Oleh :
I Gusti Ayu Intan Widiasih
P07120013001
2.1 Re&uler
2. ETIOLOGI
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai hal dan dapat bersifat infeksius
seperti bakteri, klamidia, virus, jamur, parasit (oleh bahan iritatif => kimia, suhu,
radiasi), maupun imunologi (pada reaksi alergi).
Kebanyakan konjungtivitis bersifat bilateral. Bila hanya unilateral,
penyebabnya adalah toksik atau kimia. Organisme penyebab tersering adalah
stafilokokus, streptokokus, pneumokokus, dan hemofilius. Adanya infeksi atau virus.
Juga dapat disebabkan oleh butir-butir debu dan serbuk sari, kontak langsung dengan
kosmetika yang mengandung klorin, atau benda asing yang masuk kedalam mata
Penyebab konjungtivis tergantung dari jenis konjungtivis. Berikut ini etiolgi
berdasarkan klasifikasi konjungtivis yaitu :
a. Konjungtivis Alergi
Reaksi hipersensitivitas tipe cepat atau lambat atau reaksi antibodi humoral
terhadap alergen. Pada keadaan yang berat merupakan bagian dari Sindrom
Steven Johnson, suatu penyakit eritema multiforme berat akibat reaksi alergi
pada orang dengan presdiposisi alergi obat-obatan. Pada pemakaian mata palsu
atau lensa kontak juga dapat terjadi reaksi alergi.
b. Konjungtivis Infektif
Disebabkan oleh bakteri seperti : Stafilokok, Streptokok, Corynebacterium
diphtheria, Pseudomonas aeruginosa, Neisseria gonorrhea, Haemophilus
influenza
c. Konjungtivis Viral
Disebabkan oleh virus seperti : Adenovirus, Herpes simpleks, Herpes zoster,
Klamidia, New castle, Pikorna, Enterovirus
3. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia penyakit ini masih banyak terdapat dan paling sering dihubungkan
dengan penyakit tuberkulosis paru. Penderita lebih banyak pada anak-anak dengan
gizi kurang atau sering mendapat radang saluran napas, serta dengan kondisi
lingkungan yang tidak higiene. Pada orang dewasa juga dapat dijumpai tetapi lebih
jarang.
Meskipun sering dihubungkan dengan penyakit tuberkulosis paru, tapi tidak
jarang penyakit paru tersebut tidak dijumpai pada penderita dengan konjungtivitis
flikten. Penyakit lain yang dihubungkan dengan konjungtivitis flikten adalah
helmintiasis. Di Indonesia umumnya, terutama anak-anak menderita helmintiasis,
sehingga hubungannya dengan konjungtivitis flikten menjadi tidak jelas . (Alamsyah,
2$$7)
4. PATHOFISIOLOGI
a. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi adalah salah satu dari penyakit mata eksternal yang
paling sering terjadi. Bentuk konjungtivitis ini mungkin musiman atau musim-musim
tertentu saja dan biasanya ada hubungannya dengan kesensitifan dengan serbuk sari,
protein hewani, bulu-bulu, debu, bahan makanan tertentu, gigitan serangga, obat-
obatan. Konjungtivitis alergi mungkin juga dapat terjadi setelah kontak dengan bahan
kimia beracun seperti hair spray, make up, asap, atau asap rokok. Asthma, gatal-gatal
karena alergi tanaman dan eksim, juga berhubungan dengan alergi konjungtivitis.
b. Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis bakteri disebut juga “Pink Eye”. Bentuk ini adalah
konjungtivitis yang mudah ditularkan, yang biasanya disebabkan oleh staphylococcus
aureus. Mungkin juga terjadi setelah sembuh dari haemophylus influenza atau neiseria
gonorhe.
c. Konjungtivitis Bakteri Hiperakut
Neisseria gonnorrhoeae dapat menyebabkan konjungtivitis bakteri
hiperakut yang berat dan mengancam penglihatan.
d. Konjungtivitis Viral
Jenis konjungtivitis ini adalah akibat infeksi human adenovirus (yang
paling sering adalah keratokonjungtivitis epidermika) atau dari penyakit virus
sistemik seperti mumps dan mononukleus. Biasanya disertai dengan pembentukan
folikel sehingga disebut juga konjungtivitis folikularis. Mata yang lain biasanya
tertular dalam 24-48 jam.
e. Konjungtivitis Blenore
Konjungtivitis purulen (bernanah pada bayi dan konjungtivitis gonore).
Blenore neonatorum merupakan konjungtivitis yang terdapat pada bayi yang baru
lahir.
5. GEJALA KLINIS
Gejala subjektif meliputi rasa gatal, kasar (ngeres/tercakar) atau terasa ada
benda asing. Penyebab keluhan ini adalah edema konjungtiva, terbentuknya hipertrofi
papilaris, dan folikel yang mengakibatkan perasaan adanya benda asing didalam mata.
Gejala objektif meliputi hyperemia konjungtiva, epifora (keluar air mata
berlebihan), pseudoptosis (kelopak mata atas seperti akan menutup), tampak semacam
membrane atau pseudomembran akibat koagulasi fibrin.
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani atau diobati bisa
menyebabkan kerusakan pada mata atau gangguan pada mata dan menimbulkan
komplikasi. Beberapa komplikasi dari konjungtivitis yang tidak tertangani
diantaranya :
a) Glaucoma
b) Katarak
c) Ablasi retina
d) Komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala penyulit dari
blefaritis seperti ekstropin, trikiasis .
e) Komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea.
f) Komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah
bila sembuh akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di kornea yang dapat
mengganggu penglihatan, lama- kelamaan orang bisa menjadi buta.
g) Komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat
mengganggu penglihatan.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Mata
- Pemeriksaan tajam penglihatan
- Pemeriksaan dengan uji konfrontasi, kampimeter dan perimeter (sebagai alat
pemeriksaan pandangan).
- Pemeriksaan dengan melakukan uji fluoresein (untuk melihat adanya efek
epitel kornea).
- Pemeriksaan dengan melakukan uji festel (untuk mengetahui letak adanya
kebocoran kornea).
- Pemeriksaan oftalmoskop
- Pemeriksaan dengan slitlamp dan loupe dengan sentolop (untuk melihat benda
menjadi lebih besar disbanding ukuran normalnya).
b. Therapy Medik
Antibiotic topical, obat tetes steroid untuk alergi (kontra indikasi pada
herpes simplek virus).
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan
tersebut dibuat sediaan yang dicat dengan pegecatan gram atau giemsa dapat
dijumpai sel-sel radang polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang disebabkan
alergi pada pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil.
7. PENATALAKSANAAN
dan sistemik. Secret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih atau
dengan garam fisiologik setiap ¼ jam.
O Kemudian diberi salep penisilin setiap ¼ jam.
setiap setengah jam pada 6 jam pertama disusul dengan setiap jam sampai
terlihat tanda-tanda perbaikan.
O Suntikan pada bayi diberikan 50.000 U/KgBB selama 7 hari, karena bila tidak
2. DIAGNOSA
1) Nyeri berhubungan dengan peradangan ditandai dengan rasa panas pada mata
2) Gangguan rasa nyaman yang berhubungan dengan edema dan iritasi konjungtiva
ditandai dengan peningkatan eksudasi, fotofobia lakrimasi dan rasa nyeri.
3) Gangguan sensori perseptual berhubungan dengan ulkus kornea yang ditandai
dengan adanya sekret purulen.
4) Gangguan konsep diri (body image menurun) berhubungan dengan adanya
perubahan pada kelopak mata (bengkak /edema)
5) Resiko tinggi penularan penyakit pada mata yang lain atau pada orang lain yang
berhubungan dengan keterbatasan pengetahuan klien tentang penyakit.
6) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang kondisi
prognosis dan pengobatan proses penyakit
C. RENCANA KEPERAWATAN
N Hari/ Tgl/ Tujuan atau Rencana
Dx Kep Rasional
o Waktu Kriteria Hasil Keperawatan
1 Nyeri b/d Setelah 1. Kaji tingkat 1. Untuk mengetahui
peradangan diberikan nyeri yang tingat nyeri klien dan
d/d rasa asuhan dialami oleh menentukan intervensi
panas pada keperawatan klien. selanjutnya
mata 2. Ajarkan kepada 2. Untuk meminimalkan
diharapkan
klien metode nyeri klien
nyeri klien
distraksi selama
teratasi
nyeri, seperti
dengan
nafas dalam dan
kriteria hasil
teratur.
:
3. Ciptakan
3. Merupakan suatu cara
Nyeri lingkungan tidur
• pemenuhan rasa
yang nyaman,
berkurang nyaman kepada klien
aman dan
atau dengan mengurangi
tenang.
terkontrol. stressor yang berupa
4. Kolaborasi kebisingan.
4. Menghilangkan nyeri,
dengan tim
karena memblokir
medis dalam
syaraf penghantar
pemberian
nyeri.
analgesic.
2 Gangguan
Setelah 1. Kompres tepi 1. Melepaskan eksudat
rasa nyaman
diberikan palpebral (mata yang lengket pada tepi
b/d edema
asuhan dalam keadaan palpebral.
dan iritasi
keperawatan tertutup) dgn
konjungtiva
diharapkan larutan salin
d/d
klien merasa kurang lebih
peningkatan
nyaman selama 3 menit
eksudasi, 2. Usap eksudat
dengan 2. Membersihkan
fotofobia secara perlahan
kriteria hasil palpebral dari eksudat
lakrimasi dan dgn kapas yang
: tanpa menimbulkan
rasa nyeri. sudah dibasahi
nyeri dan
• Melakuka salin dan setiap
n tindakan pengusap hanya meminimalkan
untuk dipakai satu kali penyebaran
3. Beritahu klien
mengura- mikroorganisme.
agar tidak 3. Mata tertutup
ngi nyeri /
menutup mata merupakan media
fotofobia /
eksudas. yang sakit. terbaik bagi
• Menunjuk pertumbuhan
4. Anjurkan klien
kan mikroorganisme.
menggunakan
4. Pada klien fotofobi,
perbaikan
kacamata
kacamata gelap dapat
keluhan.
(gelap).
menurunkan cahaya yg
masuk pada mata
sehingga sensitivitas
terhadap cahaya
menurun. Pada
konjungtivitis alergi,
kacamata dapat
mengurangi ekspose
terhadap
allergen/mencegah
5. Anjurkan pada
iritasi lingkungan.
klien wanita
5. Mengurangi expose
konjungtivitis
allergen atau iritan.
alergi agar
menghindari/me
-ngurangi
penggunaan
tatarias hingga
semua
gejala
konjungtivitis
hilang. Bantu
klien mengiden-
tifikasi sumber
allergen yg lain.
Tekankan
pentingnya
kacamata
pelindung bagi
klien yg bekerja
dgn bahan kimia
iritan.
6. Kaji
kemampuan
6. Mengurangi resiko
klien
kesalahan penggunaan
menggunakan
obat mata
obat mata dan
ajarkan klien
cara
menggunakan
obat tetes mata
atau salep mata.
7. Kolaborasi
dalam
7. Mempercepat
pemberian :
penyembuhan pada
Antibiotik
konjungtivitis infektif
dan mencegah infeksi
sekunder
pada konjungtivitis
viral.
Tetes mata diberikan
pada siang hari dan
salep mata diberikan
Analgesik seperti
perubahan penyakit.
konsep
diri.
• Mengeks-
presikan
kesadaran
tentang
perubahan
dan
perkemba-
ngan ke
arah
penerima-
an.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzzane C. 2001. Buku A(ar )epera*atan +edikal Bedah. Jakarta : EGC
Tamsuri, Anas. 2010. Buku A(ar )lien Gangguan +ata dan Penglihatan. Jakarta :
EGC
Ilyas, Sidarta dkk. 2002. Ilmu Penyakit +ata Perhimpunan Dokter Spesialis +ata
Indonesia. Jakarta : CV. Sagung Seto
Capernito-Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis )epera*atan. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. )apita Selekta )edokteran Jilid 2 Ed. III. Jakarta: Media
Aeuscualpius.
Denpasar, Desember 2014
Mengetahui
Mengetahui
Pembimbing Akademik
( )
NIP.