Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutup
bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata . Peradangan tersebut
menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata
merah . Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi atau
kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa .
Konjungtivitis merupakan penyakit mata paling umum di dunia .
Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair
sampai berat dengan banyak sekret purulen kental . Penyebab umumnya
eksogen tetapi bisa juga penyebab endogen . Konjungtivitis adalah radang
konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopka dn
bola mata . Konjungtivitis dibedakan dalam bentuk akut dan kronis .
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakter seperti Konjungtivitis gonokok,
Konjungtivitis juga dapat disebabkan oleh virus , klamidia, alergi toksik, dn
mollocum contangiosum.
Konjungtivitis umumnya disebabkan oleh reaksi alergi, infeksi bakteri
dan virus, serta jamur yang dapat bersifat akut atau menahun. Di negara maju
seprti Amerika (2005), insidens rate Konjungtivitis bakteri sebesar 1135 per
10.000 penderita Konjungtivitis bakteri baik pada anak – anak maupun pada
orang dewasa dan juga lansia .
Konjungtivitis virus biasanya tidak diobati, karena akan sembuh
sendiri dalam beberapa hari . Walapun demikian beberapa dokter tetap akan
memberikan larutan astrigen agar mata senantiasa bersih sehingga infeksi
sekunder oleh bakteri tidak terjadi dan air mata buatan untuk mengatasi
kekeringan dan rasa tidak nyaman .
Obat tetes atau salap antibiotik biasanya digunakan untuk mengobati
konjungtivitis bakteri. Antibiotik sistemik juga sering digunakan jika ada
infeksi di bagian tubuh lain . Pada konjungtivitis bakteri atau virus, dapat
dilakukan kompres hangat didaerah mata untuk meringankan gejala .

1
1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Dengan disusunnya laporan kasus ini, diharapkan mahasiswa


mampu memahami tentang konjungtivitis dan penatalaksanaannya.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Menjelaskan tentang definisi konjungtivitis

2. Menjelaskan tentang etiologi pada konjungtivitis

3. Menjelaskan tentang patofisiologi pada konjungtivitis

4. Menjelaskan klasifikasi konjungtivitis

5. Menjelaskan tentang gambaran klinis padakonjungtivitis

6. Menjelasakan tentang penatalaksanaan konjungtivitis

7. Menjelaskan tentang komplikasi pada konjungtivitis

8. Menjelasakan tentang prognosis pada konjungtivitis

1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi Mahasiswa

Sebagai bahan acuan dalam memahami dan mempelajari tentang


konjungtivitis

1.3.2 Bagi Masyarakat

Dapat menambah pengetahuan terhadap penyakit ini serta


penatalaksanaannya. Dengan demikian, penderita dapat mengetahui bagaimana
tindakan selanjutnya apabila mengalami gejala penyakit ini.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konjungtiva
2.1.1. Anatomi
Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan
dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva
palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva
palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus.
Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks
superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva
bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di forniks dan
melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata
bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik.

Gambar 1. Anatomi konjungtiva

2.1.2. Histologi
Secara histologis, lapisan sel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima
lapisan sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal. Sel-sel epitel
superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus

3
yang diperlukan untuk dispersi air mata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat
dibandingkan sel-sel superfisial dan dapat mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisialis) dan
satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid
dan tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Lapisan
fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus dan
tersusun longgar pada mata.

2.1.3. Perdarahan dan Persarafan


Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteria siliaris anterior dan arteria
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama dengan
banyak vena konjungtiva membentuk jaringan vaskular konjungtiva yang sangat
banyak. Konjungtiva juga menerima persarafan dari percabangan pertama nervus
V dengan serabut nyeri yang relatif sedikit.

Gambar 2: Perdarahan Konjungtiva

4
2.2. Konjungtivitis
2.3. Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva atau selaput
lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut
maupun kronis .Penyakit ini adalah penyakit mata yang paling umum di
dunia. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak
mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu.
Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair
sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental.
Jumlah agen-agen yang pathogen dan dapat menyebabkan infeksi
pada mata semakin banyak, disebabkan oleh meningkatnya penggunaan
oat-obatan topical dan agen imunosupresif sistemik, serta meningkatnya
jumlah pasien dengan infeksi HIV dan pasien yang menjalani transplantasi
organ dan menjalani terapi imunosupresif.

