BLOK HEMATOLOGI
SKENARIO III
Kelompok B7
Anton Giri M. G0012022
Amanda Diah M. G0012012
Putu Putri Andiyani D. G0012014
Atika Iffa Syakira G0012034
Bramasta Agra Sakti G0012044
Dewi Nareswari G0012058
Grace Kalpika Taruli S. G0012086
Muhammad Yusuf K. G0012140
Mutiani Rizki G0012142
Reinita Vany G0012176
Rianita Palupi G0012180
Wahyu Tri K. G0012228
Yakobus Amnan G0012248
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
BAB I
PENDAHULUAN
Skenario III
Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun dibawa orang tuanya ke tempat praktek
dokter dengan keluhan perdarahan belum berhenti setelah dikhitan oleh mantra
sehari sebelumnya. Pada riwayat penyakit diperoleh keterangan bahwa sejak kecil
pasien mudha memar bahkan jika hanya mengalami trauma ringan. Salah seorang
sepupu laki-laki pasien juga mengalami penyakit yang sama. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan darah masih merembes di perban yang membalut penis pasien.
Dokter meminta pemeriksaan skrining hemostasis untuk pasien tersebut. Untuk
penanganan sementara, dokter memberikan obat hemostatik terhadap pasien.
BAB II
A. Seven Jumps
I. Langkah 1
Dalam diskusi tutorial skenario ke-3 dalam Blok Hmeatologi ini,
kami mengklarifikasi beberapa istilah sebagai berikut:
a. Hemostatis
b. Obat hemostatis
c. Trauma
d. Pemeriksaan fisik
e. Perdarahan
f. Pemeriksaan screening hemostasis
g. Memar
II. Langkah 2
a. Pasien yang datang berjenis kelamin laki-laki dan masih berusia 8
tahun
b. Pasien mengalami perdarahan yang tidak kunjung berhenti setelah
sehari sebelumnya dikhitan
c. Pasien sejak kecil mudah memar meski hanya dikarenakan trauma
ringan
d. Dari hasil anamnesis didapatkan riwayat penyakit keluarga dari
sepupu laki-laki pasien yang mengalami kelainan mudah memar
yang sama
e. Dari hasil pemeriksaan didapatkan perdarahan di penis pasien yang
merembes
f. Screening hemostatik
g. Terapi obat hemostatik
III. Langkah 3
1. Apakah hubungan antara jenis kelamin serta usia pasien dengan
penyakit yang diderita pasien dalam skenario?
2. Mengapa masih terjadi perdarahan 1 hari setelah dikhitan?
3. Bagaimanakah penatalaksanaan prosedur penghentian perdarahan
pada khitan?
4. Bagaimanakah proses fisiologis hemostasis normal terjadi?
5. Apa sajakah kelainan hemostasis yang mungkin dialami oleh
pasien?
6. Kenapa sejak kecil pasien mudah mengalami memar walau hanya
trauma ringan?
7. Apakah kemungkinan kelainan yang dialami yang sesuai dengan
gejala yang dimiliki pasien?
8. Adakah hubungan penyakit yang diderita sepupu pasien dengan
pasien tersebut? Bagaimanakah hubungan tersebut?
9. Kenapa perdarahan yang terjadi merembes dan bukan memancar
atau mengalir? Dari manakah sumber perdarahan tersebut?
10. Bagaimanakah manifestasi klinik dari perdarahan?
11. Bagaimanakah respon tubuh terhadap perdarahan yang terjadi?
12. Apa sajakah jenis-jenis screening hemostasis yang berhubungan
dengan skenario dan bagaimana prosedurnya?
13. Bagaimanakah indeks normal screening hemostasis dan interpretasi
hasilnya?
14. Apa sajakah indikasi dilakukannya pemeriksaan screening
hemostasis?
15. Apa sajakah jenis-jenis obat hemostatik dan bagaimanakah
mekanisme kerjanya?
16. Apa sajakah indikasi, kontra indikasi, serta efek samping pemberian
obat hemostatik?
17. Bagaimanakah penatalaksanaan pasien dalam skenario?
18. Bagaimanakah mekanisme fibrinolisis?
IV. Langkah 4
Terlampir dalam Langkah 7.
