Anda di halaman 1dari 13

REFERAT Definisi

Konjungtivitis adalah inflamasi


CLINICAL EXPOSURE III
pada selaput lendir yang melapisi
(Puskesmas Teluk Naga) permukaan bola mata dan kelopak mata
KONJUNGTIVITIS bagian dalam. Kongjungtivitis dapat dapat
diklasifikasikan menjadi akut, hiperakut,
dan kronis sesuai dengan mode onset dan
beratnya respons klinis. Seringkali baik
konjungtiva dan kornea terlibat, suatu
kondisi yang disebut keratoconjunctivitis.
Sebagian besar kasus disebabkan oleh
infeksi virus atau bakteri (termasuk infeksi
gonokokal dan klamidia). Penyebab lain
termasuk keratoconjunctivitis sicca, alergi,
iritasi kimia, dan trauma. Cara penularan
konjungtivitis biasanya melalui kontak
langsung terhadap mata dari jari, benda
Disusun Oleh:
yang terkontaminasi, atau sentuhan dari
Khrisna Aristia Hutomo
pasien yang terinfeksi. Transmisi juga
01071180153
dapat terjadi melalui sekresi pernapasan
atau larutan tetes mata yang
Pembimbing: terkontaminasi.
Dr. Dian

Epidemiologi

Konjungtivitis merupakan penyakit


yang umumnya bersifat infeksius yang
FAKULTAS KEDOKTERAN
sering terjadi secara berkelompok,
UNIVERSITAS PELITA HARAPANmembuat prevalensi sulit diperkirakan.

2020 Konjungtivitis memiliki prevalensi yang


sama pada pria maupun wanita. Prevalensi
Konjungtivitis
demografik menurut kelompok usia tergantung pada faktor etiologi yang mendasarinya.
Konjungtivitis akibat alergi biasanya dimulai pada akhir masa kanak-kanak atau dewasa muda.

Di seluruh dunia, Chlamydia trachomatis adalah penyebab umum konjungtivitis pada


orang dewasa dan bayi baru lahir. Pada tahun 2016, hampir 2 juta orang di seluruh dunia
kehilangan penglihatan karena infeksi mata klamidia.

Sebagian besar konjungtivitis neonatal disebabkan oleh C. trachomatis dan Neisseria


gonorrhoeae. Konjungtivitis pada anak-anak yang berusia lebih muda dari 6 tahun cenderung
disebabkan oleh bakteri daripada virus. Konjungtivitis pada anak-anak usia 6 tahun atau lebih
cenderung disebabkan oleh virus atau alergi.

Etiologi

Konjungtivitis dapat dibagi menjadi menurut etiologinya, menjadi infeksius dan non-
infeksius. Virus dan bakteri adalah penyebab infeksi paling umum. Konjungtivitis non-infeksius
mencakup konjungtivitis alergi, toksik, dan simatrikial, serta peradangan sekunder akibat
penyakit yang dimediasi kekebalan dan proses neoplastik.

Penyebab bacterial yang paling umum adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus


pneumoniae, Haemophilus influenzae, Pseudomonas aeruginosa dan Moraxella. Neisseria
gonorrhoeae menyebabkan konjungtivitis yang sangat parah yang dapat berkembang menjadi
keratitis. Sedangkan agen penyebab yang umum pada kongjungtivitis viral meliputi Adenovirus,
Enteroviruses, Herpes simplex, Varicella dan measles.

Konjungtivitis juga dapat disebabkan oleh Chlamydia trachomatis, yang merupakan


penyebab utama kebutaan di seluruh dunia. Bentuk konjungtivitis Chlamydia juga umum terjadi
pada neonatus yang melewati jalan lahir yang terinfeksi. Pada kongjungtivitis fungal, agen
etiologinya berupa Candida, Blastomyces dan Sporothrix schenckii. Selain itu, terdapat juga
beberapa jenis parasite yang dapat menyebabkan kongjungtivitis, diantaranya adalah Trichinella
spiralis, Taenia solium, Loa Loa filariasis dan Schistosoma.
Etiologi lain yang dapat menyebabkan kongjungtivitis meliputi alergi dan substansi
beracun. Serbuk sari dapat menyebabkan konjungtivitis alergi yang biasanya melibatkan kedua
mata dan disertai dengan rasa gatal. Hampir semua solusi topikal yang diberikan pada mata juga
dapat menyebabkan konjungtivitis alergi. Lensa kontak dan kosmetik yang mengandung bahan
kimia keras juga merupakan faktor etiologi.

