Anda di halaman 1dari 36

Laporan Tutorial

BLOK HEMATOLOGI
SKENARIO III

Kelompok B7
Anton Giri M. G0012022
Amanda Diah M. G0012012
Putu Putri Andiyani D. G0012014
Atika Iffa Syakira G0012034
Bramasta Agra Sakti G0012044
Dewi Nareswari G0012058
Grace Kalpika Taruli S. G0012086
Muhammad Yusuf K. G0012140
Mutiani Rizki G0012142
Reinita Vany G0012176
Rianita Palupi G0012180
Wahyu Tri K. G0012228
Yakobus Amnan G0012248

dr. Bulan Kakanita Hermasari

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
BAB I

PENDAHULUAN

Faal hemostasis ialah suatu fungsi tubuh yang bertujuan untuk


mempertahankan keenceran darah sehingga darah tetap mengalir dalam pembuluh
darah dan menutup kerusakan dinding pembuluh darah sehingga mengurangi
kehilangan darah pada saat terjadinya kerusakan pembuluh darah.

Pemeriksaan faal hemostasis bertujuan untuk mengetahui faal hemostasis


serta kelainan yang terjadi.

Skenario III

“ Masih Merembes, Dok”

Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun dibawa orang tuanya ke tempat praktek
dokter dengan keluhan perdarahan belum berhenti setelah dikhitan oleh mantra
sehari sebelumnya. Pada riwayat penyakit diperoleh keterangan bahwa sejak kecil
pasien mudha memar bahkan jika hanya mengalami trauma ringan. Salah seorang
sepupu laki-laki pasien juga mengalami penyakit yang sama. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan darah masih merembes di perban yang membalut penis pasien.
Dokter meminta pemeriksaan skrining hemostasis untuk pasien tersebut. Untuk
penanganan sementara, dokter memberikan obat hemostatik terhadap pasien.
BAB II

DISKUSI DAN STUDI PUSTAKA

A. Seven Jumps
I. Langkah 1
Dalam diskusi tutorial skenario ke-3 dalam Blok Hmeatologi ini,
kami mengklarifikasi beberapa istilah sebagai berikut:
a. Hemostatis
b. Obat hemostatis
c. Trauma
d. Pemeriksaan fisik
e. Perdarahan
f. Pemeriksaan screening hemostasis
g. Memar

II. Langkah 2
a. Pasien yang datang berjenis kelamin laki-laki dan masih berusia 8
tahun
b. Pasien mengalami perdarahan yang tidak kunjung berhenti setelah
sehari sebelumnya dikhitan
c. Pasien sejak kecil mudah memar meski hanya dikarenakan trauma
ringan
d. Dari hasil anamnesis didapatkan riwayat penyakit keluarga dari
sepupu laki-laki pasien yang mengalami kelainan mudah memar
yang sama
e. Dari hasil pemeriksaan didapatkan perdarahan di penis pasien yang
merembes
f. Screening hemostatik
g. Terapi obat hemostatik
III. Langkah 3
1. Apakah hubungan antara jenis kelamin serta usia pasien dengan
penyakit yang diderita pasien dalam skenario?
2. Mengapa masih terjadi perdarahan 1 hari setelah dikhitan?
3. Bagaimanakah penatalaksanaan prosedur penghentian perdarahan
pada khitan?
4. Bagaimanakah proses fisiologis hemostasis normal terjadi?
5. Apa sajakah kelainan hemostasis yang mungkin dialami oleh
pasien?
6. Kenapa sejak kecil pasien mudah mengalami memar walau hanya
trauma ringan?
7. Apakah kemungkinan kelainan yang dialami yang sesuai dengan
gejala yang dimiliki pasien?
8. Adakah hubungan penyakit yang diderita sepupu pasien dengan
pasien tersebut? Bagaimanakah hubungan tersebut?
9. Kenapa perdarahan yang terjadi merembes dan bukan memancar
atau mengalir? Dari manakah sumber perdarahan tersebut?
10. Bagaimanakah manifestasi klinik dari perdarahan?
11. Bagaimanakah respon tubuh terhadap perdarahan yang terjadi?
12. Apa sajakah jenis-jenis screening hemostasis yang berhubungan
dengan skenario dan bagaimana prosedurnya?
13. Bagaimanakah indeks normal screening hemostasis dan interpretasi
hasilnya?
14. Apa sajakah indikasi dilakukannya pemeriksaan screening
hemostasis?
15. Apa sajakah jenis-jenis obat hemostatik dan bagaimanakah
mekanisme kerjanya?
16. Apa sajakah indikasi, kontra indikasi, serta efek samping pemberian
obat hemostatik?
17. Bagaimanakah penatalaksanaan pasien dalam skenario?
18. Bagaimanakah mekanisme fibrinolisis?

