
Keadaan visus yang buruk pada endoftalmitis, dikarenakan virulensi

mikroorganisme penyebab yang memiliki enzim proteolitik dan produk toksin yang

dapat merusak retina, serta kemampuan multiplikasi yang cepat, juga jarak antara

ditegakkannya diagnosis sampai pada saat terapi diberikan. Oleh karena itu

pengobatan ditujukan bukan untuk memperbaiki visus, tapi untuk mengatasi proses

inflamasi yang terjadi, serta membatasi infeksi agar tidak terjadi penyulit dan

keadaan yang lebih berat.(9)

Teknik pengobatan pada endoftalmitis adalah dengan secepatnya memulai

pemberian antibiotik empiris yang sudah terbukti efektif terhadap organisme spesifik

yang diduga secara intravitreal dengan dosis dan toksisitas yang diketahui. Pada

endoftalmitis yang disebabkan oleh bakteri, terapi obat-obatan secara intraviteral

merupakan langkah pertama yang diambil. Pemberian antibiotik dilakukan

secepatnya bila dugaan endoftalmitis sudah ada, dan antibiotik yang sesuai segera

diberikan, bila hasil kultur sudah ada. Antibiotik yang dapat diberikan dapat berupa

antibiotik yang bekerja terhadapa membran set, seperti golongan penicilin,

Cephalosporin dengan antibiotik yang dapat menghambat sintesa protein dengan

reseptor ribosomal, seperti golongan Chloramphenicol, Aminoglycosida yang dapat

terlihat pada tabel di bawah ini (9)

14
Antibiotik tersebut dapat diberikan secara tunggal ataupun kombinasi.

Kombinasi yang dianjurkan adalah gabunan antara golongan aminoglikosida.

Pilihan kombinasi tersebut merupakan yang terbaik, karena:

 Toksisitas minimal terhadap retina dan jaringan ocular

 Kombinasi tersebut lebih memiliki arti klinis dibandingkan pemberian

antibiotik tunggal maupun kombinasi lainnya.

 Sebagai terapi awal yang agresif untuk mencegah kerusakan jaringan

intraokular yang luas, karena kadang mikroorganisme sulit di identifikasi

dari endoftalmitis.

CCBiasanya endoftalmitis fungal terdiagnosis bila respon pasien setelah

pemberian antibiotik dosis tunggal atau kombinasi tidak ada. Ataupun ditemukan

faktor-faktor predisposisi seperti, pasien sedang dalam pengobatan antibiotik

spektrum luas dalam jangka waktu lama, pasien menderita keganasan ataupun

dalam keadaan imunitas yang buruk. Obat- obatan yang dapat diberikan antara

15
lain:

Terapi steroid pada penyakit mata adalah untuk mengurangi inflamasi

yang disertai eksudet dan untuk mengurangi granulasi jaringan. Kedua efek ini

penting untuk endoftalmitis, karena dasar dari endoftalmitis adalah inflamasi,

dimana prognosis visusnya dipengaruhi oleh inflamasi yang terus berlanjut.

Sampai saat ini pemberian kortikosteroid pada endoftalmitis masih kontroversi

walaupun sudah banyak penelitian menunjukkan hasil yang memuaskan dari

pemberian Dexamethason dalam menghambat reaksi inflamasi dan reaksi imun

abnormal yang dapat menimbulkan kerusakan luas pada mata. Dexamethason

dapat diberikan secara intravitreal dengan dosis 400ug dan 1 mg secara

intraokular sebagai profilaksis. Pemberian Sikloplegik dapat diberikan untuk

mengurangi rasa nyeri, stabilisasi aliran darah pada mata, mencegah dan melepas

sineksia serta mengistirahatkan iris dan benda siliar yang sedang mengalami

infeksi. (9)

Pada kasus yang berat dapat dilakukan Vitrektomi Pars Plana, yang

bertujuan untuk mengeluarkan organisme beserta produk toksin dan enzim

proteolitiknya yang berada dalam vitreous, meningkatkan distribusi antibiotik

16
dan mengeluarkan membran siklitik yang terbentuk, yang potensial menimbulkan

ablasi, serta mengembalikan kejernihan vitreous.(8)

Gambar 3. Vitrektomi

2.7 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi jika proses peradangan mengenai ketiga

lapisan mata (retina, koroid dan sklera) dan badan kaca maka akan mengakibatkan

panoftalmitis. Panoftalmitis merupakan peradangan pada seluruh bola mata

termasuk sklera dan kapsula tenon.(1)

2.8 Diagnosis Banding

2.8.1 Panoftalmitis

Panoftalmitis adalah peradangan supuratif intraokular yang melibatkan

rongga mata hingga lapisan luar bola mata, kapsul tenon dan jaringan bola mata.

