PENDAHULUAN
menutupi belakang kelopak dan bola mata yang dibedakan kedalam bentuk akut dan
kronis. Konjungtivitis (pink eye) merupakan peradangan pada konjungtiva (lapisan luar
mata dan lapisan dalam kelopak mata) yang disebabkan oleh mikro-organisme (virus,
bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi dari bahan-bahan kimia seperti terkena serpihan
kaca yang debunya beterbangan sehingga mengenai mata kita dan menyebabkan iritasi
kuman atau campuran keduanya) ditularkan melalui kontak dan udara (Ilyas, 2014).
konjungtivitis ini berada pada peringkat ketiga terbesar di dunia setelah penyakit
menyatakan bahwa pada tahun 2008, menunjukkan peningkatan penderita yang lebih
besar yaitu sekitar 135 per 10.000 penderita baik pada anak-anak maupun pada orang
dewasa dan juga lanjut usia. Berdasarkan Bank Data Departemen Kesehatan Indonesia
(2013) jumlah pasien rawat inap konjungtivitis di seluruh rumah sakit pemerintah
tercatat sebesar 12,6% dan pasien rawat jalan konjungtivitis sebesar 28,3%. Di
Indonesia pada tahun 2014 diketahui dari 185.863 kunjungan ke poli mata.
Konjungtivitis juga termasuk dalam 10 besar penyakit rawat jalan terbanyak pada tahun
1
Berdasarkan waktu, konjungtivitis dibedakan menjadi akut dan kronik.
Konjungtivitis akut, yaitu konjungtivitis dengan awitan terpisah yang diawali dengan
lama sakit adalah kurang dari empat minggu. Konjungtivitis kronik, yaitu konjungtivitis
dengan lama sakit lebih dari tiga sampai empat minggu (Tsai,dkk, 2011).
Konjungtivitis atau mata merah bisa menyerang siapa saja dan sangat mudah
menular, penularan terjadi ketika seorang yang sehat bersentuhan tangan seperti
bersalaman dengan seorang penderita konjungtivitis atau dengan benda yang baru
disentuh oleh penderita, lalu orang yang sehat tersebut menggosok tangannya ke mata
dan hal ini bisa menyebabkan penularan secara cepat sehingga dapat meningkatkan
Gejala konjungtivitis biasanya ringan, dapat sembuh sendiri dan tidak disertai
sehingga perlu segera dirujuk ke rumah sakit atau dokter spesialis mata untuk tata
laksana lebih lanjut. Tujuan penulisan makalah ini adalah memberikan informasi bagi
dokter muda untuk mengingatkan kembali tentang konjungtivitis viral, bakteri, alergi,
dan jamur pada fase akut agar dapat mengenali gejala klinis, faktor resiko,
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
permukaan posterior kelopak mata dan anterior sklera. Secara umum konjungtiva dibagi
palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat pada tarsus. Di
tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior
Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama banyak vena konjungtiva
3
yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring-jaring vaskuler konjungtiva
yang sangat banyak. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun didalam lapisan superfisial
dan profundus dan bergabung dengan pembuluh limfe palpebra membentuk pleksus
nervus oftalmikus. Saraf ini memiliki serabut nyeri yang relatif sedikit (Gilani,dkk,
2017).
peradangan pada konjungtiva. Hal ini disebabkan karena lokasi anatomis konjungtiva
sebagai struktur terluar mata sehingga konjungtiva sangat mudah terpapar oleh agen
infeksi, baik endogen (reaksi hipersensitivitas dan autoimun) maupun eksogen (bakteri,
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada
mikroorganisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), iritasi dari bahan-bahan kimia seperti
terkena serpihan kaca yang debunya beterbangan sehingga mengenai mata dan
4
menyebabkan iritasi, reaksi hipersensitivitas atau perubahan degeneratif di konjungtiva
(Gilani,dkk, 2017).