IV. Langkah 4
Terlampir dalam Langkah 7.

V. Langkah 5
Pada diskusi yang dilakukan dalam pertemuan pertama diskusi
tutorial didapatkan Learning Objective sebagai berikut:
1. Apakah hubungan antara jenis kelamin serta usia pasien dengan
penyakit yang diderita pasien dalam skenario?
2. Mengapa masih terjadi perdarahan 1 hari setelah dikhitan?
3. Bagaimanakah penatalaksanaan prosedur penghentian perdarahan
pada khitan?
4. Bagaimanakah proses fisiologis hemostasis normal terjadi?
5. Apa sajakah kelainan hemostasis yang mungkin dialami oleh
pasien?
6. Kenapa sejak kecil pasien mudah mengalami memar walau hanya
trauma ringan?
7. Apakah kemungkinan kelainan yang dialami yang sesuai dengan
gejala yang dimiliki pasien?
8. Adakah hubungan penyakit yang diderita sepupu pasien dengan
pasien tersebut? Bagaimanakah hubungan tersebut?
9. Kenapa perdarahan yang terjadi merembes dan bukan memancar
atau mengalir? Dari manakah sumber perdarahan tersebut?
10. Bagaimanakah manifestasi klinik dari perdarahan?
11. Bagaimanakah respon tubuh terhadap perdarahan yang terjadi?
12. Apa sajakah jenis-jenis screening hemostasis yang berhubungan
dengan skenario dan bagaimana prosedurnya?
13. Bagaimanakah indeks normal screening hemostasis dan interpretasi
hasilnya?
14. Apa sajakah indikasi dilakukannya pemeriksaan screening
hemostasis?
15. Apa sajakah jenis-jenis obat hemostatik dan bagaimanakah
mekanisme kerjanya?
16. Apa sajakah indikasi, kontra indikasi, serta efek samping pemberian
obat hemostatik?
17. Bagaimanakah penatalaksanaan pasien dalam skenario?
18. Bagaimanakah mekanisme fibrinolisis?
Learning Objective yang didapatkan kurang lebih sama guna
melengkapi dan lebih memperdalam lagi informasi yang sudah
didapatkan sebelumnya.

VI. Langkah 6
Langkah keenam dalam Seven Jumps dilakukan mandiri oleh
mahasiswa di antara pertemuan pertama serta kedua diskusi tutorial
berupa pengumpulan informasi-informasi yang belum didapatkan pada
pertemuan pertama diskusi tutorial.

VII. Langkah 7
1. Apakah hubungan antara jenis kelamin serta usia pasien dengan
penyakit yang diderita pasien dalam skenario?
Jadi hubungan beberapa kelainan hemostasi herediter terdiri
dari Hemofili A dan Hemofili B. Hemofilia A, dapat juga disebut
Hemofilia Klasik karena jenis hemofilia ini adalah yang paling
banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah, hemofilia
kekurangan Faktor VIII; terjadi karena kekurangan faktor 8 (Faktor
VIII) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses
pembekuan darah. Hemoflia b disebut juga Christmas Disease;
karena di temukan untuk pertama kalinya pada seorang bernama
Steven Christmas asal Kanada, merupakan hemofilia kekurangan
Faktor IX terjadi karena kekurangan faktor 9 (Faktor IX) protein
pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan
darah. Hemofilia tidak mengenal ras, perbedaan warna kulit atau
suku bangsa. Hemofilia paling banyak di derita hanya pada pria.
Wanita akan benar-benar mengalami hemofilia jika ayahnya adalah
seorang hemofilia dan ibunya adalah pemabawa sifat (carrier). Dan
ini sangat jarang terjadi. Sebagai penyakit yang diturunkan, orang
akan terkena hemofilia sejak ia dilahirkan, akan tetapi pada
kenyataannya hemofilia selalu terdeteksi di tahun pertama
kelahirannya.