Panoftalmitis biasanya disebabkan oleh masuknya organisme piogenik ke dalam

17
mata melalui luka pada kornea yang terjadi secara kebetulan atau akibat operasi

atau mengikuti perforasi suatu ulkus kornea. Sebagian kecil, kemungkinan akibat

metastasis alamiah dan terjadi dalam kondisi seperti pyaemia, meningitis atau

septikemia purpural. Panoftalmitis menimbulkan beberapa gejala yaitu,

kemunduran penglihatan disertai rasa sakit, mata menonjol, edema kelopak,

konjungtiva kemotik, kornea keruh, bilik mata dengan hipopion dan refleks putih di

dalam fundus dan okuli. Panoftalmitis memerlukan penanganan yang tepat dan

cepat karena merupakan infeksi mata yang paling serius mengancam penglihatan.

Panoftalmitis dapat terjadi didahului dengan endoftalmitis disertai dengan proses

peradangan yang mengenai ketiga lapisan mata (retina, koroid, dan sklera) dan

badan kaca. Disamping itu dapat pula karena suatu uveitis septik yang lebih hebat

dan akibat tukak kornea perforasi. Karena ini suatu keadaan septis maka ada gejala-

gejala seperti: demam, menggigil, muntah-muntah, dan sebagainya.

2.8.2 TASS (Toxic Anterior Segment Syndrome)

Toxic anterior segment syndrome (TASS) juga termasuk dalam diagnosis

banding endoftalmitis. TASS disebabkan karena zat non infeksi yang masuk ke

dalam mata, seperti toksin bakteri, pengawet, senyawa pembersih atau solusi

intraokular. Selain itu, TASS biasanya dialami pasca operasi akibat substansi zat

18
beracun seperti instrumen, cairan, atau lensa intraokular. Hal-hal yang membedakan

antara TASS dan endoftalmitis adalah onset dari TASS yang cepat (12-24 jam

setelah operasi atau injeksi intravitreal), kurangnya rasa sakit atau kemerahan,

edema kornea difus dan kurangnya organisme terisolasi dengan pewarnaan atau

kultur.(1)

2.8.3 Uveitis

Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris, korpus siliaris,dan koroid) dengan

Uveitis menunjukkan suatu peradangan pada iris (iritis, iridosiklitis), corpus siliare

(uveitis intermediet, siklitis, uveitis perifer, atau pars planitis), atau koroid

(koroiditis). Namun dalam praktiknya, istilah ini turut mencakup peradangan pada

retina (retinitis), pembuluh- pembuluh retina (vaskulitis retinal), dan nervus opticus

intraocular (papilitis). Uveitis bisa juga terjadi sekunder akibat radang kornea

(keratitis), radang sklera (skleritis), atau keduanya (sklerokeratitis). Uveitis biasanya

terjadi pada usia 20-50 tahun dan berpengaruh pada 10-20% kasus kebutaan yang

tercatat di negara-negara maju. Uveitis lebih banyak ditemukan di negara-negara

berkembang dibandingkan negara-negara maju karena lebih tinggi prevalensi infeksi

yang bisa mempengaruhi mata, seperti toksoplasmosis dan tuberkulosis di negara-

negara berkembang.(10)

2.8.4 Ulkus Kornea

Ulkus biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: Infeksi bakteri (misalnya

Staphylococcus sp., Pseudomonas sp. atau Strepococcus pneumoniae), jamur, virus

(misalnya herpes) atau protozoa Acanthamoeba.

2.8.5 Kekurangan vitamin A atau protein .

Mata kering (karena kelopak mata tidak menutup secara sempurna dan

19
melembabkan kornea). Gejala yang muncul akibat ulkus kornea misalnya, rasa

nyeri, peka terhadap cahaya (fotofobia) dan peningkatan pembentukan air mata,

gangguan penglihatan, mata terasa gatal, kornea akan tampak bintik nanah yang

berwarna kuning dan lain sebagainnya. (1)

2.8.6 Ruptur bola mata

Trauma dapat menyebabkan ruptur pada bola mata dan pembuluh darah iris,

akar iris dan badan siliar sehingga mengakibatkan pendarahan dalam bilik mata

depan. Trauma pada mata dapat terjadi dalam bentuk- bentuk antara lain : trauma

tumpul, trauma tembus bola mata, trauma kimia, dan trauma radiasi. Trauma kimia

basa mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea, camera

oculi anterior, dan sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan.
(1)

