Anda di halaman 1dari 27

REFARAT

KONJUNGTIVITIS

Pembimbing:
dr. Amelia Rizar, Sp.M
Disusun Oleh:
1. Tohri Tohir 2008320019
2. Nazra Amalia Nasution 2008320023
3. Fahrul Rozi 2008320026
4. Merry Marlina Hsb 2008320032
5. Suci Mardiana 2008320036

SMF DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN OFTALMOLOGI


RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan dan hidayah-Nya

sehingga saya dapat menyelesaikan tugas refarat sebagai salah satu syarat tugas

untuk mengikuti ujian di Kepaniteraan Klinik Senior Oftalmologi RSUD Deli

Serdang Lubuk Pakam.

Pada kesempatan kali ini, izinkan saya untuk mengucapkan terima kasih

kepada pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan refarat yang

berjudul “Konjungtivitis” ini, terutama kepada pembimbing saya yaitu dr.

Amelia Rizar, Sp.M.

Semoga refarat ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua baik

sekarang maupun dihari yang akan datang.

Lubuk Pakam, 06 Januari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
....................................................................................................................... Err
or! Bookmark not defined.
1.1Latar Belakang ........................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 3
2.1Konjungtiva .............................................................................................. 3
2.2Konjungtivitis ............................................................................................ 4
2.2.1 Definisi Konjungtivitis ........................................................................... 4
2.2.2 Patofisiologi Konjungtivitis .................................................................... 5
2.2.3 Jenis Konjungtivitis ................................................................................ 5
2.2.4 Penularan Konjungtivitis ........................................................................ 16
2.2.5 Pencegahan Konjungtivitis ..................................................................... 16
BAB III KESIMPULAN ............................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang

membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan

permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Karena lokasinya, konjungtiva

terpajan oleh banyak mikroorganisme dan substansi-substansi dari lingkungan

luar yang mengganggu.1

Konjungtivitis merupakan penyakit mata paling umum didunia. Penyakit

konjungtivitis ini berada pada peringkat no.3 terbesar di dunia setelah penyakit

katarak dan glaukoma, khusus konjungtivitis penyebarannya sangat cepat.

Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai

berat dengan sekret purulen kental. Konjungtivitis atau radang konjungtiva adalah

radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata yang

dibedakan kedalam bentuk akut dan kronis. Konjungtivitis (pink eye) merupakan

peradangan pada konjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan dalam kelopak mata)

yang disebabkan oleh mikro-organisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi,

iritasi dari bahan-bahan kimia seperti terkena serpihan kaca yang debunya

beterbangan sehingga mengenai mata kita dan menyebabkan iritasi sedangkan

konjungtivitis yang disebabkan oleh mikroorganisme (terutama virus dan kuman

atau campuran keduanya) ditularkan melalui kontak dan udara.2

Konjungtivitis dapat dijumpai di seluruh dunia, pada berbagai ras, usia, jenis

kelamin dan strata sosial. Walaupun tidak ada data yang akurat mengenai

1
insidensi konjungtivitis, penyakit ini diestimasi sebagai salah satu penyakit mata

yang paling umum.3

Pada konjungtivitis bakteri, patogen yang umum adalah Streptococcus

pneumonia, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, dan Neisseria

meningitidis. Patogen umum pada konjungtivitis virus adalah virus herpes

simpleks tipe 1 dan 2, Varicella zoster, virus pox dan Human Immunodeficiency

Virus.1,4

Di Indonesia pada tahun 2014 diketahui dari 185.863 kunjungan ke poli mata.

Konjungtivitis juga termasuk dalam 10 besar penyakit rawat jalan terbanyak pada

tahun 2015. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Riau, melaporkan

jumlah penderita konjungtivitis di pada tahun 2015 tercatat ada sebanyak 1.528

kasus konjungtivitis dan terjadi peningkatan konjungtivitis pada bulan Januari

2016 Agustus 2016 mencapai 1.769 kasus pada tiga rumah sakit di wilayah kerja

dinas kesehatan Tanjung Pinang. Kasus yang terdapat di RS Angkatan Laut

Tanjung Pinang sebanyak 218 kasus, di RSUD Tanjung Pinang terdapat 81 kasus

dan di RSUP Tanjung Pinang Terdapat 116 kasus.5

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konjungtiva

2.1.1 Anatomi

Konjungtiva adalah membran mukosa transparan dan tipis yang

membungkus permukaan posterior kelopak mata dan anterior sklera. Secara

umum konjungtiva dibagi menjadi konjungtiva palpebralis, konjungtiva bulbaris

dan forniks.

Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan

melekat erat pada tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat

ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan

episklera menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke

septum orbitale di fornices dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini

memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva

3
sekretorik (duktus-duktus kelenjar lakrimal bermuara ke forniks temporal

superior).6

2.1.2 Histologi

Berdasarkan struktur histologinya, konjungtiva terdiri dari lapisan epitel

dan stroma (adenoid dan fibrosa). Lapisan epitel terdiri atas dua hingga lima

lapisan sel epitel silindris bertingkat, superfisial, dan basal. Sel-sel epitel

superficial mengandung sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus dimana

sel-sel ini akan mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi

lapisan air mata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel

superficial dan mengandung pigmen.6

Stroma konjungtiva terdiri atas lapisan adenoid (superficial) dan satu

lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid tidak berkembang setelah bayi

berumur 2 atau 3 bulan serta mengandung jaringan limfoid. Lapisan fibrosa

tersusun longgar pada bola mata dan tersusun atas jaringan penyambung yang

melekat pada tarsus.6

2.2 Konjungtivitis

2.2.1 Definisi Konjungtivitis

Konjungtivitis merupakan suatu keadaan dimana terjadi inflamasi atau

peradangan pada konjungtiva. Hal ini disebabkan karena lokasi anatomis

konjungtiva sebagai struktur terluar mata sehingga konjungtiva sangat mudah

terpapar oleh agen infeksi, baik endogen (reaksi hipersensitivitas dan autoimun)

maupun eksogen (bakteri, virus, jamur).6

4
2.2.2 Patofisiologi Konjungtivitis

Berkaitan dengan lokasi anatomis konjungtiva sebagai struktur terluar

mata, konjungtiva memiliki resiko yang besar untuk terinfeksi berbagai jenis

mikroorganisme. Untuk mencegah terjadinya infeksi, konjungtiva memiliki

pertahanan berupa tear film yang berfungsi untuk melarutkan kotoran-kotoran dan

bahan-bahan toksik yang kemudian dialirkan melalui sulkus lakrimalis ke meatus

nasi inferior. Disamping itu, tear film juga mengandung beta lysine, lisozim, Ig A,

Ig G yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan kuman. Apabila terdapat

mikroorganisme patogen yang dapat menembus pertahanan tersebut, maka akan

terjadi infeksi pada konjungtiva berupa konjungtivitis.7

2.2.3 Jenis Konjungtivitis

2.2.3.1 Konjungtivitis Bakteri

1. Definisi

Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh

bakteri. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan mata

merah, sekret pada mata dan iritasi mata.8

2. Etiologi dan Faktor Resiko

Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut,

akut, subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya disebabkan

oleh N gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N meningitidis. Bentuk yang akut

biasanya disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptyus.

Penyebab yang paling sering pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H

influenza dan Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi

5
pada konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus

nasolakrimalis. Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian

mengenai mata yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain.

Penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang terlalu sering kontak dengan

penderita, sinusitis dan keadaan imunodefisiensi.4,9

3. Gejala Klinis

Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya dijumpai

injeksi konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada

kongjungtivitis bakteri biasanya lebih purulen daripada konjungtivitis jenis lain,

dan pada kasus yang ringan sering dijumpai edema pada kelopak mata (AOA,

2010). Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada

konjungtivitis bakteri namun mungkin sedikit kabur karena adanya sekret dan

debris pada lapisan air mata, sedangkan reaksi pupil masih normal. Gejala yang

paling khas adalah kelopak mata yang saling melekat pada pagi hari sewaktu

bangun tidur.8

4. Laboratorium

Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bakterial, organisme dapat diketahui