V. Langkah 5
Pada diskusi yang dilakukan dalam pertemuan pertama diskusi
tutorial didapatkan Learning Objective sebagai berikut:
1. Apakah hubungan antara jenis kelamin serta usia pasien dengan
penyakit yang diderita pasien dalam skenario?
2. Mengapa masih terjadi perdarahan 1 hari setelah dikhitan?
3. Bagaimanakah penatalaksanaan prosedur penghentian perdarahan
pada khitan?
4. Bagaimanakah proses fisiologis hemostasis normal terjadi?
5. Apa sajakah kelainan hemostasis yang mungkin dialami oleh
pasien?
6. Kenapa sejak kecil pasien mudah mengalami memar walau hanya
trauma ringan?
7. Apakah kemungkinan kelainan yang dialami yang sesuai dengan
gejala yang dimiliki pasien?
8. Adakah hubungan penyakit yang diderita sepupu pasien dengan
pasien tersebut? Bagaimanakah hubungan tersebut?
9. Kenapa perdarahan yang terjadi merembes dan bukan memancar
atau mengalir? Dari manakah sumber perdarahan tersebut?
10. Bagaimanakah manifestasi klinik dari perdarahan?
11. Bagaimanakah respon tubuh terhadap perdarahan yang terjadi?
12. Apa sajakah jenis-jenis screening hemostasis yang berhubungan
dengan skenario dan bagaimana prosedurnya?
13. Bagaimanakah indeks normal screening hemostasis dan interpretasi
hasilnya?
14. Apa sajakah indikasi dilakukannya pemeriksaan screening
hemostasis?
15. Apa sajakah jenis-jenis obat hemostatik dan bagaimanakah
mekanisme kerjanya?
16. Apa sajakah indikasi, kontra indikasi, serta efek samping pemberian
obat hemostatik?
17. Bagaimanakah penatalaksanaan pasien dalam skenario?
18. Bagaimanakah mekanisme fibrinolisis?
Learning Objective yang didapatkan kurang lebih sama guna
melengkapi dan lebih memperdalam lagi informasi yang sudah
didapatkan sebelumnya.
VI. Langkah 6
Langkah keenam dalam Seven Jumps dilakukan mandiri oleh
mahasiswa di antara pertemuan pertama serta kedua diskusi tutorial
berupa pengumpulan informasi-informasi yang belum didapatkan pada
pertemuan pertama diskusi tutorial.
VII. Langkah 7
1. Apakah hubungan antara jenis kelamin serta usia pasien dengan
penyakit yang diderita pasien dalam skenario?
Jadi hubungan beberapa kelainan hemostasi herediter terdiri
dari Hemofili A dan Hemofili B. Hemofilia A, dapat juga disebut
Hemofilia Klasik karena jenis hemofilia ini adalah yang paling
banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah, hemofilia
kekurangan Faktor VIII; terjadi karena kekurangan faktor 8 (Faktor
VIII) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses
pembekuan darah. Hemoflia b disebut juga Christmas Disease;
karena di temukan untuk pertama kalinya pada seorang bernama
Steven Christmas asal Kanada, merupakan hemofilia kekurangan
Faktor IX terjadi karena kekurangan faktor 9 (Faktor IX) protein
pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan
darah. Hemofilia tidak mengenal ras, perbedaan warna kulit atau
suku bangsa. Hemofilia paling banyak di derita hanya pada pria.
Wanita akan benar-benar mengalami hemofilia jika ayahnya adalah
seorang hemofilia dan ibunya adalah pemabawa sifat (carrier). Dan
ini sangat jarang terjadi. Sebagai penyakit yang diturunkan, orang
akan terkena hemofilia sejak ia dilahirkan, akan tetapi pada
kenyataannya hemofilia selalu terdeteksi di tahun pertama
kelahirannya.