2.8.7 Perdarahan Vitreous

Perdarahan vitreous adalah ekstravasasi darah ke salah satu dari beberapa

ruang potensial yang terbentuk di dalam dan di sekitar korpus vitreous. Kondisi ini

dapat diakibatkan langsung oleh robekan retina atau neovaskularisasi retina, atau

dapat berhubungan dengan perdarahan dari pembuluh darah yang sudah ada

sebelumnya. Perdarahan vitreous dapat terjadi akibat dari retinitis proliferans,

oklusi vena sentral, oklusi vena cabang, ablasio retina, kolaps posterior vitreus akut

tanpa harus ada robekan. Pasien dengan perdarahan vitreus sering datang dengan

keluhan mata kabur atau berasap, ada helai rambut atau garis (floaters), fotopsia,

seperti ada bayangan dan jaring laba- laba. Gejala subyektif yang paling sering

ialah fotopsia, floaters. Fotopsia ialah keluhan berupa kilatan cahaya yang dilihat

penderita seperti kedipan lampu neon di lapangan. Kilatan cahaya tersebut jarang

20
lebih dari satu detik, tetapi sering kembali dalam waktu beberapa menit. Kilatan

cahaya tersebut dilihat dalam suasana redup atau dalam suasana gelap. Fotopsia

diduga oleh karena rangsangan abnormal vitreus terhadap retina. Floaters adalah

kekeruhan vitreus yang sangat halus, dilihat penderita sebagai bayangan kecil yang

berwarna gelap dan turut bergerak bila mata digerakkan.11

2.9 Prognosis

Prognosis endophthalmitis bervariasi tergantung pada tingkat keparahan

infeksi, organisme yang terlibat dan jumlah kerusakan mata menopang dari

peradangan dan jaringan parut. Kasus ringan endophthalmitis dapat memiliki hasil

visual yang sangat baik. Kasus yang parah dapat menyebabkan tidak hanya dalam

kehilangan penglihatan, tapi akhirnya hilangnya seluruh mata. Fungsi penglihatan

pada pasien endoftalmitis sangat tergantung pada kecepatan diagnosis dan

tatalaksana. Prognosisnya sangat bervariasi tergantung penyebab. Faktor prognostik

terpenting adalah visus pada saat diagnosis dan agen penyebab. Prognosis

endoftalmitis dan panoftalmitis sangat buruk terutama bila disebabkan jamur atau

parasit. Prognosis endoftalmitis endogen secara umum lebih buruk dari eksogen

karena jenis organisme yang menyebabkan endoftalmitis endogen biasanya lebih

virulen.(1,9)

21
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama : Tn. SB

Jenis Kelamin : laki-laki

Usia : 35 tahun

Agama : Katolik

Status Pernikahan : Menikah

Pekerjaan : PNS

Alamat : Sumba

No.MR : 522034

Tgl Masuk Poli : 30/11/2019 Pkl. 09.25 WITA

3.2 Anamnesis

Riwayat Perjalanan Penyakit

Anamnesis dilakukan pada tanggal 30 November 2019, bertempat di ruang

Poliklinik Mata RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang pada pukul 09.25

WITA. Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis.

Keluhan Utama :

Mata merah dan penglihatan kabur

Riwayat Penyakit sekarang : pasien rujukan dari sumba datang dengan keluhan

mata merah sejak 1 bulan yang lalu. awalnya mata mera di mata kiri sejak 3 hari

22
setelah pasien pulang berenang di sungai di sumba. Awlnya mata merah sebelah

mata dengan nyeri hebat yang tembus sampai ke belakang. Selain mata merah

pasien juga mengeluhkan penglihatan kabur sampai tidak bisa melihat. Mual

muntah disangkal. BAK dan BAB normal.

Riwayat penyakit dahulu : DM (-), tumor (-)

Riwayat Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan yang

sama.