Penyakit konjungtivitis ini berada pada peringkat nomor tiga terbesar di dunia
setelah penyakit katarak dan glaucoma (Ilyas, 2014). Berdasarkan data Pusat
2008, terjadi peningkatan penderita yang lebih besar yaitu sekitar 135 per 10.000
penderita, baik pada anak-anak maupun pada orang dewasa dan juga lanjut usia
terbanyak pada tahun 2009. Dari 135.749 pasien yang berkunjung ke poli mata, 73%
adalah kasus konjungtivitis (Kemenkes RI., 2009). Sedangkan pada tahun 2010,
terbanyak, tetapi belum ada data statistik mengenai jenis konjungtivitis yang paling
5
banyak dan akurat. Fakta di lapangan, konjungtivitis yang dinilai para dokter spesialis
mata sering terjadi adalah konjungtivitis alergi yang disebabkan oleh alergan, salah
satunya kandungan debu yang tinggi pada udara di daerah tertentu. Dari 87.513 pasien
yang berkunjung ke poli mata, 77,7% adalah kasus konjungtivitis, dengan 44,5% kasus
konjungtiva memiliki resiko yang besar untuk terinfeksi berbagai jenis mikroorganisme.
Untuk mencegah terjadinya infeksi, konjungtiva memiliki pertahanan berupa tear film
kemudian dialirkan melalui sulkus lakrimalis ke meatus nasi inferior. Disamping itu,
tear film juga mengandung beta lysine, lisozim, Ig A, Ig G yang berfunsi untuk
dapat menembus pertahanan tersebut, maka akan terjadi infeksi pada konjungtiva
adenopati preauricular dan granuloma, formasi pannus (Azari AA dan Barney NP.
2013).
dari pembuluh darah yang hiperemia, lokasi mereka, dan ukurannya merupakan kriteria
6
penting untuk diferensial diagnosa. Hiperemia terjadi dari fornix ke limbus (Azari AA
Sekret yang dikeluarkan berasal dari eksudasi sel-sel radang. Kualitas dan sifat
alamiah eksudat (mukoid, purulen, berair, ropy, atau berdarah) tergantung dari
etiologinya. Adanya Chemosis mengarahkan kita secara kuat pada konjungtivitis alergik
akut tetapi dapat juga muncul pada konjungtivitis gonokokal akut atau konjungtivitis
Pengelualan air mata yang berlebihan atau lakrimasi yang tidak normal
sebagai reaksi dari badan asing pada konjungtiva atau kornea atau merupakan iritasi
toksik. Juga dapat berasal dari sensasi terbakar atau garukan atau juga dari gatal.
Transudasi ringan juga ditemui dari pembuluh darah yang hiperemia dan menambah
aktifitas pengeluaran air mata. Jumlah pengeluaran air mata yang tidak normal dan
7
disertai dengan sekresi mukus menandakan keratokonjungtivitis sika. Pseudoptosis atau
kelopak mata atas seperti akan menutup, disebabkan karena adanya infiltrasi sel-sel
radang pada palpebra superior maupun karena edema pada palpebra superior (Azari AA
Hipertrofi folikuler terdiri dari hiperplasia limfoid lokal dengan lapisan limfoid dari
konjungtiva dan biasanya mengandung germinal center. Secara klinis, folikel dapat
dikenali sebagai struktur bulat, avaskuler putih atau abu-abu. Pada pemeriksaan
menggunakan slit lamp, pembuluh darah kecil dapat naik pada tepi folikel dan
mengitarinya. Terlihat paling banyak pada kasus konjungtivitis viral dan pada semua
kasus konjungtivitis parasit, dan pada beberapa kasus konjungtivitis toksik diinduksi
oleh medikasi topikal seperti idoxuridine, dipiverin, dan miotik. Folikel pada forniks
inferior dan pada batas tarsal mempunyai nilai diagnostik yang terbatas, tetapi ketika
diketemukan terletak pada tarsus (terutama tarsus superior), harus dicurigai adanya
konjungtivitis klamidial, viral, atau toksik (mengikuti medikasi topikal) (Azari AA dan
Hipertrofi papiler adalah reaksi konjungtiva non spesifik yang muncul karena
konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus di dasarnya oleh fibril. Ketika pembuluh
8
darah yang membentuk substansi dari papilla (bersama dengan elemen selular dan
eksudat) mencapai membran basement epitel, pembuluh darah tersebut akan bercabang
menutupi papila seperti kerangka dari sebuah payung. Eksudat inflamasi akan
kelainan yang menyebabkan nekrosis (contoh, trakoma), eksudat dapat digantikan oleh
jaringan granulasi atau jaringan ikat. Ketika papila berukuran kecil, konjungtiva
biasanya mempunyai penampilan yang halus dan merah normal. Konjungtiva dengan
papila berwarna merah sekali menandakan kelainan disebabkan bakteri atau klamidia
(contoh, konjungtiva tarsal yang berwarna merah sekali merupakan karakteristik dari
keratokonjungtivitis atopik. Papila yang berukuran besar juga dapat muncul pada
limbus, terutama pada area yang secara normal dapat terekspos ketika mata sedang
terbuka (antara jam 2 dan 4 serta antara jam 8 dan 10). Di situ gejala nampak sebagai
gundukan gelatin yang dapat mencapai kornea. Papila limbal adalah tanda khas dari
2014).
