Fakultas Kedokteran
ENDOFTALMITIS
Disusun Oleh
1408010043
Pembimbing :
1
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING
kepaniteraan klinik bagian Mata RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang pada
Mengetahui Pembimbing :
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
dengan judul Miopia di Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Mata RSUD Prof. W. Z.
ini tidak lepas dari bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh
1. dr. Eunike Cahyaningsih, Sp.SM selaku kepala SMF bagian Ilmu Penyakit
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini jauh dari sempurna
maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga laporan
Kupang, Desember
2019
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
melalui luka yang disebabkan oleh trauma, operasi dan ulkus kornea yang
penyebaran secara hematogen dari focus infeksi dari organ lain dari dalam
endoftalmitis dapat diketahui berdasarkan hasil kultur dari akuos tap dan
vitreus tap. Hasil kultur menentukan jenis penyebab dan antibiotika yang
3
kornea, trauma, post operasi, imunosupresi dan terapi steroid lokal atau
infeksi kornea.(4)
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
atas iris, badan siliar dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang
dalam bola mata, yaitu otot dapat mengatur jumlah sinar masuk
ke dalam bola mata, yaitu otot dilatatur, sfingter iris dan otot
sklera.
3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam
merupakan lapis
5
Gambar 1. Anatomi penampang sagital bola mata
lensa. Struktur ini merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih
kurang 99%), sedikit kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat
pemeriksaan oftamoskopi.(1)
2.2 Definisi
mata yang meliputi uvea, vitreus dan retina dengan aliran eksudat ke
supuratif ini juga dapat membentuk abses di dalam badan kaca (1)
2.3 Klasifikasi
6
Secara umum endoftalmitis diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Endoftalmitis Eksogen
vitreus dll.(4)
b. Endoftalmitis Endogen
AIDS dll
7
hemodialisis, pemasangan kateter, total parenteral nutrisi dll
c. Endoftalmitis fakoanafilaktik
sendiri, akibat jaringan tubuh tidak mengenali jaringan lensa yang tidak
endoftalmitis fakoanafilaktik.(1)
2.4 Patofisiologi
8
oleh invasi langsung (misalnya, emboli septik) atau oleh perubahan
oleh invasi langsung oleh organisme dan / atau dari mediator inflamasi
kapsul lensa, iris, retina, atau koroid. Hal ini juga dapat s sebagai
16-18 jam, di mana massa kritis bakteri berkembang biak dan memecah
akuos barier, proses ini kemudian diikuti oleh eksudasi fibrin dan
9
Fase akselerasi terjadi setelah infeksi primer segmen posterior
2.5 Diagnosa
- Fotofobia
- Nyeri kepala
10
- Udem Palpebra Superior
- Udem Kornea
- Kornea keruh
- keratik presipitat
- Hipopion
- Kekeruhan vitreus
11
Gambar 2. Endoftalmitis
Adanya riwayat tindakan bedah mata, trauma tembus bola mata disertai
dengan atau tanpa adanya penetrasi benda asing perlu diperhatikan karena adanya
perlu di anamnesis mengenai ada atau tidaknya riwayat penyakit sistemik yang
antaranya adalah diabetes melitus, AIDS dan SLE yang dapat dihubungkan dengan
12
o Cairan dari COA dan corpus viterous
Oleh sebab
itu, bila dengan pemeriksaan oftalmoskop, fundus tidak terlihat, maka dapat
dilakukan
pemeriksaan USG mata. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan apakah ada
benda asing dalam bola mata, menilai densitas dari vitreitis yang terjadi dan
o USG jantung
2.6. Terapi
Tindakan Vitrektomi.
13
Keadaan visus yang buruk pada endoftalmitis, dikarenakan virulensi
mikroorganisme penyebab yang memiliki enzim proteolitik dan produk toksin yang
dapat merusak retina, serta kemampuan multiplikasi yang cepat, juga jarak antara
ditegakkannya diagnosis sampai pada saat terapi diberikan. Oleh karena itu
pengobatan ditujukan bukan untuk memperbaiki visus, tapi untuk mengatasi proses
inflamasi yang terjadi, serta membatasi infeksi agar tidak terjadi penyulit dan
pemberian antibiotik empiris yang sudah terbukti efektif terhadap organisme spesifik
yang diduga secara intravitreal dengan dosis dan toksisitas yang diketahui. Pada
secepatnya bila dugaan endoftalmitis sudah ada, dan antibiotik yang sesuai segera
diberikan, bila hasil kultur sudah ada. Antibiotik yang dapat diberikan dapat berupa
14
Antibiotik tersebut dapat diberikan secara tunggal ataupun kombinasi.
dari endoftalmitis.