Riwayat Pengobatan : pasien awalnya di bawa ke puskesmas dan diberikan

sendositrol karena belum membaik pasien kemudia di rujuk dari RS sumbah tengah

namun karena tidak ada doktermata pasien di rujuk ke RS waingapu. Pasien dirawat

selama 1 minggu namun pasien tidak tahu pengobatan apa saja yang diberikan .

setelah itu karena tidak membaik pasien di rujuk ke RSUD johanes untuk pengangan

lebih lanjut

3.2. Pemeriksaan Fisik

3.2.1. Status Generalis

Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5)

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Tanda-Tanda Vital

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Nadi : 82 x/menit, reguler

Suhu : 36.7oC

Pernapasan :18x/menit

23
3.2.2. Status Oftalmologi

OD OS

Edema (-), hiperemis (-), Edema (-), hiperemis (-),


ektropioon (-), entropion (-) Palpebra
ptosis (-) ektropioon (-), entropion (-)

Trikiasis (-) Cilia Trikiasis (-)

Hiperemis (-), Injeksi (-) Konjungtiva Hiperemis (+), Injeksi (+)

Jernih Kornea Keruh

Dalam, Hipopion (-), Hifema(-)


COA Hipopion (+)

Intak Iris Tidak dapat dievaluasi

Bulat, sentral, uk. ± 3mm, RCL Tidak dapat dievaluasi


(+) reflex cahay tidak langsung (- Pupil
)

Jernih Lensa Tidak dapat dievaluasi

Jernih Viterus Tidak dapat dievaluasi

Refleks fundus (+), pembuluh


darah normal Fundus Refleks fundus (-)

5/6 PH 5/5 sferis- 0,25 5/5 Visus 1/300 LP (+) proyeksi

+
+ +
+

Pergerakan Bolata

24
3.3. Diagnosis Kerja

Endoftalmitis

3.4. Tatalaksana

- Giflox ed 0,6 ml OS

- Timol ed

- azetosolamid

- aspar K 1x 1

3.5. Prognosis

Quo ad vitam : Dubia

Quo ad sanationam : Dubia

Qua ad functionam : Dubia

25
BAB IV

PEMBAHASAN

Endoftalmitis merupakan peradangan supuratif di bagian dalam bola mata

yang meliputi uvea, vitreus dan retina dengan aliran eksudat ke dalam kamera okuli

anterior dan kamera okuli posterior. Peradangan supuratif ini juga dapat membentuk

abses di dalam badan kaca (1). Endoftalmitis yang disebabkan oleh kertitis microbial

merupakan salah satu penyebab gangguan penglihatan.(4)

Endoftalmitis diklasifikasikan berdasarkan penyebarannya yaitu

endoftalmitis endogen dan endoftalmitis eksogen. Pada endoftalmitis endogen

penyebaran secara hematogen yang menembus barier mata baik oleh invasi

langsung (misalnya, emboli septik) atau oleh perubahan dalam endotelium vaskular

yang disebabkan oleh substrat dilepaskan selama infeksi. Penghancuran jaringan

intraokular mungkin disebabkan oleh invasi langsung oleh organisme dan / atau dari

mediator inflamasi dari respon kekebalan. Endoftalmitis mungkin sehalus nodul

putih pada kapsul lensa, iris, retina, atau koroid. Hal ini juga dapat sebagai

peradangan semua jaringan okulardengan eksudat purulen. Selain itu, peradangan

dapat menyebar ke jaringan lunak melibatkan orbital. Setiap prosedur operasi yang

mengganggu integritas mata dapat menyebabkan endoftalmitis eksogen (misalnya,

katarak, glaukoma, retina, keratotomi radial) dan adanya trauma langsung.(6,7)

Endoftalmitis endogen lebih sedikit dibandingkan endoftalmitis eksogen,

namun persentase kasus endoftalmitis endogen berkisar 7- 41 %. Dilaporkan 41 %

kasus endoftalmitis di Inggris sedangkan sekitar 7,4 % endoftalmitis endogen dari

955 kasus endoftalmitis yang terjadi di India. Endoftalmitis tidak dipengaruhi oleh

jenis kelamin dan juga usia. Namun beberapa kasus dilaporkan terjadi diantara usia

26
30-83 tahun dan jarang terjadi pada anak kecil. Faktor resiko terjadinya

endoftalmitis adalah penyakit imunosupresan, diabetes mellitus, keganasan, dan

penggunaan steroid(2,5). Pada kasus dilaporkan seorang laki-laki berusia 35 tahun.