Epidemiologi
Penyakit ini bermanifestasi klinik pada laki-laki. Angka
kejadian hemofilia A sekitar 1:10000 dan hemofilia B sekitar
1:25000-30000 orang. Kasus hemofilian A lebih sering
dijumpai dibandingkan hemofilia B yaiut berturut-turut
mencapai 80-85% dan 10-15%. Mutasi gen secara spontan
diperkirakan mencapai 20-30% yang terjadi pada pasien tanpa
riwayat keluarga. (Rotty, 2009)
Hemofilia berat biasanya sudah terlihat pada anak umur < 1
tahun. Hemofilia sedang sudah terlihat pada anak umur 1-2
tahun dan hemofilia ringan pada anak umur > 2 tahun.
Klasifikasi Hemofilia
Legg mengklasifikasikan hemofilia berdasarkan kadar atau
aktivitas faktor pembekuan (FVIII atau FIX) dalam plasma.
Kadar faktor pembekuan normal sekitar 0,5-1,5 U/dl (50-
150%); sedangkan pada hemofilia berat bila kadar faktor
pembekuan <1%, sedang 1-5%, serta ringan 5-30%. Pada
hemofilia berat dapat terjadi perdarahan spontan atau akibat
trauma ringan (trauma yang tidak berarti). Pada hemofilia
sedang, perdarahan terjadi akibat trauma yang cukup kuat;
sedangkan hemofilia ringan jarang sekali terdeteksi kecuali
pasien menjalani trauma cukup berat seperti ekstraksi gigi,
sirkumsisi, luka iris dan jatuh terbentur (sendi, lutu, siku dll).
(Rotty, 2009)
Gambaran klinik
Definisi
Penyakit Von Willebrand (PVW) adalah kelainan perdarahan
herediter disebabkan oleh defisiensi Faktor Von Willebrand
(FVW). FVW membantu trombosit melekat pada dinding
pembuluh darah dan antara sesamanya, yang diperlukan untuk
pembekuan darah yang normal. (Sugianto, 2009)
Epidemiologi
Penyakit ini merupakan kelainan herediter yang paling umum.
Diturunkan sebagai suatu sifat (trait) dominan autosomal
dengan prevalensi sekitar 1/100 sampai 3/100000 orang.
Namun, PVW berat dengan riwayat perdarahan yang
mengancam jiwa terjadi pada kurang dari 5 orang per 1 juta
penduduk di negara barat. (Sugianto, 2009)
Gambaran Klinik
Gejala paling sering terjadi meliputi : perdarahan gusi,
hematuri, epistaksis, perdarahan saluran kemih, darah dalam
feses, mudah memar, menoragi. (Sugianto, 2009)
c. Fase Koagulasi
Fase koagulasi termasuk dalam proses hemostasis sekunder.
Fase ini berlangsung melalui mekanisme yang disebut kaskade
koagulasi (Gambar 2). Kaskade koagulasi meliputi tiga jalur:
1) Jalur Ekstrinsik
Jalur ini merupakan pemicu utama koagulasi. Diawali
dengan FIII (tromboplastin jaringan) yang dilepas oleh
jaringan yang rusak. Pelepasan FIII ini akan mengaktifkan
FVII, yang kemudian FVII aktif akan digunakan pada jalur
intrinsik.
2) Jalur Intrinsik
Jalur intrinsik dipicu oleh adanya paparan kolagen. Dimulai
dengan pengaktifan FXII menjadi FXIIa oleh kolagen dan
aktivator lain (PK, HMWK). Selanjutnya, FXIIa dengan
bantuan ion Ca2+ akan mengaktifkan FXI menjadi FXIa,
yang akan mengaktifkan FIX dengan bantuan ion Ca2+, FIII,
dan FVII yang berasal dari jalur ekstrinsik. FIXa bersama
dengan kompleks tenase (FVIIIa, FIXa, Ca2+, fosfolipid)
akan mengaktifkan FX. FX yang telah aktif (FXa) kemudian
akan masuk ke jalur bersama.
