Dibacakan tgl :
1
BAB I
PENDAHULUAN
Acute Limb Ischemia (ALI) di definisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi
penurunan perfusi terhadap anggota gerak secara tiba-tiba atau cepat yang mengancam
viabilitas dari anggota gerak. ALI adalah salah satu sekuele dari Peripheral Arterial Disease
(PAD). Etiologi dari ALI sendiri dapat dikarenakan trauma, diseksi, adanya thrombosis in
situ atau emboli dari bagian proksimal akibat proses aterosklerosis.1,2
Angka kejadian ALI diperkirakan 15 kasus per 100.000 orang populasi per tahun, dan
merupakan 10%-16% dari keseluruhan kasus vaskuler. Intervensi bedah saat ini sudah
menjadi salah satu pilihan yang sering dipakai dalam penatalaksanaan ALI. Angka kejadian
amputasi dan kematian pada 30 hari follow up cukup tinggi, dengan persentase amputasi
10%-30% dan angka kematian sekitar 15%. Angka kemataian paling banyak berasal dari
kasus-kasus emboli, sedangkan pada kasus-kasus thrombosis kebanyakan berakhir pada
amputasi.2
Iskemia terjadi dalam dua minggu sesudah onset sampai timbul gejala. Gejala dan
keluhan berkembang dalam hitungan beberapa jam sampai beberapa hari dan bervariasi
mulai dari klaudikasio intermitten sampai nyeri dikaki atau tungkai pada saat pasien istirahat.
Beratnya keluhan dan gejala tergantung kepada beratnya hipoperfusi jaringan. Gambaran
klinik iskemia tungkai akut ini dikenal sebagai 6
yaitu: paresthesia, pain, pallor, pulselessness, poikilothermia dan paralysis.
Beratnya gejala dan keluhan bergantung pada beberapa hal yakni luasnya sumbatan,
lamanya sumbatan, kecukupan sistem kolateral, penyakit yang mendasarinya dan penyakit
penyerta. Pada kasus ALI, penurunan perfusi ke jaringan (kulit, otot dan saraf) terjadi secara
tiba-tiba dan mengakibatkan proses iskemia yang cepat dan mengancam, berbeda dengan
chronic limb ischemia dimana sudah terjadi proses pembentukan pembuluh darah kolateral
yang mampu memberikan kebutuhan perfusi jaringan yang terlibat. Pada ALI tidak ada
cukup waktu untuk pembentukan pembuluh darah baru sebagai kolateral untuk kompensasi
perfusi yang menurun. Oleh karena itu deteksi yang cepat dan penanganan yang tepat sangat
berpengaruh pada prognosis pasien.3
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk memahami defenisi, patogenesis,
etiologi, gejala dan tanda serta kriteria dalam menegakkan diagnosis dan prinsip tatalaksana
dari acute limb ischemia.
2
KASUS
Seorang wanita usia 56 tahun datang ke RSHAM pada tanggal 02 November 2016
dengan keluhan nyeri pada kaki kiri. Hal ini dialami os sejak 5 hari yang lalu dan semakin
memberat dalam 2 hari ini. Nyeri paling berat dirasakan os 1 hari yang lalu. Sebelumnya
nyeri kaki kiri ini sudah mulai dirasakan dalam 1 bulan ini, namun hanya bersifat hilang
timbul, dan muncul hanya pada saat os beraktifitas seperti berjalan. Keluhan nyeri kaki kiri
ini disertai rasa kebas serta mati rasa mulai dari pergelangan kaki, jari jempol kaki kiri hingga
jari tengah kaki kiri. Nyeri kaki kanan disangkal os.
Riwayat sesak nafas (+) 2 tahun yang lalu, riwayat DOE (+), PND (-), OP (-). Os
sebelumnya sudah pernah dilakukan operasi jantung di RS Harapan Kita yaitu operasi
perbaikan katup mitral dan tricuspid. Os juga sudah pernah dilakukan kateterisasi jantung
dengan hasil normal pada tahun tersebut. Riwayat DM (-). Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat merokok disangkal.