Penegakan diagnosis endoftaltimitis berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada laporan kasus keluhan utama

mata merah, bengkak, dan nyeri hebat disertai kehilangan penglihatan dan adanya

pus pada mata kiri. Gejala terjadi sejak 3 hari setelah pasien berenang dikali di

sumba. Pada anamnesis juga didapatkan pasien sudah melakukan pengobatan di

puskesmas dan RS di sumba namun tidak membaik sehingga pasien di rujuk ke

RSUD W. Z. Johanes. Riwayat diabetes mellitus, keganasan dan penggunaan

steroid disangkal. Berdasarkan teori gejala kilnis yang sering ditimbulakan oleh

endoftalmitis adalah nyeri pada bola mata, penurunan tajam penglihatan, nyeri

kepala, mata terasa bengkak, kelopak mata bengkak, merah, dan kadang sulit untuk

dibuka.

Gejala klinis terjadi setelah 3 hari pasien mandi di kali. Berdarkan teori

hal ini disebabkan tingkat keparahan dan perjalanan klinis endophthalmitis terkait

dengan virulensi dan inokulum bakteri penginfeksi, serta waktu untuk diagnosis dan

status kekebalan pasien. Proses infeksi memiliki massa inkubasi yang mungkin

tidak tampak secara klinis, berlangsung pada 16-18 jam, di mana massa kritis

bakteri berkembang biak dan memecah akuos barier, proses ini kemudian diikuti

oleh eksudasi fibrin dan infiltrasi seluler oleh granulosit neutrofilik. Fase inkubasi

bervariasi tergantung waktu pembuatan mikroba yang menginfeksi.(10)

Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya injeksi konjungtiva, hipopion,

dan adanya desmatocele. Pada pemeriksaan funduskopi reflex fundus (-) dan

27
pemeriksaan segmen posterior tidak dapat dievaluasi. Berdasarkan teori pada pasien

dengan endoftalmitis dapat ditemukan udem palpebra superior reaksi konjungtiva

berupa hiperemis dan kemosis, Injeksi siliar dan injeksi konjungtiva, Udem Kornea,

Kornea keruh, keratik presipitat, Bilik mata depan keruh, Hipopion, Kekeruhan

vitreus, penurunan refleks fundus dengan gambaran warna yang agak pucat ataupun

hilang sama sekali. Pada pemeriksaan visus didapatkan visus mata kiri 1/300.

Keadaan visus yang buruk pada endoftalmitis, dikarenakan virulensi

mikroorganisme penyebab yang memiliki enzim proteolitik dan produk toksin yang

dapat merusak retina, serta kemampuan multiplikasi yang cepat, juga jarak antara

ditegakkannya diagnosis sampai pada saat terapi diberikan(6).

Salah satu penyebab dari endoftalmitis adalah keratitis microbial. Pada

penelitian ditemukan sekitar 27 kasus keratitis microbial dapat menyebabkan

endoftalmitis. Pada kasus ditemukan adanyas desmatocele. Ulkus kornea terjadi

karena adanya infeksi, inflamasi, trauma, dan degenerasi. Membrane bowman dan

stroma kornea bukan barier yang efektif terhadap mikroorganisme, namun

membrane descement merupakan barier efektif mengcegah perforasi dalam

beberapa hari. Ketika sebagian stroma lisis mebran decement lebih resisten untuk

terjadinya lisis, mebran descement akan bertahan dan menonjol kedepan sehingga

terjadi desmatocele(3).

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah adalah dengan cara

kultur kuman untuk menemukan penyebab dan pemeriksaan DL, LED . pada pasien

tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. Untuk kasus endoftalmitis endogen,

pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan. Complete Blood Count (CBC)

untuk mengetahui tanda tanda infeksi dengan menghitung jumlah leukosit.

28
Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) untuk mengevaluasi penyebab rematik,

infeksi kronik atau keganasan. Biasanya ESR normal pada kasus endoftalmitis. Lalu

pemeriksaan kadar urea darah dan kreatinin untuk mengevaluasi pasien dengan

gagal ginjal yang dimana meningkatkan resiko.3

Pemeriksaan imaging juga dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis.

Jika dengan oftalmoskop tidak terlihat dapat menggunakan USG (Ultrasonografi).

Bermanfaat untuk melihat adanya penebalan retina, koroid dan benda asing di

okular. Lalu rontgen dada untuk mengevaluasi sumber infeksi dan USG jantung

dimana bertujuan mengevaluasi endokarditis sebagai sumber infeksi.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien di diagnosis dengan

endoftalmitis. Pengobatan yang diberikan berupa pengobatan antibiotic topical yaitu

giflox , dan timol ed dan sistemik berupa azetozolamid dan aspar K 2x 1 tab.