3) Jalur Bersama
FX bersama kompleks protrombinase (FVa, Platelet Factor-
3 (PF3), FXa, Ca2+, fosfolipid (PL)) mengubah protrombin
(FII) menjadi trombin. Trombin yang terbentuk akan
mengubah fibrinogen menjadi fibrin monomer yang belum
stabil, yang masih larut di dalam plasma. Trombin juga
mengaktifkan FVIII, FV, dan FXIIIa bersama dengan Ca2+,
yang akan mengubah fibrin monomer menjadi fibrin polimer
yang stabil. (Dian Ariningrum 2013)
d. Sistem Fibrinolitik
Selanjutnya apabila sudah tidak dibutuhkan lagi, bekuan darah
akan dilisiskan melalui proses fibrinolitik (Gambar 3). Sistem
fibrinolitik berguna untuk menjaga keseimbangan hemostasis.
Proses ini dimulai dengan adanya proaktivator plasminogen
yang kemudian dikatalis menjadi aktivator plasminogen dengan
adanya enzim streptokinase, kinase jaringan, serta faktor XIIa.
Selanjutnya plasminogen akan diubah menjadi plasmin dengan
bantuan enzim seperti urokinase. Plasmin inilah yang akan
mendegradasi fibrinogen/fibrin menjadi fibrin degradation
product. (Dian Ariningrum, 2013)
1) Hemostatik lokal
a. Hemostatik serap
Mekanisme menghentikan perdarahan dengan membuat
suatu bekuan buatan atau memberikan jala serat yang
mempermudah pembekuan bila diletakkan langsung pada
tempat yang mengalami perdarahan. Indikasi diberikan pada
perdahan kecil seperti perdarahan kapiler tetapi tidak efektif
pada perdarahan arteri dan vena karena tekanann
intravaskuler besar. Yang termasuk hemostatik serap yaitu
spons gelatin, oksisel (selulosa oksida), dan busa fibrin
insani (human fibrin foam).
b. Astringen
Mekanisme kerja obat ini adalah mengendapkan protein
darah sehingga perdarahan berhenti. Indikasi diberikan pada
perdarahan kapiler tapi kurang efektif dibandingkan dengan
vasokonstriktor lokal. Termasuk obat ini adalah feri klorida,
nitras argenti, dan asam tanat.
c. Koagulan
Pada penggunaan lokal ada dua cara yaitu mempercepat
pembentukan trombin dari protrombin dan secara langsung
menggumpalkan fibrinogen.
- Aktivator protrombin : dapat dibuat dari jaringan otak
yang diolah secara kering dengan asetat. Beberapa racun
ular memiliki aktivitas tromboplastinyang dapat
menimbulkan pembekuan darah seperti Russel’s viper
venom. Indikasi pada hemostatik lokal sehabis ekstraksi
gigi pada pasien hemofilia
- Trombin : tersedia dalam bentuk bubuk dan larutan.
Tidak boleh diberikan melalui intravena karena dapat
menyebabkan emboli.
d. Vasokonstriktor
Indikasi mengatasi perdarahan pasca-bedah persalinan untuk
vasopresin, sedangkan untuk epinefrin dan norepinefrin
memiliki efek vasokonstriksi untuk menghentikan
perdarahan kapiler di permukaan.
2) Hemostatik sistemik
a. Faktor antihemofilik dan cryoprecipitate AHF
Adalah komponen darah non selular yang merupakan
konsentrat plasma tertentu yang mengandung fajtor VIII,
fibriogen dan faktor von willebrand. Indikasi pada pasien
hemofili A dan pasien yang darahnya mengandung
penghambat faktor VIII. Diberikan secara intravena dengan
dosis tunggal 15-20% unit/kgBB, perdarahan ringan 10
unit/kgBB, pasien hemofili pre-operasi 50% dari normal,
pascabedah 20-25% normal 7-10 hari. Efek samping
hepatitis virus, anemia hemolitik, hiperfibrinogenemia,
mennggigil, demam, dan reaksi hipersensitivitas atau alergi.
b. Kompleks faktor IX
Indikasi pada pasien hemofilia B atau pada pasien
perdarahan yang membutuhkan faktor yang dikadung untuk
menghentikan perdarahan. Sediaan ini mengandung faktor
II, VII, IX, dan X. Kontraindikasi pada pasien nonhemofilia.