dari pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan

Gram atau Giemsa dan dapat ditemukan neutrofil polimorfonuklear. Kerokan

konjungtiva disarankan pada semua kasus dan diharuskan pada penyakit yang

purulen, bermembran, atau pseudomembran. Uji sensitivitas antibiotik juga abaik,

namun sebaiknya harus dimulai terapi antibiotik empirik. 8

6
5. Komplikasi

Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis bateri, kecuali

pada pasien yang sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut di konjungtiva

paling sering terjadi dan dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan

menghilangkan duktulus kelenjar lakrimal. Hal ini dapat mengurangi komponen

akueosa dalam film air mata prakornea secara drastis dan juga komponen mukosa

karena kehilangan sebagian sel goblet. Luka parut juga dapat mengubah bentuk

palpebra superior dan menyebabkan trikiasis dan entropion sehingga bulu mata

dapat menggesek kornea dan menyebabkan ulserasi, infeksi dan parut pada

kornea.1

6. Penatalaksanaan

Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen

mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal spektrum

luas. Pada setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai disebabkan oleh

diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi topical dan sistemik. Pada

konjungtivitis purulen dan mukopurulen, sakus konjungtivalis harus dibilas

dengan larutan saline untuk menghilangkan sekret konjungtiva.10

2.2.3.2 Konjungtivitis Virus

1. Definisi

Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh

berbagai jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan

cacat hingga infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung

lebih lama daripada konjungtivitis bakteri.1

7
2. Etiologi dan Faktor Resiko

Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi

adenovirus adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan

herpes simplex virus yang paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga

dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster, picornavirus (enterovirus 70,

Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency virus.11

Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan

penderita dan dapat menular melalu di droplet pernafasan, kontak dengan benda-

benda yang menyebarkan virus (fomites) dan berada di kolam renang yang

terkontaminasi.10

3. Gejala Klinis

Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan

etiologinya. Pada keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh adenovirus

biasanya dijumpai demam dan mata seperti kelilipan, mata berair berat dan

kadang dijumpai pseudomembran. Selain itu dijumpai infiltrat subepitel kornea

atau keratitis setelah terjadi konjungtivitis dan bertahan selama lebih dari 2 bulan

Pada konjungtivitis ini biasanya pasien juga mengeluhkan gejala pada saluran

pernafasan atas dan gejala infeksi umum lainnya seperti sakit kepala dan

demam.12

Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks

(HSV) yang biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi,

sekret mukoid, nyeri, fotofobia ringan dan sering disertai keratitis herpes.

8
Konjungtivitis hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh enterovirus dan

coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi benda asing,

hipersekresi airmata, kemerahan, edema palpebra dan perdarahan subkonjungtiva

dan kadang-kadang dapat terjadi kimosis.11

4. Laboratorium

Tidak ditemukan bakteri didalam kerokan atau dalam biakan. Jika

konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama monokuler. Namun jika

pseudomembran reaksinya terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis dari

tempat nekrosis. Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator

berujung kain kering diatas konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke

jaringan biakan.11

5. Komplikasi

Konjungtivitis virus bisa berkembang menjadi kronis, seperti

blefarokonjungtivitis. Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya pseudomembran,

dan timbul parut linear halus atau parut datar, dan keterlibatan kornea serta timbul

vesikel pada kulit.1

6. Penatalaksanaan

Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau pada orang

dewasa umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan terapi, namun

antivirus topikal atau sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya

kornea. Pasien konjungtivitis juga diberikan instruksi hygiene untuk

meminimalkan penyebaran infeksi.8,11

9
2.2.3.3 Konjungtivitis Alergi (Vernal)

1. Definisi

Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paing sering dan

disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem

imun. Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di

konjungtiva adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1.13,14

2. Etiologi dan Faktor Resiko

Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis

alergi musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya

dikelompokkan dalam satu grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis

atopik dan konjungtivitis papilar raksasa.1

Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai

dengan subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman dan

tumbuhtumbuhan biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu

hewan, dan disertai dengan rinitis alergi serta timbul pada waktu-waktu tertentu.

