Anda di halaman 1dari 20

REFERAT ILMU KESEHATAN MATA

ENDOFTALMITIS

DIAJUKAN OLEH :
DWI AKBARINI, S. Ked
702008039

PRESEPTOR :
dr. Hj. Hasmeinah , Sp. M

SMF ILMU KESEHATAN MATA


RS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2012

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG


APRIL 2012
HALAMAN PENGESAHAN

Telaah Ilmiah berjudul


ENDOFTALMITIS

Oleh:
Dwi Akbarini, S.Ked.

telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang
Periode Maret- April 2012.

Palembang, April 2012


Dosen Pembimbing

dr. Hj.

Hasmeinah, Sp. M

DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan.....................................................................................................i
Daftar
Isi
................ii
Kata Pengantar.............................................................................................................iii
BAB I. Pendahuluan
.
..............1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Manfaat......................................................................................................2
BAB II. Pembahasan .............2
2.1 Anatomi Konjungtiva.................................................................................3
2.2. Pterigium .............3
2.2.1 Definisi .....3
2.2.2 Epidemiologi ...4
2.2.3. Etiologi ...............................4
2.2.4 Faktor Risiko..........4
2.2.5 Klasifikasi............................................................................................5
2.2.6 Patofisiologi ...................8
2.2.7 Gejala klinis ..........8
2.2.8 Penegakkan diagnosa ..........................10
2.2.9 Diagnosa ...............................10
2.2.10 Diagnosa Banding .............10
2.2.11
Penatalaksanaan...11
2.2.12 Komplikasi .........11
2.2.13 Pencegahan ............12
2.2.14 Prognosis ........14
BAB III. Kesimpulan .........15
Daftar Pustaka..............................16

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya

sehingga

penyusun

dapat

menyelesaikan

Telaah

Ilmiah

dengan

judul

Endoftalmitis dengan baik.


Selanjutnya, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dr.

Hj. Hasmeinah, Sp. M, selaku dosen pembimbing yang telah membantu penyelesaian

telaah ilmiah ini. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dan
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tulisan ilmiah ini.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa telaah ilmiah ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik
guna perbaikan di masa mendatang. Kami berharap telaah ilmiah ini dapat bermanfaat
bagi teman-teman di FK Muhammadiyah Palembang dalam memperdalam keilmuan di
bidang kesehatan mata.

Palembang, April 2012

Tim Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
Anatomi Bola Mata
Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu1:
a. Sklera, yang merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada
mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera
disebut cornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola
mata.
b. Jaringan uvea, yang merupakan jaringan vaskular, yang terdiri atas iris, badan siliar
dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur
jumlah sinarmasuk ke dalam bola mata, yaitu otot dapat mengatur jumlah sinar masuk
ke dalam bola mata, yaitu otot dilatatur, sfingter iris dan otot siliar. Badan siliar yang
terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor), yang
dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea dan
sklera.
c. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai
susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris yang
akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak.
Endoftalmitis merupakan peradangan berat dalam bola mata, yang biasanya
terjadi akibat infeksi setelah trauma atau bedah, atau endogen akibat sepsis. Berbentuk
radang supuratif di dalam rongga mata dan struktur di dalamnya 1.

Klasifikasi endoftalmitis2:
a. Endoftalmitis Purulen (Supuratif)
Yang memberikan gambaran abses di dalam badan kaca.
b. Endoftalmitis Non Purulen (non Supuratif)
Yang disebabkan oleh kuman non piogen seperti tuberkulosis, sepsis, lepra,
toksoplasmosis dan histoplasmosis yang akan memberikan gejala peradangan
uvea berat tanpa adanya supurasi.
c. Endoftalmitis Fakoanafilatik

BAB II
ENDOFTALMITIS

2.1. Definisi
Endoftalmitis adalah peradangan berat yang terjadi pada seluruh jaringan
intraocular, yang mengenai dua dinding bola mata, yaitu retina dan koroid tanpa
melibatkan sklera dan kapsula tenon, yang biasanya terjadi akibat adanya infeksi1.
2.2. Epidemiologi
Angka kejadian endoftalmitis, setelah operasi terbuka bola mata di Amerika
adalah 5-14% dari semua kasus endoftalmitis1. Sedangkan endoftalmitis yang disebabkan
oleh trauma sekitar 10-30%, dan endoftalmitis yang disebabkan oleh reaksi antibody
terhadap pemasangan lensa yang dianggap sebagai benda asing oleh tubuh adalah 731%3.
2.3. Etiologi
Penyebab endoftalmitis dapat dibagi menjadi dua, yaitu endoftalmitis yang
disebabkan oleh infeksi dan endoftalmitis yang disebabkan oleh imunologis atau auto
imun (non infeksi)1,3:
Endoftalmitis yang disebabkan oleh infeksi dapat bersifat:
a.