Pasien kemudian berobat ke dokter umum di Siantar dan dirujuk ke RS Martha
Friska. Di RS Martha Friska pasien dikatakan mengalami penyempitan pembuluh darah di
kaki. Pasien kemudian diberikan obat Simarc 2 mg, Bisoprolol 5 mg, Candesartan 8 mg,
MST 10 mg, Furosemid 20 mg iv, dan inj. lovenox 0,6 cc. Pasien kemudian dirujuk ke
bagian Kardiologi RSHAM untuk tatalaksana lebih lanjut. Saat di IGD RSUP HAM nyeri
kaki kiri dan mati rasa masih dijumpai.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai kesadaran kompos mentis, tekanan darah 150/90
mmHg, denyut jantung 70-80x/menit (ireguler), pernafasan 20 x/menit, dengan temperatur
36,7oC, skala nyeri 6/10. Konjungtiva tidak anemis dan tidak ikterik, TVJ R+2 cmH2O, cor
S1 S2 (ireg), murmur PSM gr 3/6 LLSB-apex, gallop tidak dijumpai, suara pernafasan
vesikuler, suara tambahan tidak dijumpai. Pada pemeriksaan abdomen dijumpai soepel,
hepar/lien tidak teraba, bising usus normal.
Pada pemeriksaan ekstremitas inferior sinistra terlihat kulit berwarna merah mulai
membiru, teraba dingin pada daerah dorsalis pedis. Pulsasi A. dorsalis pedis sinistra tidak
dijumpai, pulsasi A. poplitea sinistra dijumpai lemah, pulsasi A. femoralis sinistra dijumpai
dengan nilai ABI sinistra 0.
Pada pemeriksaan ekstremitas inferior dextra terlihat kulit berwarna merah, teraba
hangat pada daerah dorsalis pedis. Pulsasi A. dorsalis pedis dextra dijumpai, pulsasi A.
poplitea dextra dijumpai, pulsasi A. femoralis dextra dijumpai dengan nilai ABI dextra 1,08.
3
Pada pemeriksaan elektrokardiografi (02/11/2016) didapati irama AF, QRS rate 70x/I,
QRS axis N, p wave sdn, PR int sdn, QRS dur 0,10 s, ST dep II, III, aVF, V4-V6.
Kesimpulan : AF NVR + iskemik inferolateral.
Gambar 1. EKG
Pada pemeriksaan foto thoraks (02/11/2016) didapati CTR 55%, segmen Ao dilatasi,
segmen Po normal, pinggang jantung mendatar, apeks downward, kongesti (-), infiltrate (-).
Kesimpulan Kardiomegali + Ao dilatasi.
4
Dari pemeriksaan laboratorium (02/11/2016) : Hb: 13,1 g%, Leukosit: 16.400 /mm3,
Trombosit: 244.000/mm3, KGD adrandom 90 mg/dl,Ureum 28 mg/dl, kreatinin 0,7 mg/dl,
Natrium: 135 mEq/L, Kalium: 3,3 mEq/L, Klorida: 97 mEq/L, PT 27/13,5 detik; INR : 2;
APTT :30,2/33,0 detik; TT :16/18.5; pH: 7,5, pCO2: 35, pO2: 184, HCO3: 27.3, TCO2:
28,4, BE: 4,2, SatO2: 100%; D-Dimer 156.
Pada pasien kemudian di lakukan tindakan Arteriografi pada 03/11/2016 dengan hasil
- Stenosis 90% di arteri komunis femoralis sinistra + thrombus
- Stenosis total di arteri poplitea sinistra
- Tidak dijumpai flow setelah arteri popliteal sinistra
- Anjuran : PIAT
5
Gambar 3. Hasil Arteriografi
Pada pasien kemudian di lakukan tindakan PIAT (Percutaneous Intra Arterial Thrombolitik)
dengan bolus Streptokinase 30.000 Unit melalui sheat, tampak aliran pada arteri femoralis
kiri hingga ke arteri poplitea kiri, kemudian dilanjutkan dengan pemberian streptokinase
continous 5000 Unit/jam selama 24 jam. Selama di CVCU, pasien juga diberikan heparin 300
IU/jam selama 24 jam, Vitamin E 1x1000 unit, Allupurinol 1x300 mg, Pentoksifilin 2x1,
Bicnat 3x1
6
- Telah dilakukan angioplasty pada arteri peroneal, kemudian dilakukan evaluasi
tampak thrombus di arteri tibialis anterior. Dilakukan angioplasty pada arteri
tibialis anterior, kemudian di evaluasi tampak flow arteri tibialis anterior sampai
pangkal arteri dorsalis pedis.