Dosis tergantung keadaan pasien, satu unit/kgBB
meningkatkan aktivitas faktor IX 1,5% dan pada
pascaoperasi dibutuhkan 25-30% dari normal. Efek samping
trombosis, demam, sakit kepala, flushing, syok anafilaksis.
c. Desmopressin
Mekanisme meningkatkan kadar faktor VII dan vWF 4 kali
normal bersifat sementara. Indikasi hemostatik jangka
pendek pada pasien defisiensi faktor VIII ringan sampai
sedang, wanita karier asimtomatik dan pasien von willebrand
tipe 1. Digunakan secara iv dengan dosis 0,3 µg secara infus
15-30 menit. Efek samping sakit kepala, mual, flushing,
pembengkakan pada tempat suntikan, takikardi, trombosis,
hiponatremia, dan angina pada PJK. Kontraindikasi pada
pasien hipertensi dan jantung koroner.
d. Fibrinogen
Dapat ditentukan kebutuhannya apabila kadar fibrinogen
pasien diketahui. Diberikan pada pasien sebagai plasma,
cryoprecipitate faktor VIII, atau konsentrat faktor VIII.
e. Vitamin K
Sebagai hemostatik merangsang pembentukann faktor-
faktor pembekuan darah.
f. Asam aminokaproat
Indikasi diberikan pada adanya dugaan fibrinolisis
berlebihan, hematuria pascabedah, pasien hemofilia sebelum
dan sesudah ekstraksi gigi dan perdarahan lain karena trauma
di dalam mulut. Kontraindikasi pada pasien DIC karena
dapat menyebabkan pembentukan trombus yang bersifat
fatal. Diberikan secara oral dan iv dengan dosis oral 5-6 gram
peroral, infus secara iv lambat pada anak-anak 100mg/kgBB
tiap 6 jam untuk 6 hari. Efek samping pruritus, diare, ruam
kulit, mual, hidung tersumbat, eritema konjungtiva dan
trombosis.
g. Asam traneksamat
Indikasi sama dengan asam aminokaproat tapi 10 kali lebih
potent dan efek samping lebih ringan. Diberikan secara iv
dengan dosis 0.5-1 gram 2-3 kali sehari atau peroral 15
mg/kgBB diikuti 30 mg/kgBB tiap 6 jam.
a. Konsentrat FVIII/FIX
Indikasi pada pasien hemofili A berat, ringan, sedang, dan
perdarahan yang membutuhkan FVIII. Ada dalam dua bentuk
yaitu prothrombin complex concentrate (PCC) yang berisi
faktor II, VII, IX, X dan dalam bentuk purified FIX concentrate
yang hanya berisi FIX tanpa konsentrasi lain. Dosis diberikan
berdasar rumus :
o Volume plasma (VP) = 40ml/kgBB x BB(kg)
FVIII/FIX yang diinginkan (U) =VP x (kadar yang diinginkan
(%)-kadar sekarang (%)) / 100
o FVIII yang diinginkan (U) = BB(kg) x kadar yang diinginkan
(%) / 2
FIX yang diinginkan (U) = BB(kg) x kadar yang diinginkan (%)
b. Antifibrinolitik
Mekanismenya yaitu menstabilkan bekuan atau fibrin dengan
cara menghambat fibrinolisis ysng dapat membantu pasien
dengan perdarahan mukosa mulut akibat ekstraksi gigi. Indikasi
pada pasien hemofilia B. Diberikan secara oral dan intravena
dengan dosis awal 200mg/kgBB diikuti 100mg/kgBB tiap 6
jam untuk bentuk epsillon aminocaproic acid (EACA). Untuk
asam traneksamat peroral 25 mg/kgBB dan iv 10mg/kgBB.
c. Terapi gen
Dengan perantara vektor retrovirus, adenovirus, dan
adenoassociated virus.
Untuk pengobatan ini hindari penyertaan obat seperti aspirin,
dypiridamol, clopidogrel & ticlopidine yang memiliki efek
antitrombosit dan obat-obatan seperti warfarin, heparin, hirudin,
direct trombin inhibitor, direct Xa inhibitor karena memiliki efek
antikoagulan.
A. Kesimpulan
B. Saran
Tortora, G.J, Byan Derrickson. 2009. Principles of Anatomy And Physiology 12th
Edition. USA: John Wiley & Sons, Inc
Guyton and Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing.