Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

KONJUNGTIVITIS VERNAL

Pembimbing:

dr. Widi Astuti, Sp.M

Disusun oleh:
Juharny Eka Sackbani

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATANANAK


RSUD WALED CIREBON
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI


CIREBON
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan refrat yang berjudul “Konjungtivitis Vernal”. Refrat ini ditulis untuk
menambahkan pengetahuan dan wawasan dan merupakan salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan mata Fakultas Kedokteran
Unswagati Cirebon.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dokter


pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan
pengarahan dalam penyusunan referat ini dari awal hingga selesai. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis
sangat mengharapkan kritikan yang membangun dan saran demi perbaikan dimasa yang
akan datang. Semoga referat ini dapat berguna bagi kita semua.

Cirebon, Juni 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN
Latar belakang 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Konjungtiva 5
B. Definisi Konjungtivitis Vernal 6
C. Epidemiologi Konjungtivitis Vernal 6
D. Etiologi Konjungtivitis Vernal 5
E. Patogenesis Konjugtivitis Vernal 6
F. Gambaran Histologi 7
G. Gejala Klinis 9
H. Diagnosis 11
I. Diagnosis Banding 13
J. Prognosis 13
K. Komplikasi 15

BAB III PENUTUP


Simpulan 15
DAFTAR PUSTAKA 16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang
1
menutupi belakang kelopak mata dan bola mata, dalam bentuk akut maupun kronis.​
Penyebab konjungtivitis antara lain bakteri, klamidia, alergi, viral, toksik, berkaitan
dengan penyakit sistemik.​1 Peradangan pada konjungtiva disebut konjungtivitis,
penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai
konjungtivitis berat dengan sekret purulen penyebab umumnya eksogen, tetapi bisa
endogen. 2​
Konjungtivitis vernal merupakan salah satu bentuk konjungtivitis allergi yang
berulang khas musiman, bersifat bilateral, sering pada orang dengan riwayat alergi
pada keluarga, sering ditemukan pada anak laki yang berusia 5-10 tahun. 3​ Alergen
spesifik sulit dilacak, tetapi biasanya pasien dengan konjungtivitis vernal
menampilkan reaksi alergen lainnya, yang diketahui berhubungan dengan sensitifitas
terhadap serbuk sari. Penyakit ini jarang terjadi didaerah beriklim sedang dibanding
daerah beriklim hangat, dan hampir tidak ada didaerah beriklim dingin. 3​ Alergen
spesifik sulit dilacak, tetapi biasanya pasien dengan konjungtivitis vernal
menampilkan reaksi alergi lainnya, yang diketahui berhubungan dengan sensitifitas
terhadap serbuk sari.
Konjungtivitis verna terutama menyerang pasien muda dalam dekade pertama
atau kedua mereka. Ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan.
Penyakit ini jarang terjadi di daerah beriklim sedang; Namun, di berbagai bidang
seperti Afrika, Latin Amerika, dan Asia, memiliki prevalensi yang lebih tinggi
beberapa bagian Afrika memiliki populasi 4-5% prevalensi. Konjungtivitis vernal
juga memiliki variasi musiman dengan flare-up sering terjadi selama bulan-bulan
musim semi / musim panas . Namun, penyakitnya bisa hadir sepanjang tahun, dan
penyakit musiman.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, dan tatalaksana
pada konjungtivitis vernal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva adalah mukosa yang melapisi bagian dalam palpebra dan permukaan
anterior mata. Konjungtiva melapisi permukaan sebelah dalam kelopak mulai tepi
kelopak margo palpebralis%, melekat pada sisi dalam tarsus, menuju ke pangkal
kelopak menjadi
konjuntiva &ornicis yang melekat pada jaringan longgar dan melipat balik melapisi
bola mata hingga tepi kornea.
Konjungtiva dibagi menjadi 3 bagian:
1. Konjungtiva palpebra
2. Konjungtiva & forniks
3. Konjungtiva bulbi. 1​

