Disusun Oleh :
Prodi S1 Keperawatan
Dosen Pembimbing :
Ns Achmad Wahdi, S.Kep.,M.Tr.Kep
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik dan benar tanpa kesulitan yang berarti makalah ini telah kami susun dengan
semaksimal mungkin sesuai dengan referensi yang kami dapatkan sehingga dapat membantu
kita semua agar dapat memahami isi materi dari makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tatabahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan saran dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah yang
kami buat ini.
Cover
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
Manfaat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Dasar Medis Konjungtivitis
Konsep Dasar Medis Entropion-Ekstropion
Konsep Dasar Medis Hordeolum
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan Keperawatan Konjungtivitis
Asuhan Keperawatan Entropion-Ekstropion
Asuhan Keperawatan Hordeolum
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persepsi adalah proses diterimanya rangsang sampai rangsang tersebut disadari dan
dimengerti pengindraan atau sensasi. Gangguan persepsi adalah ketidakmampuan
manusia dalam membedakan antara rangsang timbul dari sumber internal (pikiran,
perasaan) dan stimulus eksternal (Dermawan dan Rusdi, 2013). Gangguan persepsi
sensori di antaranya merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan
tanpa stimulus nyata (Keliat, 2006).
Gangguan persepsi sensori merupakan perubahan persepsi terhadap ransangan yang
bersumber dari internal (pikiran, perasaan) maupun stimulus eksternal yang disertai
dengan respon yang berkurang, berlebihan, atau terdistorsi (SDKI, 2017).
Mata adalah organ penglihatan. Suatu struktur yang sangat khusus dan kompleks,
menerima dan mengirimkan data ke korteks serebral. Mata dapat terkena berbagai
kondisi diataranya bersifat primer sedang yang lain bersifat sekunder akibat kelainan
pada system organ tubuh lain. Kebanyakan kondisi tersebut dapat dicegah bila terdeteksi
awal, dapat dikontrol dan penglihatan dapat dipertahankan.
Infeksi adalah invasi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh, local
akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intraseluler/respon antigen antibody.
Inflamasi dan infeksi dapat terjadi pada beberapa struktur mata dan terhitung lebih dari
setengah kelainan mata. Kelainan-kelainan umum yang terjadi pada mata orang dewasa
meliputi: radang/inflamasi pada kelopak mata, konjungtiva, kornea, koroid, badan ciriary
dan iris, katarak, kekeruhan lensa, glaucoma, peningkatan tekanan dalam bola mata
(TIO), retina robek/lepas. Tetapi sebagian orang mengira penyakit radang mata/mata
merah hanya penyakit biasa cukup diberi tetes mata biasa sudah cukup. Padahal bila
penyakit radang mata tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada
mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi seperti glaucoma, katarak,
maupun ablasi retina.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar medis Konjungtivitis?
2. Bagaimana konsep dasar medis Entropion-Ekstropion?
3. Bagaimana konsep dasar medis Hordeolum?
1.3 Tujuan
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Hordeolum Eksternum
Hordeolum eksternum adalah infeksi yang terjadi dekat kelenjar Zeis dan
Moll, tempat keluarnya bulu mata (pada batas palpebra dan bulu mata). Area
infeksi berbatas tegas, merah, bengkak, dan nyeri tekan pada permukaan kulit
daerah batas. Ukuran lebih kecil dan lebih superfisial daripada hordeolum
internum. Lesi ikut bergerak saat kulit bergerak. Jika mengalami supurasi dapat
pecah sendiri ke arah kulit.
2. Hordeolum Internum
Hordeolum internum adalah infeksi pada kelenjar meibom sebasea. Area kecil
seperti manik dan edematus terdapat pada konjungtiva palpebra pada perbatasan
palpebra dan bulu mata. . Lesi tidak ikut bergerak dengan pergerakan kulit. Dapat
memecah kearah kulit atau permukaan konjunctiva. Namun, karena letaknya
dalam tarsus, jarang mengalami pecah sendiri.
C. Gejala Klinis
Tanda-tanda awal hordeolum adalah munculnya benjolan kecil dengan titik
berwarna kekuningan di tengah benjolan yang kemudian berkembang menjadi nanah
dan melebar di sekitar area tersebut. Gejala-gejala lain yang dapat muncul adalah
benjolan pada kelopak mata atas ataupun bawah, bengkak yang terlokalisir pada
kelopak mata, nyeri yang terlokalisir, kemerahan, nyeri tekan, serta munculnya krusta
pada tepi kelopak mata. Selain itu, muncul gejalagejala pada bola mata seperti
sensasi terbakar pada permukaan mata, kelopak mata yang lebih rendah daripada
kelopak mata di sebelahnya, gatal, serta penurunan tajam penglihatan. Pasien juga
dapat mengeluhkan munculnya kotoran dari matanya, mata kemerahan, lebih
sensisitif terhadap cahaya, mata berair, perasaan tidak nyaman pada saat berkedip,
serta suatu sensasi benda asing pada mata.