- Flow (+) arteri tibialis posterior sampai ke distal. Tampak stenosis 90% di mid
arteri peroneal, kemudian dilakukan angioplasty, kemudian dilakukan evaluasi
tampak stenosis masih dijumpai.
7
Pasca tindakan PIAT, terapi tambahan : - UFH 720 IU/ jam selama 3 hari
- Simarc 1x2 mg
Follow Up tanggal 04-07 November 2016:
Kebas pada kaki kiri masih dijumpai nyeri dengan skala nyeri 2/10, sensorium kompos
mentis, tekanan darah : 130/70 mmHg, nadi : 70 x/i, pernafasan 20 x/i, suhu tubuh 37.3 Co,
tidak dijumpai tanda- tanda anemia dan ikterik pada mata, tekanan vena jugularis R+2
cmH2O, pada pemeriksaan thorax S1&S2 ireguler dan dijumpai adanya murmur PSM gr 3/6
LLSB-apex, gallop tidak dijumpai, pemeriksaan auskultasi paru dalam batas normal, pada
pemeriksaan abdomen soepel, dengan bising usus normal, pada pemeriksaan eksterimitas
inferior tidak dijumpai kelainan pada ekstremitas inferior kanan dengan ABI: 1.1, dimana
pada ekstremitas inferior kiri dijumpai warna kaki merah, hangat, teraba pulsasi dorsalis
pedis. Pasien didiagnosis dengan Post PIAT atas indikasi ALI Grade IIa + Congestive Heart
Failure Fc II et causa Valvular Heart Disease ( Post Mitral Valve Repair + Post Tricuspid
Repair 2014) + AF NVR + Ht terkontrol. Pasien diterapi dengan terapi tirah baring,
pemberian O2 nasal 4 L/I, Infuse NaCl 0,9% 10 gtt/i(micro), Injeksi Furosemide 20 mg/12
jam, Injeksi Mo 2,5 mg (k/p), candesartan 1x 8 mg, Bisoprolol 1x5 mg, spironolakton 1x25
mg, UFH 720 IU/ jam (3 hari, diberikan setelah aff sheath), simarc 1x2 mg. Dari
pemeriksaan laboratorium: Hb: 12.9 g%, Leukosit: 15.030 /mm3, Trombosit:
289.000/mm3 ,KGD adrandom 82 mg/dl,Ureum 30 mg/dl, kreatinin :0,74 mg/dl, Natrium:
135 mEq/L, Kalium: 3,9 mEq/L, Klorida: 95 mEq/L, PT 21,2/13,8 detik; INR : 1,5; APTT :
76,5/34,5 detik. Pasien kemudian diperbolehkan pindah ke ruangan biasa.
Kebas pada kaki kiri tidak dijumpai nyeri dengan skala nyeri 0/10, sensorium kompos mentis,
tekanan darah : 110/70 mmHg, nadi : 65 x/i, pernafasan 20 x/i, suhu tubuh 37.3 Co, tidak
dijumpai tanda- tanda anemia dan ikterik pada mata, tekanan vena jugularis R+2 cmH2O,
pada pemeriksaan thorax S1&S2 ireguler dan dijumpai adanya murmur PSM gr 3/6 LLSB-
apex, gallop tidak dijumpai, pemeriksaan auskultasi paru dalam batas normal, pada
pemeriksaan abdomen soepel, dengan bising usus normal, pada pemeriksaan eksterimitas
inferior tidak dijumpai kelainan pada ekstremitas inferior kanan dengan ABI: 1.1, dimana
pada ekstremitas inferior kiri dijumpai warna kaki merah, hangat, teraba pulsasi dorsalis
pedis. Pasien didiagnosis dengan Post PIAT atas indikasi ALI Grade IIa + Congestive Heart
Failure Fc II et causa Valvular Heart Disease ( Post Mitral Valve Repair + Post Tricuspid
8
Repair 2014) + AF NVR + Ht terkontrol. Pasien diterapi dengan terapi mobilisasi, pemberian
O2 nasal 4 L/I, Infuse NaCl 0,9% 10 gtt/i(micro), Injeksi Furosemide 20 mg/12 jam
diturunkan menjadi Furosemide 1x40 mg, candesartan 1x8 mg, Bisoprolol 1x5 mg,
spironolakton 1x25 mg, UFH 720 IU/ jam di aff, simarc 1x2 mg, penambahan aspilet 1x80
mg. Dari pemeriksaan laboratorium: Hb: 10.9 g%, Leukosit: 12.510 /mm3, Trombosit:
333.000/mm3 ,KGD adrandom 102 mg/dl,Ureum 26 mg/dl, kreatinin :0,71 mg/dl, Natrium:
136 mEq/L, Kalium: 3,8 mEq/L, Klorida: 99 mEq/L, PT 26,9/13,9 detik; INR : 1,9; APTT :
46.7/33.7 detik..