Gambar 1. Anatomi Konjungtiva

yang melapisi bagian palpebra disebut konjungtiva palpebra, di forniks disebut


konjungtiva fornicis dan yang di bola mata disebut konjungtiva bulbi. Secara
histologis lapisan konjungtiva dimulai dari epitel konjungtiva yang terdiri atas epitel
superficial mengandung sel goblet yang memproduksi mucin dan epitel basal, di dekat
limbus dan epitel ini mengandung pigmen. dibawah epitel terdapat stroma konjungtiva
yang terdiri atas lapisan adenoid yang mengandung jaringan limfoid dan lapisan
Fibrosa yang mengandung jaringan ikat.
Kelenjar yang ada di konjungtiva terdiri dari kelenjar Krause ditepi atas tarsus
yang menyerupai kelenjar air mata. )rteri- arteri konjungtiva berasal dari a.ciliaris
anterior dan a.palpebralis yang keduanya beranastomosis. yang berasal dari a. ciliaris
anterior berjalan kedepan mengikuti m. rectus menembus sclera dekat limbus untuk
mencapai bagian dalam mata dan cabang- cabang yang mengelilingi kornea.
2.1.1 Konjungtiva Vernalis
2.1.1.1 Pengertian
Konjungtivitis vernal merupakan peradangan konjungtiva yang diakibatkan
oleh reaksi hipersensitivitas ( tipe I) yang mengenai kedua mata dan bersifat
rekuren.​1 Pada mata ditemukan papil besar dengan besar dengan permukaan
rata pada konjungtiva tarsal, dengan rasa gatal berat, sekret gelatin yang berisi
eosinofil atau granula eosinofil, pada kornea terdapat keratitis,
neovaskularisasi, dan tukak indolen.​1
2.1.1.2 Epidemiologi
Konjungtivitis vernalis biasanya dimulai pada tahun-tahun pubertas dan
berlangsung selama 5-10 tahun. Penyakit ini banyak menyerang anak laki-laki
dibandingkan perempuan, dan lebih banyak ditemukan didaerah beriklim
hangat, seperti didaerah afrika dan timur tengah. 3​ ​Pe​nyebaran konjungtivitis
vernal merata di dunia, terdapat sekitar 0,1% hingga 0,5% pasien dengan
masalah tersebut. Penyakit ini lebih sering terjadi pada iklim hangat seperti di
afrika dan timur tengah .​3
2.1.13 Etiologi
Konjungtivitis vernal terjadi akibat alergi dan cenderung kambuh pada
musim panas.​3 Alergen spesifik yang berperan pada terjadinya penyakit
konjungtivitis vernal sulit di lacak, tetapi biasanya terdapat riwayat alergi pada
keluarga dan terkadang dengan riwayat alergi pada pasien itu sendiri. Secara
luas penyebab penyakit ini dapat dibagi menjadi 2 yaitu eksogen (pollen) dan
endogen (sinar ultraviolet).​3,4
2.1.1. 4 Patofisiologi
Perubahan struktur konjungtiva pada penyakit konjungtivitis vernal sangat erat
kaitannya dengan reaksi inflamasi yang didominasi oleh gabungan reaksi
hipersensitivitas tipe I dan tipe IV. Reaksi hipersensitivitas tipe I merupakan
reaksi alergi tipe cepat yang dimediasi oleh IgE. Reaksi hipersensitivitas tipe I
dimulai dengan terbentuknya antibodi IgE spesifik. IgE spesifik awalnya
terbentuk karna diinduksi oleh adanya alergen tertentu yang dikenali oleh APC
di konjungtiva. APC dan HLA kela II kemudian mengaktifkan MHC, dan
dipresentasikan oleh Th0 dan mengeluarkan IL-1, dan mengaktivasi Th2,
aktivasi dari Th2 mengeluarkan IL-3,IL-4, dan IL-13 yang mengaktivasi limfosit
B untuk membentuk IgE. IgE tersebut terikat di sel mastosit atau basofil
(Jaringan konjungtiva , saluran nafas dll) antigen tersebut kemudian dikenali
sebagai antigen spesifik oleh IgE. Ikatan antigen dengan antibodi IgE ini pada
permukaan sel mast dan basofil akan menyebabkan terjadinya degranulasi dan
dilepaskannya mediator-mediator kimia seperti histamin, slow reacting
substance of anaphylaxis, bradikinin, serotonin, eosinophil, chemotactic factor,
dan faktor-faktor agregasi trombosit, IL-3, IL-4,IL-5, GM-CSM, TNF,
prostaglandin D2, E2, Leukotrien, kemudian mengaktifkan dan memproduksi
eosinofil. 5​
Histamin adalah mediator yang berperan penting, yang mengakibatkan
efek vasodilatasi, eksudasi dan hipersekresi pada mata. Keadaan ini ditandai
dengan gejala seperti mata gatal, merah, edema, berair, rasa seperti terbakar dan
terdapat sekret yg bersifat mukoid. Terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe I fase
lambat mempunyai karakteristik, yaitu dengan adanya ikatan antara antigen
dengan IgE pada permukaan sel mast, maka mediator kimia yang terbentuk
kemudian akan dilepaskan seperti histamin, leukotrien C4 dan derivat-derivat
eosinofil yang dapat menyebabkan inflamasi di jaringan konjungtiva. Reaksi
hipersensitivitas tipe IV, terjadi karena sel limfosit T yang telah tersensitisasi
bereaksi secara spesifik dengan suatu antigen tertentu, sehingga menimbulkan
reaksi imun dengan manifestasi infiltrasi limfosit dan monosit (makrofag) serta
menimbulkan indurasi jaringan pada daerah tersebut.​5
Pada konjungivitis vernal reaksi alergi kronik yang umumnya dimediasi
oleh sel limfosit Th2 yang memiliki peranan pada terjadinya ekspresi berlebihan
sel mast, eosinofil, neutrofil, Th2-derived cytokines, chemokins,molekul adhesi,
growth factors, fibroblast, dan limfosit. IL-4 dan IL-3 juga berperan dalam
terbentuknya papil menginduksi matriks ekstraselular dan prolifeasi fibroblast
konjungtiva.​4 Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemis dan vasodilatasi difus,
yang dengan cepat diikuti hiperplasia akibat proliferasi jaringan yang
menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi tersebut
diikuti hyalinisasi dan terbentuknya deposit konjungtiva sehingga terbentuk
gambaran ​cobble stone appearance.​ Jaringan ikat berlebihan tersebut memberi
warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak buram.​4​Horner-Trantas
dot`s yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri atas eosinofil, debris
selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan limfosi. Hipertrofi
papil konjungtiva tidak jarang menyebabkan ptosis mekanik dan dalam kasus
yang berat disertai keratitis yaitu beruba keratitis epithelial vernalis atau ulkus
kornea superfisial, serta erosi epitel kornea.​5
2.1.1.5 Klasifikasi
1. Bentuk palpebra
Pada tipe palpebra terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat
pertumbuhan papil yang besar ( coble stone ) yang diliputi sekret yang
mukoid. Konjungtiva tarsal inferior yang hiperemi, edema terdapat papil
halus dengan kelainan kornea lebih berat dibandingkan dengan bentuk limbal.
Secara klinik papil besar ini tampak sebagai tonjolan berbentuk poligonal
dengan permukaan yang rata dengan kapiler ditengahnya;
2. Bentuk limbal
Pada bentuk limbal terdapat adanya hipertrofi papil pada limbus superior
yang dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatin, dengan trantas dot yang
merupakan degenaerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus
kornea, terbentunya pannus, dengan sedikit eosinofil. 1​