Endogen
Endoftalmitis endogen terjadi akibat penyebaran bakteri, jamur ataupun parasit
dari fokus infeksi di dalam tubuh, yang menyebar secara hematogen ataupun
akibat penyakit sistemik lainnya, misalnya endocarditis1,3:

b. Eksogen
Endoftalmitis eksogen dapat terjadi akibat trauma tembus atau infeksi sekunder /
komplikasi yang terjadi pada tindakan pembedahan yang membuka bola mata,
reaksi terhadap benda asing dan trauma tembus bola mata1,3. Bakteri gram positive
menyebabkan 56-90% dari seluruh kasus endoftalmitis3. Beberapa kuman
penyebabnya dalah staphylococcus epidermidis, staphylococcus aureus, dan
spesies streptococcus. Bakteri gram negatif seperti pseudomonas, escherichia coli
dan enterococcus dapat ditemukan dari trauma tembus bola mata3.
c. Endoftalmitis fakoanafilaktik merupakan endoftalmitis unilakteral ataupun
bilateral yang merupakan reaksi uvea granulomaosa terhadap lensa yang
mengalami ruptur. Endoftalmitis fakoanafilaktik merupakan suatu penyakit
autoimun terhadap jaringan tubuh (lensa) sendiri, akibat jaringan tubuh tidak
mengenali jaringan lensa yang tidak terletak di dalam kapsul. Pada tubuh
terbentuk antibodi terhadap lensa sehingga terjadi reaksi antigen antibodi yang
akan menimbulkan gejala endoftalmitis fakoanafilaktik1.

2.4. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis endoftalmitis dapat diketahui dari gejala subjektif dan objektif
yang didapatkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
a. Subjekif
Secara umum, gejala subjektif dari endoftalmitis adalah1,3,4:
- Fotofobia
- Nyeri pada bola mata
- Penurunan tajam penglihatan
- Nyeri kepala
- Mata terasa bengkak
- Kelopak mata bengkak, merah, kadang sulit untuk dibuka:

Adanya riwayat tindakan bedah mata, trauma tembus bola mata disertai
dengan atau tanpa adanya penetrasi benda asing perlu diperhatikan karena adanya
kemungkinan penyebab eksogen. Mengenai penyebab endogen maka penderita perlu
di anamnesis mengenai ada atau tidaknya riwayat penyakit sistemik yang dideritanya.
Penyakit yang merupakan predisposisi terjadinya endoftalmitis di antaranya adalah
diabetes melitus, AIDS dan SLE yang dapat dihubungkan dengan imunitas yang
rendah. Sedangkan beberapa penyakit infeksi yang dapat menyebabkan endoftalmitis
endogen akibat penyebarannya secara hematogen adalah meningitis, endokorditis,
infeksi saluran kemih, infeksi paru-paru dan pielonefritis3. untuk endoftalmitis
fakoanafilaktik, dapat ditanyakan tentang adanya riwayat segala subjektif katarak
yang diderita pasien sebelumnya.
b. Objektif
Kelainan fisik yang ditemukan berhubungan dengan struktur bola mata yang
terkena dan derajat infeksi/peradangan2. Pemeriksaan yang dilakukan adalah
pemeriksaan luar, slit lamp dan funduskopi kelainan fisik yang dapat ditemukan dapat
berupa3:
- Udem Palpebra Superior
- reaksi konjungtiva berupa hiperemis dan kemosis
- Injeksi siliar dan injeksi konjungtiva
- Udem Kornea
- Kornea keruh
- keratik presipitat
- Bilik mata depan keruh
- Hipopion
- Kekeruhan vitreus
- Penurunan refleks fundus dengan gambaran warna yang agak pucat ataupun hilang
sama sekali.

Gambar 1. Endoftalmitis

Pada endoftalmitis yang disebabkan jamur, di dalam badan kaca ditemukan


masa putih abu-abu, hipopion ringan, bentuk abses satelit di dalam badan kaca,
dengan proyeksi sinar yang baik1.

