Anda di halaman 1dari 14

KONJUNGTIVITIS

MAKALAH PATOFISIOLOGI DAN FARMAKOTERAPI I


DOSEN PEMBIMBING : Apt YUNITA ISTIANI IMANDA, M.Bmd

Oleh :

KELOMPOK I

1. Alvindra Della Roza ( 180101143) 7. Ratih Oktanatasyah ( 180101176)


2. Chika Viona ( 180101148) 8. Sherly Putri Yanti ( 180101181)
3. Ebil Mardiansyah ( 180101154) 9. Tsamarah Luthfiyyah ( 180101187)
4. Khoirunnisa Sari ( 180101160) 10. Izzah Nabiel Ahmad ( 160101131 )
5. Mellinda Nikman ( 180101165) 11. Melanin Faradila S ( 160101080 )
6. Nigia Ramadanisa (180101170) 12. Sheila Aslamia ( 170101205 )

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI

BHAKTI PERTIWI

PALEMBANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Konjungtivitis” adapun tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas
mata kuliah Patofisiologi dan Farmakoterapi I.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh sebab
itu, kami harapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan makalah
kami untuk kedepannya. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi kita
semua.

Maka dari itu keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis.


Penulis yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Palembang, 20 November 2020

Penulis

ii
STIFI Bhakti Pertiwi
DAFTAR ISI

Hal

COVER .......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................... iii

BAB I

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 1
1.3 Tujuan ................................................................................................ 2

BAB II

2.1 Definisi ............................................................................................... 3


2.2 Patofisiologi Konjungtivis ................................................................. 3
2.3 Etiologi Konjungtivis ......................................................................... 6
2.4 Epidemiologi Konjungtivis ................................................................ 6
2.5 Diagnosis Konjungtivis ...................................................................... 7
2.6 Pelaksanaan Konjungtivis .................................................................. 7
2.7 Prognosis Konjungtivis ...................................................................... 9
2.8 Edukasi Dan Promosi Kesehatan Konjungtivis ................................. 9

BAB III

3.1 Kesimpulan ...................................................................................... 10


3.2 Saran ................................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 11

iii
STIFI Bhakti Pertiwi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mata adalah organ penglihatan. Suatu struktur yang sangat khusus dan kompleks,
menerima dan mengirimkan data ke korteks serebral. Mata dapat terkena berbagai kondisi
diataranya bersifat primer sedang yang lain bersifat sekunder akibat kelainan pada system
organ tubuh lain. Kebanyakan kondisi tersebut dapat dicegah bila terdeteksi awal, dapat
dikontrol dan penglihatan dapat dipertahankan.
Infeksi adalah invasi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh, lokal akibat
kompetisi metabolism, toksin, replikasi intraseluler/respon antigen antibody. Inflamasi dan
infeksi dapat terjadi pada beberapa struktur mata dan terhitung lebih dari setengah kelainan
mata. Kelainan-kelainan umum yang terjadi pada mata orang dewasa meliputi :

a. Radang/inflamasi pada kelopak mata, konjungtiva, kornea, koroid, badan ciriary dan
iris.
b. Katarak, kekeruhan lensa.
c. Glaucoma, peningkatan tekanan dalam bola mata (IOP).
d. Retina robek/lepas.

Tetapi sebagian orang mengira penyakit radang mata/mata merah hanya penyakit biasa
cukup diberi tetes mata biasa sudah cukup. Padahal bila penyakit radang mata tidak segera
ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan pada mata dan
menimbulkan komplikasi seperti glaucoma, katarak, maupun ablasi retina.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dapat membuat rumusan masalah
yaitu sebagai berikut :

a. Apa Pengertian dari Konjungtivitis?


b. Apa Etiologi dari Konjungtivitis?
c. Bagaimanakah patofisiologis pada Konjungtivitis?
d. Apa saja manifestasi klinis dari Konjungtivitis?
e. Apa saja klasifikiasi dari Konjungtivitis?
1
STIFI Bhakti Pertiwi
f. Apakah pemeriksaan penunjang dari Konjungtivitis?
g. Bagaimna penatalaksanaanya?
h. Bagaimana komplikai Konjungtivitis?