Kondisi klinis lain di mana konjungtivitis adalah komponen utama dari manifestasi klinis
adalah sindrom Reiter, keratoconjunctivitis sicca, penyakit graft-versus-host, dan pemfigoid.

Faktor resiko

Konjungtiva merupakan suatu selaput mukosa yang menutupi bola mata hingga kornea
dan kelopak mata. Permukaan membran transparan ini biasanya dilindungi dari infeksi oleh air
mata, yang mengandung banyak agen antibakteri, termasuk lisozim dan imunoglobulin A dan G.
Pasien dengan penurunan produksi air mata — misalnya, mereka yang memiliki kondisi
skleroderma dengan infiltrasi saluran lakrimal sering mengalami rekurensi konjungtivitis.

Faktor risiko lain termasuk higienitas tangan dan wajah yang buruk, penggunaan lensa
kontak, berenang di kolam yang kurang terklorinasi, memiliki riwayat penyakit mata (mata
kering, blepharitis, dan kelainan anatomi permukaan mata), memiliki riwayat operasi mata dalam
waktu dekat, dan riwayat penggunaan obat,

Patofisiologi

Pada konjungtivitis neonatal, bakteri atau virus diperoleh selama perjalanan melalui jalan
lahir. Infeksi neonatal diperoleh dari seorang ibu yang memiliki infeksi simtomatik atau yang
merupakan pencabut organisme asimptomatik.

Pada konjungtivitis dewasa, bakteri atau virus diperoleh baik melalui kontak langsung
dengan individu yang terinfeksi atau melalui fomites (benda mati seperti handuk) yang
membawa mikroba. Cara penularan yang umum adalah jari yang telah bersentuhan dengan sekret
mata yang terinfeksi dan memindahkan organisme infeksius tersebut ke mata. Jaringan
permukaan mata dan adnexa okular dikolonisasi oleh oleh flora normal seperti streptokokus,
stafilokokus, dan corynebacteria. Perubahan pada pertahanan inang dapat menyebabkan infeksi
klinis. Perubahan pada flora normal juga dapat terjadi akibat kontaminasi eksternal (misalnya,
pemakaian lensa kontak, berenang), penggunaan antibiotik topikal atau sistemik, atau
penyebaran dari situs infeksius yang berdekatan (misalnya menggosok mata).

Pada konjungtivitis alergi, patofisiologi bergantung pada jenis dan faktor penyebab.
Konjungtivitis alergi yang bersifat musiman atau perennial biasanya dipicu oleh antigen yang
ditransmisikan lewat udara, seperti debu, jamur, rumput dan serbuk sari. Antigen tersebut dapat
menyebabkan instabilitas pada film air mata yang menyebabkan iritasi dan menginisiasi proses
inflamasi. Beberapa jenis konjungtivitis alergi lainnya, seperti konjungtivitis papiler besar (giant
papillary conjunctivitis) memiliki patofisiologi yang dimediasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I
dan tipe IV. Diyakini bahwa terdapat antigen pada individu yang rentan, yang merangsang reaksi
imunologis dan menginisiasi perkembangan reaksi inflamasi. Iritasi mekanikal yang
berkepanjangan pada konjungtiva akibat berbagai benda asing juga dapat menjadi faktor yang
berkontribusi pada perjalanan patofisiologi penyakit.

Pertahanan utama terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang menutupi konjungtiva.
Gangguan pada epitel penghalang tersebut dapat menyebabkan infeksi. Sedangkan pertahanan
sekunder termasuk mekanisme imun hematologis melalui pembuluh darah konjungtiva,
imunoglobulin film air mata, lisozim, aksi pembilasan melalui proses lakrimasi dan proses
pengedipan.