Teknik pengobatan pada endoftalmitis adalah dengan secepatnya memulai

pemberian antibiotik empiris yang sudah terbukti efektif terhadap organisme

spesifik yang diduga secara intravitreal dengan dosis dan toksisitas yang diketahui.

Pada endoftalmitis yang disebabkan oleh bakteri, terapi obat-obatan secara

intraviteral merupakan langkah pertama yang diambil. Pemberian antibiotik

dilakukan secepatnya bila dugaan endoftalmitis sudah ada, dan antibiotik yang

sesuai segera diberikan, bila hasil kultur sudah ada. Pemberian acetazolamide pada

pasien ini bertujuan untuk mikrolesi ( < 5 mm) dapat diberikan akuos suprresi.

Tujuannya untuk mencegah adanya lairan cairan melalui fistula dn menurunkan

tekanan intriokular sehingga luka dapa sembuh spontan. Pasien juga diberikan aspar

K bertujuan untuk mencegah hipokalemia yang disebabkan oleh acetazolamide

melalui mekanisme peningkatan ekskresi kalium melalui hambatan reabsorbsi

29
hydrogen-linked sodium(7).

Berdasarkan kasus prognosis pada pasien adalah dubia. Prognosis

endophthalmitis bervariasi tergantung pada tingkat keparahan infeksi, organisme

yang terlibat dan jumlah kerusakan mata menopang dari peradangan dan jaringan

parut. Kasus ringan endophthalmitis dapat memiliki hasil visual yang sangat baik.

Kasus yang parah dapat menyebabkan tidak hanya dalam kehilangan penglihatan,

tapi akhirnya hilangnya seluruh mata. Fungsi penglihatan pada pasien

endoftalmitis sangat tergantung pada kecepatan diagnosis dan tatalaksana.

Prognosisnya sangat bervariasi tergantung penyebab. Faktor prognostik terpenting

adalah visus pada saat diagnosis dan agen penyebab.

30
BAB V

KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasienlaki-laki berusia 35 tahun datang ke Poli Mata

dengan keluhan mata merah dengan penglihatan kabur serat nyeri hebat dan

adanya bercak putih di mata. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak

sakit ringan, dan didapatkan adaknya injeksi konjungtiva, adanya hipopion dan

desmatocele serta visus yang menurun dan tidak bisa dikoreksi pada mata kiri.

Pada pemeriksaan funduscopi reflex fundus negatif.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosis dengan

endoftalmitis. Pasien telah diberikan tatalaksana berupa tatalaksana giflox ed ,

timol ed , acetazolamide dan aspar K

Demikian laporan kasus ini dibuat sebagai bahan pembelajaran dan

referensi bagi dokter muda maupun pembaca dalam menangani kasus

endoftalmitis.

31
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, S.H. Mata merah dengan penglihatan turun mendadak..Dalam: Ilmu
Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta, Balai Penerbit FKUI, 2009. hal 3, 9, 175-8.
2. Saliq MA, Hassan M, Agarwal A, Sarwar S, Touffeq S, Soliman M. et al.
Endogenous Endophthalmitis : diagnosis , management, and prognosis. Journal
of Ophthalmic Inflammation and Infection. USA: Springe. 2015
3. Birnbaun F. Gupta G. Endogenous Endophthalmitis : diagnosis and treatment.
Evenet Magazine. 2016
4. Barry P. Cordoves L. Gardner S. ESCRS Guidelines for prevention and
treatment of endophthalmitis following cataract surgery : Data, dilemmas,
conclucion. Ireland : European Society of Cataract and Refractive Surgeons,
Temple House, Temple Road, Blackrock, Co Dublin. 2014.
5. Hanscom TA. Postoperative edophthalmitis. Clin Infect Dis 2004; 38:4:542-6.
6. Schwartz SG, Flynn HW. Update on prevention and treatment of endophtalmitis.
Expert Rev Ophthalmol. Miami : Bascom Palmer Institue. 2014
7. Sheu JS. Edophthalmitis. Korean Journal Ophthalmol. Taiwan : school of
medicine Taipei. 2017
8. Bobrow JC, dkk, 2008. Intraocular Inflammation and Uveitis. Dalam: American
Academy of Ophtalmology. San Francisco,2011. hal 269-273, 355-360
9. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta, Widya Medika, 2002. hal.
72.
10. Ilyas, S.H., Mailangkay, T.H. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter dan Mahasiswa
Kedokteran. Edisi ke-2, Jakarta, CV. Sagung Seto, 2002. hal. 98-101

32

Anda mungkin juga menyukai