1.3 Tujuan

Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas mata kuliah
Patofisiologi dan Farmakoterapi I yang berjudul ”Konjungtivitis”. Tujuan umum
penyusunan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan kita tentang penyakit
Konjungtivitis

2
STIFI Bhakti Pertiwi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. DEFINISI
Konjungtivitis adalah peradangan pada lapisan konjungtiva mata. Lapisan konjungtiva
merupakan membran mukosa yang melapisi bagian dalam palpebra dan anterior sklera
yang terdiri dari bagian konjungtiva tarsal, konjungtiva forniks, dan konjungtiva bulbar.
Lapisan konjungtiva adalah lapisan yang kaya akan pembuluh darah. Lapisan konjungtiva
berhenti di daerah limbus yang akan digantikan dengan epitel kornea.
Konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva dan ditandai dengan pembengkakan dan
eksudat. Pada konjungtivitis mata tampak merah, sehingga sering disebut mata merah.
(Suzzane, 2001)
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva atau mata merah atau pink eye.
(Elizabeth, Corwin: 2001)
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan
dalam kelopak mata) yang disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), alergi,
dan iritasi bahan-bahan kimia. (Mansjoer, Arif dkk: 2001)
Peradangan pada konjungtiva paling sering disebabkan oleh infeksi virus. Penyebab
lain tersering konjungtivitis adalah infeksi bakteri dan alergi. Konjungtivitis juga dapat
diklasifikasikan berdasarkan durasi gejala menjadi konjungtivitis akut (<4 minggu) dan
konjungtivitis kronis (>4 minggu). Konjungtivitis merupakan penyebab dari mata merah.
Diagnosis konjungtivitis dapat ditegakkan melalui gejala klinis. Pada kasus-kasus
tertentu pemeriksaan penunjang seperti laboratorium darah, sitologi dan kultur dapat
membantu mencari kuman penyebab konjungtivitis.
Penatalaksanaan konjungtivitis meliputi tindakan suportif seperti kompres dingin,
irigasi mata, tetes air mata buatan, vasokonstriktor, antihistamin, serta pemberian tetes
mata antibiotik untuk kasus-kasus tertentu. [1,2]

2.2.PATOFISIOLOGI KONJUNGTIVITIS

Patofisiologi konjungtivitis diawali dengan kontak kuman terhadap konjungtiva.


Konjungtivitis menular melalui kontak langsung konjungtiva dengan sekret mata penderita
atau dari droplet batuk dan bersin, serta penggunaan benda-benda yang menjadi media
penularan kuman seperti misalnya handuk, peralatan kosmetik, dan sarung bantal.
Konjungtivitis juga dapat menular melalui air kolam renang yang terkontaminasi.
3
STIFI Bhakti Pertiwi
a. Konjungtivitis Virus
Penyebab konjungtivitis virus adalah infeksi virus, khususnya Adenovirus.
Patofisiologi konjungtivitis akibat infeksi Adenovirus didahului oleh interaksi reseptor
sel primer seperti CAR, CD46, dan asam sialik dengan protein fiber-knob. Interaksi
tersebut memperantarai penempelan virus dengan sel host pada lapisan konjungtiva.
Internalisasi Adenovirus ke dalam endosom sel host diperantarai oleh interaksi
vitronectin-binding integrin dengan homopentameric penton-base pada virus.
Replikasi virus akan terjadi secara lokal. Reaksi imun tipe 1 akan merespon infeksi
Adenovirus pada konjungtiva meliputi respon imunitas innate yang dimediasi oleh sel
natural killer, monosit dan interferon tipe 1, serta respon imunitas adaptif yang
dimediasi oleh sel T CD8, IgA, dan T-helper 1. Pada lapisan air mata juga ditemukan
adanya protein defensin yang memiliki sifat antiviral. Defensin menghambat proses
uncoating dan internalisasi virus ke dalam endosom.
Proses inflamasi pada konjungtiva tersebut menyebabkan dilatasi pembuluh darah
yang menimbulkan gejala hiperemia dan edema konjungtiva, yang biasanya disertai
dengan pengeluaran sekret mata. Proses replikasi virus akan memberikan tanda
hipertrofi folikular. Adenovirus juga dapat menyebabkan vaskulitis yang menimbulkan
tanda hemoragik petekie akibat peningkatan permeabilitas dan ruptur kapiler
konjungtiva. Eksudasi serum, fibrin, dan leukosit dari kapiler yang mengalami dilatasi
serta jaringan epitel yang mengalami nekrosis kemudian dapat membentuk
pseudomembran pada konjungtiva tarsal. [3,4]
Konjungtivitis viral memiliki masa inkubasi 5-12 hari dan mampu menular hingga
10-14 hari atau selama hiperemia masih ada. Penyebaran virus secara sistemik dari
konjungtiva jarang terjadi namun dapat ditemukan pada kasus konjungtivitis viral
yang disebabkan oleh infeksi Enterovirus 70. [5]