Gambar 2. (a) : ​Cobble stone appearance​ Gambar (b) : ​Horner-Trantas dote.6​


2.1.1.6 Manifestasi Klinis
Pasien umumnya mengeluh sangat gatal dengan kotoran mata berserat-serat.
mata sering berair, rasa terbakar atau seperti ada benda asing di mata. 2​​Biasanya
terdapat riwayat alergi di keluarga ( hay fever, eksim) dan terkadang disertai
riwayat alergi pasien itu sendiri. Konjungtiva tampak putih susu,dan terdapat
banyak papil halus di bagian konjungtiva tarsal inferior, Konjungtiva tarsal
superior memilik papil raksasa mirip seperti batu kali ( ​coble stone
appearance)​.​2
Setiap papil raksasa terbentuk poligonal, dengan atap rata, dan
mengandung berkas kapiler. Sedangkan pada limbus dijumpai satu atau lebih
papil berwarna putih yang disebut sebagai ​trantas dots​, yaitu terdiri dari
tumpukan sel-sel eosinofil.​2 Gejala lainnya fotofobia, ptosis, sekret mata
berbentuk mukus seperti benang tebal berwarna hijau atau kuning tua. Adanya
rasa sakit pada mata yang dirasakan pasien mengindikasikan perlibatan kornea
yang dapat berupa keratitis pungtanta superfisial, erosi epitel, ulkus dan plak.​6
2.1.1.7. Gambaran Histopatologi
Tahap awal konjungtivitis vernalis ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam
kaitan ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil
yang ditutup oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di
antara papil serta ​pseudomembran milky white.​ Pembentukan papil ini
berhubungan dengan infiltrasi stroma oleh sel-sel PMN, eosinofil, basofil, dan
sel mast.
Hasil penelitian histopatologik terhadap 675 konjungtivitis vernalis mata
yang dilakukan oleh Wang dan Yang menunjukkan infiltrasi limfosit dan sel
plasma pada konjungtiva. Prolifertasi limfosit akan membentuk beberapa nodul
limfoid. Sementara itu, beberapa granula eosinofilik dilepaskan dari sel
eosinofil, menghasilkan bahan sitotoksik yang berperan dalam kekambuhan
konjungtivitis. Dalam penelitian tersebut juga ditemukan adanya reaksi
hipersensitivitas. Tidak hanya di konjungtiva bulbi dan tarsal, tetapi juga di
fornix, serta pada beberapa kasus melibatkan reaksi radang pada iris dan badan
siliar .
Fase vaskular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen,
hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel
radang secara keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler
mengakibatkan terbentuknya ​deposit stone yang terlihat secara nyata pada
pemeriksaan klinis. Hiperplasia jaringan ikat meluas ke atas membentuk ​giant
papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas. Kolagen maupun pembuluh
darah akan mengalami hialinisasi. Epiteliumnya berproliferasi menjadi 5–10
lapis sel epitel yang edematous dan tidak beraturan. Seiring dengan bertambah
besarnya papil, lapisan epitel akan mengalami atrofi di apeks sampai hanya
tinggal satu lapis sel yang kemudian akan mengalami keratinisasi.
Pada limbus juga terjadi transformasi patologik yang sama berupa
pertumbuhan epitel yang hebat meluas, bahkan dapat terbentuk 30-40 lapis sel
(acanthosis​). Horner-Trantas dot`s yang terdapat di daerah ini sebagian besar
terdiri atas eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel
PMN dan limfosit.

​ istologi Konjungtivis vernal terlihat banyak sel radang terutama eosinofil.