9
Membran dan pseudomembran merupakan reaksi konjungtiva terhadap infeksi
berat atau konjungtivitis toksis. Terjadi oleh karena proses koagulasi kuman/bahan
toksik. Bentukan ini terbentuk dari jaringan epitelial yang nekrotik dan kedua-duanya
dapat diangkat dengan mudah baik yang tanpa perdarahan (pseudomembran) karena
hanya merupakan koagulum pada permukaan epital atau yang meninggalkan permukaan
Pada adenopati preauricular terjadi pada anak yang kena virus campak
yang meradang dengan area bulat merah dan terdapat injeksi vaskular. Tanda ini dapat
muncul pada kelainan sistemik seperti tuberkulosis atau sarkoidosis atau mungkin faktor
eksogen seperti granuloma jahitan postoperasi atau granuloma benda asing lainnya.
2014).
10
Gambar 2.9 Granuloma konjungtiva disertai dengan folikel pada sindroma
okuloglandular Parinaud.
Gamba r 2.10
lapisan Bowman dan epitel kornea atau pada stroma yang lebih dalam. Edema stroma,
pasien konjungtivitis
11
Berdasarkan penyebabnya konjungtivitis dapat dibagi menjadi beberapa bagian
Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan mata merah, sekret pada
Gejalanya berupa mata merah, ngeres, rasa panas dan keluar secret mucous (kental).
Gambaran klinis konjungtivitis bakteri akut meliputi injeksi konjungtiva, reaksi papil
pada tarsus, secret awalnya cair kemudian menjadi mukopurulen, erosi kornea
dalam 5 hari tanpa terapi pada kira-kira 60% kasus. Antibiotik sering diberikan untuk
12
b. Konjungtivitis bakteri hiperakut (Gonoblenorea)
merupakan sexual transmitted disease. Biasanya gonoblenorea terjadi pada bayi yang
baru lahir dan bayi baru lahir ini terinfeksi melalui jalan lahir dari ibu yang terinfeksi
Istimewanya bakteri ini bisa menembus kornea tanpa adanya lesi. Penatalaksanaanya
Cyrofloxaxin. Selain itu secret juga harus harus sering dibersihkan (James, 2005).
Terjadi pada pasien dengan obstruksi duktus lakrimalis dan dakriosistitis kronis,
biasanya unilateral. Juga dapat terjadi pada blefaritis kronis atau disfungsi kelenjar
Meibom. Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai
mata yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini
13
biasanya terjadi pada orang yang terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis dan
Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena mungkin saja
penyakit berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada pasien yang lebih tua.