b. Konjungtivitis Bakteri
Penyebab konjungtivitis bakterial biasanya akibat infeksi oleh flora normal yang
berkolonisasi di sekitar mata seperti Staphylococcus aureus dan Streptococcus
pneumoniae (bakteri yang menyebabkan pneumonia). Infeksi dapat terjadi bila lapisan
epitel konjungtiva rusak (misalnya terjadi abrasi), ada peningkatan jumlah bakteri, dan
penurunan daya tahan tubuh.
Selain faktor penyebab tersebut, infeksi juga dapat terjadi akibat kontaminasi
eksternal seperti pada konjungtivitis viral. Patogenesis konjungtivitis bakteri diawali
4
STIFI Bhakti Pertiwi
dengan proses perlekatan bakteri (adhesion). Proses perlekatan bakteri diperantarai
oleh protein adhesins yang diekspresikan oleh bagian pili bakteri pada kebanyakan
jenis bakteri. Bakteri yang melekat pada epitel konjungtiva memproduksi faktor-faktor
seperti protease, elastase, hemolisin, dan cytoxin yang akan memicu sel-sel radang
seperti neutrofil, eosinofil, limfosit, dan sel plasma untuk bermigrasi dari pembuluh
darah di bagian stroma menuju epitel konjungtiva. Faktor-faktor tersebut juga dapat
menginduksi destruksi sel-sel epitel konjungtiva. Sel epitel konjungtiva yang
mengalami nekrosis akan terlepas dan menempel di sekret sel goblet membentuk
eksudat. Pada konjungtivitis bakteri sel radang yang mendominasi adalah sel leukosit
polimorfonuklear. [1,6]

c. Konjungtivitis Alergi

Konjungtivitis alergi memiliki subtipe yakni konjungtivitis vernal, atopik, dan


giant papillary. Patofisiologi konjungtivitis alergi biasanya berupa reaksi
hipersensitivitas tipe I. Reaksi dimulai dari kontak dengan antigen spesifik.
Imunoglobulin E memiliki afinitas yang kuat dengan sel mast dan ikatan silang dengan
2 molekul IgE oleh antigen akan memicu proses degranulasi sel mast. Degranulasi sel
mast akan merangsang pelepasan mediator-mediator inflamasi seperti histamin,
tryptase, heparin, prostaglandin, leukotrien, dan tromboksan. Mediator inflamasi
bersama dengan faktor kemotaksis akan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah
dan memicu migrasi eosinofil dan neutrofil. [7]

d. Konjungtivitis Vernal

Pada konjungtivitis vernal, hipereaktivitas terjadi bukan akibat alergen spesifik,


melainkan oleh rangsangan seperti debu, angin, maupun cahaya matahari.
Konjungtivitis vernal merupakan bentuk konjungtivitis kronis yang dominan dimediasi
oleh limfosit T-helper 2. Interleukin 4 dan 13 menyebabkan proliferasi fibroblas
konjungtiva dan produksi matriks ekstraseluler yang kemudian akan membentuk tanda
khas berupa giant papillae.

e. Konjungtivitis Atopik

Patofisiologi konjungtivitis atopik melibatkan degranulasi kronis sel mast yang


dimediasi oleh IgE dan reaksi imun yang dimediasi oleh limfosit T-helper 1 dan 2.
5
STIFI Bhakti Pertiwi
Biasanya konjungtivitis atopik merupakan gejala yang menyertai kondisi dermatitis
atopik.

f. Konjungtivitis Giant Papillary


Konjungtivitis giant papillary seringkali dimasukkan sebagai subtipe
konjungtivitis alergi, tapi sebenarnya tidak memiliki patofisiologi sebagaimana subtipe
lainnya. Rangsangan proses inflamasi pada konjungtivitis giant papillary biasanya
adalah zat yang bersifat inert seperti misalnya benang jahit pada limbus, lensa kontak,
protesa mata, atau tumor limbal dermoid. Tidak ada peningkatan IgE atau histamin
pada pasien konjungtivitis giant papillary, walaupun pada konjungtiva dapat
ditemukan sel mast, basofil, atau eosinofil. Pada penggunaan lensa kontak,
kemungkinan deposit protein dapat bersifat antigenik dan merangsang produksi IgE.
Mikrotrauma dan iritasi kronis juga dapat merangsang pelepasan mediator seperti
CXCL8 dan TNF-α oleh sel epitel konjungtiva.[8]