2.5. Pemeriksaan Penunjang


Metode kultur merupakan langkah yang sangat diperlukan karena bersifat spesifik
untuk mendeteksi mikroorganisme penyebab. Teknik kultur memerlukan waktu 48 jam
14 hari. Bahan-bahan yang dikultur diambil dari3,4:
o Cairan dari COA dan corpus viterous
Pada endoftalmitis, biasanya terjadi kekeruhan pada corpus viterous. Oleh sebab
itu, bila dengan pemeriksaan oftalmoskop, fundus tidak terlihat, maka dapat dilakukan
pemeriksaan USG mata.

10

Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan apakah ada benda asing dalam bola
mata, menilai densitas dari vitreitis yang terjadi dan mengetahui apakah infeksi telah
mencapai retina3.
Pemeriksaan penunjang lainnya dilakukan untuk mengetahui dengan pasti kuman
penyebab endoftalmitis, terutama bila ada penyakit sistemik yang dapat menimbulkan
endoftalmitis, melalui penyebaran secara hematogen. Pemeriksaan penunjang tersebut
dapat berupa3
o Pemeriksaan darah lengkap, LED, kadar nitrogen, urea darah, kreatinin.
o Foto rontgen thoraks
o USG jantung
o Kultur darah, urin, LCS, sputum, tinja

2.6. Diagnosis
Dengan mengetahui gejala subjektif dan gejala objektif yang didapatkan dari
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka diagnosis endoftalmitis sudah dapat
ditegakkan.
2.7. Diagnosis banding
a. Panuveitis
b. Tumor intraokuler
c. Panoftalmitis
2.8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi jika proses peradangan mengenai ketiga lapisan
mata (retina, koroid dan sklera) dan badan kaca maka akan mengakibatkan panoftalmitis.
Panoftalmitis merupakan peradangan pada seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsula
tenon1.

11

Berikut ini merupakan perbedaan endoftalmitis dan panoftalmitis


Endoftalmitis

Panoftalmitis

Radang

Intraokular

Intraokular, intraorbita

Demam

Tidak nyata

Nyata

Sakit bola mata

Ada

Berat

Pergerakan bola mata

Masih dapat

Sakit tidak bergerak

Eksoftalmos

Tidak ada

Mata menonjol

Bedah

Enukleasi

Eviserasi bulbi

2.9. Penatalaksanaan

Antibiotik yang sesuai dengan organisme penyebab.

Steroid secara topikal, konjungtiva, intravitreal, atau secara sistematik, yang


digunakan untuk pengobatan semua jenis endoftalmitis.

Sikloplegia tetes dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri, stabilisasi aliran darah
pada mata dan mencegah terjadinya sinekia.

Tindakan Vitrektomi.
Keadaan

visus

yang

buruk

pada

endoftalmitis,

dikarenakan

virulensi

mikroorganisme penyebab yang memiliki enzim proteolitik dan produk toksin yang dapat
merusak retina, serta kemampuan multiplikasi yang cepat, juga jarak antara
ditegakkannya diagnosis sampai pada saat terapi diberikan. Oleh karena itu pengobatan
ditujukan bukan untuk memperbaiki visus, tapi untuk mengatasi proses inflamasi yang
terjadi, serta membatasi infeksi agar tidak terjadi penyulit dan keadaan yang lebih berat.

12

Teknik pengobatan pada endoftalmitis adalah dengan secepatnya memulai


pemberian antibiotik empiris yang sudah terbukti efektif terhadap organisme spesifik
yang diduga secara intravitreal dengan dosis dan toksisitas yang diketahui.
Pada endoftalmitis yang disebabkan oleh bakteri, terapi obat-obatan secara
intraviteral merupakan langkah pertama yang diambil. Pemberian antibiotik dilakukan
secepatnya bila dugaan endoftalmitis sudah ada, dan antibiotik yang sesuai segera
diberikan, bila hasil kultur sudah ada. Antibiotik yang dapat diberikan dapat berupa
antibiotik yang bekerja terhadapa membran set, seperti golongan penicilin, Cephalosporin
dengan antibiotik yang dapat menghambat sintesa protein dengan reseptor ribosomal,
seperti golongan Chloramphenicol, Aminoglycosida yang dapat terlihat pada tabel di
bawah ini3:

Tabel Dosis Antibiotik Okular


Antibiotik
PENICILIN
Ampicilin
Carbenicillin
Dicloxacilin
Metchicilin
Nafcilin
Oxacilin
Penicilin G
Piperacilin
Ticarcilin
CEPHALOSPORIN
Cefamandole
Cefazoline
Cefatoxime
Cefsulodin
Ceftazidime
Ceftriaxone
Chepalothin
Moxalactam
AMINOGLIKSODA
Amikacin

Sistemik (mg)

Topikal (%)

Subkonjungtiva
(mg)

Intravitreal
(mg)

150-200mg/kg/hr IV
400-600mg/kg/hr IV
0.124-0.5g/6j PO/IM
1-2g/4j IV/IM
1-2g/4j IV/IM
1-2g/4j IV/IM
2-4jtU/4-6j IV
200-500m/kg/hr IV/IM
250-300mg/kg/hr

10
10
6.6
0.1
5-10
5-10

100
100
100
100
50,000-1 jt IU
100-150

5
0.5-2.0
2
0.5
1.5
3

0.5g/6j-2g/4j IM/IV
0.25g/8jam-2g/4j IM/IV
1g/8j-2g/4j IM/IV
1-1.5g/6j IV
1-2g/8-12j IM/IV
1-2G/12-24J IM/IV
0.5g/6-2j IM/IV
1g/8j-2g/4j IM/IV

5-10
5-10
5
10

12.5
50-100
100
100
125
100
50-125
100

0.5-2
0.4
2
2
2
1.25-2

15mg/hrjarak 8-12j IM/IV

0.5-1.5

25

0.4

13

Gentamicin
Netilmicin
Tobramycin
Neomycin
MICELLANEOUS
Aztreonam
Bacitracin
Ciprofloxasin
Clindamycin
Chloramphenicol
Cotrimoxazole
Asam Fusidic
Imipenem
Metronidazole
Teicoplanin
Vancomycin

3-5mg/hrjarak8j IM/IV
4-6.5mg/hrjarak 8j IM/IV
3-5mg/hr jarak 8j IM/IV
-

0.3-1.5
0.3-1.5
0.3-3.3

10-40
20-40
-

1g/8j-2g/j IV
250-750mg/12 j PO
150-450mg/6j PO
150-900mg/8j IV/IM
0.25-0.75g/6j PO
50mg/kg/hr IM/IV
2.5-5mg/kg/6j IV
500mg PO/IV
0.5-1.0g/6j IVAM
7.5mg/kg/6j IV
200mg/hr IV/IM
1g/12j/V

10,000 U/ml
1-5

0.1
1
50-100

0.2
0.25
0.2
2

TMP1.6

TMP16SM280
5
-

67
25

0.5
0.75
1

Antibiotik tersebut dapat diberikan secara tunggal ataupun kombinasi. Kombinasi


yang dianjurkan adalah gabunan antara golongan aminoglikosida. Pilihan kombinasi
tersebut merupakan yang terbaik, karena:

Toksisitas minimal terhadap retina dan jaringan ocular

Kombinasi tersebut lebih memiliki arti klinis dibandingkan pemberian antibiotik


tunggal maupun kombinasi lainnya.

Sebagai terapi awal yang agresif untuk mencegah kerusakan jaringan intraokular yang
luas, karena kadang mikroorganisme sulit di identifikasi dari endoftalmitis.
Biasanya endoftalmitis fungal terdiagnosis bila respon pasien setelah pemberian

antibiotik dosis tunggal atau kombinasi tidak ada. Ataupun ditemukan faktor-faktor
predisposisi seperti, pasien sedang dalam pengobatan antibiotik spektrum luas dalam
jangka waktu lama, pasien menderita keganasan ataupun dalam keadaan imunitas yang
buruk. Obat-obatan yang dapat diberikan antara lain:

14

Tabel Dosis Antifungi Okular


Antibiotik
Amtoferisin B
Econazol
Clotrimazol
Fluconazol
Flucitosin
Itrakonazol
Ketokonazol
Terconazol

Sistemik (mg)
0.25-0.5 mg/kg/hr IV
30mg/kg/hr IV 200mg PO
60-100mg/kg/hrPO
50-400mg/kg/hrPO/IV
0.125-0.5g/6jPO/IM
50-150mg/kg/hrPO
200-1200mg/hrPO
-