Pada pasien yang aktif secara seksual, perlu dipertimbangkan penyakit menular seksual
dan riwayat penyakit pada pasangan seksual. Perlu juga ditanyakan durasi lamanya
penyakit, riwayat penyakit yang sama sebelumnya, riwayat penyakit sistemik, obat-
hubungannya dengan penyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap obat-obatan, dan
disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika penyakit itu purulen, bermembran
Studi sensitivitas antibiotika juga baik, namun sebaiknya harus dimulai terapi
antibiotika empiric. Bila hasil sensitifitas antibiotika telah ada, tetapi antibiotika spesifik
sering menyertai konjungtivitis bateri, kecuali pada pasien yang sangat muda yang
14
bukan sasaran blefaritis. Parut di konjungtiva paling sering terjadi dan dapat merusak
kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus kelenjar lakrimal. Hal ini
dapat mengurangi komponen akueosa dalam film air mata prakornea secara drastic dan
juga komponen mukosa karena kehilangan sebagian sel goblet. Luka parut juga dapat
mengubah bentuk palpebra superior dan menyebabkan trikiasis dan entropion sehingga
bulu mata dapat menggesek kornea dan menyebabkan ulserasi, infeksi dan parut pada
kornea (Vaughan, 2015). Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan
bersih-bersih. Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani
mata yang sakit. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni
rumah lainnya.
Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paling sering dan
disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem imun.
anak laki-laki (5-10 tahun). Alergen spesifik sulit diidentifikasi, tetapi biasanya
yang parah sering terjadi pada musim semi, panas, dan gugur. Pada iklim tropis hamper
kabur, dan keluar sekret mukoid. Secara klinis terdapat 2 bentuk konjungtivitis vernal
15
yaitu palpebral dan limbal. Pada palpebral keradangan terutama pada konjungtiva
palpebral dengan hipertrofi papiler dominan pada palpebral superior daripada inferior,
hiperemi konjungtiva dan kemosis. Pada kasus yang parah, terdapat giant papil atau
‘cobblestone’ pada tarsus superior. Tipe limba predominan pada ras Asia dan kulit
hitam, limbus menebal, injeksi vaskuler. Hipertrofi pada limbus yang terdiri degenerasi
Gambar 2.17
Histologi konjungtivitis vernal terlihat banyak sel
radang terutama eosinofil
Penatalaksanaannya pada kasus ringan dengan topikal vasokontriksi-
antihistamin dan kompres dingin. Untuk kasus sedang-berat topikal sodium cromolyn,
ketorolac 0,5%, lodoxamine 0,1% dan kortikosteroid topikal dapat diberikan. Pasien
dan keluarga harus diberi informasi bahaya penggunaan topikal kortikosteroid yang
16
a. Terapi lokalis
harus hati-hati kerana dapat menyebabkan glaucoma. Pemberian steroid dimulai dengan
pemakaian sering (setiap 4 jam) selama 2 hari dan dilanjutkan dengan terapi
maintainance 3-4 kali sehari selama 2 minggu. Steroid yang sering dipakai adalah
- Antihistamin topical
- Siklosporin topical 1%
b. Terapi sistemik
- Apabila terdapat papil yang besar, dapat diberikan injeksi steroid supratarsal
atau dieksisi. Eksisi sering dianjurkan untuk papil yang sangat besar.
17
- Kaca mata gelap untuk fotofobia dan untuk mengurangi kontak dengan
- Pengganti air mata (artifisial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga berfungsi
Komplikasi yang terjadi pada kornea berupa erosi epitel pungtat di daerah superior
dan sentral yang sering terlihat panus, ulkus epitel dengan bentuk oval dengan
Istilah ini digunakan pada pasien dengan atopi dermatitis yang juga menderita
konjungtivitis atopi. Diagnosis atopi dermatitis dengan tiga atau lebih gambaran
berikut : pruritus, lesi kulit yang khas pad daerah fleksor, wajah atau ekstensor pada
tak ada kekambuhan menurut musim, ukuran papil lebih kecil dan sama-sama dominan
pada palpebral superior dan inferior, edema konjungtiva keputihan sering terlihat,
vaskularisasi dan kekeruhan koernea yang luas dapat terjadi, sitology didapatkan
2.6.2.3 Phlyctenulosis
18
Konjungtivitis phlyctenulosis adalah reaksi hipersensitif lambat akibat respon
terhadap protein mikroba, termasuk protein dari basilus tuberkel, stafilokokus, Candida
mulai dengan ukuran kecil (diameter 1-3mm), nodul putih pink dan dikelilingi daaerah
hiperemi. Sering terdapat pada limbus, tetapi juga pada kornea, konjungtiva bulbi, dan
jarang pada tarsus. Konjungtivitis phlycten sering dipicu oleh blefaritis aktif,
konjungtivitis bakteri akut dan kekurangan gizi. Penatalaksanaannya yaitu terapi dengan
penyakit dasar. Steroid topikal digunakan untuk mengntrol gejala akut dan mencegah
chlamydia trachomatis adalah di daerah yang sanitasi airnya jelek. Biasanya penyakit ini
mengenai orang dengan hygiene buruk. Penyakit ini termasuk penyakit yang mudah
beberapa stadium dengan tanda dan gejala sebagai berikut (Ilyas, 2015):
Pada palpebra ditemukan hipertrofi papiler dan folikel imatur di tarsus bagian atas.