2.3.ETIOLOGI KONJUNGTIVITIS
Etiologi konjungtivitis terbanyak adalah infeksi virus, bakteri, dan alergi.Infeksi virus
dapat disebabkan oleh Adenovirus, virus herpes simpleks tipe I dan II, virus varicella
zoster, virus measles, picornavirus (coxsackievirus A24 dan enterovirus 70), molluscum
contagiosum, dan HIV. [2]
Bakteri yang paling banyak ditemukan pada konjungtivitis bakterial adalah
Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella
catarrhalis. Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis juga dapat menjadi etiologi
konjungtivitis. Konjungtivitis alergi disebabkan oleh serbuk bunga dan tanaman, bulu
binatang, lumut, kosmetik, lensa kontak, dan sebagainya. [9]
Beberapa penyakit lain yang dapat disertai dengan gejala konjungtivitis adalah
pemfigoid membran mukosa, sindrom Steven Johnson, dan nekrolisis toksik epidermal. [1]

2.4.EPIDEMIOLOGI KONJUNGTIVITIS

Data epidemiologi menunjukkan bahwa konjungtivitis dapat ditemukan secara global


dan merupakan salah satu penyakit mata yang umum. Konjungtivitis viral adalah penyebab
utama, diikuti dengan konjungtivitis bakterial di posisi kedua. [10]

6
STIFI Bhakti Pertiwi
Secara global kasus konjungtivitis dapat terjadi pada semua kelompok usia, dari mulai
neonatus hingga lansia. Kasus konjungtivitis ditemukan pada 1% kunjungan pasien ke
fasilitas kesehatan tingkat pertama. Di Amerika Serikat diperkirakan ada sekitar 6 juta
kasus baru konjungtivitis viral per tahunnya. Konjungtivitis viral dapat bersifat sporadik
maupun epidemik (misalnya di sekolah, di rumah sakit, di klinik). Adenovirus merupakan
penyebab di hampir 90% kasus konjungtivitis viral. Insidensi konjungtivitis bakterial di
Amerika Serikat adalah 135 kasus per 10.000 populasi per tahun. [1,2,10]

2.5.DIAGNOSIS KONJUNGTIVITIS

Diagnosis konjungtivitis mengandalkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


Pemeriksaan penunjang tidak rutin dikerjakan untuk setiap pasien konjungtivitis. Kultur
dari apusan konjungtiva dapat membantu mencari patogen penyebab konjungtivitis jika
diperlukan. [1,6]
Keluhan utama pasien konjungtivitis adalah mata merah. Keluhan disertai rasa gatal,
rasa panas terbakar, rasa mata mengganjal, silau, penurunan tajam penglihatan, sekret
mata, riwayat alergi, dan riwayat paparan. Hal lain yang perlu ditanyakan adalah riwayat
penggunaan lensa kontak, riwayat penggunaan obat-obatan (termasuk tetes mata), dan
riwayat hubungan seksual yang berisiko (bila dicurigai infeksi akibat kuman penyakit
menular seksual). [1,2,6,7]

2.6.PENATALAKSANAAN KONJUNGTIVITIS

Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebab. Konjungtivitis karena


bakteri dapat diobati dengan sulfonamide (sulfacetamide 15 %) atau
antibiotika (Gentamycine 0,3 %; chlorampenicol 0,5 %). Konjungtivitis karena jamur
sangat jarang sedangkan konjungtivitis karena virus pengobatan terutama ditujukan untuk
mencegah terjadinya infeksi sekunder, konjungtivitis karena alergi di obati dengan
antihistamin (antazidine 0,5 %, rapazoline 0,05 %) atau kortikosteroid (misalnya
dexametazone 0,1 %).
Adapun penatalaksanaan konjungtivitis sesuai dengan klasifikasinya adalah sebagai
berikut:

a. Konjungtivitis Bakteri

Sebelum terdapat hasil pemeriksaan mikrobiologi, dapat diberikan antibiotic


tunggal, seperti gentamisin, kloramfenikol, folimiksin selama 3-5 hari. Kemudian bila
7
STIFI Bhakti Pertiwi
tidak memberikan hasil yang baik, dihentikan dan menunggu hasil pemeriksaan. Bila
tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, diberikan tetes mata disertai antibiotic
spectrum obat salep luas tiap jam mata untuk tidur atau salep mata 4-5 kali sehari.