Gambar 3.​ H

2.1.1.8. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa kerokan konjungtiva untuk
mempelajari gambaransitologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan banyak
eosinofil dan granulagranula bebas eosinofilik. Di samping itu, terdapat basofil
dan granula basoifilik bebas.
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjang penegakkan
diagnosis dari konjungtivitis vernal :
a. Alergi test
Tes alergi, seperti skin-prick atau RAST testing, telah digunakan untuk
mengidentifikasi pemicu spesifik VC ​(Vernal Conjunctivitis) , terutama pada
pasien dengan alergi sistemik atau atopi atau pada pasien dengan perjalanan
penyakit persisten. Namun relatif hasil yang rendah dari tes tersebut dapat
membatasi kegunaannya dan karenanya tidak direkomendasikan secara rutin
. Menariknya, bentuk tarsal penyakit tampaknya lebih sering dikaitkan
dengan sensitivitas alergi. dalam kedua tes
b. Conjunctivital Examination
Meskipun jarang diperlukan, kerokan konjungtiva dan spesimen biopsi
dapat memfasilitasi diagnosis proses alergi mata. Karena eosinofil dan
butiran eosinofilik biasanya tidak ada pada konjungtiva manusia, Kerokan
konjungtiva yang diwarnai Giemsa dapat menunjukkan adanya proses
alergi. Spesimen biopsi konjungtiva dapat diperiksa oleh mikroskop elektron
untuk mengidentifikasi dan menghitung sel mast, basofil, dan eosinophils .
Mikroskop cahaya juga dapat digunakan untuk memvisualisasikan infiltrasi
seluler, tetapi mungkin tidak seakurat dalam mengidentifikasi sel mast yang
terdegranulasi.
c. Tear evaluation
Pemeriksaan sitologis cairan air mata relatif cepat dan noninvasif. Kehadiran
neutrofil, limfosit, dan terutama eosinofil di cairan air mata menunjukkan
proses alergi. Sementara tidak ada mediator inflamasi tunggal dapat
dianggap spesifik untuk diagnosis konjungtivitis vernal, evaluasi robekan
akan terus memberikan petunjuk penting ke dalam patogenesis konjugtivitis
vernal.
Dalam sebuah penelitian IgA sobek, level rendah total IgA sekretori dan
debu rumah tingkat tinggi IgA sekretori tungau spesifik dicatat,
menunjukkan produksi lokal dan sible link ke alergen spesifik dalam
patogenesis kongungtivitis vernal yang berkorelasi dengan studi Israel, yang
menghubungkan alergen tungau debu rumah dengan peningkatan gejala
keratokonjungtivitis vernal. Sitokin proinflamasi, seperti TNF-a, telah
ditemukan meningkat secara signifikan pada pasien VC (vernal
conjunctivitis) bila dibandingkan dengan trol dan tingkat keparahan penyakit
d. Ocular challenge test
Konjungtiva dapat ditantang dengan alergen kering atau solusi ditempatkan
fornix konjungtiva inferior, atau dengan lensa kontak jenuh dengan alergen
diberikan pada kornea . Kemudian, responsnya bisa secara klinis diamati
atau air mata dan kerokan konjungtiva dapat dipelajari untuk dirilis mediator
atau respons seluler.
Tes ini paling sering digunakan secara eksperimental untuk mengukur
mediator seperti histamin, triptase, prostaglandin, atau leukotrien dalam
cairan air mata pada periode waktu yang berbeda setelah tantangan dengan
alergen spesifik. Ini terutama digunakan untuk mengevaluasi kemanjuran
terapi agen anti alergi, tetapi dapat digunakan untuk menilai respons terhadap
alergen tertentu pada pasien dengan VC. melakukan tes tantangan okular
pada 103 pasien, yang sebelumnya menjalani tes kulit untuk alergen yang
sama. Dari pasien yang diuji, 59% positif untuk setidaknya satu alergen. Dari
pasien yang negatif terhadap kulit atau tes IgE serum spesifik, 42,4% positif
terhadap tantangan mata.​7
2.1.1.9 Diagnosis Banding
Konjungtivitis vernal di diagnosis banding dengan konjungtivitis atopik,
Trakoma, ​Superior limbic keratokonjungtivitis, Giant papillary conjungtivitis,​
dan keratokonus
2.1.1.10 Tatalaksana
Karena keratokonjungtivitis vernalis merupakan penyakit yang sembuh dengan
sendirinya self limiting disease perlu diingat bahkan medikasi yang dipakai
untuk meredakan gejala dapat member perbaikan dalam waktu singkat, tetapi
dapat memberi kerugian jangka panjang​.
A. Tatalaksana Umum
● Tindakan menghindari allergen dengan cara menghindari daerah
berangin kencang, memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin
(climate therapy), menggunakan kacamata berpenutup total,dll.​2,1
● Menghindari kegiatan menggosok mata.
● Kompres dingin menurunkan vasodilatasi dan dapat memperbaikin
gejala sementara.
● Air mata buatan (artificial tear) 2-4kali sehari dapat membantu
menghilangkan allergen serta berfungsi untuk lubrikasi mata.
B. Tatalaksana Topikal
● Kortikosteroid mungkin dibutuhkan pada fase akut. Ketika gejala sudah
membaik, sebaiknya secara perlahan diberhentikan dan terapi diganti
dengan antihistamin dan penstabil sel mast. Penggunaan jangka panjang
steroid dapat menimbulkan efek sampaing katarak, glaucoma, dan
peningkatan resiko terjadinya infeksi, oleh karnanya perlu pemeriksaan
berkala.
● Antihistamin secara competitive mengikat reseptor histamine dan
mengurangi rasa gatal dan vasodilatasi. Levocabastine Hydrocloride
0,05% , Azelatine Hydrocloride 0,05%, Emedastine difumarat 0.05%
merupakan beberapa jenis antihistamin yang sering dipakai untung
alergi.
● Obat Antiinflamasi Non steroid. Bekerja dengan menghambat aktivitas
siklooksigenase yang merupakan salah satu enzim yang berfungsi
mengubah asam arachidonat menjadi prostaglandin. Contohnya seperti
Ketorolac 0.5%
● Imonosupresan : Cyclosporine 2% efektif untuk kasus berat yang tidak
responsif
● Antibiotik broad spectrum topical dapat digunakan sebagai terapi
profilaksis pada konjungtivitis yang menyertai kornea.
● Mucolitic agent : asetil sistein 10-20% dalam larutan saline dapat
digunakan untuk menghilangkan sekresi mukus.
C. Kortikosteroid sistemik
● prednisolone dan deksametasone misalnya dapat digunakanuntuk
keratokonjungtivitis vernal pada kasus yang parah.
● Ketika gejala membaik, sebaiknya penggunaan dihentikan dan
dilanjutkan dengan pemberian vasokonstriktor, kompres dingin, dan
penggunaan tetes mata yang memblok histamine.
● Antihistamin sistemik Acetyl salicylic acid 0.5-1.0 gram E hari dapat
dipertimbangkan penggunaannya bila gejala masih terasa setelah
penggunaan antialergi topical yang cukup.
2.1.1.11 Prognosis
Pasien dengan konjungtivitis vernal sering memiliki perbaikan spontan dari
penyakit mereka setelah mencapai masa pubertas. Namun memiliki persentase
kecil yang dapat memiliki gangguan penglihatan permanen jika mereka tidak
memiliki katarak, glaukoma, atau borok kornea sebagai bagian dari penyakit
yang di timbulkan. Selanjutnya, jika pasien memang memiliki penyakit kronis,
itu dapat meningkatkan risiko merekauntuk terkena keratoconus. Tanda
prognostik negatif termasuk memiliki papilla yang lebih besar.
2.1.1.12 Komplikasi
konjungtivitis vernal berat biasanya terjadi secara mandiri. namun, dalam
beberapa kasus mengancam penglihatan komplikasi dapat terjadi. Epitel kornea
bertindak sebagai a penghalang patogen yang bersirkulasi, tetapi bisa rusak pada
penyakit parah baik karena trauma dari papila tarsal atas dan susunan
molekul-molekul inflamasi yang kompleks.​7
Ini kombinasi trauma berulang dan lingkungan inflamasi kemudian dapat
menyebabkan ulkus dan plak. Lindungi bisul biasanya terbentuk pada sepertiga
bagian atas kornea dan dapat menyebabkan komplikasi penglihatan-mengancam
hingga 6% dari pasien. Mereka mulai sebagai erosi epitel belang yang menyatu
untuk membentuk macroerosions yang kemudian berkembang menjadi borok
perisai yang dapat membatasi diri atau mengembangkan konsekuensi lebih lanjut
7
seperti keratitis bakteri. ​Plak terbentuk saat inflamas menumpuk di dasar ulkus .​
Mereka sangat resisten terhadap terapi topikal dan mungkin memerlukan
intervensi bedah. Pasien dengan keratoconjunctivitis vernal lama juga dapat
mengembangkan defisiensi sel induk limbal karena berdiri radang. Prevalensi sel
induk limbal defisiensi pada pasien dengan VKC ​(Vernal Keratoconjunctivitis)​
mungkin setinggi 1,2% dan terjadi pada pasien yang lebih tua dengan VKC.
Perawatan mungkin termasuk transplantasi selaput ketuban atau sel induk
allo-limbal transplantasi. Komplikasi umum yang terkait lainnya dari vernal
keratoconjunctivitis termasuk keratoconus dan astigmatisme tidak teratur karena
seringnya menggosok mata populasi anak atopik dan glaukoma yang diinduksi
steroid dari penggunaan kortikosteroid topikal yang sering.​7
BAB III
SIMPULAN