2. Mengapa masih terjadi perdarahan 1 hari setelah dikhitan?


Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada
pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh
tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh. Pembuluh darah
mengerut/ mengecil. Keping darah (trombosit) akan menutup luka
pada pembuluh. Kekurangan jumlah faktor pembeku darah tertentu
mengakibatkan anyaman penutup tidak terbentuk sempurna,
sehingga darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh, lalu darah
keluar dari pembuluh.

3. Bagaimanakah penatalaksanaan prosedur penghentian


perdarahan pada khitan?
Terdapat 4 tindakan fisik sirkumsisi yaitu, penekanan daerah
kaitan (deep press), ligasi (dijepit, pengkleman), katerisasi untuk
mengkonstruksi (menahan) pembuluh darah, dan kasa untuk
menahan darah yang keluar. Ada juga gelatin sponge untuk
mempercepat pembentukan protrombin menjadi trombin dan
fibrinogen menjadi fibrin. Pada skenario karena tidak terdapat
informasi lebih lanjut mengenai pemberian obat setelah khitan, jadi
tidak bisa dilakukan pembahasan lebih lanjut. Pada kondisi normal
anak dikhitan, setelah dikasa tidak akan mengalami perdarahan dan
memiliki masa sembuh 2 hari. Jika pada keadaan normal
seharusnya tidak terjadi perdarahan, maka pada kasus dalam
skenario ini terjadi gangguan hemostasis.

4. Bagaimanakah proses fisiologis hemostasis normal terjadi?


Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan stasis
(berhenti), merupakan proses yang amat komplek berlangsung
secara terus-menerus dalam mencegah kehilangan darah secara
spontan, serta menghentikan perdarahan akibat kerusakan sistem
pembuluh darah. Setiap kerusakan endotel pembuluh darah
merupakan rangsangan yang poten untuk pembentukan bekuan
darah. Proses yang terjadi secara lokal berfungsi untuk menutup
kebocoran pembuluh darah, membatasi kehilangan darah yang
berlebihan, dan memberi kesempatan untuk perbaikan pembuluh
darah. Komponen penting yang terlibat dalam proses hemostasis ini
adalah:
a. Pembuluh darah
Pembuluh darah normal terdiri atas initma, media dan
adventitia.
 Intima : terdiri atas satu lapisan sel endotel yang bersifat
nontrombogenik dan membran elastis interna.
 Media : terdiri atas otot polos, ukuran otot polos ini
bervariasi tergantung jenis pembuluh darah (arter/vena),
dan ukuran pembuluh darah
 Adventitia : terdiri atas membran elastis eksterna dan
jaringan ikat penyokong
b. Trombosit
Trombosit diproduksi di sumsum tulang dengan cara
fragmentasi sitoplasma megakariosit. Diameter trombosit
berkisar antara 2-4 nm, volume 7 fl. Hitung trombosit antara
150-400x109/L, sedangkan umur trombosit berkisar 7-10 hari.
Kira-kira sepertiga dari jumlah trombosit yang dikeluarkan dari
sumsum tulang tertangkap di limpa normal; namun pada
kondisi splenomegali masif, jumlah ini bisa mengingkat sampai
90%. Produksi trombosit diatur oleh hormone trombopoietin
yang diproduksi oleh hepar dan ginjal. (C. Suharti, 2009)
Trombosit mempunyai banyak ciri khas fungsional sel lengkap,
walaupun tidak mempunyai inti dan tidak dapat bereproduksi.
Di dalam sitoplasma nya terdapat faktor-faktor aktif seperti :
 Molekul aktin dan miosin, yang merupakan protein
kontraktil dan juga protein kontraktil lainnya, yaitu
trombostenin, yang dapat menyebabkan trombosit
berkontraksi
 Sisa-sisa RE dan apparatus Golgi yang mensintesis berbagai
enzim dan terutama menyimpan sejumlah besar ion kalisum
 Mitokondria dan sistem enzim yang mampu membentuk
ATP dan ADP
 Sistem enzim yang mensintesis prostaglandin, yang
merupakan hormon lokal yang menyebabkan berbagai
reaksi pembuluh darah dan reaksi jaringan local lainnya
 Suatu protein penting yang disebut faktor stabilisasi fibrin.
Factor pertumbuhan (growth factor) yang menyebabkan
penggandaan dan pertumbuhan sel endotel pembuluh darah,
sel otot polos pembuluh darah, dan fibroblast, sehingga
menimbulkan pertumbuhan selular yang akhiranya
memperbaiki dinding pembuluh yang rusak. (Guyton dan
Hall, 2006)
c. Kaskade faktor koagulasi
d. Inhibitor koagulasi
e. Fibrinolisis
5. Apa sajakah kelainan hemostasis yang mungkin dialami oleh
pasien?
a. Hemofilia
Definisi
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor
pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked
recessive pada kromosom X (Xh). Sampai saat ini dikenal 2
macam hemofilia yang diturunkan secara sex-linked recessive
yaitu :
 Hemofilia A (hemofilia klasik), akibat defisiensi atau
disfungsi faktor pembekuan VIII (F VIIIc)
 Hemofilia B (Christmas disease) akibat defisiensi atau
disfungsi FIX (faktor Christmas)