b. Konjungtivitis Bakteri Hiperakut

1. Pasien biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit untuk terapi topical dan
sistemik. Secret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih atau dengan
garam fisiologik setiap ¼ jam.
2. Kemudian diberi salep penisilin setiap ¼ jam.
3. Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin G 10.000-
20.000/ml setiap 1 menit sampai 30 menit.
4. Kemudian salep diberikan setiap 5 menit selama 30 menit. Disusul pemberiansalep
penisilin setiap 1 jam selama 3 hari.
5. Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokokus.
6. Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksaan mikroskopik yang dibuat setiap
hari menghasilkan 3 kali berturut-turut negative.

c. Konjungtivitis Alergi

Penatalaksanaan keperawatan berupa kompres dingin dan menghindarkan penyebab


pencetus penyakit. Dokter biasanya memberikan obat antihistamin atau bahan
vasokonstkiktor dan pemberian astringen, sodium kromolin, steroid topical dosis
rendah. Rasa sakit dapat dikurangi dengan membuang kerak-kerak dikelopak mata
dengan mengusap pelan-pelan dengan salin (gram fisiologi). Pemakaian pelindung
seluloid pada mata yang sakit tidak dianjurkan karena akan memberikan lingkungan
yang baik bagi mikroorganisme.

d. Konjungtivitis Viral

Beberapa pasien mengalami perbaikan gejala setelah pemberian antihistamin/


dekongestan topical. Kompres hangat atau dingin dapat membantu memperbaiki gejala.
Penatalaksanaan pada konjungtivitis blenore berupa pemberian penisilin topical
mata dibersihkan dari secret. Pencegahan merupakan cara yang lebih aman yaitu dengan
membersihkan mata bayi segera setelah lahir dengan memberikan salep kloramfenikol.
Pengobatan dokter biasanya disesuaikan dengan diagnosis. Pengobatan konjungtivitis
blenore :
8
STIFI Bhakti Pertiwi
1. Penisilin topical tetes atau salep sesering mungkin. Tetes ini dapat diberikan setiap
setengah jam pada 6 jam pertama disusul dengan setiap jam sampai terlihat tanda-
tanda perbaikan.
2. Suntikan pada bayi diberikan 50.000 U/KgBB selama 7 hari, karena bila tidak maka
pemberian obat tidak akan efektif.
3. Kadang-kadang perlu diberikan bersama-sama dengan tetrasiklin infeksi chlamdya
yang banyak terjadi.

2.7.PROGNOSIS KONJUNGTIVITIS

Prognosis konjungtivitis umumnya baik. Penyembuhan dapat terjadi sempurna tanpa


komplikasi pada hampir sebagian besar kasus konjungtivitis viral dan bakterial.
Komplikasi pada konjungtivitis biasanya terjadi akibat infeksi kuman tertentu seperti
Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis. Komplikasi pada kornea juga sering
terjadi pada kasus konjungtivitis alergi subtipe atopik dan vernal yang dapat menyebabkan
kekeruhan kornea. [2,6,7]

Kebanyakan kasus konjungtivitis tidak menimbulkan komplikasi jangka panjang.


Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah pembentukan pseudomembran, infiltrat
subepitelial multifokal, dan superinfeksi. [19] Komplikasi lain dapat berupa iritasi kornea
ringan, keratitis, jaringan parut kornea, hingga penurunan visus yang berat. [6]

2.8.EDUKASI DAN PROMOSI KESEHATAN KONJUNGTIVITIS

Edukasi dan promosi kesehatan ditekankan pada cara pencegahan penularan


konjungtivitis.

Edukasi pasien konjungtivitis adalah menghindari mengusap mata dengan tangan yang
kotor, sebisa mungkin menghindari paparan alergen, menghindari penggunaan lensa
kontak untuk sementara waktu, dan melakukan kompres dingin untuk mengurangi keluhan
gatal dan perih. Pasien disarankan untuk beristirahat di rumah untuk sementara waktu
untuk mencegah penularan di sekolah atau tempat kerja. Bila mengalami gangguan
penglihatan, keluhan mata silau, nyeri mata yang tidak tertahankan, sekret mata yang
bertambah banyak walaupun sudah diberikan pengobatan, pasien disarankan untuk kontrol
kembali ke dokter. [2,6,7]

9
STIFI Bhakti Pertiwi
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Konjungtivitis atau mata memerah adalah salah satu penyakit mata yang bisa
mengganggu penderitanya sekaligus membuat orang lain merasa tidak nyaman ketika
berkomunikasi dengan si penderita. Semua orang dapat tertular konjungtivis, bahkan bayi
yang baru lahir sekalipun. Yang bisa ditularkan adalah konjungtivitis yang disebabkan oleh
bakteri dan virus. Penularan terjadi ketika seorang yang sehat bersentuhan dengan seorang
penderita atau dengan benda yang baru disentuh oleh penderita tersebut. Oleh karena itu,
maka kita harus memahami tentang penyakit konjungtivitis agar dapat memutus mata
rantai dari penularannya.

