Definisi
Konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva dan ditandai dengan pembengkakan dan
eksudat. Pada konjungtivitis mata tampak merah, sehingga sering disebut mata merah.
(Suzzane, 2001:1991)
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan
dalam kelopak mata) yang disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), alergi,
dan iritasi bahan-bahan kimia. (Mansjoer, Arif dkk: 2001).
Etiologi
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai hal dan dapat bersifat infeksius seperti:
- Bakteri
- Klamidia
- Virus
- Jamur
- Parasit (oleh bahan iritatif = kimia, suhu, radiasi) maupun imunologi (pada reaksi
alergi).
Kebanyakan konjungtivitis bersifat bilateral. Bila hanya unilateral, penyebabnya adalah
toksik atau kimia. Organism penyebab tersering adalah stafilokokus, streptokokus,
pneumokokus, dan hemofilius. Adanya infeksi atau virus. Juga dapat disebabkan oleh butir-
butir debu dan serbuk sari, kontak langsung dengan kosmetika yang mengandung klorin, atau
benda asing yang masuk kedalam mata.
Patofisiologi
Konjungtiva selalu berhubungan dengan dunia luar sehingga kemungkinan terinfeksi
dengan mikroorganisme sangat besar. Apabila ada mikroorganisme yang dapat menembus
pertahanan konjungtiva berupa tear film yang juga berfungsi untuk mmelarutkan kotoran-
kotoran dan bahan-bahan toksik melalui meatus nasi inferior maka dapat terjadi
konjungtivitas.
Konjungtivitis merupakan penyakit mata eksternal yang diderita oleh masyarakat, ada
yang bersifat akut atau kronis. Gejala yang muncul tergantung dari factor penyebab
konjungtivitis dan factor berat ringannya penyakit yang diderita oleh pasien. Pada
konjungtivitis yang akut dan ringan akan sembuh sendiri dalam waktu 2 minggu tanpa
pengobatan. Namun ada juga yang berlanjut menjadi kronis, dan bila tidak mendapat
penanganan yang adekuat akan menimbulkan kerusakan pada kornea mata atau komplikasi
lain yang sifatnya local atau sistemik.
Konjungtiva karena lokasinya terpapar pada banyak mikroorganisme dan factor
lingkungan lain yang mengganggu. Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari
substansi luar. Pada film air mata, unsure berairnya mengencerkan materi infeksi, mucus
menangkap debris dan kerja memompa dari pelpebra secara tetap menghanyutkan air mata ke
duktus air mata dan air mata mengandung substansi antimikroba termasul lisozim. Adanya
agen perusak, menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel,
kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau granuloma. Mungkin pula terdapat edema
pada stroma konjungtiva (kemosis) dan hipertrofi lapis limfoid stroma (pembentukan folikel).
Sel-sel radang bermigrasi dari stroma konjungtiva melalui epitel kepermukaan. Sel-sel
kemudian bergabung dengan fibrin dan mucus dari sel goblet, embentuk eksudat konjungtiva
yang menyebabkan perlengketan tepian palpebra saat bangun tidur.
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh
konjungtiva posterior, menyebabkan hoperemi yang tampak paling nyata pada forniks dan
mengurang kearah limbus. Pada hiperemi konjungtiva ini biasanya didapatkan
pembengkakan dan hipertrofi papilla yang sering disertai sensasi benda asing dan sensasi
tergores, panas, atau gatal. Sensai ini merangsang sekresi air mata. Transudasi ringan juga
timbul dari pembuluh darah yang hyperemia dan menambah jumlah air mata. Jika klien
mengeluh sakit pada iris atau badan siliare berarti kornea terkena.
Klasifikasi
a. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi adalah salah satu dari penyakit mata eksternal yang paling sering
terjadi. Bentuk konjungtivitis ini mungkin musiman atau musim-musim tertentu saja dan
biasanya ada hubungannya dengan kesensitifan dengan serbuk sari, protein hewani, bulu-
bulu, debu, bahan makanan tertentu, gigitan serangga, obat-obatan. Konjungtivitis alergi
mungkin juga dapat terjadi setelah kontak dengan bahan kimia beracun seperti hair spray,
make up, asap, atau asap rokok. Asthma, gatal-gatal karena alergi tanaman dan eksim, juga
berhubungan dengan alergi konjungtivitis.
b. Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis bakteri disebut juga “Pink Eye”. Bentuk ini adalah konjungtivitis yang
mudah ditularkan, yang biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus. Mungkin juga
terjadi setelah sembuh dari haemophylus influenza atau neiseria gonorhe.