pemberian antibiotik dosis tunggal atau kombinasi tidak ada. Ataupun ditemukan
spektrum luas dalam jangka waktu lama, pasien menderita keganasan ataupun
dalam keadaan imunitas yang buruk. Obat- obatan yang dapat diberikan antara
15
lain:
yang disertai eksudet dan untuk mengurangi granulasi jaringan. Kedua efek ini
mengurangi rasa nyeri, stabilisasi aliran darah pada mata, mencegah dan melepas
sineksia serta mengistirahatkan iris dan benda siliar yang sedang mengalami
infeksi. (9)
Pada kasus yang berat dapat dilakukan Vitrektomi Pars Plana, yang
16
dan mengeluarkan membran siklitik yang terbentuk, yang potensial menimbulkan
Gambar 3. Vitrektomi
2.7 Komplikasi
lapisan mata (retina, koroid dan sklera) dan badan kaca maka akan mengakibatkan
2.8.1 Panoftalmitis
rongga mata hingga lapisan luar bola mata, kapsul tenon dan jaringan bola mata.
17
mata melalui luka pada kornea yang terjadi secara kebetulan atau akibat operasi
atau mengikuti perforasi suatu ulkus kornea. Sebagian kecil, kemungkinan akibat
metastasis alamiah dan terjadi dalam kondisi seperti pyaemia, meningitis atau
konjungtiva kemotik, kornea keruh, bilik mata dengan hipopion dan refleks putih di
dalam fundus dan okuli. Panoftalmitis memerlukan penanganan yang tepat dan
cepat karena merupakan infeksi mata yang paling serius mengancam penglihatan.
peradangan yang mengenai ketiga lapisan mata (retina, koroid, dan sklera) dan
badan kaca. Disamping itu dapat pula karena suatu uveitis septik yang lebih hebat
dan akibat tukak kornea perforasi. Karena ini suatu keadaan septis maka ada gejala-
banding endoftalmitis. TASS disebabkan karena zat non infeksi yang masuk ke
dalam mata, seperti toksin bakteri, pengawet, senyawa pembersih atau solusi
intraokular. Selain itu, TASS biasanya dialami pasca operasi akibat substansi zat
18
beracun seperti instrumen, cairan, atau lensa intraokular. Hal-hal yang membedakan
antara TASS dan endoftalmitis adalah onset dari TASS yang cepat (12-24 jam
setelah operasi atau injeksi intravitreal), kurangnya rasa sakit atau kemerahan,
edema kornea difus dan kurangnya organisme terisolasi dengan pewarnaan atau
kultur.(1)
2.8.3 Uveitis
Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris, korpus siliaris,dan koroid) dengan
Uveitis menunjukkan suatu peradangan pada iris (iritis, iridosiklitis), corpus siliare
(uveitis intermediet, siklitis, uveitis perifer, atau pars planitis), atau koroid
(koroiditis). Namun dalam praktiknya, istilah ini turut mencakup peradangan pada
retina (retinitis), pembuluh- pembuluh retina (vaskulitis retinal), dan nervus opticus
intraocular (papilitis). Uveitis bisa juga terjadi sekunder akibat radang kornea
terjadi pada usia 20-50 tahun dan berpengaruh pada 10-20% kasus kebutaan yang
negara berkembang.(10)
Ulkus biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: Infeksi bakteri (misalnya
Mata kering (karena kelopak mata tidak menutup secara sempurna dan
19
melembabkan kornea). Gejala yang muncul akibat ulkus kornea misalnya, rasa
nyeri, peka terhadap cahaya (fotofobia) dan peningkatan pembentukan air mata,
gangguan penglihatan, mata terasa gatal, kornea akan tampak bintik nanah yang
Trauma dapat menyebabkan ruptur pada bola mata dan pembuluh darah iris,
akar iris dan badan siliar sehingga mengakibatkan pendarahan dalam bilik mata
depan. Trauma pada mata dapat terjadi dalam bentuk- bentuk antara lain : trauma
tumpul, trauma tembus bola mata, trauma kimia, dan trauma radiasi. Trauma kimia
oculi anterior, dan sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan.
