PASIEN TN. M
RAWAT JALAN DENGAN KONJUNGTIVITIS
OLEH :
TULUS RAHARJO
NIM : P07120119026R
2. ETIOLOGI
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai hal dan dapat bersifat
infeksius seperti bakteri, klamidia, virus, jamur, parasit (oleh bahan iritatif =>
kimia, suhu, radiasi), maupun imunologi (pada reaksi alergi).
Kebanyakan konjungtivitis bersifat bilateral. Bila hanya unilateral,
penyebabnya adalah toksik atau kimia. Organisme penyebab tersering adalah
stafilokokus, streptokokus, pneumokokus, dan hemofilius. Adanya infeksi atau
virus. Juga dapat disebabkan oleh butir-butir debu dan serbuk sari, kontak
langsung dengan kosmetika yang mengandung klorin, atau benda asing yang
masuk kedalam mata
Penyebab konjungtivis tergantung dari jenis konjungtivis. Berikut ini
etiolgi berdasarkan klasifikasi konjungtivis yaitu :
a. Konjungtivis Alergi
Reaksi hipersensitivitas tipe cepat atau lambat atau reaksi antibodi
humoral terhadap alergen. Pada keadaan yang berat merupakan bagian dari
Sindrom Steven Johnson, suatu penyakit eritema multiforme berat akibat
reaksi alergi pada orang dengan presdiposisi alergi obat-obatan. Pada
pemakaian mata palsu atau lensa kontak juga dapat terjadi reaksi alergi.
b. Konjungtivis Infektif
Disebabkan oleh bakteri seperti : Stafilokok, Streptokok,
Corynebacterium diphtheria, Pseudomonas aeruginosa, Neisseria
gonorrhea, Haemophilus influenza
c. Konjungtivis Viral
Disebabkan oleh virus seperti : Adenovirus, Herpes simpleks, Herpes
zoster, Klamidia, New castle, Pikorna, Enterovirus
3. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia penyakit ini masih banyak terdapat dan paling sering
dihubungkan dengan penyakit tuberkulosis paru. Penderita lebih banyak pada
anak-anak dengan gizi kurang atau sering mendapat radang saluran napas, serta
dengan kondisi lingkungan yang tidak higiene. Pada orang dewasa juga dapat
dijumpai tetapi lebih jarang.
Meskipun sering dihubungkan dengan penyakit tuberkulosis paru, tapi
tidak jarang penyakit paru tersebut tidak dijumpai pada penderita dengan
konjungtivitis flikten. Penyakit lain yang dihubungkan dengan konjungtivitis
flikten adalah helmintiasis. Di Indonesia umumnya, terutama anak-anak
menderita helmintiasis, sehingga hubungannya dengan konjungtivitis flikten
menjadi tidak jelas. (Alamsyah, 2007)
4. PATHOFISIOLOGI
Konjungtiva selalu berhubungan dengan dunia luar sehingga kemungkinan
terinfeksi dengan mikroorganisme sangat besar. Apabila ada mikroorganisme
yang dapat menembus pertahanan konjungtiva berupa tear film yang juga
berfungsi untuk mmelarutkan kotoran-kotoran dan bahan-bahan toksik melalui
meatus nasi inferior maka dapat terjadi konjungtivitas.
Konjungtivitis merupakan penyakit mata eksternal yang diderita oleh
masyarakat, ada yang bersifat akut atau kronis. Gejala yang muncul tergantung
dari factor penyebab konjungtivitis dan factor berat ringannya penyakit yang
diderita oleh pasien. Pada konjungtivitis yang akut dan ringan akan sembuh
sendiri dalam waktu 2 minggu tanpa pengobatan. Namun ada juga yang
berlanjut menjadi kronis, dan bila tidak mendapat penanganan yang adekuat
akan menimbulkan kerusakan pada kornea mata atau komplikasi lain yang
sifatnya local atau sistemik.