c. Konjungtivitis Bakteri Hiperakut
Neisseria gonnorrhoeae dapat menyebabkan konjungtivitis bakteri hiperakut yang berat
dan mengancam penglihatan.
d. Konjungtivitis Viral
Jenis konjungtivitis ini adalah akibat infeksi human adenovirus (yang paling sering
adalah keratokonjungtivitis epidermika) atau dari penyakit virus sistemik seperti mumps dan
mononukleus. Biasanya disertai dengan pembentukan folikel sehingga disebut juga
konjungtivitis folikularis. Mata yang lain biasanya tertular dalam 24-48 jam.
e. Konjungtivitis Blenore
Konjungtivitis purulen (bernanah pada bayi dan konjungtivitis gonore). Blenore
neonatorum merupakan konjungtivitis yang terdapat pada bayi yang baru lahir.
7 Pentalaksanaan
Secara umum pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan sulfonamide
(sulfacetamide 15%) atau antibiotic (gentamycin 0,3%), chloramphenicol 0,5%.
Konjungtivitis akibat alergi dapat diobati dengan antihistamin (antazoline 0,5%, naphazoline
0,05%) atau dengan kortikosteroid (dexamentosone 0,1%). Umumnya konjungtivitis dapat
sembuh tanpa pengobatan dalam waktu 10-14 hari, dan dengan pengobatan, sembuh dalam
waktu 1-3 hari.
Adapun penatalaksanaan konjungtivitis sesuai dengan klasifikasinya adalah sebagai
berikut:
1. Konjungtivitis Bakteri
Sebelum terdapat hasil pemeriksaan mikrobiologi, dapat diberikan antibiotic tunggal, seperti
gentamisin, kloramfenikol, folimiksin selama 3-5 hari. kemudian bila tidak memberikan hasil
yang baik, dihentikan dan menunggu hasil pemeriksaan. Bila tidak ditemukan kuman dalam
sediaan langsung, diberikan tetes mata disertai antibiotic spectrum obat salep luas tiap jam
mata untuk tidur atau salep mata 4-5 kali sehari.
2. Konjungtivitis Bakteri Hiperakut
Pasien biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit untuk terapi topical dan sistemik.
Secret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih atau dengan garam fisiologik setiap
¼ jam.
Kemudian diberi salep penisilin setiap ¼ jam.
Pengobatan biasanya dengan perawatan di rumah sakit dan terisolasi, medika menstosa :
Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin G 10.000-20.000/ml
setiap 1 menit sampai 30 menit.
Kemudian salep diberikan setiap 5 menit selama 30 menit. Disusul pemberiansalep
penisilin setiap 1 jam selama 3 hari.
Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokokus.
Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksaan mikroskopik yang dibuat setiap hari
menghasilkan 3 kali berturut-turut negative.
3. Konjungtivitis Alergi
Penatalaksanaan keperawatan berupa kompres dingin dan menghindarkan penyebab pencetus
penyakit. Dokter biasanya memberikan obat antihistamin atau bahan vasokonstkiktor dan
pemberian astringen, sodium kromolin, steroid topical dosis rendah. Rasa sakit dapat
dikurangi dengan membuang kerak-kerak dikelopak mata dengan mengusap pelan-pelan
dengan salin (gram fisiologi). Pemakaian pelindung seluloid pada mata yang sakit tidak
dianjurkan karena akan memberikan lingkungan yang baik bagi mikroorganisme.
4. Konjungtivitis Viral
Beberapa pasien mengalami perbaikan gejala setelah pemberian antihistamin/dekongestan
topical. Kompres hangat atau dingin dapat membantu memperbaiki gejala.
5. Penatalaksanaan pada konjungtivitis blenore berupa pemberian penisilin topical mata
dibersihkan dari secret. Pencegahan merupakan cara yang lebih aman yaitu dengan
membersihkan mata bayi segera setelah lahir dengan memberikan salep kloramfenikol.
Pengobatan dokter biasnay disesuaikan dengan diagnosis. Pengobatan konjungtivitis blenore :
Penisilin topical tetes atau salep sesering mungkin. Tetes ini dapat diberikan setiap
setengah jam pada 6 jam pertama disusul dengan setiap jam sampai terlihat tanda-tanda
perbaikan.
Suntikan pada bayi diberikan 50.000 U/KgBB selama 7 hari, karena bila tidak maka
pemberian obat tidak akan efektif.
Kadang-kadang perlu diberikan bersama-sama dengan tetrasiklin infeksi chlamdya yang
banyak terjadi.
Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan tajam penglihatan
Pemeriksaan dengan uji konfrontasi, kampimeter dan perimeter (sebagai alat pemeriksaan
pandangan).