(1)
ruang potensial yang terbentuk di dalam dan di sekitar korpus vitreous. Kondisi ini
dapat diakibatkan langsung oleh robekan retina atau neovaskularisasi retina, atau
dapat berhubungan dengan perdarahan dari pembuluh darah yang sudah ada
oklusi vena sentral, oklusi vena cabang, ablasio retina, kolaps posterior vitreus akut
tanpa harus ada robekan. Pasien dengan perdarahan vitreus sering datang dengan
keluhan mata kabur atau berasap, ada helai rambut atau garis (floaters), fotopsia,
seperti ada bayangan dan jaring laba- laba. Gejala subyektif yang paling sering
ialah fotopsia, floaters. Fotopsia ialah keluhan berupa kilatan cahaya yang dilihat
penderita seperti kedipan lampu neon di lapangan. Kilatan cahaya tersebut jarang
20
lebih dari satu detik, tetapi sering kembali dalam waktu beberapa menit. Kilatan
cahaya tersebut dilihat dalam suasana redup atau dalam suasana gelap. Fotopsia
diduga oleh karena rangsangan abnormal vitreus terhadap retina. Floaters adalah
kekeruhan vitreus yang sangat halus, dilihat penderita sebagai bayangan kecil yang
2.9 Prognosis
infeksi, organisme yang terlibat dan jumlah kerusakan mata menopang dari
peradangan dan jaringan parut. Kasus ringan endophthalmitis dapat memiliki hasil
visual yang sangat baik. Kasus yang parah dapat menyebabkan tidak hanya dalam
terpenting adalah visus pada saat diagnosis dan agen penyebab. Prognosis
endoftalmitis dan panoftalmitis sangat buruk terutama bila disebabkan jamur atau
parasit. Prognosis endoftalmitis endogen secara umum lebih buruk dari eksogen
virulen.(1,9)
21
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. SB
Usia : 35 tahun
Agama : Katolik
Pekerjaan : PNS
Alamat : Sumba
No.MR : 522034
3.2 Anamnesis
Poliklinik Mata RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang pada pukul 09.25
Keluhan Utama :
Riwayat Penyakit sekarang : pasien rujukan dari sumba datang dengan keluhan
mata merah sejak 1 bulan yang lalu. awalnya mata mera di mata kiri sejak 3 hari
22
setelah pasien pulang berenang di sungai di sumba. Awlnya mata merah sebelah
mata dengan nyeri hebat yang tembus sampai ke belakang. Selain mata merah
pasien juga mengeluhkan penglihatan kabur sampai tidak bisa melihat. Mual
Riwayat Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan yang
sama.
sendositrol karena belum membaik pasien kemudia di rujuk dari RS sumbah tengah
namun karena tidak ada doktermata pasien di rujuk ke RS waingapu. Pasien dirawat
selama 1 minggu namun pasien tidak tahu pengobatan apa saja yang diberikan .
setelah itu karena tidak membaik pasien di rujuk ke RSUD johanes untuk pengangan
lebih lanjut
Tanda-Tanda Vital
Suhu : 36.7oC
Pernapasan :18x/menit
23
3.2.2. Status Oftalmologi
OD OS
+
+ +
+
Pergerakan Bolata
24
3.3. Diagnosis Kerja
Endoftalmitis
3.4. Tatalaksana
- Giflox ed 0,6 ml OS
- Timol ed
- azetosolamid
- aspar K 1x 1
3.5. Prognosis
25
BAB IV
PEMBAHASAN
yang meliputi uvea, vitreus dan retina dengan aliran eksudat ke dalam kamera okuli
anterior dan kamera okuli posterior. Peradangan supuratif ini juga dapat membentuk
abses di dalam badan kaca (1). Endoftalmitis yang disebabkan oleh kertitis microbial
penyebaran secara hematogen yang menembus barier mata baik oleh invasi
langsung (misalnya, emboli septik) atau oleh perubahan dalam endotelium vaskular
intraokular mungkin disebabkan oleh invasi langsung oleh organisme dan / atau dari
putih pada kapsul lensa, iris, retina, atau koroid. Hal ini juga dapat sebagai
dapat menyebar ke jaringan lunak melibatkan orbital. Setiap prosedur operasi yang
955 kasus endoftalmitis yang terjadi di India. Endoftalmitis tidak dipengaruhi oleh
jenis kelamin dan juga usia. Namun beberapa kasus dilaporkan terjadi diantara usia
26
30-83 tahun dan jarang terjadi pada anak kecil. Faktor resiko terjadinya
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada laporan kasus keluhan utama
mata merah, bengkak, dan nyeri hebat disertai kehilangan penglihatan dan adanya
pus pada mata kiri. Gejala terjadi sejak 3 hari setelah pasien berenang dikali di
steroid disangkal. Berdasarkan teori gejala kilnis yang sering ditimbulakan oleh
endoftalmitis adalah nyeri pada bola mata, penurunan tajam penglihatan, nyeri
kepala, mata terasa bengkak, kelopak mata bengkak, merah, dan kadang sulit untuk
dibuka.