Manifestasi klinis

Peradangan konjungtiva disebut konjungtivitis. Hal ini disertai dengan dilatasi pembuluh
darah di dalam membran, menyebabkan sklera putih di bawahnya tampak merah. Selain
kemerahan, keluhan penyerta lainnya adalah pembentukan eksudat. Eksudat purulen umumnya
terkait dengan manifestasi seperti pembengkakan kelopak mata, nyeri, dan gatal-gatal. Setelah
bangun di pagi hari, pasien mungkin menemukan bahwa eksudat kering telah menutup kelopak
mata. Jika konjungtivitis bersifat akut, pengelihatan biasanya tidak terganggu, dan kornea dan
pupil tampak normal.
Temuan spesifik pada pemeriksaan mata juga dapat bervariasi tergantung pada penyebab
tertentu. Konjungtivitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri lebih sering terjadi pada anak-anak.
Sejumlah besar nanah biasanya disekresikan dari mata, dan setelah nanah dibersikan sekalipun,
akan segera digantikan oleh eksudat baru. Cairan biasanya bersifat kental atau purulen.
Konjungtivitis bakteri biasanya tidak disertai oleh gangguan pengelihatan, hanya sedikit rarsa
tidak nyaman. Pada beberapa kasus kongjungtivitis bacterial, khususnya yang disebabkan oleh
Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumonia, manifestasi klinis dapat disertai dengan
petechial hemorrhage. Sebagian besar dari kasus konjungtivitis bakteri dapat sembuh dengan
sendirinya, sekitar 10-14 hari tanpa pengobatan.

Konjungtivitis akibat infeksi virus adalah penyebab paling umum konjungtivitis pada
orang dewasa. Eksudat dalam infeksi virus biasanya kurang bersifat purulen dan lebih
berkarakteristik serous. Pada konjungtivitis viral, klamidia, dan toksik, jaringan limfatik pada
konjungtiva dapat menjadi hipertrofi, sehingga membentuk benjolan kecil dan halus yang disebut
folikel. Konjungtivitis virus bersifat sangat infeksius; kedua belah mata dapat menunjukkan
gejala dalam 24-48 jam. Infeksi biasanya dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu 1-3
minggu. Pasien juga dapat memiliki keluhan sistemik seperti faringitis, demam, malaise, dan
adenopati preauricular. Pada konjungtivitis yang disebabkan oleh Herpes Simplex Virus, keluhan
pasien dapat disertai dengan lesi pada kelopak mata yang berupa blisters.

Sedangkan pada kongjungtivitis akibat Chlamidia, eksudat biasanya terlihat mukopurulen


dan terdapat keterlibatan korneal. Episode infeksi Chlamidia yang berulang pada masa kanak-
kanak dapat bermanifestasi sebagai konjungtivitis folikuler bilateral, keratitis epitel, dan
vaskularisasi kornea (pannus). Jaringan parut (cicatrization) dari konjungtiva tarsal dapat
menyebabkan terbentuknya entropion dan trichiasis pada usia dewasa, disertai dengan jaringan
parut sekunder pada bagian kornea sentral.

Pada kongjungtivitis alergi, manifestasi klinis umumnya berupa rasa gatal, lakrimasi,
kemerahan, terdapatnya eksudat seperti benang (stringy), dan terkadang dapat juga disertai
dengan fotofobia atau penglihatan yang menurun. Konjungtivitis alergi pada awalnya dapat
ditandai oleh hiperemia dan edema konjungtiva, seringkali timbul dengan onset yang tiba-tiba
seperti konjungtivitis seasonal. Konjungtivitis papiler besar (giant papillary conjunctivitis)
adalah salah satu jenis konjungtivitis alergi, dan paling umum terjadi pada pasien yang
menggunakan lensa kontak secara rutin.

Konjungtivitis vernal juga merupakan salah satu bentuk dari konjungtivitis alergi yang
parah dan lebih sering terjadi di musim panas (bukan musim semi). Istilah vernal mengacu pada
musim semi, dan karena itu sekarang disebut sebagai "konjungtivitis cuaca hangat (warm
weather conjunctivitis)". Papila besar yang terlihat seperti pola batu bulat (cobblestone) dapat
terlihat dalam kondisi ini. Konjungtivitis jenis ini terjadi terutama pada anak laki-laki, dan
biasanya berhenti kambuh sesuai musim.