Penyebab konjungtivitis antara lain bakteri, klamidia, alergi, viral


toksik berkaitan dengan penyakit sistemik . Gambaran klinis yang terlihat
pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi konjungtiva bulbi ( injeksi
konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan sekret yang lebih nyata di pagi
hari, pseudoptosis akibat kelopak mata membengkak, kemosis, hipertrofi
papil, folikel, membrn, pseudomembran, granulasi , flikten, mata merasa
seperti benda asing, dan adenopati preaurikular.

Gambar 3: Gejala Konjungtivitis

5
Biasanya sebagai reaksi konjungtivitis akibat virus berupa
terbentuknya folikel pada konjungtiva . Bilik mata dan pupil dalam bentuk
yang normal.

2.4. Pembagian Konjungtivitis


2.4.1. Konjungtivitis Bakteri
A. Definisi
Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang
disebabkan oleh bakteri dapat saja akibat infeksi gonokok, meningokok,
staphylococcus aureus, streptococcus pneumonia, hemophilus influenzae
dn escherichia coli. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan
keluhan mata merah, sekret pada mata dan iritasi mata.

Gambar 4: Konjungtivitis Bakteri

B. Etiologi dan Faktor Resiko


Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu
hiperakut, akut, subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut
biasanya disebabkan oleh N gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N
meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh Streptococcus
pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling sering
pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza dan
Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada

6
konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus
nasolakrimalis.
Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian
mengenai mata yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang
lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang terlalu sering kontak
dengan penderita, sinusitis dan keadaan imunodefisiensi.
C. Patofiologi
Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal
seperti streptococci, staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan
pada mekanisme pertahanan tubuh ataupun pada jumlah koloni flora
normal tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis. Perubahan pada flora
normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi eksternal, penyebaran dari
organ sekitar ataupun melalui aliran darah.
Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah
satu penyebab perubahan flora normal pada jaringan mata, serta resistensi
terhadap antibiotik.

Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan


epitel yang meliputi konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan
sekundernya adalah sistem imun yang berasal dari perdarahan
konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air
mata, mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya
gangguan atau kerusakan pada mekanisme pertahanan ini dapat
menyebabkan infeksi pada konjungtiva.

D. Gejala Klinis

Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya


dijumpai injeksi konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain
itu sekret pada kongjungtivitis bakteri biasanya lebih purulen daripada
konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang ringan sering dijumpai
edema pada kelopak mata.

7
Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada
konjungtivitis bakteri namun mungkin sedikit kabur karena adanya sekret
dan debris pada lapisan air mata, sedangkan reaksi pupil masih normal.
Gejala yang paling khas adalah kelopak mata yang saling melekat pada
pagi hari sewaktu bangun tidur.
Terdapat 2 bentuk konjungtivitis akut ( dapat sembuh ± 14 hari )
dan biasanya sekunder terhapap terhadap penyakit palpebra atau obstruksi
duktus nasolakrimalis.
E. Diagnosis
Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena
mungkin saja penyakit berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh
pada pasien yang lebih tua. Pada pasien yang aktif secara seksual, perlu
dipertimbangkan penyakit menular seksual dan riwayat penyakit pada
pasangan seksual. Perlu juga ditanyakan durasi lamanya penyakit, riwayat
penyakit yang sama sebelumnya, riwayat penyakit sistemik, obat-obatan,
penggunaan obat-obat kemoterapi, riwayat pekerjaan yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap obat-
obatan, dan riwayat penggunaan lensa-kontak.

F. Komplikasi
Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis bateri,
kecuali pada pasien yang sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut
di konjungtiva paling sering terjadi dan dapat merusak kelenjar lakrimal
aksesorius dan menghilangkan duktulus kelenjar lakrimal. Hal ini dapat
mengurangi komponen akueosa dalam film air mata prakornea secara
drastis dan juga komponen mukosa karena kehilangan sebagian sel goblet.
Luka parut juga dapat mengubah bentuk palpebra superior dan
menyebabkan trikiasis dan entropion sehingga bulu mata dapat menggesek
kornea dan menyebabkan ulserasi, infeksi dan parut pada kornea.
G. Penatalaksanaan
Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen
mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal
spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai

8
disebabkan oleh diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi
topical dan sistemik . Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, sakus
konjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline untuk menghilangkan
sekret konjungtiva.
Konjungtivitis Bakteri Akut
Konjungtivitis Bakteri Akut disebabkan oleh Streptococcus,
Corynebacterium diphtherica, pseudomonas, neisseria dan hemophilus .
Gambaran klinis berupa konjungtivitis mukopurulen dan konjungtivitis
purulen . perjalanan penyakit akut yang dapat berjalan kronis dengan tanpa
hiperemis konjungtiva, edema kelopak, papil dengan kornea yang jernih.
Pengobatan kadang – kadang diberikan sebelum pemeriksaan
mikrobiologi dengan antibiotik tunggal seperti neosporin, basutrasin,
gentamicin, kloramfenicol, tobramisin, eritromisin, dan sulfa .Bila
pengobatannya tidak memberikan hasil dengan antibiotik setelah 3 – 5 hari
maka pengobatannya dihentikan dan di tunggu hasil pemeriksaan
mikrobiologi . Bila terjadi penyulit pada kornea maka diberikan
sikloplegik . Pada konjungtivitis bakteri sebaiknya diminta pemeriksaan
sediaan langsung dan bila ditemukan kumannya maka pengobatan
disesuakan. Apabila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung,
maka diberikan antibiotik spektrum luas dalam bentuk tetes mata setiap
jam atau salep mata 4 – 5 kali sehari . Apabila dipakai tetes mata,
sebaiknya sebelum tidur diberi salep mata ( Sulfastamid 10 – 15 % atau
kloramfenicol ). Apabila tidak sembuh dalam 1 minggu bila mungkin
dilakukan pemeriksaan resistensi , kemungkinan defisiensi air mata atau
kemungkinan obstruksi duktus nasolakrimal .
Konjungtivitis Bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi
dapat berlangsung selama 10-14 hari, jika diobati dengan memadai, 1 – 3
hari, kecuali konjungtivitis stafilococcus dan konjungtivitis gonokokus .
Konjungtivitis Bakteri menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan
menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan .

9
2.4.2. Konjungtivitis Virus
A. Definisi
Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan
oleh berbagai jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat
menimbulkan cacat hingga infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan
dapat berlangsung lebih lama daripada konjungtivitis bakteri.

Gambar 5: Konjungtivitis Virus

B. Etiologi dan faktor resiko


Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi
adenovirus adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini,
dan herpes simplex virus yang paling membahayakan. Selain itu penyakit
ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster, picornavirus
(enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency
virus .
Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan
penderita dan dapat menular melalu di droplet pernafasan, kontak dengan
benda-benda yang menyebarkan virus (fomites) dan berada di kolam
renang yang terkontaminasi.
C. Patofiologi
Mekanisme terjadinya konjungtivitis virus ini berbeda-beda pada
setiap jenis konjungtivitis ataupun mikroorganisme penyebabnya
(Hurwitz, 2009). Mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit ini
dijelaskan pada etiologi.

10
D. Gejala Klinis
Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan
etiologinya. Pada keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh
adenovirus biasanya dijumpai demam dan mata seperti kelilipan, mata
berair berat dan kadang dijumpai pseudomembran. Selain itu dijumpai
infiltrat subepitel kornea atau keratitis setelah terjadi konjungtivitis dan
bertahan selama lebih dari 2 bulan (Vaughan & Asbury, 2010). Pada
konjungtivitis ini biasanya pasien juga mengeluhkan gejala pada saluran
pernafasan atas dan gejala infeksi umum lainnya seperti sakit kepala dan
demam.
Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes
simpleks (HSV) yang biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi
unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri, fotofobia ringan dan sering disertai
keratitis herpes.
Konjungtivitis hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh
enterovirus dan coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia,
sensasi benda asing, hipersekresi airmata, kemerahan, edema palpebra dan
perdarahan subkonjungtiva dan kadang-kadang dapat terjadi kimosis.
E. Diagnosis
Diagnosis pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung
etiologinya, karena itu diagnosisnya difokuskan pada gejala-gejala yang
membedakan tipe-tipe menurut penyebabnya. Dibutuhkan informasi
mengenai, durasi dan gejala-gejala sistemik maupun ocular, keparahan dan
frekuensi gejala, faktor-faktor resiko dan keadaan lingkungan sekitar
untuk menetapkan diagnosis konjungtivitis virus (AOA, 2010). Pada
anamnesis penting juga untuk ditanyakan onset, dan juga apakah hanya
sebelah mata atau kedua mata yang terinfeksi.
Konjungtivitis virus sulit untuk dibedakan dengan konjungtivitis
bakteri berdasarkan gejala klinisnya dan untuk itu harus dilakukan
pemeriksaan lanjutan, tetapi pemeriksaan lanjutan jarang dilakukan karena
menghabiskan waktu dan biaya.

11
F. Komplikasi
Konjungtivitis virus bisa berkembang menjadi kronis, seperti
blefarokonjungtivitis. Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya
pseudomembran, dan timbul parut linear halus atau parut datar, dan
keterlibatan kornea serta timbul vesikel pada kulit.
G. Penatalaksanaan
Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau
pada orang dewasa umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak
diperlukan terapi, namun antivirus topikal atau sistemik harus diberikan
untuk mencegah terkenanya kornea (Scott, 2010). Pasien konjungtivitis
juga diberikan instruksi hygiene untuk meminimalkan penyebaran infeksi.

2.4.3. Konjungtivitis Alergi


A. Definisi
Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paing
sering dan disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang
diperantarai oleh sistem imun (Cuvillo et al, 2009). Reaksi
hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di konjungtiva
adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1.
Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu
konjungtivitis alergi musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan
yang biasanya dikelompokkan dalam satu grup, keratokonjungtivitis
vernal, keratokonjungtivitis atopik dan konjungtivitis papilar raksasa.
B. Etiologi dan Faktor resiko
Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda
sesuai dengan subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman
dan tumbuh-tumbuhan biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari,
rumput, bulu hewan, dan disertai dengan rinitis alergi serta timbul pada
waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering disertai dengan riwayat
asma, eksema dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis atopik terjadi
pada pasien dengan riwayat dermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis
papilar rak pada pengguna lensa-kontak atau mata buatan dari plastik.

12
C. Gejala Klinis
Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan sub-
kategorinya. Pada konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-
tumbuhan keluhan utama adalah gatal, kemerahan, air mata, injeksi ringan
konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis berat. Pasien dengan
keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan mata sangat gatal dengan
kotoran mata yang berserat, konjungtiva tampak putih susu dan banyak
papila halus di konjungtiva tarsalis inferior.
Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia
merupakan keluhan yang paling sering pada keratokonjungtivitis atopik.
Ditemukan jupa tepian palpebra yang eritematosa dan konjungtiva tampak
putih susu. Pada kasus yang berat ketajaman penglihatan menurun,
sedangkanpada konjungtiviitis papilar raksasa dijumpai tanda dan gejala yang
mirip konjungtivitis vernal.

Gambar 6: Konjungtivitis alergi Papil pada konjungtiva tarsal


D. Diagnosis
Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga
pasien serta observasi pada gejala klinis untuk menegakkan diagnosis
konjungtivitis alergi. Gejala yang paling penting untuk mendiagnosis

13
penyakit ini adalah rasa gatal pada mata, yang mungkin saja disertai mata
berair, kemerahan dan fotofobia.
E. Komplikasi
Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada
kornea dan infeksi sekunder.
F. Penatalaksanaan
Penyakit ini dapat diterapi dengan tetesan vasokonstriktor-
antihistamin topikal dan kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan
steroid topikal jangka pendek untuk meredakan gejala lainnya.

2.4.4. Konjungtivitis Jamur


Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida
albicans dan merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai
dengan adanya bercak putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan
pasien dengan keadaan sistem imun yang terganggu. Selain Candida sp,
penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix schenckii,
Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis walaupun jarang.
2.4.5. Konjungtivitis Parasit
Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia
californiensis, Loa loa, Ascaris lumbricoides, Trichinella spiralis,
Schistosomahaematobium, Taenia solium dan Pthirus pubis walaupun
jarang.
2.4.6. Konjungtivitis kimia atau iritatif
Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh
pemajanan substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi-
substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat
menyebabkan konjungtivitis, seperti asam, alkali, asap dan angin, dapat
menimbulkan gejala-gejala berupa nyeri, pelebaran pembuluh darah,
fotofobia, dan blefarospasme.
Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat
topikal jangka panjang seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat
lain dengan bahan pengawet yang toksik atau menimbulkan iritasi.

14
Konjungtivitis ini dapat diatasi dengan penghentian substansi
penyebab dan pemakaian tetesan ringan.
2.4.7. Konjungtivitis lain
Selain disebabkan oleh bakteri, virus, alergi, jamur dan parasit,
konjungtivitis juga dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan penyakit
autoimun seperti penyakit tiroid, gout dan karsinoid. Terapi pada
konjungtivitis yang disebabkan oleh penyakit sistemik tersebut diarahkan
pada pengendalian penyakit utama atau penyebabnya. Konjungtivitis juga
bisa terjadi sebagai komplikasi dari acne rosacea dan dermatitis
herpetiformis ataupun masalah kulit lainnya pada daerah wajah.

2.5. Diagnosa
a. Gejala Subjektif
Konjungtivitis biasanya hanya menyebabkan iritasi dengan rasa
sakit dengan mata merah dan lakrimasi. Khasnya pada konjungtivitis
flikten apabila Universitas Sumatera Utara kornea ikut terlibat akan
terdapat fotofobia dan gangguan penglihatan. Keluhan lain dapat berupa
rasa berpasir. Konjungtivitis flikten biasanya dicetuskan oleh blefaritis
akut dan konjungtivitis bekterial akut.
b. Gejala Objektif
Dengan Slit Lamp tampak sebagai tonjolan bulat ukuran 1-3 mm,
berwarna kuning atau kelabu, jumlahnya satu atau lebih yang di
sekelilingnya terdapat pelebaran pembuluh darah konjungtiva
(hyperemia). Bisa unilateral atau mengenai kedua mata.
c. Laboratorium
Dapat dilakukan pemeriksaan kultur konjungtiva. Pemeriksaan
dengan pewarnaan gram pada sekret untuk mengidentifikasi organisme
penyebab maupun adanya infeksi sekunder (Vaughan, 2008).

2.6. Penatalaksanaan
Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen
mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat

15
memulai terapi antimikroba spectrum luas (mis., polymyxin-trimethoprim).
Pada setiap konjungtivitis purulen yang pulasan gramnya menunjukkan
diplokokus gram negative, dugaan neisseria, harus segera dimulai terapi
topical dan sistemik. Jika kornea tidak terlibat, ceftriaxone 1g diberikan dosis
tunggal per intramuscular biasanya merupakan terapi sistemik yang adekuat.
Jika kornea terkena, dibutuhkan ceftriaxone parental, 1-2g perhari selama 5
hari. Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, saccus conjunctivalis
harus dibilas dengan larutan saline agar dapat dihilangkan sekret konjungtiva.
Untuk mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta
memperhatikan hygiene perorangan secara khusus.
Perbaikan klinis pada konjungtivitis klamidia umunya dapat dicapai
dengan tetracycline, 1-1,5g/hari peroral dalam empat dosis selama 3-4
minggu, dozycycline, 100 mg peroral dua kali sehari selama 3 minggu, atau
erythromycin, 1g/hari peroral dibagi dalam empat dosis selama 3-4 minggu.
Infeksi pada konjungtivitis jamur berespons terhadap amphotericin B (3-8
mg/ml) dalam larutan air (bukan garam) atau terhadap krim kulit nystatin
(100.000 U/g) empat sampai enam kali sehari. Obat ini harus diberikan secara
hati-hati agar benar-benar masuk dalam saccus conjunctivalis. Karena
konjungtivitis alergi merupakan penyakit yang dapat sembuh snediri maka
perlu diingat bahwa medikasi yang dipakai untuk meredakan gejala dapat
member perbaikan dalam waktu singkat, tetapi dapat memberikan kerugian
jangka panjang. Steroid topikal atau sistemik dapat dipakai untuk mengurangi
rasa gatal dan mempunyai efek samping (glaukoma, katarak, dan komplikasi
lain) yang sangat merugikan (Vaughan, 2008).

2.7.Prognosis
Bila segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan membahayakan. Namun
jika bila penyakit radang mata tidak segera ditangani/diobati bisa
menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan dan menimbulkan komplikasi
seperti Keratitis, Glaukoma, katarak maupun ablasi retina.

16
2.8 Komplikasi
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan
kerusakan pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi.
Beberapa komplikasi dari konjungtivitis yang tidak tertangani diantaranya:
i. Ulserasi kornea.
ii. Membaliknya bulu mata ke dalam (trikiasis).
iii. Membaliknya seluruh tepian palpebra (enteropion).
iv. Obstruksi ductus nasolacrimalis.
Turunnya kelopak mata atas karena kelumpuhan (ptosis) (Vaughan,
2008).

17
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas
Nama : Tn.N
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 20 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Status : Belum menikah
Suku : Minang
Alamat : Bukittinggi
Tanggal masuk : 26 Juli 2016

3.2. Anamnesa
a. Keluhan Utama
Seorang pasien dating ke poliklinik Mata RSUD DR.Achmad Mochtar
Bukittinggi, Selasa 26 Juli 2016 pukul 11.30 WIB, dengan keluhan mata
sebelah kanan dan kiri merah sejak 4 hari yang lalu.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


 Kedua mata merah sejak 4 hari yang lalu SMRS, pasien
menyatakan awalnya mata kiri terlebih dahulu yang merah
kemudian terasa seperti ada pasir, pasien mengucek-ngucek mata
dan tanpa sadar pasien pegang mata sebelah kanan sehingga mata
kanan ikut merah juga.
 Susah membuka mata terutama pagi hari saat bangun tidur karena
banyaknya kotoran mata yang menutupi kedua matanya.
 Gatal pada kedua mata disangkal
 Mata berair disangkal
 Nyeri pada kedua mata disangkal

18
 Pasien sering berkendara tanpa menggunakan helm atau pelindung
mata.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya
 Orang tua menyangkal pasien memiliki riwayat alergi

d. Riwayat Penyakit Keluarga


 Kakak pasien mengalami keluhan yang sama 6 hari yang lalu dan
telah berobat ke puskesmas
 Riwayat alergi disangkal

e. Riwayat Pengobatan
Tidak ada

f. Riwayat Kebisaan dan Sosial Ekonomi


Pasien seorang mahasiswa, pola kebersihan pasien kurang yaitu pasien
tidak membiasakan mencuci tangan setelah beraktivitas

3.3. Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis Cooperative
Vital Sign
 Tekanan Darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 100x/menit
 Pernafasan : 20x/menit
 Suhu : 36,5 0

3.4. Pemeriksaan Oftamologikus


Oculo Dextra Oculo Sinistra
Visus 6/6 6/6
PH Tidak dilakukan Tidak dilakukan

19
Refleks Fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Silia/supersilia
- Madarosis - -
- Trikiasis - -
- Krusta/skuama - -
- Distikhiasis - -
Palpebra Superior
- Pseudoptosis - -
- Edema - -
- Epikanthus - -
- Hordeolum - -
- Kalazion - -
- Abses - -
- Tumor - -
- Xanthelasma - -
- Blefarokalasis - -
- Enteropion - -
- Ekteropion - -
Palpebra Inferior
- Hordeolum - -
- Kalazion - -
- Abses - -
- Tumor - -
- Edema - -
- Blefaritis - -
- Enteropion - -
- Ekteropion - -
- Meibomitis - -
Aparatus Lakrimal
- Hiperlakrimasi - -
- Obstruksi - -
- Dakriosistitis - -

20
- Dakristenosis - -
Konjungtiva Tarsalis
- Folikel - -
- Papil - -
- Lithiasis - -
- Hiperemis - -
- Sikatrik - -
- Membran - -
- Pseudomembran - -
Konjungtiva Bulbi
- Injeksi konjungtiva + +
- Injeksi siliar - -
- Pinguekula - -
- Pterigium - -
- Kemosis + +
- Perdarahan - -
subkonjungtiva
Sklera
- Warna Hiperemis Hiperemis
Kornea
- Infiltrat - -
- Sikatrik - -
- Ulkus - -
- Edema - -
- Neovaskular - -
- Arkus kornea - -
COA
- Dalam Dalam Dalam
- Flare - -
- Hipopion - -
- Hifema - -
- Pigmen - -

21
Iris
- Warna Coklat Coklat
- Rugae - -
- Atropi iris - -
- Coloboma - -
- Sinekia - -
Pupil
- Bentuk Bulat, tepi regular, Bulat, tepi regular,
isokor, 3mm isokor, 3mm
Lensa Bening Bening
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tekanan bulbus okuli Tidak dilakukan Tidak dilkukan
Gerakan bulbus okuli Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah
Posisi bulbus okuli Orthophoria Orthophoria

3.5. Diagnosis Kerja

Konjungtivitis akut bacterial ODS

1.6. Diferential Diagnosa


 Konjungtivitis Virus
 Konjungtivitis Alergi

3.7.Pemeriksaan penunjang

 Giemsa/ pengecatan bakteri

3.8. Penatalaksanaan

1. Non Farmakologi

 Jangan menggosok-gosok mata


 Menjaga kebersihan mata
 Istirahat dan makan bergizi
 Menggunakan kacamata untuk melindungi mata dari debu dan angin
 Tidak menggunakan bantal, handuk bersama serta bersihkan mata
menggunakan tissue yang berbeda.

2. Farmakologi

22
 Antimikroba topical spectrum luas :
Polymyxin-trimethropin Drops 6 x 1 tetes sehari ODS selama 5-7 minggu

RESEP

RSUD DR.Achmad Mochtar Bukittinggi


Poliklinik MATA
dr. YF
SIP : 19/07/2015
Telp. (0752) 53631

Bukittinggi, 26 Juli 2016

R/ Polymyxin-trimethropin Fls No.I


S.6.d.d gtt I ODS

Pro : Tn. N
Umur : 20 tahun
Alamat : bukittinggi

BAB IV

23
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva atau selaput


lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut
maupun kronis . Penyebab konjungtivitis antara lain bakteri, klamidia, alergi,
viral toksik berkaitan dengan penyakit sistemik . Gambaran klinis yang
terlihat pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi konjungtiva bulbi ( injeksi
konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan sekret yang lebih nyata di pagi hari,
pseudoptosis akibat kelopak mata membengkak, kemosis, hipertrofi papil,
folikel, membrn, pseudomembran, granulasi , flikten, mata merasa seperti
benda asing, dan adenopati preaurikular.

Pasien laki-laki usia 20 tahun dating kepoliklinik mata dengan


keluhan mata merah di kedua mata yang dirasakan sejak 4 hari yang lalu,
dimana mata merah dirasakan pada mata sebelah kiri kemudian dirasakan
pula pada mata sebelah kanan dikarenakan pasien sering mengucek-ngucek
mata tanpa sadar. Pasien juga susah membuka mata dikarenakan secret yang
banyak terutama pada pagi hari, pasien tidak mengeluhkan mata gatal dan
berair. Pasien sering mengendarai kendaraan tanpa menggukana pelindung
mata dan menjaga hygine perorangan, pasien tidak memiliki riwayat alergi,
dan belum pernah mengalami hal yang sama sebelumnya. Kakak pasien
mengalami penyakit yang sama seperti pasien sebelum pasien dan berobat
kepuskesmas. Dari pemeriksaan oftalmologi di dapatkan gambaran injeksi
konjungtiva pada mata kanan dan kiri, kemosis, sclera hiperemis dan secret
berwarna kuning kental pada kedua mata. Sehingga ditegakkan diagnose
konjungtivitis akut bakteri okula dextra dan sinistra, pemeriksaan anjuran
berupa pemeriksaan gimsa. Penatalaksanaan meliputi farmakologi,
mengunakan antimikroba topical spectrum luas yaitu Polymyxin-trimethropin
Drops 6 x 1 tetes sehari serta nonfarmakologi berupa tidak menggosok-gosok
mata, menjaga kebersihan mata, istirahat dan makan bergizi, menggunakan
kacamata untuk melindungi mata dari debu dan angin, dan tidak

24
menggunakan bantal, handuk bersama serta bersihkan mata menggunakan
tissue yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

25
ILyas S. 2004. Mata merah dengan penglihatan turun mendadak. Dalam : Ilyas S.
Ilmu Penyakit Mata edisi 3. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

James, Bruce., Chew, Chris., Bron Anthony. 2006. Lecture Notes Oftamologi.
Jakarta: Penerbit Erlangga.

Vaughan, Daniel G et al. 2010. Oftalmologi Umum edisi-14. Jakarta: Widya


Medika.

26

Anda mungkin juga menyukai