Konjungtiva karena lokasinya terpapar pada banyak mikroorganisme dan
factor lingkungan lain yang mengganggu. Beberapa mekanisme melindungi
permukaan mata dari substansi luar. Pada film air mata, unsure berairnya
mengencerkan materi infeksi, mucus menangkap debris dan kerja memompa
dari pelpebra secara tetap menghanyutkan air mata ke duktus air mata dan air
mata mengandung substansi antimikroba termasul lisozim. Adanya agen
perusak, menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel,
kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau granuloma. Mungkin pula
terdapat edema pada stroma konjungtiva (kemosis) dan hipertrofi lapis limfoid
stroma (pembentukan folikel). Sel-sel radang bermigrasi dari stroma konjungtiva
melalui epitel kepermukaan. Sel-sel kemudian bergabung dengan fibrin dan
mucus dari sel goblet, embentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan
perlengketan tepian palpebra saat bangun tidur.
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi
pembuluh-pembuluh konjungtiva posterior, menyebabkan hoperemi yang
tampak paling nyata pada forniks dan mengurang kearah limbus. Pada hiperemi
konjungtiva ini biasanya didapatkan pembengkakan dan hipertrofi papilla yang
sering disertai sensasi benda asing dan sensasi tergores, panas, atau gatal. Sensai
ini merangsang sekresi air mata. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh
darah yang hyperemia dan menambah jumlah air mata. Jika klien mengeluh sakit
pada iris atau badan siliare berarti kornea terkena.
a. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi adalah salah satu dari penyakit mata eksternal
yang paling sering terjadi. Bentuk konjungtivitis ini mungkin musiman atau
musim-musim tertentu saja dan biasanya ada hubungannya dengan kesensitifan
dengan serbuk sari, protein hewani, bulu-bulu, debu, bahan makanan tertentu,
gigitan serangga, obat-obatan. Konjungtivitis alergi mungkin juga dapat terjadi
setelah kontak dengan bahan kimia beracun seperti hair spray, make up, asap,
atau asap rokok. Asthma, gatal-gatal karena alergi tanaman dan eksim, juga
berhubungan dengan alergi konjungtivitis.
b. Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis bakteri disebut juga “Pink Eye”. Bentuk ini adalah
konjungtivitis yang mudah ditularkan, yang biasanya disebabkan oleh
staphylococcus aureus. Mungkin juga terjadi setelah sembuh dari haemophylus
influenza atau neiseria gonorhe.
c. Konjungtivitis Bakteri Hiperakut
Neisseria gonnorrhoeae dapat menyebabkan konjungtivitis bakteri
hiperakut yang berat dan mengancam penglihatan.
d. Konjungtivitis Viral
Jenis konjungtivitis ini adalah akibat infeksi human adenovirus (yang
paling sering adalah keratokonjungtivitis epidermika) atau dari penyakit virus
sistemik seperti mumps dan mononukleus. Biasanya disertai dengan
pembentukan folikel sehingga disebut juga konjungtivitis folikularis. Mata yang
lain biasanya tertular dalam 24-48 jam.
e. Konjungtivitis Blenore
Konjungtivitis purulen (bernanah pada bayi dan konjungtivitis
gonore). Blenore neonatorum merupakan konjungtivitis yang terdapat pada bayi
yang baru lahir.
5. GEJALA KLINIS
Umumnya, konjungtivitis mengenai kedua mata dengan derajat keparahan
yang berbeda. Gejala konjungtivitis adalah mata merah dengan produksi sekret
yang berlebih sehingga mata terasa lengket pada pagi hari setelah bangun tidur.
Selain itu, pasien dapat mengalami sensasi benda asing, terbakar, atau gatal,
serta fotofobia. Rasa nyeri yang muncul biasanya menandakan kornea juga
terkena.
Gejala yang dirasakan oleh pasien dapat bervariasi. Oleh karena itu,
penting untuk mengenali tanda dari konjungtivitis berupa :
a. Hiperemia
Mata tampak merah akibat dilatasi pembuluh darah. Jika tanpa disertai
infiltrasi seluler, menandai iritasi seperti angin, matahari, dan asap.
b. Epifora
Lakrimasi yang berlebihan sebagai respons terhadap sensasi benda asing dan
iritan yang harus dibedakan dengan transudat. Transudat ringan yang timbul
akibat pelebaran pembuluh darah dapat bercampur dengan air mata.
c. Eksudasi
Kuantitas dan sifat eksudar (mukoid, purulen, berair, atau berdarah)
bergantung dengan etiologi penyakit.
d. Pseudoptosis
Jatuhnya kelopak bola mata karena infiltrasi pada otot Muller yang dapat
ditemukan pada konjungtivitis parah seperti keratokonjungtivitis trakoma.
e. Hipertrofi papiler
Reaksi konjungtiva yang tidak spesifik berupa papil berukuran kecil, halus,
dan seperti beludru. Papil berwarna kemerahan pada infeksi bacterial,
sedangkan bentuk cobblestone ditemui pada konjungtivitis vernal.
f. Kemosis
Pembengkakan konjungtiva yang sering ditemukan pada konjungtivitis
alergika, bakterial (konjungtivitis gonokokus), dan adenoviral.
g. Folikel
Hiperplasia limfoid lokal konjungtiva yang terdiri dari sentrum
germinativum yang paling sering ditemukan pada infeksi virus. Selain
infeksi virus, ditemui pula pada infeksi parasit dan yang diinduksi oleh obat
idoxuridine, dipivefrin, dan miotik.
h. Pseudomembran
Terbentuk akibat proses eksudatif dimana epitel tetap intak ketika
pseudomembran dibuang.
i. Konjungtiva lignose
Terbentuk pada pasien yang mengalami konjungtivitis membranosa
berulang.
j. Flikten
Diawali dengan perivaskulitis limfositik yang kemudian berkembang
menjadi ulkus konjungtiva. Selain itu, flikten menandakan reaksi delayed
hipersensitivitas terhadap antigen microbial.
k. Limfadenopati preaurikular
Pembesaran kelenjar getah bening yang dapat disertai rasa nyeri pada infeksi
akibat herpes simpleks, konjungtivitis inklusi, atau trakoma.
Gejala subjektif meliputi rasa gatal, kasar (ngeres/tercakar) atau terasa ada
benda asing. Penyebab keluhan ini adalah edema konjungtiva, terbentuknya
hipertrofi papilaris, dan folikel yang mengakibatkan perasaan adanya benda
asing didalam mata.
Gejala objektif meliputi hyperemia konjungtiva, epifora (keluar air mata
berlebihan), pseudoptosis (kelopak mata atas seperti akan menutup), tampak
semacam membrane atau pseudomembran akibat koagulasi fibrin.
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani atau diobati bisa
menyebabkan kerusakan pada mata atau gangguan pada mata dan
menimbulkan komplikasi. Beberapa komplikasi dari konjungtivitis yang
tidak tertangani diantaranya :
1) Glaucoma
2) Katarak
3) Ablasi retina
4) Komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala
penyulit dari blefaritis seperti ekstropin, trikiasis .
5) Komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea.
6) Komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea
adalah bila sembuh akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di
kornea yang dapat mengganggu penglihatan, lama- kelamaan orang bisa
menjadi buta.
7) Komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik
dapat mengganggu penglihatan.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Mata
- Pemeriksaan tajam penglihatan
- Pemeriksaan dengan uji konfrontasi, kampimeter dan perimeter (sebagai
alat pemeriksaan pandangan).
- Pemeriksaan dengan melakukan uji fluoresein (untuk melihat adanya
efek epitel kornea).
- Pemeriksaan dengan melakukan uji festel (untuk mengetahui letak
adanya kebocoran kornea).
- Pemeriksaan oftalmoskop
- Pemeriksaan dengan slitlamp dan loupe dengan sentolop (untuk melihat
benda menjadi lebih besar disbanding ukuran normalnya).
b. Therapy Medik
Antibiotic topical, obat tetes steroid untuk alergi (kontra indikasi pada
herpes simplek virus).
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah
bahan tersebut dibuat sediaan yang dicat dengan pegecatan gram atau giemsa
dapat dijumpai sel-sel radang polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang
disebabkan alergi pada pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel
eosinofil.
7. PENATALAKSANAAN
Secara umum pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
sulfonamide (sulfacetamide 15%) atau antibiotic (gentamycin 0,3%),
chloramphenicol 0,5%. Konjungtivitis akibat alergi dapat diobati dengan
antihistamin (antazoline 0,5%, naphazoline 0,05%) atau dengan kortikosteroid
(dexamentosone 0,1%). Umumnya konjungtivitis dapat sembuhmtanpa
pengobatan dalam waktu 10-14 hari, dan dengan pengobatan, sembuh dalam
waktu 1-3 hari.
Adapun penatalaksanaan konjungtivitis sesuai dengan klasifikasinya
adalah sebagai berikut:
1. Konjungtivitis Bakteri
Sebelum terdapat hasil pemeriksaan mikrobiologi, dapat diberikan
antibiotic tunggal, seperti gentamisin, kloramfenikol, folimiksin selama 3-5
hari. kemudian bila tidak memberikan hasil yang baik, dihentikan dan
menunggu hasil pemeriksaan. Bila tidak ditemukan kuman dalam sediaan
langsung, diberikan tetes mata disertai antibiotic spectrum obat salep luas
tiap jam mata untuk tidur atau salep mata 4-5 kali sehari.
2. Konjungtivitis Bakteri Hiperakut
o Pasien biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit untuk terapi
topical dan sistemik. Secret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air
bersih atau dengan garam fisiologik setiap ¼ jam.
o Kemudian diberi salep penisilin setiap ¼ jam.
Pengobatan biasanya dengan perawatan di rumah sakit dan
terisolasi, medika menstosa :
- Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin G
10.000-20.000/ml setiap 1 menit sampai 30 menit.
- Kemudian salep diberikan setiap 5 menit selama 30 menit. Disusul
pemberiansalep penisilin setiap 1 jam selama 3 hari.
- Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokokus.
- Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksaan mikroskopik yang
dibuat setiap hari menghasilkan 3 kali berturut-turut negative.
3. Konjungtivitis Alergi
Penatalaksanaan keperawatan berupa kompres dingin dan
menghindarkan penyebab pencetus penyakit. Dokter biasanya memberikan
obat antihistamin atau bahan vasokonstkiktor dan pemberian astringen,
sodium kromolin, steroid topical dosis rendah. Rasa sakit dapat dikurangi
dengan membuang kerak-kerak dikelopak mata dengan mengusap pelan-
pelan dengan salin (gram fisiologi). Pemakaian pelindung seluloid pada mata
yang sakit tidak dianjurkan karena akan memberikan lingkungan yang baik
bagi mikroorganisme.
4. Konjungtivitis Viral
Beberapa pasien mengalami perbaikan gejala setelah pemberian
antihistamin/dekongestan topical. Kompres hangat atau dingin dapat
membantu memperbaiki gejala.
5. konjungtivitis blenore
Pemberian penisilin topical mata dibersihkan dari secret. Pencegahan
merupakan cara yang lebih aman yaitu dengan membersihkan mata bayi
segera setelah lahir dengan memberikan salep kloramfenikol. Pengobatan
dokter biasnay disesuaikan dengan diagnosis. Pengobatan konjungtivitis
blenore :
o Penisilin topical tetes atau salep sesering mungkin. Tetes ini dapat
diberikan setiap setengah jam pada 6 jam pertama disusul dengan setiap
jam sampai terlihat tanda-tanda perbaikan.
o Suntikan pada bayi diberikan 50.000 U/KgBB selama 7 hari, karena bila
tidak maka pemberian obat tidak akan efektif.
o Kadang-kadang perlu diberikan bersama-sama dengan tetrasiklin infeksi
chlamdya yang banyak terjadi.
PENGKAJIAN
I. BIODATA
Nama Inisial : Tn. M
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Suku/bangsa : Banjar/ Indonesia
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Petani
Ruangan Rawat : Poli Mata
Status Perkawinan : Kawin
Tanggal masuk RS : 10 Desember 2019
Tanggal Pengkajian : 10 Desember 2019 p. 17.05
Diagnosa Medis : ODS Konjuntivitis
Alamat : Jl. HKSN
II.RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan Utama
- Keluhan Saat Masuk Rumah Sakit
Perih di kedua mata kanan dan kiri disertai pandangan kabur, mata
kanan merah,
Data focus
Inspeksi
V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman yang berhubungan dengan gejala terkait penyakit
konjungtivitis ditandai dengan peningkatan eksudasi, fotofobia lakrimasi dan
rasa nyeri.
2. Defiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan informasi
tentang penyakit konjungtivitis ditandai dengan pasien mengatakan baru
pertama matanya seperti ini.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan pemajanan terhadap pathogen ditandai
dengan mata pasien tampak merah, terdapat secret dan pasien terus
mengusap-usap matanya.
P : Lanjutkan intervensi
P : Hentikan intervensi
P : Hentikan intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Sidarta dkk. 2002. Ilmu Penyakit Mata Perhimpunan Dokter Spesialis Mata
Indonesia. Jakarta : CV. Sagung Seto
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III. Jakarta: Media
Aeuscualpius.