Diagnosis

Kultur biasanya tidak dilakukan pada kasus konjungtivitis dengan manifestasi klinis yang
umum ditemukan. Dalam kasus yang lebih parah, kerokan konjungtiva dapat diperoleh untuk
kultur dan pewarnaan Gram. Leukosit polimorfonuklear (PMN) dalam jumlah banyak dapat
ditemukan pada konjungtivitis bakteri dan klamidia. Pada konjungtivitis virus biasanya dapat
ditemukan eksudat sel mononuklear, sedangkan konjungtivitis alergi dikaitkan dengan dominasi
eosinofil. Peradangan folikel dengan eksudat yang mengandung PMNs sangat merujuk pada
infeksi klamidia. Kongjungtivitis juga dapat dikaitkan dengan glaukoma sudut sempit; namun,
eksudate crusting biasanya tidak terdapat pada penyakit ini.

Sistem penilaian klinis telah dikembangkan untuk membedakan konjungtivitis bakteri


dari penyebab konjungtivitis lainnya pada orang dewasa sehat yang tidak memakai lensa kontak.
Skor +5 hingga –3 ditentukan sebagai berikut:

 Dua kelopak mata yang menempel dan sulit dibuka (+5); satu mata yang menempel (+2);
riwayat konjungtivitis (–2); mata gatal (–1).
 Skor +5, +4, atau +3 berguna untuk menentukan konjungtivitis bakteri dengan spesifisitas
masing-masing 100%, 94%, dan 92%.
 Skor –1, –2, atau –3 berguna untuk menyingkirkan konjungtivitis bakteri dengan
sensitivitas masing-masing 98%, 98%, dan 100%.
Untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis viral, dapat dilakukan tes cepat (rapid test)
untuk konjungtivitis adenoviral (RPS AdenoPlus) yang memiliki sensitivitas 90% dan
spesifisitas 96%, dibandingkan dengan kultur sel virus dengan pewarnaan imunofluoresensi
konfirmasi.

Diagnosis banding

Episcleritis merupakan peradangan episclera yang bersifat segmental atau difus


(menyebabkan mata berwarna merah muda), dengan atau tanpa rasa tidak nyaman, tetapi bisa
disertai dengan nyeri tekan saat palpasi, dan tidak ada gangguan penglihatan.

Skleritis merurpakan peradangan pada sklera yang bersifat segmental atau difus
(menyebabkan mata berwarna merah tua, ungu, atau biru), disertai dengan nyeri mata yang
sangat parah. Rasa nyeri seringkali menjalar ke daerah kepala dan leher. Keluhan juga dapat
disertai dengan fotofobia dan kehilangan penglihatan.

Uveitis atau iritis biasanya disertai dengan injeksi perilimbal 360 derajat (360-degree
perilimbal injection), nyeri pada mata, fotofobia, dan kehilangan penglihatan. Awalnya sering
didiagnosa sebagai konjungtivitis namun tidak terdapat resolusi setelah pengobatan.

Keratitis atau ulserasi kornea biasanya memiliki manifestasi klinis berupa suntikan
konjungtiva difus (diffuse conjunctival injection), seringkali dengan miosis (konstriksi pupil),
terdapatnya sekret mata, rasa nyeri, fotofobia, dan kehilangan penglihatan, tergantung pada
lokasi ulserasi. Penggunaan fluorescein dan sinar UV dapat membantu membedakan diagnosis
dengan konjungtivitis biasa, dan membantu mengidentifikasi ulkus dendritik atau kerusakan
kornea lainnya sehingga pasien dapat segera dirujuk menuju oftalmologis.

Glaukoma penutupan sudut akut memiliki manifestasi berupa kornea yang berawan dan
injeksi skleral, disertai dengan nyeri mata dengan sakit kepala ipsilateral, peningkatan tekanan
intraokular, dan kehilangan penglihatan yang parah.

Benda asing di mata dapat menyebabkan injeksi konjungtiva dan menyebabkan


superinfeksi bakteri. Jika benda asing tidak mudah disingkirkan dengan tindakan konservatif,
atau tampak superinfeksi dengan ulserasi atau infiltrat leukosit, diperlukan rujukan darurat
menuju oftalmologis.