Sedangkan hemofilia C merupakan penyakit perdarahan akibat


kekurangan faktor XI yang diturunkan secara autosomal
recessive pada kromosom 4q32q35.

Gen FVIII dan FIX terletak pada kromosom X serta bersifat


resesif, maka penyakit ini dibawa oleh perempuan (karier, XXh)
dan bermanifestasi klinis pada laki-laki (pasien XhY); dapat
bermanifestasi klinis pada perempuan bila kedua kromosom X
pada perempuan terdapat kelainan (XhXh). (Rotty, 2009)

Epidemiologi
Penyakit ini bermanifestasi klinik pada laki-laki. Angka
kejadian hemofilia A sekitar 1:10000 dan hemofilia B sekitar
1:25000-30000 orang. Kasus hemofilian A lebih sering
dijumpai dibandingkan hemofilia B yaiut berturut-turut
mencapai 80-85% dan 10-15%. Mutasi gen secara spontan
diperkirakan mencapai 20-30% yang terjadi pada pasien tanpa
riwayat keluarga. (Rotty, 2009)
Hemofilia berat biasanya sudah terlihat pada anak umur < 1
tahun. Hemofilia sedang sudah terlihat pada anak umur 1-2
tahun dan hemofilia ringan pada anak umur > 2 tahun.

Klasifikasi Hemofilia
Legg mengklasifikasikan hemofilia berdasarkan kadar atau
aktivitas faktor pembekuan (FVIII atau FIX) dalam plasma.
Kadar faktor pembekuan normal sekitar 0,5-1,5 U/dl (50-
150%); sedangkan pada hemofilia berat bila kadar faktor
pembekuan <1%, sedang 1-5%, serta ringan 5-30%. Pada
hemofilia berat dapat terjadi perdarahan spontan atau akibat
trauma ringan (trauma yang tidak berarti). Pada hemofilia
sedang, perdarahan terjadi akibat trauma yang cukup kuat;
sedangkan hemofilia ringan jarang sekali terdeteksi kecuali
pasien menjalani trauma cukup berat seperti ekstraksi gigi,
sirkumsisi, luka iris dan jatuh terbentur (sendi, lutu, siku dll).
(Rotty, 2009)