Dan terdapat eksudat tetapi hanya sedikit. Di limbus kornea 1/3 bagian atas didapatkan
panus yang terdiri dari infiltrat dan neovaskularisasi yang belum nyata (Ilyas, 2015).
Ditemukan hipertrofi papiler dan folikel matur di tarsus bagian atas. Terdapat
eksudat banyak bila terjadi infeksi sekunder. Di limbus kornea 1/3 bagian atas panus
19
Hipertofi papiler semakin jelas sehingga menutupi folikel. Hipertrofi papiler
lebih menonjol dan panus aktif nyata. Dengan adanya hipertrofi papiler, permukaan
trachoma aktif. Tanda dari trachoma aktif adalah hiperemi, sekret, panus aktif di bagian
atas kornea dan herbets pit’s di limbus kornea 1/3 bagian atas. Sikatrik ada 3 bentuk
yaitu leukoma (dapat dilihat dengan mata telanjang), makula (dapat dilihat dengan pen
light), dan nebula (dilihat dengan menggunakan slit lamp) (Ilyas, 2015)
v. Stadium IV
Infiltrat dan hipertopi folikel hilang, panus inaktif sikatrik tanpa adanya tanda
adalah anak yang gigi susunya belum tanggal dan ibu hamil). Jika ada kontraindikasi
20
Gambar 2.18. Stadium Trakoma
Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai
jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat hingga
infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama daripada
Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus adalah
virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan herpes simplex virus yang
paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus
Varicella zoster, picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human
immunodeficiency virus (Scott, 2010). Penyakit ini sering terjadi pada orang yang
sering kontak dengan penderita dan dapat menular melalu di droplet pernafasan, kontak
dengan benda-benda yang menyebarkan virus (fomites) dan berada di kolam renang
demam dan mata seperti kelilipan, mata berair berat dan kadang dijumpai
pseudomembran. Selain itu dijumpai infiltrate subepitel kornea atau keratitis setelah
terjadi konjungtivitis dan bertahan selama lebih dari 2 bulan (Vaughan, 2015). Pada
21
konjungtivitis ini biasanya pasien juga mengeluhkan gejala pada saluran pernafasan atas
dan gejala infeksi umum lainnya seperti sakit kepala dan demam. Pada konjungtivitis
herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV) yang biasanya mengenai
anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri, fotofobia ringan dan
disebabkan oleh enterovirus dan coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia,
sensasi benda asing, hipersekresi airmata, kemerahan, edema palpebra dan perdarahan
maupun ocular, keparahan dan frekuensi gejala, faktor-faktor resiko dan keadaan
penting juga untuk ditanyakan onset, dan juga apakah hanya sebelah mata atau kedua
mata yang terinfeksi. Konjungtivitis virus sulit untuk dibedakan dengan konjungtivitis
bakteri berdasarkan gejala klinisnya dan untuk itu harus dilakukan pemeriksaan
lanjutan, tetapi pemeriksaan lanjutan jarang dilakukan karena menghabiskan waktu dan
22
Pemeriksaan penunjang untuk konjungtivitis virus dengan menggunakan
Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya pseudomembran, dan timbul parut linear
halus atau parut datar, dan keterlibatan kornea serta timbul vesikel pada kulit (Vaughan,
2015).
Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa
umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan terapi, namun antivirus topikal
atau sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Pasien konjungtivitis
juga diberikan instruksi hygiene untuk meminimalkan penyebaran infeksi (Scott, 2010).
merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih
dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun yang
terganggu. Selain Candida sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix
(Vaughan, 2015).
asam, alkali, asap dan angin, yang memasuki sakus konjungtivalis. Hal ini akan memicu
timbulnya gejala berupa nyeri, pelebaran pembuluh darah, fotofobia dan blefarospasme.
Penggunaan obat-obat topikal jangka panjang seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dll
yang digabung dengan bahan pengawet atau toksik. Penanganan konjungtivitis kimia-
23
iritatif dapat diatasi dengan penghentian substansi penyebab dan pemberian tetes mata
ringan (Garcia-Ferrer,2008).
a. Keratitis
penurunan tajam penglihatan dan penurunan sensitifitas cahaya. Pada beberapa kasus,
b. Blepharitis
Peradangan yang terjadi pada kelopak mata akibat produksi minyak berlebihan
dan berasal dari lapisan mata. Memiliki gejala berupa mata merah, panas, nyeri, gatal,
kelenjar lakrima
e. Uveitis Anterior
Peradangan jaringan uvea anterior, terdiri dari iritis atau iridioksiklitis yang
terjadi secara mendadak dan biasanya berjalan selama enam hingga delapan minggu.
24
f. Skleritis
fisik dan pemeriksaan mata) harus dilakukan secara komprehensif. Perlu ditanyakan
mengenai onset, lokasi (unilateral atau bilateral), durasi, penyakit penyerta seperti
gangguan saluran nafas bagian atas, gejala penyerta seperti fotofobia, riwayat penyakit
sebelumnya, serta riwayat keluarga. Pemeriksaan sel-sel radang terlihat dalam eksudat
atau kerokan yang diambil dengan spatula platina steril dari permukaan konjungtiva
dengan pulasan Giemsa (untuk menetapkan jenis dan morfologi sel). Pada
yang komprehensif. Pada anamnesis, ditanyakan mengenai onset, durasi, unilateral atau
bilateral, gejala penyerta, riwayat penyakit sebelumnya, serta riwayat keluarga. Hal ini
memiliki peran penting seperti pada konjungtivitis vernal, dimana pasien dengan
riwayat alergi pada keluarga (hay fever, eksim,dll) memiliki kecenderungan mengalami
25
Penanganan dari konjungtivitis alergi adalah berdasar pada identifikasi antigen
spesifik dan eliminasi dari pathogen spesifik. Pengobatan suportif seperti lubrikan dan
kompres dingin dapat membantu meredakan gejala yang dirasakan oleh pasien. Obat-
obatan yang menurunkan respon imun juga digunakan pada kasus konjungtivitis alergi
untuk menurunkan respon imun tubuh dan meredakan gejala inflamasi (Rapuano, 2008).
Steroid topikal
dan proliferasi fibroblast). Obat tersebut juga membatasi migrasi makrofag dan neutrofil
induksi asam arakidonat cascade. Obat ini digunakan dalam pengobatan penyakit mata
akut alergi, steroid efektif dalam mengurangi gejala alergi akut, namun, penggunaannya
harus dibatasi karena potensi efek samping dengan biala lama digunakan. Penggunaan
histamin H1 receptors.
dan dapat mengurangi gatal dan vasodilatasi. Levocabastine hidroklorida 0,05%, sebuah
0,05%, efektif dalam mengurangi gejala yang terkait dengan alergi, difumarate 0,05%,
26
suatu antagonis H1 selektif, mungkin lebih efektif dibandingkan levocabastine dalam
berhubungan dengan konjungtivitis alergi musiman pada pasien dewasa dan anak
(Rapuano, 2008).
0,5% dan diklofenak natrium 0,1% efektif dalam mengurangi tanda-tanda dan gejala
(Rapuano, 2008).
inflamasi mediator, termasuk histamin, neutrofil dan eosinofil faktor chemotactic, dan
Imunosupresan.
menjadi pengobatan yang efektif untuk pasien dengan keratokconjugtiviits atopik yang
Antihistamin sistemik.
Agen ini berguna dalam kasus-kasus tertentu respon alergi dengan edema,
dermatitis, rinitis, atau sinusitis. Mereka harus digunakan dengan hati-hati karena
penenang yang dan efek antikolinergik dari beberapa antihistamin generasi pertama
27
obat-obatan. Pasien harus memperingatkan efek samping potensial. Antihistamin baru
(Rapuano, 2008).
Selain itu juga dapat terjadi pembentukan jaringan parut konjungtiva, yang
Bila ditangani dengan cepat dan dapat menghindarkan komplikasi serta penularan
terutama pada infeksi mikroorganisme, maka prognosisnya akan baik (Amadi, 2009).
Konjungtivitis pada umumnya self limited disease artinya dapat sembuh sendiri.
Tanpa pengobatan biasanya sembuh dalam 10-14 hari. Bila diobati sembuh dalam 1-3
gonorrhoeae akan menimbulkan komplikasi jika tidak diobati segera (Ilyas, 2015).
28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
menutupi belakang kelopak dan bola mata yang dibedakan kedalam bentuk akut dan
mata dan lapisan dalam kelopak mata) yang disebabkan oleh mikro-organisme (virus,
bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi dari bahan-bahan kimia seperti terkena serpihan
kaca yang debunya beterbangan sehingga mengenai mata kita dan menyebabkan iritasi
kuman atau campuran keduanya) ditularkan melalui kontak dan udara (Ilyas, 2014).
karena adanya tear film pada konjungtiva yang berfungsi untuk melarutkan kotoran-
kotoran dan bahan-bahan yang toksik kemudian mengalirkan melalui saluran lakrimalis
ke meatus nasi inferior. Di samping itu tear film juga mengandung beta lysin, lysozym,
IgA, IgG yang berfungsi untung menghambat pertumbuhan kuman. Apabila ada
29
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab seperti infeksi
lainnya), infeksi oleh virus (Varicella zoster, picornavirus [enterovirus 70, Coxsackie
A24], poxvirus, dan human immunodeficiency virus), reaksi alergi, infeksi jamur dan
Konjungtivitis pada umumnya self limited disease artinya dapat sembuh sendiri. Tanpa
pengobatan biasanya sembuh dalam 10-14 hari. Bila diobati sembuh dalam 1-3 hari
(Amadi, 2009)
30
DAFTAR PUSTAKA
2. Amadi, A., et al., 2009. Common Ocular Problems in Aba Metropolis of Albia
25 November 2017.
4. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury Oftalmology Umum. Edisi 17.
emergent causes of acute red eye for the emergency physician. West J Emerg
7. James, Brus, dkk. 2005. Lecture Notes Oftalmologi Edisi 9. Jakarta: Erlangga.
31
9. Kemenkes RI. 2009. 10 Besar Penyakit Rawat Jalan Tahun 2009. Profil
http://www.Depkes.go.id.
10. Kemenkes RI. 2010. 10 Besar Penyakit Rawat Jalan Tahun 2010. Profil
http://www.Depkes.go.id.
11. Khurana AK. Comprehensive ophthalmology. Edisi ke-4. New Delhi: New Age
International; 2007.
2017;84(1):24-30.
13. Lolowang M, dkk. (2014). Pola bakteri aeron penyebab konjungtivitis pada
penderita rawat jalan di balai kesehatan mata masyarakat kota Manado. Jurnal
14. Marlin, D.S., 2009. Bacterial Conjunctivitis. Penn State College of Medicine.
November 2017.
16. Scott, I.U., 2010. Viral Conjunctivitis. Departement of Opthalmology and Public
17. Suhardjo SU, Hartono. 2007. Ilmu Kesehatan Mata Edisi 1. Jogjakarta: Bagian
32
18. Tsai JC, Denniston AKO, Murray PI, Huang JJ, Aldad TS. Oxford American
19. Vaughan, D. dan Asbury, T. 2015. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum.
2017.
33