Vernal konjungtivitis sering disertai dengan riwayat asma, eksema dan rinitis

alergi musiman. Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien dengan riwayat

dermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis papilar rak pada pengguna lensa

kontak atau mata buatan dari plastik.15

3. Gejala Klinis

Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan

subkategorinya. Pada konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-tumbuhan

10
keluhan utama adalah gatal, kemerahan, air mata, injeksi ringan konjungtiva, dan

sering ditemukan kemosis berat. Pasien dengan keratokonjungtivitis vernal sering

mengeluhkan mata sangat gatal dengan kotoran mata yang berserat, konjungtiva

tampak putih susu dan ditemukan giant papil di konjungtiva palpebra inferior.

Dapat ditemukan gambaran seperti renda pada limbus (Horner trantas dots).

Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia merupakan

keluhan yang paling sering pada keratokonjungtivitis atopik. Ditemukan juga

tepian palpebra yang eritematosa dan konjungtiva tampak putih susu. Pada kasus

yang berat ketajaman penglihatan menurun, sedangkan pada konjungtiviitis

papilar raksasa dijumpai tanda dan gejala yang mirip konjungtivitis vernal.1

4. Laboratorium

Pada kerokan konjungtiva di daerah tarsus atau limbus didapatkan sel-sel

eosinofil dan basofil.1

5. Komplikasi

Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea

dan infeksi sekunder.9

11
6. Penatalaksanaan

Penyakit ini dapat diterapi dengan tetesan vasokonstriktor-antihistamin

topikal dan kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan steroid topikal jangka

pendek untuk meredakan gejala lainnya.1

2.2.3.4 Konjungtivitis Klamidia (Trachoma)

1. Definisi

Keradangan konjungtiva yang akut, subakut atau kronik disebabkan oleh

Chlamydia trachomatis.1

2. Etiologi dan Faktor Resiko

Iklim yang kering dan berdebu memiliki prevalensi yang lebih tinggi

dalam menyebabkan trachoma. Usia bayi dan anak lebih rentan terkena infeksi.

Namun yang paling banyak terjadi adalah dikarenakan kondisi higienis,

kebersihan air, peralatan yang bersih dan memadai dan edukasi tentang penyakit

ini. Di indonesia yang mayoritas islam biasanya dikarenakan cara berwudhlu

dalam air yang tidak mengalir sehingga menularkan Chlamydia trachomatis.1

3. Gejala Klinis

Trachoma mulanya adalah konjungtivitis folikuler menahun pada masa

kanak-kanak yang berkembang sampai pembentukan parut konjungtiva. Pada

kasus berat, pembalikan kelopak mata kedalam (entropion) dan bulu mata

kedalam (trikiasis) terjadi pada masa dewasa muda sebagai akibat parut

konjungtiva berat. Abrasi terus-menerus oleh bulu mata yang membalik itu dan

gangguan film air mata berakibat parut pada kornea yang disertai neovaskularisasi

12
(pannus), umumnya setelah berusia 50 tahun. Masa inkubasi rata-rata 7 hari

namun bervariasi dari 5-14 hari. Pada bayi atau anak biasanya diam-diam, dan

penyakit ini dapat sembuh dengan sedikit atau tanpa komplikasi pada orang

dewasa sering akut dan subakut dan kompliksai cepat berkembang. Sering mirip

konjungtivitis bakterial, gejalanya mata berair, fotofobia, sakit, eksudasi, edema

palpebra, kemosis konjungtiva bulbi, hiperemia, hipertropi papiler, folikel tarsal

dan limbal, nyeri tekan, pembentukan panus. Semua tanda trakoma lebih berat

pada konjungtiva dan kornea bagian atas daripada bagian bawah. Untuk

memastikan trakoma endemik dikeluarga atau masyarakat, harus ada sekurang-

kurangnya 2 tanda berikut: lima atau lebih folikel pada konjungtiva tarsal rata

pada palpebra superior mata, parut konjungtiva khas dikonjungtiva tarsal

superior, folikellimbus dan sekuelenya, perluasan pembuluh darah keatas kornea

paling jelas dilimbus atas.1

4. Laboratorium

Inklusi klamidia dapat ditemukan pada kerokan konjungtiva yang dipulas

dengan giemsa tampak masa sitoplasma biru atau ungu gelap halus menutupi inti

dari sel epitel, namun tidak selalu ada. Pulasan antibodi fluorescein dan tes

13
imuno-assay enzim tersedia dipasaran dan banyak dipakai dilaboratorium klinik,