Gambaran klinik

Pada orang yang menderita hemofilia biasanya terjadi beberapa


perdarahan yaitu perdarahan bawah kulit (ekimosis),
perdarahan otot, perdarahan sendi, lutut, ankle (khas),
perdarahan gastrointestinal dan pada kasus yang berat
perdarahan terjadi spontan. (Maryono, 2013)

b. Penyakit Von Willebrand

Definisi
Penyakit Von Willebrand (PVW) adalah kelainan perdarahan
herediter disebabkan oleh defisiensi Faktor Von Willebrand
(FVW). FVW membantu trombosit melekat pada dinding
pembuluh darah dan antara sesamanya, yang diperlukan untuk
pembekuan darah yang normal. (Sugianto, 2009)
Epidemiologi
Penyakit ini merupakan kelainan herediter yang paling umum.
Diturunkan sebagai suatu sifat (trait) dominan autosomal
dengan prevalensi sekitar 1/100 sampai 3/100000 orang.
Namun, PVW berat dengan riwayat perdarahan yang
mengancam jiwa terjadi pada kurang dari 5 orang per 1 juta
penduduk di negara barat. (Sugianto, 2009)

Klasifikasi dan Patofisiologi


PVW disebabkan oleh kelainan kuantitatif dan/atau kualitatif
FVW, suatu protein faktor pembekuan yang diperlukan untuk
interaksi antara trombosit-dinding pembuluh darah dan untuk
pembawa faktor VIII. Pada banyak kasus juga terdapat
defisiensi faktor VIII. Kelainana yang nyata pada FVW
bertanggung jawab terhadap 3 tipe utama PVW yaitu tipe 1, 2
dan 3. (Sugianto, 2009)

Gambaran Klinik
Gejala paling sering terjadi meliputi : perdarahan gusi,
hematuri, epistaksis, perdarahan saluran kemih, darah dalam
feses, mudah memar, menoragi. (Sugianto, 2009)

Pasien PVW simtomatik, seperti pada gangguan fungsi


trombosit lainnya, biasanya tampil dengan perdarahan
mukokutan, terutama epistaksis, mudah memar, menoragi,
perdarahan gusi dan gastrointestinal. (Sugianto, 2009)

Pasien dengan kadar faktor VIII yang sangat rendah bahkan


dapat menunjukkan hemartrosis dan perdarahan jaringan dalam
tubuh. Seringkali gambaran kelainan itu tidak nyata sampai
terdapat faktor pemberat seperti trauma atau pembedahan.
(Sugianto, 2009)
6. Kenapa sejak kecil pasien mudah mengalami memar walau hanya
trauma ringan?
Permeabilitas, fragilitas dan vasokonstriksi merupakan sifat
yang dimiliki oleh pembuluh darah. Pengingkatan permeabilitas
mengakibatkan keluarnya darah dari pembuluh darah berupa
petekie, purpura dan ekimosis yang besar. Peningkatan fragilitas
pembuluh darah memungkinkan terjadinya ruptur yang
menimbulkan petekie, purpura (terutama pada kulit dan mukosa),
ekimosis yang besar, serta perdarahan hebat pada jaringan yang
lebih dalam. Vasokonstriksi dapat mengakibatkan obstruksi yang
bersifat parsial maupun total, iskemia, dan akhirnya terbentuk
thrombus. (C. Suharti, 2009)

Penyebab dari pembuluh darah cepat pecah dikarenakan adanya


abnormalitas pembentukan pembuluh darah terutama pada dinding
yang tipis sehingga dengan mudah pembuluh darah cepat pecah
walau hanya dengan trauma ringan. Di samping itu, sifat-sifat dari
pembuluh darah juga dapat mendukung terjadinya pecahnya
pembuluh darah karena adanya peningkatan dari beberapa sifat
yang ada.

7. Apakah kemungkinan kelainan yang dialami yang sesuai dengan


gejala yang dimiliki pasien?
Diagnosis hemofilia ditegakkan berdasar keluhan perdarahan
yang khas, adanya riwayat keluarga, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan APTT yang
memanjang dan adanya penurunan faktor VIIIC.
Diagnosis banding terdekat hemofilia A adalah hemofilia B dan
penyakit von Willebrand.