Hordeolum interna dapat berubah menjadi kalazion, yang merupakan suatu
nodul kronis lipogranulomatosa yang mengenai kelenjar Meibom atau kelenjar Zeis.
Lesi ini dapat hilang dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan, jika isi sebaseus
mengalami drainase spontan baik secara eksternal menuju kulit kelopak mata atau
secara internal menuju tarsus atau saat lipid yang ekstrusi difagositosis dan
granuloma menghilang. Dari proses tersebut, dapat terbentuk suatu jaringan parut.
Pada saat tertentu, pasien-pasien dengan kalazion atau pun hordeolum dapat
mengalami penurunan tajam penglihatan sekunder akibat astigmatisma yang
disebabkan penekanan pada bola mata. Harus menjadi suatu catatan khusus bahwa
karsinoma sel basal, karsinoma sel skuamosa, dan karsinoma sel kelenjar dapat
muncul sebagai suatu kalazion, hordeolum, dan blefaritis kronis. Pemeriksaan
histologis dari kalazion yang persisten, rekuren, ataupun atipikal menjadi sangat
penting untuk dilakukan.
D. Pathogenesis
Infeksi umumnya muncul akibat penebalan, stasis, atau keringnya sekresi
kelenjar Zeis, Moll, atau kelenjar Meibom. Kelenjar Zeis dan Moll merupakan suatu
kelenjar siliaris dari mata. Kelenjar Zeis menyekresikan sebum dengan suatu
kandungan antiseptik yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri. Kelenjar Moll
memproduksi imunoglobulin A, mucin 1, dan lisosom yang sangat esensial pada
pertahanan imun melawan bakteri mata. Ketika kelenjar ini mengalami suatu blokade
atau kebuntuan, maka akan terjadi gangguan pertahanan imun mata. Stasis kelenjar
ini dapat mengakibatkan terjadinya infeksi bakteri dan Staphylococcus aureus
merupakan patogen tersering yang menyebabkan hordeolum. Setelah terjadinya suatu
respons inflamasi yang ditandai infiltrasi leukosit, maka akan muncul suatu kantong
berisi nanah atau terbentuk abses.
Perjalanan alamiah dari hordeolum internum akut umumnya berlangsung
antara satu hingga 2 minggu, dimulai dengan munculnya nanah dan berakhir dengan
drainase spontan dari nanah tersebut. Oleh sebab itu terapi inisial untuk hordeolum
ditujukan untuk meningkatkan proses evakuasi nanah dari hordeolum. Penggunaan
kompres hangat dapat memfasilitasi terjadinya drainase dengan cara melunakkan
jaringan granuloma. Kompres hangat umumnya diberikan selama lima hingga
sepuluh menit beberapa kali sehari hingga hordeolum sembuh.
Scrub kelopak mata dengan menggunakan sampo bayi atau pun cairan normal
salin 0,9% dapat dilakukan sambil memberikan masase ringan pada area yang
terkena hordeolum. Teori yang mendukung terapi ini adalah penggunaan scrub
kelopak mata akan meningkatkan kebersihan kelopak mata dan mengondisikan
kelopak mata agar lebih mudah mengalami drainase dengan cara membersihkannya
dari debris-debris pada tepi kelopak mata. Membersihkan saluran kelenjar keringat
dan saluran kelenjar minyak dapat mempermudah proses drainase sama seperti
epilasi bulu mata pada kasus-kasus hordeolum eksternum. Selain itu zat-zat yang
terkandung dalam sampo dapat merusak membran bakteri yang selanjutnya dapat
menurunkan jumlah bakteri pada lokasi infeksi. Scrub kelopak mata umumnya
direkomendasikan pada penatalaksanaan infeksi bakteri pada kelopak mata seperti
blefaritis dan dapat mencegah penyebaran dari infeksi.
E. Patofisiologi
Hordeolum disebabkan oleh adanya infeksi dari bakteri stafilokokus aureus.
Yang akan menyebabkan proses inflamasi pada kelenjar kelopak mata. Dapat terjadi
di kelenjara minyak Meibom, kelenjar Zeis atau Moll. Apabila infeksi pada kelenjar
Meibom mengalami infeksi sekunder dan inflamasi supuratif dapat menyebabkan
komplikasi konjungtiva. (Mansjoer, Triyanti, Savitri, Ika Wardhani, & Setiowulan,
2001)
F. Terapi
Antibiotik topikal pada umumnya tidak efektif, oleh sebab itu tidak
diindikasikan kecuali terdapat suatu penyerta seperti blefarokonjungtivitis. Antibiotik
sistemik pada umumnya diindikasikan pada kasus-kasus langka seperti selulitis
palpebra sekunder, akan tetapi jika pasien mengalami meibomitis kronis yang
menonjol, dapat diberikan terapi doksisiklin oral. Jika hordeolum berubah menjadi
suatu kalazion dan tidak berespons terhadap kompres hangat atau pun eyelid hygiene,
maka dapat dipertimbangkan injeksi kortikosteroid intralesi (contoh: triamcinolone
40 mg/ml sebanyak 0,1–0,2 ml) atau insisi dan drainase. Injeksi kortikosteroid
intralesi pada pasien-pasien dengan kulit gelap dapat menyebabkan depigmentasi
pada kulit kelopak mata di atasnya, sehingga harus digunakan secara hati-hati.