yang terbaru adalah isolasi agen klamidia dalam biakan sel. 1

5. Komplikasi

Panus totalis dikonjungtiva adalah komplikasi yang sering terjadi pada

trakoma dan dapat merusak duktuli kelenjar lakrimal dan menutupi muara

kelenjar lakrimal. Hal ini akan mengurangi komponen air dalam film air mata

pre-kornea, dan mungkin hilangnya sebagian sel goblet. Luka parut akan

menyebabkan trikiasis atau entropion, sehingga bulu mata terus menerus

menggesek kornea menyebabkan ulserasi kornea, infeksi, dan parut kornea. 1

6. Penatalaksanaan

Perbaikan klinik mencolok umumnya dicapai dengan tetracyclin 1-1.5

g/hari/oral dalam empat dosis selama 3-4 minggu. Doxycyclin 100 mg per os 2

kali sehari selama 3 minggu, eritromycin 1 g/hari per os dibagi 4 dosis selama 3-4

minggu. Tetracyclin sistemik jangan diberikan pada anak dibawah 7 tahun atau

wanita hamil. Karena tetracyklin mengikat kalsium pada gigi yang berkembang

dan tulang yang tumbuh sehingga gigi menjadi kuning dan kelainan rangka. Salep

atau tetes topikal termasuk sulfonamid, tetracyclin, eritromycin, rifampisin empat

kali sehari selama 6 minggu sama efektifnya. 1

2.2.3.5 Konjungtivitis Jamur

Konjungtivitis jamur biasanya disebabkan oleh Candida albicans dan

merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak

putih yang dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem

14
imun yang terganggu. Selain candida sp, penyakit ini juga bisa disebabkan oleh

Sporothtrix schenckii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis

walaupun jarang.1

2.2.3.6 Konjungtivitis Parasit

Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia

californiensis, Loa loa, Ascaris lumbricoides, Trichinella spiralis,

Schistosomahaematobium, Taenia solium dan Pthirus pubis walaupun jarang.1

2.2.3.7 Konjungtivitis kimia atau iritatif

Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh

pemajanan substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis.

Substansisubstansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat

menyebabkan konjungtivitis, seperti asam, alkali, asap dan angin, dapat

menimbulkan gejalagejala berupa nyeri, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan

blefarospasme. Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat

topikal jangka panjang seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat lain

dengan bahan pengawet yang toksik atau menimbulkan iritasi. Konjungtivitis ini

dapat diatasi dengan penghentian substansi penyebab dan pemakaian tetesan

ringan.1

2.2.3.8 Konjungtivitis lain

Selain disebabkan oleh bakteri, virus, alergi, jamur dan parasit,

konjungtivitis juga dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan penyakit

autoimun seperti penyakit tiroid, gout dan karsinoid. Terapi pada konjungtivitis

15
yang disebabkan oleh penyakit sistemik tersebut diarahkan pada pengendalian

penyakit utama atau penyebabnya. Konjungtivitis juga bisa terjadi sebagai

komplikasi dari acne rosacea dan dermatitis herpetiformis ataupun masalah kulit

lainnya pada daerah wajah.1,16

2.2.4 Penularan Konjungtivitis

Sumber penularan konjungtivitis secara umum adalah cairan yang keluar

dari mata yang sakit yang mengandung bakteri atau virus. Salah satu media

penularannya yaitu tangan yang terkontaminasi cairan infeksi, misalnya melalui

jabatan tangan. Bisa pula melalui cara tidak langsung, misalnya tangan yang

terkontaminasi memegang benda yang kemudian terpegang oleh orang lain,

penggunaan handuk secara bersama-sama, penggunaan sapu tangan atau tisu

secara bergantian, dan penggunaan bantal atau sarung bantal secara bersama-

sama.10,17

2.2.5 Pencegahan Konjungtivitis

Konjungtivitis dapat dicegah yaitu dengan tidak menyentuh mata yang

sehat sesudah mengenai mata yang sakit, tidak menggunakan handuk dan lap

secara bersama-sama dengan orang lain, serta bagi perawat dapat memberikan

edukasi kepada pasien tentang kebersihan kelopak mata.18

Selain itu pencegahan konjungtivitis diantaranya sebelum dan sesudah

membersihkan atau mengoleskan obat, pasien konjungtivitis harus mencuci

tangannya agar menulari orang lain, menggunakan lensa kontak sesuai dengan

petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya, mengganti sarung bantal dan handuk

