KASUS 1
ANAK DENGAN GIZI BURUK
Oleh
MITHA FARAMITA
03011191
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Jakarta
2016
LAPORAN KASUS
Seorang anak M, laki-laki, berusia 3 tahun dibawa ke poliklinik karena berat
badan sulit naik. Tidak ada riwayat sering muntah/diare sebelumnya. M tidak mau
minum susu, hanya mau makanan camilan dan minum air teh manis. Saat makan
nasi, hanya dengan tempe atau ikan asin, jarang makan ayam, tidak suka sayuran atau
buah. M tampak lebih kurus dari anak seumurnya.
Antropometri: berat badan 8kg, panjang badan 90cm,
KU: sakit sedang, rewel, kesan gizi sangat kurang
Status generalis:
Kepala: rambut kemerahan, tipis, mudah dicabut. Wajah tampak seperti orang
tua. Konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik. Atrofi papil lidah.
Abdomen: tampak cekung, Hepar teraba 3cm dibawah arkus kosta dan 2cm
dibawah prosesus sifoideus, tepi tajam, kenyal, permukaan rata, tidak nyeri.
Ekstremitas: baggy pants (+), hipotrofi otot (+), edema (-), akral hangat,
perfusi baik.
Lab darah:
PEMBAHASAN
I. Terminologi
Gizi buruk : merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi
Antropomet
ri
BB 8 kg
PB 90 cm
WHO
<-3SD
Laki laki
3 thn
Tidak
mau
minum
susu,
makan
nasi
dengan
tempe
dan ikan asin,
tidak suka sayur
Asupan nutrisi
<<
BB sulit naik
Status
generalis:
-Rambut
kemerahan,
tipis, mudah
dicabut
-wajah tampak
spt org tua
-konjungtiva
anemis
-atrofi papil
lidah
-perut cekung
-hepar teraba
Tampak kurus
Gizi Buruk
III. Analisis Masalah
Lab :
Hb 9 g/dL
Anemia
Masalah
Interpretasi
laki-laki, usia 3 tahun
Usia masa pertumbuhan
Berat badan sulit naik
Karena kurang gizi
Tidak mau minum susu, hanya mau Asupan gizi yang kurang
makanan camilan dan minum air teh
manis. Saat makan nasi, hanya dengan
tempe atau ikan asin, jarang makan ayam,
tidak suka sayuran atau buah
berat badan 8kg, panjang badan 90cm
WHO : <-3SD / gizi buruk
rambut kemerahan, tipis, mudah dicabut. Ciri dari marasmus
Wajah
tampak
seperti
orang
tua.
Turun, Anemia
Normal
Normal
Normal
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian,
yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena
kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun).
II. Etiologi
Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan makanan yang
kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan makanan yang kurang
disebabkan oleh berbagai faktor, antara
makanan secara
adekuat, anak tidak cukup salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola
makan yang salah. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan
yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat.
Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri
akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan
terjadinya infeksi.
Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut :
penyakit kanker.
Penyebab tidak langsung, ketersediaan Pangan rumah tangga, perilaku,
pelayanan kesehatan.
III. Klasifikasi
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmuskwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari
masing-masing tipe yang berbeda-beda.
Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul
diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah
kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan,
gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya.
Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena
masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah :
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan ototototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
4
IV.
Patofisiologi
Patofisiologi
gizi
buruk
pada
balita
adalah
anak
sulit
makan
atau
anorexia bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana
makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan
kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini
merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun
senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina
ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa
membedakan cahaya
terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu
protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai.
Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut
adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena
kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek
patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan
degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan
neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein.
Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein.
Hal ini membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka
lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan , pada akhirnya
penumpukan lemak di hepar.
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema
adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali
seperti
intrasel, karena
pada penderita
keseimbangan
cairan
tubuh.
penderita
kwashiorkor, selain
defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada
intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan
mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat.
Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi,
tekanan hidrostatik dan onkotik.
V. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis awal (untuk kedaruratan) :
Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan muntah dan diare
(encer/darah/lender)
Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak mengalami dehidrasi
dan/atau syok, serta harus diatasi segera.
Anamnesis lanjutan (untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana selanjutnya,
dilakukan setelah kedaruratan tertangani)
Batuk kronik
Riwayat imunisasi
2. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Perlu dilakukan inspeksi pada rambut (depigmentasi), kulit (bercak merah
muda), bulu mata (tebal/tipis), konjungtiva (pucat/tidak), dan abdomen
(membesar).
Palpasi
Perlu dilakukan palpasi abdomen untuk mengetahui adanya hepatomegali.
Perkusi
Perlu dilakukan untuk mengetahui adanya shifting dullness.
Auskultasi
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum
Status gizi
Tanda vital
Perlu juga dilakukan beberapa pengukuran tambahan:
1. Pengukuran lingkar lengan atas (LILA)
7
VI.
Penatalaksanaan
Langkah-langkah yang harus dilakukan:
1.
2.
3.
4.
5.
Untuk makanan perlu disesuaikan dengan kebutuhan dalam sehari. Berikut jumlah
makanan sehari yang dibutuhkan anak dalam metabolisme basal:
Energi
Protein
Cairan
Atasi/cegah hipoglikemia
Atasi/cegah hipotermia
Atasi/cegah dehidrasi
Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
Obati/cegah infeksi
6. Mulai pemberian makanan
7. Fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth)
8. Koreksi defisiensi nutrien mikro
9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
10.Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.
Dalam proses pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase stabilisasi,
fase transisi, dan fase rehabilitasi. Tata laksana ini digunakan pada pasien
Kwashiorkor, Marasmus maupun Marasmik-Kwashiorkor.
Tatalaksana diet
Tata laksana diet pada balita KEP berat/gizi buruk ditujukan untuk memberikan
makanan tinggi energi, tinggi protein, dan cukup vitamin mineral secara bertahap,
guna mencapai status gizi optimal. Ada 4 (empat) kegiatan penting dalam tata
laksana diet, yaitu : pemberian diet, pemantauan, dan evaluasi, penyuluhan gizi,
serta tindak lanjut.
VII.
Pencegahan
Prognosis
DAFTAR PUSTAKA
1. Kemenkes RI. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta : Dirjen
Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
2. Krisnansari, Diah. 2010. Nutrisi dan Gizi Buruk. Mandala of Health. Volume
4, Nomor 1
10
3. Berhman dkk. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 1. Jakarta : EGC.
4. Sibuea WH. Malnutrisi. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : Rineka Cipta,
2005, p.192.
11