Gejala klinis terjadi setelah 3 hari pasien mandi di kali. Berdarkan teori
hal ini disebabkan tingkat keparahan dan perjalanan klinis endophthalmitis terkait
dengan virulensi dan inokulum bakteri penginfeksi, serta waktu untuk diagnosis dan
status kekebalan pasien. Proses infeksi memiliki massa inkubasi yang mungkin
tidak tampak secara klinis, berlangsung pada 16-18 jam, di mana massa kritis
bakteri berkembang biak dan memecah akuos barier, proses ini kemudian diikuti
oleh eksudasi fibrin dan infiltrasi seluler oleh granulosit neutrofilik. Fase inkubasi
dan adanya desmatocele. Pada pemeriksaan funduskopi reflex fundus (-) dan
27
pemeriksaan segmen posterior tidak dapat dievaluasi. Berdasarkan teori pada pasien
berupa hiperemis dan kemosis, Injeksi siliar dan injeksi konjungtiva, Udem Kornea,
Kornea keruh, keratik presipitat, Bilik mata depan keruh, Hipopion, Kekeruhan
vitreus, penurunan refleks fundus dengan gambaran warna yang agak pucat ataupun
hilang sama sekali. Pada pemeriksaan visus didapatkan visus mata kiri 1/300.
mikroorganisme penyebab yang memiliki enzim proteolitik dan produk toksin yang
dapat merusak retina, serta kemampuan multiplikasi yang cepat, juga jarak antara
karena adanya infeksi, inflamasi, trauma, dan degenerasi. Membrane bowman dan
beberapa hari. Ketika sebagian stroma lisis mebran decement lebih resisten untuk
terjadinya lisis, mebran descement akan bertahan dan menonjol kedepan sehingga
terjadi desmatocele(3).
kultur kuman untuk menemukan penyebab dan pemeriksaan DL, LED . pada pasien
28
Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) untuk mengevaluasi penyebab rematik,
infeksi kronik atau keganasan. Biasanya ESR normal pada kasus endoftalmitis. Lalu
pemeriksaan kadar urea darah dan kreatinin untuk mengevaluasi pasien dengan
Bermanfaat untuk melihat adanya penebalan retina, koroid dan benda asing di
okular. Lalu rontgen dada untuk mengevaluasi sumber infeksi dan USG jantung
giflox , dan timol ed dan sistemik berupa azetozolamid dan aspar K 2x 1 tab.
spesifik yang diduga secara intravitreal dengan dosis dan toksisitas yang diketahui.
dilakukan secepatnya bila dugaan endoftalmitis sudah ada, dan antibiotik yang
sesuai segera diberikan, bila hasil kultur sudah ada. Pemberian acetazolamide pada
pasien ini bertujuan untuk mikrolesi ( < 5 mm) dapat diberikan akuos suprresi.
tekanan intriokular sehingga luka dapa sembuh spontan. Pasien juga diberikan aspar
29
hydrogen-linked sodium(7).
yang terlibat dan jumlah kerusakan mata menopang dari peradangan dan jaringan
parut. Kasus ringan endophthalmitis dapat memiliki hasil visual yang sangat baik.
Kasus yang parah dapat menyebabkan tidak hanya dalam kehilangan penglihatan,
30
BAB V
KESIMPULAN
dengan keluhan mata merah dengan penglihatan kabur serat nyeri hebat dan
adanya bercak putih di mata. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak
sakit ringan, dan didapatkan adaknya injeksi konjungtiva, adanya hipopion dan
desmatocele serta visus yang menurun dan tidak bisa dikoreksi pada mata kiri.
endoftalmitis.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, S.H. Mata merah dengan penglihatan turun mendadak..Dalam: Ilmu
Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta, Balai Penerbit FKUI, 2009. hal 3, 9, 175-8.
2. Saliq MA, Hassan M, Agarwal A, Sarwar S, Touffeq S, Soliman M. et al.
Endogenous Endophthalmitis : diagnosis , management, and prognosis. Journal
of Ophthalmic Inflammation and Infection. USA: Springe. 2015
3. Birnbaun F. Gupta G. Endogenous Endophthalmitis : diagnosis and treatment.
Evenet Magazine. 2016
4. Barry P. Cordoves L. Gardner S. ESCRS Guidelines for prevention and
treatment of endophthalmitis following cataract surgery : Data, dilemmas,
conclucion. Ireland : European Society of Cataract and Refractive Surgeons,
Temple House, Temple Road, Blackrock, Co Dublin. 2014.
5. Hanscom TA. Postoperative edophthalmitis. Clin Infect Dis 2004; 38:4:542-6.
6. Schwartz SG, Flynn HW. Update on prevention and treatment of endophtalmitis.
Expert Rev Ophthalmol. Miami : Bascom Palmer Institue. 2014
7. Sheu JS. Edophthalmitis. Korean Journal Ophthalmol. Taiwan : school of
medicine Taipei. 2017
8. Bobrow JC, dkk, 2008. Intraocular Inflammation and Uveitis. Dalam: American
Academy of Ophtalmology. San Francisco,2011. hal 269-273, 355-360
9. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta, Widya Medika, 2002. hal.
72.
10. Ilyas, S.H., Mailangkay, T.H. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter dan Mahasiswa
Kedokteran. Edisi ke-2, Jakarta, CV. Sagung Seto, 2002. hal. 98-101
32