Topikal (%)
0.1-5.0
1
1
1
1
-

Subkonjungtiva
(mg)
0.75
5-10
5

Intravitreal
(mg)
0.005-0.01
0.1
0.1
0.001
0.54
10

Terapi steroid pada penyakit mata adalah untuk mengurangi inflamasi yang
disertai eksudet dan untuk mengurangi granulasi jaringan. Kedua efek ini penting untuk
endoftalmitis, karena dasar dari endoftalmitis adalah inflamasi, dimana prognosis
visusnya dipengaruhi oleh inflamasi yang terus berlanjut. Sampai saat ini pemberian
kortikosteroid pada endoftalmitis masih kontroversi walaupun sudah banyak penelitian
menunjukkan hasil yang memuaskan dari pemberian Dexamethason dalam menghambat
reaksi inflamasi dan reaksi imun abnormal yang dapat menimbulkan kerusakan luas pada
mata3. Dexamethason dapat diberikan secara intravitreal dengan dosis 400ug dan 1 mg
secara intraokular sebagai profilaksis3.
Pemberian Sikloplegik dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri, stabilisasi
aliran darah pada mata, mencegah dan melepas sineksia serta mengistirahatkan iris dan
benda siliar yang sedang mengalami infeksi.
Pada kasus yang berat dapat dilakukan Vitrektomi Pars Plana, yang bertujuan
untuk mengeluarkan organisme beserta produk toksin dan enzim proteolitiknya yang
berada dalam vitreous, meningkatkan distribusi antibiotik dan mengeluarkan membran
siklitik yang terbentuk, yang potensial menimbulkan ablasi, serta mengembalikan
kejernihan vitreous4.

15

Gambar 2. Ilustrasi dari vitrektomi

Gambar 3. Vitrektomi

16

2.10. Prognosis

Endoftalmitis endogen lebih buruk daripada endoftalmitis eksogen. Karena


berhubungan dengan tipe organisme yang berhubungan (tingkat virulensi, organisme,
daya tahan tubuh penderita dan keterlambatan diagnosis)

Endoftalmitis yang diterapi dengan vitrektomi 74% pasien mendapatkan perbaikan


visus sampai 6/30.

BAB III
KESIMPULAN
1. Endoftalmitis adalah peradangan berat yang terjadi pada seluruh jaringan intraokular,
yang mengenai dua dinding bola mata, yaitu retina dan koroid tanpa melibatkan
sklera, dan kapsula tenon.
2. Endoftalmitis dapat diklasfikasikan menjadi supuratif, non supuratif dan endoftalmitis
fakoanafilaktik
3. Penyebab endoftalmitis dapat di kelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu infeksi
yang dapat bersifat endogen dan eksogen serta yang disebabkan oleh imunologis.

17

4. Gejala subjektif antara lain adalah nyeri pada bola mata, penurun tajam penglihatan,
nyeri kepala, mata terasa bengkak kelopak mata merah, bengkak kadang sulit dibuka.
Sedangkan dari pemeriksaan fisik didapatkan udem pada palpebra superior, reaksi
konjungtiva berupa: hiperemis dan kemosis, udem pada kornea.
5. Pemeriksaan penunjang yang penting adalah kultur, Pengobatan pasien endoftalmitis
adalah dengan antibiotik atau antifingi, yang diberikan secepatnya secara intravitreal.
Sedangkan pemberian steroid masih kontroversi walaupun terbukti bermanfaat.
Kadang dapat diberikan pula sikloplegik.
6. Bila dengan pengobatan malah terjadi perburukan, tindakan, vitrektomi harus
dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, S.H. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta, Balai Penerbit FKUI, 2006. hal.
175-8.
2.

Miller, J.W. Endopthalmitis. Diunduh dari www.emedicine.com. Tanggal 22


September 2007.

3. Ilyas, S.H., Mailangkay, T.H. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter dan Mahasiswa
Kedokteran. Edisi ke-2, Jakarta, CV. Sagung Seto, 2002. hal. 98-101.

18

4. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta, Widya Medika, 2002. hal. 72.
5. Chaudry, A.N., Flynn. H.W. Ocular Trauma Principles and Practice. Page 293-300.
6. http://emedicine.medscape.com/article/799431-overview#a0104

19

Anda mungkin juga menyukai