Tatalaksana Medikamentosa

Perawatan sistemik umumnya tidak dianjurkan kecuali untuk kasus konjungtivitis bakteri
yang sangat parah. Sebuah meta-analisis telah menjelaskan bahwa walaupun konjungtivitis
bakteri dapat sembuh dengan sendirinya, antibiotik topikal bermanfaat secara klinis dengan
memperpendek manifestasi klinis infeksi dan mengurangi kemungkinan penularan dari orang ke
orang.

Untuk konjungtivitis bakteri, eritromisin (5 mg / g diaplikasikan 4 kali sehari selama 5-7


hari) merupakan pengobatan yang efektif terhadap patogen gram positif dan Chlamydia.
Trimethoprim-polymyxin B (0,1% -10.000 unit / mL larutan 1-2 tetes 4 kali per hari selama 5-7
hari) memberikan efektifitas yang baik untuk gram positif maupun gram negatif. Sediaan tetes
mata fluoroquinolone topikal sekarang lebih disukai dan lebih banyak digunakan oleh banyak
dokter mata (misalnya, larutan ofloxacin 0,3% atau larutan moxifloxacin 0,5% 1-2 tetes 4 kali
per hari selama 5-7 hari) karena bersifat efektif terhadap spektrum bakteri yang luas (gram-
positif dan gram negatif) dan disertai dengan efek perbaikan klinis yang cepat dalam kasus
infeksi bakteri.

Untuk konjungtivitis gonokokal, pengobatan yang efektif adalah Ceftriaxone 1 g


disuntikkan secara intramuscular, karena seringkali terdapat resistensi terhadap Fluoroquinolone.
Irigasi mata dengan cairan saline dapat mempercepat resolusi konjungtivitis. Antibiotik topikal
seperti eritromisin dan bacitracin juga dapat digunakan.

Pengobatan yang efektif untuk konjungtivitis Chlamidial yang disebabkan oleh C.


Trachoma adalah oral azithromycin 1 g dosis tunggal. Pada konjungtivitis inklusi (inclusion
conjunctivitis), pengobatan yang diberikan adalah tetrasiklin oral atau eritromisin 500 mg empat
kali sehari, atau doksisiklin 100 mg 2 kali sehari selama 1-2 minggu. Alternatif lainnya adalah
azitromisin oral 1 g sebagai dosis tunggal yang juga telah dibuktikan sama efektif.
Pada kongjungtivitis viral, sampai saat ini tidak terdapat pengobatan yang spesifik,
karena sebagian besar kasus bersifat self-limiting. Air mata buatan dan kompres dingin dapat
membantu mengurangi rasa tidak nyaman. Meskipun begitu, penggunaan antibiotik topikal dan
steroid dalam infeksi akut tidak dianjurkan. Etika menjaga kebersihan tangan dapat dianjurkan
untuk meminimalisir penyebaran.

Sedangkan untuk konjungktivitis alergi, agen anti-inflamasi pada pengobatan topikal


harus meliputi stabilisator sel mast dan antihistamin. Antihistamin sistemik, seperti loratadin 10
mg per hari, dapat berguna untuk pengobatan keratokonjungtivitis atopik yang berkepanjangan.
Vasokonstriktor topikal seperti ephedrine, naphazoline, tetrahydrozoline, dan phenylephrine,
dapat digunakan dengan atau tanpa kombinasi antihistamin, dan umumnya tersedia sebagai obat
yang dijual bebas. Namun biasanya agen-agen tersebut tidak direkomendasikan karena efektifitas
yang terbatas dan resiko rebound hyperemia. Kortikosteroid topikal dapat digunaka pada kasus
yang sangat parah atau berkepanjangan dan harus dibawah pengawasan oftalmologis.

Tindakan bedah hanya diindikasikan jika terdapat deformitas pada kelopak mata,
sedangkan transplantasi korrena hanya diindikasikan untuk stadium lanjut konjungtivitis yang
disebabkan oleh trachoma.