Beberapa penyakit lain yang dapat disertai dengan gejala konjungtivitis adalah
pemfigoid membran mukosa, sindrom Steven Johnson, dan nekrolisis toksik epidermal.
Data epidemiologi menunjukkan bahwa konjungtivitis dapat ditemukan secara global dan
merupakan salah satu penyakit mata yang umum.

Penatalaksanaanya tergantung dari identifikasi penyebab. Konjungtivitis karena


bakteri dapat diobati dengan sulfonamide (sulfacetamide 15 %) atau
antibiotika (Gentamycine 0,3 %; chlorampenicol 0,5 %). Konjungtivitis karena jamur
sangat jarang sedangkan konjungtivitis karena virus pengobatan terutama ditujukan untuk
mencegah terjadinya infeksi sekunder, konjungtivitis karena alergi di obati dengan
antihistamin (antazidine 0,5 %, rapazoline 0,05 %) atau kortikosteroid (misalnya
dexametazone 0,1 %).

3.2.SARAN

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang bias membangun bagi makalah ini, agar
penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

10
STIFI Bhakti Pertiwi
DAFTAR PUSTAKA

1. Karpecki, P. M. (2015). Kanski’s Clinical Ophthalmology : A Systematic Approach.


Optometry and Vision Science, 92(10), e386.doi:10.1097/opx.0000000000000737
2. Scott IU, Dahl AA. Viral conjunctivitis (pink eye).
https://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview#a4
3. Montero MCL, Conjunctivitis. http://eyewiki.aao.org/Conjunctivitis#Viral_conjunctivitis_2
4. Chigbu DI, Labib BA. Pathogenesis and management of adenoviral
keratoconjunctivitis.Infection and Drug Resistance. 2018;11:981-993
5. Racaniello V. Viral pathogenesis.
http://www.columbia.edu/itc/hs/medical/pathophys/id/2009/viralpathNotes.pdf
6. Yeung KK, Dahl AA. Bacterial conjunctivitis (pink eye).
https://emedicine.medscape.com/article/1191730-overview#a6
7. Ventocilla M, Dahl AD. Allergic conjunctivitis.
https://emedicine.medscape.com/article/1191467-overview#a4
8. Rosa ML, Lionetti E, Reibaldi M, Russo A, Longo A, Leonardi S. Allergic conjunctivitis: a
comprehensive review of the literature. Italian Journal of Pediatrics. 2013;39:18-25
9. CDC. Conjunctivitis (pink eye). https://www.cdc.gov/conjunctivitis/clinical.html
10. Azari, A. A., & Barney, N. P. (2013). Conjunctivitis. JAMA, 310(16),
1721.doi:10.1001/jama.2013.280318
11. Leung AKC, Hon KL, Wong AHC, Wong AS. Bacterial conjunctivitis in childhood:
etiology, clinical manifestations, diagnosis, and management. Recent Pat Inflamm Allergy
Drug Discov. 2018;12(2):120-127.
13. Bonini S, Lambiase A, Marchi S, Pasqualetti P, Zuccaro O, Rama P, et al. Verna
keratoconjunctivitis revisited: a case series of 195 patients with long-term followup.
Ophthalmology. 2000;107(6):1157-1163.
14. Kumar, S. (2009). Vernal keratoconjunctivitis: a major review. Acta Ophthalmologica,
87(2), 133–147. doi:10.1111/j.1755-3768.2008.01347.x
15. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2009. http://www.pusdatin.
Kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/profil-kesehatan-
indonesia-2009.pdf
16. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2010.
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/profil-
kesehatan-indonesia-2010.pdf
17. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Basic and clinical science course external disease and
cornea. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology. 2016
19. Jhanji, V., Chan, T. C. Y., Li, E. Y. M., Agarwal, K., & Vajpayee, R. B. (2015). Adenoviral
keratoconjunctivitis. Survey of Ophthalmology, 60(5), 435–
443.doi:10.1016/j.survophthal.2015.04.001

11
STIFI Bhakti Pertiwi

Anda mungkin juga menyukai