Pasien didiagnosis dengan ALI kriteria Rutherford IIa dan berhasil dilakukan revaskularisasi
lewat tindakan Percutaneous Intra Arterial Thrombolitik.
Pada tanggal 11 November 2016 pasien diperbolehkan pulang dan kontrol ke Poli Jantung 3
hari kemudian.
9
DISKUSI
Defenisi
Acute Limb Iskemia (ALI) adalah suatu kondisi medis yang serius yang ditandai
dengan penurunan perfusi pada tungkai yang cepat yang mengancam viabilitas dari jaringan
tungkai. Dikategorikan sebagai akut dengan onset <2 minggu. Sebagai hasil dari iskemia akut
pada tungkai akan terjadi hipoksia jaringan yang menyebabkan perubahan ireversibel pada
otot skelet dan saraf perifer. Perubahan ireversibel pada otot dan saraf dapat terjadi setelah
empat hingga enam jam setelah iskemia akut. Adanya gangguan iskemia biasanya diawali
oleh gejala klaudikasio intermiten, yang merupakan tanda adanya oklusi.
Etiologi
Penyebab tersering dari ALI adalah thrombosis dan emboli, penyebab lain seperti
akibat trauma, aneurisma dan thrombosis dari graft3.
- Emboli: Kasus ALI yang diakibatkan oleh emboli dapat berasal dari atrial
fibrilasi, infark miokard, emboli dari katup prostetik dan vegetasi katup akibat
peradangan pada endokardium. Dengan managemen dan monitoring antikoagulan
pada kasus-kasus AF dan menurunnya angka kejaadian penyakit jantung valvular
maka kasus ALI yang diakibatkan oleh emboli cenderung makin menurun.
- Thrombosis: faktor predesposisi terjadinya thrombosis adalah dehidrasi, hipotensi,
malignansi, polisitemia, trauma vaskuler, dan thrombosis pasca pemasangan
bypass graft. Kasus ALI yang diakibatkan oleh proses thrombosis cenderung
semakin meningkat.
10
Ekstremitas yang terlibat Bawah:Atas = 3:1 Bawah:Atas = 10:1
Pada kasus diduga ALI diakibatkan oleh karena trombus karena terjadinya proses
iskemik yang yang berlangsung perlahan selama 2 hari dan juga adanya ditemukan
thrombus pada Left atrium pada pemeriksaan echocardiography.
Beberapa faktor resiko timbulnya ALI adalah: gender, diabetes melitus, hipertensi,
hiperlipidemia, merokok, hiperhomosistenemia adanya penyakit arteri perifer sebelumnya,
aneurisma dan atrial fibrilasi.2,3
Presentasi klinis dari pasien dengan ALI tergantung pada daerah terjadinya oklusi
arteri. Nyeri yang timbul dapat menggambarkan arteri mana yang terlibat, seperti yang
ditunjukkan oleh tabel dibawah ini.
11
Klasifikasi
Pembagian ALI berdasarkan metode Rutherford dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
12
Gambar 5. Klasifikasi limb ischemia berdasaran onset3
Diagnosis
Tahapan diagnosis dari ALI, melalui anamnesa digali tentang keluhan nyeri pada
ekstremitas, onset nyeri dan tingkat keparahan nyeri, hal ini dapat menggambarkan penyebab
dari ALI. Pada kasus-kasus yang disebabkan oleh emboli biasanya onsetnya lebih cepat dan
skala nyerinya lebih tinggi. Onset dari penyakit juga menetukan pilihan tatalaksana yang
terbaik. Dari anamnesa juga digali keluhan lain untuk mencari sumber penyebab dari ALI
seperti riwayat sesak nafas, riwayat nyeri dada, dan anamnesa mengenai adanya faktor resiko
untuk ALI (hipertensi, diabetes, penggunaan tembakau, hiperlipidemia, riwayat keluarga
terhadap serangan jantung, stroke, gumpalan darah, atau amputasi) pada pasien ini hipertensi
merupakan faktor resiko terjadinya ALI. Pemeriksaan penunjang laboratorium dan EKG
diperlukan untuk menggali penyebab dasar dari ALI.