Konjungtivitis vernalis adalah konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe I)


yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. Konjungtivitis vernal terjadi akibat
alergi dan cenderung kambuh pada musim panas. Konjungtivitis vernal sering terjadi
pada anak-anak, biasanya dimulai sebelum masa pubertas dan berhenti sebelum usia
20.
Konjungtivitis vernalis pada umumnya tidak mengancam penglihatan, namun
dapat menimbulkan rasa tidak enak. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa
diobati. Namun tetap dibutuhkan perawatan agar tidak terjadi komplikasi da​
n
menurunkan tingkat ketidaknyamanan dari pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi Ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI,
2010: 121-23.
2. Vaughn,Daniel G. Oftamologi Umum edisi ke 14 Jakarta: Widya Mediaka, 2010.
3. Vaughn,Daniel G. Oftamologi Umum edisi ke-17, Jakarta : EGC, 2009: 97-114.
4. La Rosa et al, Allergic conjunctivitis : ​a comprehensive review of the literature,​
Italian Journal of pediatric;2013.39-18
5. Sari Pediatri, Konjungtivitis vernalis . Jakarta. ​Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI-RSCM​; 2004 (4).160-164.
6. Kanski j dan bowling B. ​Clinical Opthamology A systematic Approach. 7th
edition​. USA: Elsavier Saunders;2011.
7. Jun et al. ​Vernal Counjuctivitis. ​Immunology and Allergy Clinics of North
America​. Elsavier Saunders; 2008.(28). 59–82
8. Wijaya, Nana S,D, Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ke-6 . Jakarta : Abdi Tegal; 2009:
322-42.

Anda mungkin juga menyukai