Hordeolum umumnya tidak berbahaya pada sebagian besar kasus. Sebagian
besar kasus hordeolum dapat sembuh sendiri secara spontan. Pada beberapa kasus,
hordeolum membutuhkan terapi insisi dan drainase. Prognosis menjadi baik jika
tidak terjadi komplikasi dari hordeolum seperti infeksi pada bola mata. Jika pasien
melakukan manipulasi pada hordeolum seperti tindakan memencet atau menusuk
hordeolum dengan jarum tidak steril, maka infeksi dapat menyebar menuju area yang
lebih luas dan menyebabkan terapi penyembuhan menjadi lebih sulit. Jika hordeolum
muncul berulangulang harus dipikirkan diagnosis lainnya seperti keganasan dan di-
follow up dengan melakukan pemeriksaan histopatologis.
G. Penataaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
a. Kompres hangat selama sekitar 10-15 menit, 4 kali sehari.
b. Antibiotik topikal (salep, tetes mata), misalnya: Gentamycin, Neomycin,
Polimyxin B, Chloramphenicol, Dibekacin, Fucidic acid, dan lain-lain. Obat
topikal digunakan selama 7-10 hari, sesuai anjuran dokter, terutama pada fase
peradangan.
c. Antibiotika oral (diminum), misalnya: Ampisilin, Amoksisilin, Eritromisin,
Doxycyclin. Antibiotik oral digunakan jika hordeolum tidak menunjukkan
perbaikan dengan antibiotika topikal. Obat ini diberikan selama 7-10 hari.
Penggunaan dan pemilihan jenis antibiotika oral hanya atas rekomendasi
dokter berdasarkan hasil pemeriksaan.
d. Adapun dosis antibiotika pada anak ditentukan berdasarkan berat badan
sesuai dengan masing-masing jenis antibiotika dan berat ringannya
hordeolum.
e. Obat-obat simptomatis (mengurangi keluhan) dapat diberikan untuk
meredakan keluhan nyeri, misalnya: asetaminofen, asam mefenamat,
ibuprofen, dan sejenisnya.
2. Penatalaksanaan bedah
Dianjurkan insisi (penyayatan) dan drainase pada hordeolum, apabila:
a. Hordeolum tidak menunjukkan perbaikan dengan obat-obat antibiotika
topikal dan antibiotika oral dalam 2-4 minggu.
b. Hordeolum yang sudah besar atau sudah menunjukkan fase abses.Setelah
insisi dianjurkan kontrol dalam seminggu atau lebih untuk penyembuhan
luka insisi agar benar-benar sembuh sempurna.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Asuhan Keperawatan Konungtivitis
A. Pengkajian
1. Data Pasien:
Nama : Tn. M
Tempat tanggal lahir : 13 Februari 1981
Umur : 36 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidika : SMA
Pekerjaan : Wira Swasta
Alamat : Pancur batu
Warga Negara : Indonesia
Tanggal Berobat Jalan Puskesmas : 27 Mei 2019
No Registrasi : 132005
Bahasa yang digunakan : Bahasa Indonesia
2. Penanggung Jawab:
Nama : Ny. P
Umur : 34 Tahun
Alamat : Pancur batu
Hubungan dengan klien : istri
3. Keluhan Utama: Pasien datang berobat jalan ke Puskesmas pada tanggal 27 Mei
2019 dengan keluhan kelopak mata bengkak, nyeri, mata merah dan gatal-gatal.
4. Riwayat Kesehatan Sekarang
B. Diagnosa Keperawatan
C. Intervensi
D. Implementasi
E. Evaluasi
3.2 Asuhan Keperawatan Entropion
3.3 Asuhan Keperawtan Hordeolm
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.ump.ac.id/1380/3/IRFAN%20NUR%20PATUROHMAN%20BAB
%20II.pdf
http://eprints.umpo.ac.id/7461/4/BAB%202%20%281%29.pdf
http://scholar.unand.ac.id/22205/2/BAB%20I.pdf
https://eprints.umm.ac.id/40999/3/jiptummpp-gdl-rizkyaarin-47539-3-bab2.pdf
https://pdfcoffee.com/laporan-pendahuluan-dan-asuhan-keperawatan-pada-gangguan-sistem-
persepsi-sensori-dengan-kasus-konjungtivitis-mata-kuliah-kmb-iii-pdf-free.html
file:///C:/Users/USER/Downloads/laporan-pendahuluan-konjungtivitis-ni-nah.pdf
http://repository.unissula.ac.id/16433/7/BAB%20I.pdf
https://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/52272/ectropion.pdf?
sequence=2&isAllowed=y
http://repository.unair.ac.id/91516/2/Penyakit%20Sistem
%20Lakrimal_HAKI_compressed.pdf