Dari pemeriksaan fisik dilihat apakah ada tanda-tanda klasik dari ALI seperti yang
telah disebutkan sebelumnya yaitu 6P : pain, pallor, pulseless, pollar, parastesia, dan
paralisis2,3.
13
tungkai merupakan indikasi ALI. Untuk penilaian nadi pada ALI dapat dilakukan palpasi
pada arteri femoral, popliteal, dorsalis pedis, dan posterior tibial dengan skor intensitas
pulsasi 0 = absent, 1 = diminished, 2 = normal, 3 = bounding.
4. Polar : dimana suhu pada ekstremitas yang mengalami ALI akan menjadi dingin akibat
berkurangnya aliran darah ke jaringan
Pada pemeriksaan fisik pasien ditemukan semua tanda 6P sebagai tanda klinis ALI yaitu
dijumpai keluhan nyeri dengan skala 7/10 (pain), kulit yang memucat (pallor), tidak
terabanya nadi pada arteri dorsalis pedis, arteri popliteal maupun arteri femoralis dan ABI 0
(pulseless), tungkai yang teraba dingin (polar), pasien tidak dapat merasakan sensasi sentuhan
pada daerah yang mengalami ALI (parastesia) dan kehilangan fungsi motorik (paralysis).
Modalitas pemeriksaan lain untuk membantu menegakkan diagnosa ALI antara lain
adalah: Segmental Pressure Measurement, Ankle-Brachial Index, Treadmill Exercise
Testing, Pulse Volume Recording, Doppler Ultrasonography, Duplex Ultrasound Imaging,
Magnetic Resonance Angiography, Computed Tomographic Angiography, Contrast
Angiography.
14
Berikut bagan penegakan diagnosa ALI menurut guidelines ACCF/AHA tahun 2011
Pada kasus ini modalitas pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan ABI yaitu
dengan membandingkan tekanan darah sistolik tertinggi pada kedua ekstremitas inferior
dengan tekanan darah sistolik tertinggi salah satu ekstremitas superior dan tindakan
arteriografi.
Penatalaksanaan
15
pada tumit, pada prominences tulang, dan antara jari-jari kaki dengan penempatan yang tepat
dari bahan yang lembut di atas tempat tidur, seperti kulit domba, dan di antara jari-jari kaki,
seperti wol domba. Ruangan harus tetap hangat untuk mencegah dingin yang dapat
menginduksi vasokonstriksi kulit
16
17
Gambar 7. Bagan manajemen PAD dan ALI1
18
sehingga apabila kita telah menjumpai kriteria klinis untuk suatu ALI maka antikoagulan
harus segera diberikan tanpa harus menunggu pemeriksaan-pemeriksaan lain. Pasien-pasien
dengan ALI pada penatalaksanaan awal juga harus diberikan analgesik yang adekuat.
Penyakit penyerta seperti CHF juga harus ditatalaksana dengan agresif untuk menstabilkan
pasien. Pada kasus pemberian antikoagulan heparin diberikan pasca operasi tromboektomi
namun pencapaian target aPTT belum tercapai secara adekuat.4
Untuk evaluasi yang lebih invasif, guidelines AACF/AHA tahun 2011 mengenai
penanganan ALI mengatakan bahwa :
Pada pasien dengan ALI dimana ekstremitas masih dapat di selamatkan maka harus
dilakukan evaluasi emergensi yang menegakkan tingkat oklusi anatomi sehingga dapat
dipilih revaskularisasi secara endovaskular atau secara surgical (kelas I, LOE B)1
Pada pasien dengan ALI dimana tidak ada jaringan yang dapat di selamatkan maka
tidak perlu dilakukan evaluasi untuk menilai anatomi vaskular maupun usaha untuk
dilakukannya revaskularisasi (kelas III, LOE B)1
Pada kasus masih dapat dilakukan evaluasi emergensi karena tampak masih adanya
jaringan yang dapat diselamatkan (klasifikasi Rutherford IIa)
19
penunjang dan biasanya tidak membutuhkan terapi invasif yang segera, sedangkan untuk
kategori III pilihan tindakan adalah amputasi.8,9
Regimen trombolitik yang paling sering digunakan saat ini adalah alteplase, reteplase,
dan tenecplase. Urokinase merupakan regimen yang paling sering digunakan sejak tahun
1985 hingga pada tahun 1999 FDA menarik semua regimen ini dari pasar. Pada tahun 2002
urokinase kembali diizinkan untuk beredar di pasar tetapi tidak dapat kembali kepada kondisi
sebelum regimen ini ditarik karena telah ada banyak pilihan regimen lain dengan harga yang
lebih rendah.8,9
Dosis dari masing-masing regimen adalah sebagai berikut:
- Alteplase : kontinus 0,5-1,0 mg/KgBB/jam(maksimum 40 mg); bolus 2-5 mg
bolus dilanjutkan dengan infus kontinyu; pulse spray 0,5 mg/ml dengan 0,2 ml
setiap 30-60 detik.