Tatalaksana Non-Medikamentosa

Penggunaan kompres dingin dan istirahat yang cukup dapat membantu dalam kasus
konjungtivitis bakteri atau virus ringan. Menurut beberapa penelitian, peningkatan asupan diet
yang tinggi akan asam lemak omega-3 telah dikatakan memiliki manfaat dalam resolusi
konjungtivitis. Kebersihan pribadi khususnya etika mencuci tangan dan menjaga kebersihan
lingkungan rumah dapat diedukasikan kepada pasien untuk mencegah penyebaran.

Komplikasi dan Prognosis

Komplikasi pada konjungtivitis virus meliputi penurunan penglihatan yang disebabkan


oleh infiltrat subepitel kornea. Ulserasi kornea, perforasi atau jaringan parut, yang
mengakibatkan kehilangan penglihatan, merupakan komplikasi pada konjungtivitis gonokokal,
trachoma, atau konjungtivitis alergi kronik.

Sebagian besar kasus konjungtivitis bakteri atau virus tidak memerlukan tindak lanjut dan
memiliki prognosis yang baik. Konjungtivitis bakteri berulang membutuhkan penilaian lebih
lanjut dari oftalmogis untuk faktor predisposisi yang mendasari, seperti blepharitis.
Konjungtivitis gonokokal dan inklusi juga memerlukan tindak lanjut untuk menyingkirkan
kemungkinan penyakit menular seksual lainnya. Konjungtivitis alergi sedang, berat atau kronis
memerlukan pemeriksaan secara rutin dan pengobatan jangkapanjang yang dimonitor oleh
oftalmologis; sama halnya dengan pasien yang menggunakan kortikosteroid topikal.

Pencegahan

Praktik kebersihan yang baik dengan mencuci tangan dan muka dengan sabun dan air
merupakan upaya pencegahan yang paling efektif. Pasien juga dapat diedukasi mengenai
pemakaian lensa kontak yang baik dan cara pembersihannya. Bentuk pencegahan lainnya adalah
untuk menghindari menyentuh wajah atau menggosok mata dan segera mencuci tangan
sesudahnya. Selain itu, menghindari penggunaan handuk muka, riasan mata, atau wadah lensa
kontak secara bersamaan dengan orang lain juga dapat mencegah terjadinya kongjungtivitis.
Kesimpulan

Konjungtivitis adalah inflamasi pada selaput lendir yang melapisi permukaan bola mata
dan kelopak mata bagian dalam. Kongjungtivitis dapat dapat diklasifikasikan menjadi akut,
hiperakut, dan kronis menurut onsetnya. Konjungtivis merupakan penyakit infeksius yang sering
terjadi di seluruh dunia. Prevalensinya sama pada pria maupun wanita, namun prevalensi
demografik menurut kelompok usia tergantung pada faktor etiologi yang mendasarinya. Menurut
etiologinya, konjungtivitis dapat dibagi menjadi infeksius dan non-infeksius. Virus dan bakteri
adalah penyebab infeksi paling umum. Penyebab bakteri paling umum adalah Staphylococcus
aures dan Haemophilus influenzae, sedangkan penyebab viral paling umum adalah Adenovirus.
Sementara itu, Chlamydia trachomatis adalah penyebab umum konjungtivitis pada orang dewasa
dan bayi baru lahir dan berkontribusi pada sebagian besar kasus konjungtivitis yang berujung
pada kebutaan. Konjungtivitis non-infeksius mencakup konjungtivitis alergi, toksik, dan
simatrikial, serta peradangan sekunder akibat penyakit yang dimediasi kekebalan dan proses
neoplastik. Faktor resiko konjungtivitis meliputi kebiasaan higenitas yang buruk, pasien dengan
imun tubuh yang lemah, pasien yang menggunakan lensa kontak secara regular dan pasien yang
memiliki riwayat penyakit maupun riwayat bedah terkait mata. Patofisiologi pada dasarnya
didasari oleh patogen penyebab konjungtivitis tersebut. Secara umum, konjugtivitis terjadi akibat
ketidakseimbangan flora normal pada mata, perubahan pada pertahanan inang dan gangguan
pada pertahanan lokal mata yang berupa lapisan epitel, pembuluh darah konjungtiva,
imunoglobulin pada film air mata, lisozim, proses lakrimasi dan proses pengedipan. Semua
alterasi yang menginisiasi proses inflamasi disebabkan oleh faktor penyebab, baik bakteri, viral,
maupun reaksi hipersensitivitas seperti pada konjungtivitis alergi. Manifestasi klinis juga
bervariasi pada setiap tipe konjungtivitis menurut faktor penyebab yang menyadarinya, namun
secara umum pasien dengan kongjungtivitis mendapati keluhan mata yang tampak kemerahan,
disertai dengan eksudat, pembengkakan kelopak mata, nyeri, gatal-gatal dan eksudat kering pada
pagi hari yang membuat pasien kesulitan membuka mata. Jika konjungtivitis bersifat akut,
pengelihatan biasanya tidak terganggu, dan kornea dan pupil tampak normal. Diagnosis biasanya
tidak dilakukan secara rutin, namun kultur dan pewarnaan Gram dari kerokan konjungtiva dapat
diperoleh pada kasus yang lebih parah. Terdapat pula kriteria diagnosis menggunakan sistem
skoring untuk membedakan konjungtivitis bakteri dari penyebab lainnya. Diagnosis banding
pada konjungtivitis meliputi sebagian besar kasus dengan mata yang terlihat merah sebagai
manifestasi utamanya, yaitu episcleritis, skleritis, uveitis, keratitis, infeksi akibat benda asing dan
glaucoma dengan penutupan sudut akut. Tatalaksana secara medikamentosa umumnya diberikan
antibiotic seperti eritromisin, azithromycin, atau sediaan tetes mata fluorokuinolon topikal.
Untuk konjungtivitis alergi, pengobatan utamanya adalah agen anti-inflamasi, stabilisator sel
mast dan antihistamin. Sedangkan konjungtivitis viral tidak memiliki pengobatan yang spesifik
dan sebagian pengobatannya bersifat simtomatik atau suportif. Tatalaksana non-medikamentosa
sebagian besar terdiri atas penggunaan kompres dingin dan istirahat yang cukup. Prognosis pada
sebagian besar kasus kongjungtivitis baik dan tidak memerlukan penilaian lebih lanjut, namun
pada kasus konjungtivitis alergi umumnya diperlukan pengobatan jangka panjang dibawah
pengawasan dokter. Komplikasi yang dapat terjadi adalah penurunan pengelihatan akibat infiltrat
kornea, ulserasi kornea, perforasi, atau terdapatnya jaringan parut. Sebagian besar komplikasi
tersebut terjadi akibat konjungtivitis kronik yang tidak mendapatkan pengobatan adekuat,
khususnya yang disebabkan oleh gonorrhea. Upaya pencegahan memiliki prinsip menjaga
kebersihan diri sendiri, khususnya kebersihan tangan dan wajah.
REFERENSI

1. Southwick F. Infectious Diseases: A Clinical Short Course. 4th ed. New York: McGraw Hill;
2020.

2. Papadakis M, McPhee S, Bernstein J. Quick Medical Diagnosis & Treatment 2020. New
York: McGraw Hill; 2020.

3. Chumley H, Mayeaux E, Smith M, Usatine R. The color atlas and synopsis of family
medicine. 3rd ed. United States of America: McGraw Hill; 2019.

4. Doherty G, Pitha I, Tsai L. Current Diagnosis & Treatment: Surgery. 14th ed. New York:
McGraw Hill; 2015.

5. Levison W, Hong P. Review of Medical Microbiology & Immunology: A Guide to Clinical


Infectious Diseases. 15th ed. New York: McGraw Hill; 2018.

6. Azari A, Barney N. Conjunctivitis: A Systematic Review of Diagnosis and Treatmen. JAMA


[Internet]. 2013 [cited 9 April 2020];310(16):1721-1729. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4049531/

7. Bacterial Conjunctivitis (Pink Eye): Practice Essentials, Background, Pathophysiology


[Internet]. Emedicine.medscape.com. 2020 [cited 9 April 2020]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1191730-overview#a4

8. Allergic Conjunctivitis: Background, Pathophysiology, Epidemiology [Internet].


Emedicine.medscape.com. 2020 [cited 9 April 2020]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1191467-overview#a5

Anda mungkin juga menyukai