Pemeriksaan dengan melakukan uji fluoresein (untuk melihat adanya efek epitel kornea).
Pemeriksaan dengan melakukan uji festel (untuk mengetahui letak adanya kebocoran
kornea).
Pemeriksaan oftalmoskop
Pemeriksaan dengan slitlamp dan loupe dengan sentolop (untuk melihat benda menjadi
lebih besar disbanding ukuran normalnya).
b) Therapy Medik
Antibiotic topical, obat tetes steroid untuk alergi (kontra indikasi pada herpes simplek
virus).
c) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut dibuat
sediaan yang dicat dengan pegecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel radang
polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan
giemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil.
Sifat Keluhan
Keluhan terus menerus; hal yang dapat memperberat keluhan, nyeri daerah meradang
menjalar ke daerah mana, waktu keluhan timbul pada siang malam, tidur tentu keluhan
timbul.
C. PEMERIKSAAN FISIK.
Data Fokus :
Objektif : VOS dan VOD kurang dari 6/6.
Mata merah, edema konjungtiva, epipora, sekret banyak keluar terutama pada
konjungtivitis purulen (Gonoblenorroe).
Subjektif : Nyeri, rasa ngeres (seperti ada pasir dalam mata) gatal, panas.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kriteria hasil:
Nyeri berkurang atau terkontrol.
Intervensi :
Kaji tingkat nyeri yang dialami oleh klien.
Ajarkan kepada klien metode distraksi selama nyeri, seperti nafas dalam dan teratur.
Berikan kompres hangat pada mata yang nyeri.
Ciptakan lingkungan tidur yang nyaman, aman dan tenang.
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic.
Rasionalisasi :
Dengan penjelasan maka klien diharapkan akan mengerti.
Berguna dalam intervensi selanjutnya.
Merupakan suatu cara pemenuhan rasa nyaman kepada klien dengan mengurangi stressor
yang berupa kebisingan.
Menghilangkan nyeri, karena memblokir syaraf penghantar nyeri.
Evaluasi :
Mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian pengontrolan nyeri.
Mengalami dan mendemonstrasikan periode tidur yang tidak terganggu.
Menunjukkan perasaan rileks.
Kriteria hasil :
Klien mengatakan pemahaman tentang proses penyakitnya dan tenang.
Intervensi :
Kaji tingkat ansietas / kecemasan.
Beri penjelasan tentang proses penyakitnya.
Beri dukungan moril berupa do’a untuk klien.
Rasionalisasi :
Bermanfaat dalam penentuan intervensi.
Meningkatkan pemahaman klien tentang proses penyakitnya
Memberikan perasaan tenang kepada klien.
Evaluasi :
Mendemonstrasikan penilaian penanganan adaptif untuk mengurangi ansietas
Mendemonstrasikan pemahamaan proses penyakit.
Intervensi :
Bersihkan kelopak mata dari dalam ke arah luar (k/p lakukan irigasi).
Berikan antibiotika sesuai dosis dan umur.
Pertahankan tindakan septik dan aseptik.
Rasionalisasi :
Dengan membersihkan mata dan irigasi mata, maka mata menjadi bersih.
Pemberian antibiotik diharapkan penyebaran infeksi tidak terjadi.
Diharapkan tidak terjadi penularan baik dari pasien ke perawat atau perawat ke pasien.
Evaluasi :
Tidak terdapat tanda-tanda dini dari penyebaran penyakit.
Intervensi :
Kaji tingkat penerimaan klien.
Ajak klien mendiskusikan keadaan.
Catat jika ada tingkah laku yang menyimpang.
Jelaskan perubahan yang terjadi.
Berikan kesempatan klien untuk menentukan keputusan tindakan yang dilakukan.
Evaluasi :
Mendemonstrasikan respon adaptif perubahan konsep diri.
Mengekspresikan kesadaran tentang perubahan dan perkembangan ke arah penerimaan.
Kriteria hasil :
Cedera tidak terjadi.
Intervensi :
Batasi aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membungkuk.
Orientasikan pasien terhadap lingkungan, dekatkan alat yang dibutuhkan pasien ke
tubuhnya.
Atur lingkungan sekitar pasien, jauhkan benda-benda yang dapat menimbulkan
kecelakaan.
Awasi / temani pasien saat melakukan aktivitas.
Rasionalisasi :
Menurunkan resiko jatuh (cedera).
Mencegah cedera, meningkatkan kemandirian.
Meminimalkan resiko cedera, memberikan perasaan aman bagi pasien.
Mengontrol kegiatan pasien dan menurunkan bahaya keamanan.
Evaluasi :
Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.
Menunjukkan perubahan prilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan
melindungi diri dari cedera.
Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.