- Reteplase : kontinus 0,25-0,5 U/jam (maksimal 20 unit); bolus 2-5 U dilanjutkan
dengan infus kontinyu
- Tenecplase : kontinu 0,125-0,25mg/jam ; bolus 1-5 mg dilanjutkan dengan infus
kontinyu.
Hasil dari tindakan ini dapat berupa lisis yang komplit dengan restorasi flow, lisis
yang komplit dari trombus dengan persisten oklusi dari plak, kegagalan trombolisis
(dihentikan karena terjadi komplikasi saat trombolisis atau dijumpai progresivitas ALI sudah
mencapai kategori III).
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah
- Perdarahan intrakranial
- Perdarahan yang membutuhkan transfusi atau pembedahan
- Kompartemen sindrom
- Emboli di daerah distal
Tindakan PIAT dikatakan sukses apabila terjadi restorasi dari flow dan disolusi dari oklusi
mencapai 95% atau lebih.8,9
20
Gambar 8. Dosis Regimen PIAT
21
Percutaneous Aspiration Thrombectomy
PAT adalah teknik trombektomi yang menggunakan kateter yang berdinding tipis
dengan lumen yang luas dan suction yang akan mengevakuasi embolus atau trombus dari
pembuluh darah yang terlibat. PAT biasanya dikombinasikan dengan terapi fibrinolitik untuk
mengurangi waktu dan dosis dari fibrinolitik atau dapat sebagai terapi tunggal.9
Pembedahan
Sebelum terapi trombolitik pada kasus ALI berkembang, pembedahan merupakan
terapi pilihan, karena sifat dari ALI sendiri yang membutuhkan penanganan yang segera.
Dengan berkembangnya tehnik endovaskular maka terapi pembedahan bukan lagi sebagai
modalitas terapi pilihan. Dalam memilih tindakan pembedahan sebagai terapi ALI harus
dipertimbangkan adanya jeda waktu yang lebih lama sejak keputusan pembedahan sampai
tindakan reperfusi karena ada faktor-faktor diluar kontrol dari operator, misalnya
ketersediaan ruang operasi, persiapan anastesi, dan gangguan teknis lain selama operasi.3,6
Pada kasus terapi yang dipilih ialah dengan terapi trombectomy, heparinisasi,
pemberian antiplatelet dan analgetik kuat yaitu morphin.
22
Prognosis
Prognosis bergantung kepada berapa banyak jaringan yang dapat diselamatkan. Pada
kasus ini, prognosisnya baik dikarenakan proses iskemia dapat diatasi leawat tindakan
percutaneous intra arterial thrombolysis dan tungkai pasien kembali normal.
KESIMPULAN
Telah dilaporkan seorang pasien, wanita usia 56 tahun datang ke RSHAM pada
tanggal 02 November 2016 dengan diagnosa Acute Limb Ischemia Rutherford IIa +
Congestive Heart Failure Fc II et causa Valvular Heart Disease ( Post Mitral Valve Repair +
Post Tricuspid Repair 2014) + AF NVR + Ht stg I. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu foto thoraks, EKG,
pemeriksaan laboratorium dan arteriografi.
Pasien di diagnosis dengan Acute Limb Ischemia kriteria Rutherford IIa dan
dilakukan Percutaneous Intra Arterial Thrombolytic dilanjutkan pemberian antikoagulan
sebagai pilihan terapi.
23
DAFTAR PUSTAKA
24
9. Patel N et all. SIR Reporting Standards for the Treatment of Acute Limb Ischemia
with Use of Transluminal Removal of Arterial Thrombus. Journal Vasc Interv Radiol
2003;14:S453-S465.
25
LAMPIRAN
Arteriografi
26
Pasca Tindakan PIAT
27