16
yang kotor dengan yang bersih setiap hari, menghindari penggunaan bantal,

handuk dan sapu tangan bersama, menghindari mengucek-ngucek mata, dan pada

pasien yang menderita konjungtivitis, hendaknya segera membuang tissu atau

sejenisnya setelah membersihkan kotoran mata.19

17
BAB III

KESIMPULAN

1. Diagnosis konjungtivitis adalah berdasarkan kondisi pasien. Diagnosis

dapat dibuat pada pasien dengan keluhan mata merah dan terdapat

discharge hanya pada visus normal dan tidak mempunyai gejala dari

keratitis, iritis, atau glaucoma.

2. Konjungtivitis dibedakan menjadi konjungtivitis infeksius (bakteri atau

virus) atau non infeksius (alergi, toxic, dryness dan lainya).

3. Paling banyak infeksi konjungtivitis mungkin adalah karena virus,

meskipun konjungtivitis bacterial lebih umum pada anak-anak daripada

dewasa.

4. Konjungtivitis virus dan bakteri mempunyai resiko menular sangat tinggi.

5. Semua etiologi dari konjungtivitis mempunyai gejala mata tidak dapat

dibuka atau terekat pada pagi hari.

6. Diagnosis konjungtivitis bakterial dapat dibuat dari pasien dengan tanda

secret atau discharge purulen dan berlangsung dalam beberapa hari.

Discharge dapat menyeluruh pada mata atau hanya pada sudut mata saja.

Konjungtivitis bakterial biasanya unilateral tetapi dapat juga bilateral.

7. Spesies Neisseria biasanya menyebabkan konjungtivitis bacterial hiperakut

dan mengancam penglihatan, maka perlu segera dilakukan pengobatan

mata.

18
8. Jenis konjungtivitis virus memperlihatkan adanya injeksi, secret serous

atau mukoid, dan perasaan panas, seperti berpasir, dan berawal hanya pada

satu mata.

9. Infeksi virus melibatkan pada mata kedua dalam 24-48 jam, meskipun

hanya unilateral dan tidak memperlihatkan suatu proses infeksi virus. Dan

mempunyai secret mukoid, mata susah dibuka, merah pada sudut mata.

Biasanya memperlihatkan air mata yang mengandung secret. Pada

konjungtiva tarsal mempunyai tampilan folikel-folikel yang besar. Dan

biasanya disertai dengan penyakit common cold. Gejala tampak setelah 3

sampai 5 hari, dan penyakit berangsur-angsur mengalami perbaikan dalam

dua minggu dan total pada tiga minggu.

10. Konjungtivitis alergi mempunyai tipikal merah pada kedua mata, berair,

dan gatal. Gatal adalah tanda alergi, panas, atau iritasi.

11. Pasien konjungtivitis alergi mempunyai riwayat atopi, alergi bersifat

musiman, atau alergi spesifek (seperti makanan dll).

12. Konjungtivitis non infeksi lainya memperlihatkan mata merah dan

discharge mukoid. Biasanya akibat proses kimia, atau kurang produksi air

mata.

13. Konjungtivitis jamur infeksi yang jarang terjadi disebabkan oleh Candida

spp, Sporothrix schenckii, Rhinosporidium seeberi, Coccidioides immitis

umumnya tampak sebagai bercak putih. Keadaan ini dapat timbul pada

pasien diabetes atau pasien terganggu kekebalannya.

19
14. Selain macam-macam konjungtivitis diatas masih ada jenis konjungtivitis

yang lain seperti konjungtivitis Rickettsia, parasit atau cacing,

konjungtivitis akibat penyakit autoimun, konjungtivitis kimia atau iritatif,

konjungtivitis yang tidak diketahui penyebabnya, konjungtivitis pada

dakriosistisis atau kanalikulitis, dan konjungtivitis yang berhubungan

dengan penyakit sistemik.

15. Konjungtivitis dapat dicegah yaitu dengan tidak menyentuh mata yang

sehat sesudah mengenai mata yang sakit, tidak menggunakan handuk dan

lap secara bersama-sama dengan orang lain, serta bagi perawat dapat

memberikan edukasi kepada pasien tentang kebersihan kelopak mata.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, Asbury. Oftalmologi Umum. Glaukoma. Optik dan Refraksi.

Edisi ke17. Jakarta: EGC; 2010. hal.212-398.

2. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata, edisi 5. Jakarta:Badan Penerbit

FKUI;2015. p. 1-296.

3. American Academy of Opthalmology., 2010, Clinical Refraction, Clinical

Optics, American Academy of Ophthalmology, United State of America,

111.

4. Marlin, DS. (2009). Bacterial Conjunctivitis. Penn state College of

Medicine. http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview.

Akses 6 Januari 2016

5. Kementerian Kesehatan RI. Infodatin Situasi dan Analisis Glaukoma.

Jakarta Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI; 2015.

6. Garcia-Ferrer, F.J., Schwab, I.R., Shetlar, D.J., 2010. Konjungtiva. Dalam:

Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC, 97-118.

7. Soewono Wisnujono, Oetomo Moegiono, Eddyanto. Pedoman Diagnosis

dan Terapi Ilmu Penyakit Mata. Surabaya : RSUD dr Soetom. 2002 ; hal

75-88

8. James, B; Chew, C; Bron A. (2005). Oftalmologi. Edisi ke-9. Jakarta :

Erlangga

21
9. Jatla.K.K, (2009). Neonatal Conjunctivitis. University of Colorado Denver

Health Science Center. Diakses 28 Maret 2014, dari

http://emedicine.medscape.com/article/1192190-overview.

10. Ilyas, S. (2008). Mata Merah. Dalam: Ilyas, S.(ed). Penuntun Ilmu

Penyakit Mata Edisi 3. Jakarta. Balai Penerbit FKUI, 64-77.

11. Scott, I,U. (2010) Viral Conjunctivitis. Department of Opthalmology and

Public Health Sciences. Diakses 28 maret 2014, dari :

http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview.

12. Senaratne, T., Gilbert, C. 2005. Conjunctivitis Primary Eye Care.

Community Eye Health Journal.

13. Cuvillo, A del., et al., 2009. Allergic Conjunctivitis and H1

Antihistamines. J investing Allergol Clin Immunol 2009; Vol. 19. Suppl.

1: 11-18.

14. Majmudar. (2010). Conjunctivitis, Alergic, Departement of

Ophthalmology: Rush. Presbytarian-St. Luke’s Medical Center. Diakses

09 April 2014, dari: hhtp://emedicine.medscape.com/article/1191467-

overview.

15. Asoka, N. (2007) Asthma and Immunology Care. Diplomate of American

Board of Allergy and Immunology and American Board of Pediatrics.

Diakses 07 April 2014, dari : http://trinityallergi.com/md-notrojan-asokan-

trinityallergy-asthma-immunology-kingman-az htm.

22
16. American Academy of Ophthalmology. (2007-2008). Basic and Clinical

Science Course. Anatomy in Lens and Cataract. San Fransisco: American

Academy of Ophthalmology.

17. Indriana N. Istiqomah, (2012). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan

Mata. Jakarta : EGC.

18. Hapsari, A dan Isgiantoro. (2014, Mei) Pengetahuan Konjungtivitis pada

Guru Kelas dan Pemberian Pendidikan Kesehatan Mencuci Tangan pada

Siswa Sekolah Dasar. jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 8, No.

8. Diakses 11 Juni 2015, dari

http://jurnalkesmas.ui.ac.id/index.php/kesmas/article/view/406.

19. Ramadhanisa A. (2014). Conjungtivitis Bakterial Treatment in Kota

Karang Village. Faculty of Medicine, Universitas Lampung. Available

from:http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/446/

447. Diakses tanggal :13 November 2015

23
24

Anda mungkin juga menyukai