Tabel Perbandingan Hemofilia A, Hemofili B dan Penyakit Von Willebrand


Hemofilia A Hemofilia B Penyakit von
Willebrand
Pewarisan X-linked X-linked autosomal
dominant
Defisiensi faktor VIII (coagulant) IX FvW dan VIII :
AHF
Lokasi utama otot, sendi otot , sendi mokokutaneus,
Perdarahan
paska trauma
Hitung trambosit Normal Normal Normal
Waktu Normal Normal Memanjang
perdarahan
PT Normal Normal Normal
APTT Memanjang Memanjang Memanjang
Faktor VIII C Rendah Normal Rendah
FvW Normal Normal Rendah
Faktor IX Normal Rendah Normal
Tes ristosetin Normal Normal Negatif

Walaupun tidak dilakukan pemeriksaan faktor VIII dan IX serta


secara klinis hemofilia A dan B sulit dibedakan, namun pada
penderita tersebut di atas kemungkinan menderita hemofilia A
dengan beberapa alasan yaitu: (i) secara epidemiologis hemofilia A
lebih sering dijumpai (ii) sepupu penderita juga mengalami
penyakit yang sama. Untuk memastikan diagnosis seharusnya
dilakukan pemeriksaan kadar faktor VIII.

8. Adakah hubungan penyakit yang diderita sepupu pasien dengan


pasien tersebut? Bagaimanakah hubungan tersebut?
Pada kelainan hemostasis ada beberapa penyakit yang bersifat
herediter (diturunkan) di antaranya adalah Hemofili A, Hemofili B,
dan Penyakit Von Willebrand. Hemofili A dan B diturunkan tertaut
kromosom X sedangkan penyakit von willebrand diturunkan pada
kromosom autosom dominan. Dalam kasus ini yang mengalami
panyakit seperti yang diderita anak itu adalah sepupu laki lakinya.
Maka hipotesis kami mengarah ke Hemofili A atau B.

Gambar. Pedigree Hemofilia

Berikut ini adalah salah satu contoh pedigree yang memperlihatkan


anak laki laki dan sepupu yang terkena hemofili, karena kurangnya
informasi, kami tidak dapat membuat pedigree secara pasti.

9. Kenapa perdarahan yang terjadi merembes dan bukan memancar


atau mengalir? Dari manakah sumber perdarahan tersebut?
Untuk mengetahui mengapa darah merembes kita harus lebih
dulu mengetahui sumber – sumber perdarahan. Bila darah keluar
melalui pembuluh arteri maka darah keluar memancar dan
berwarna merah terang karena banyak mengandung oksigen. Bila
darah keluar melalui pembuluh vena maka darah keluar mengalir
dan berwarna merah gelap karena banyak mengandung
karbondioksida. Apabila darah keluar melalui pembuluh kapiler
maka darah keluar merembes dan berwarna merah.
Selain mengetahui sumber – sumbernya kita juga harus
mengtahui letak perdarahan. Apabila terjadi pada permukaan kulit
dan berukuran 1 – 2 mm disebut perdarahan kecil dan hanya keluar
bintik bintik merah, disebut juga petechiae. Apabila terjadi di
permukaan kulit dan berukuran 3 – 5 mm dapat disebut petechiae
atau trauma. Apabila terjadi pada daerah subkutan maka disebut
juga hematom subkutan. Hematom subkutan apabila berukuran 1 –
2 cm disebut ekimosis. Apabila terjadi di rongga tubuh dalam
jumlah besar disebut hemo peritonia, hemo toraks ( tergantung
rongga mana yang terisi darah)
Kita juga dapat melihat perdarahan dari waktu terjadinya.
Waktu primer : pembuluh darah terputus 4 – 5 jam. Waktu sekunder
: pembuluh darah terputus non stop selama 24 jam. Waktu tersier :
pembuluh darah terpututs lebih dari 24 jam. Dapat juga terjadi
perdarahan pasca bedah, karena masalah pada penjahitan atau
katerisasi.
Dari skenario ini dapat disimpulkan bahwa anak ini mengalami
perdarahan dari pembuluh arteri, terjadi pada permukaan kulit, dan
dalam riwayatnya juga pernah terjadi hematom/ memar. Waktu
perdarahan tersier karena perdarahan lebih dari 24 jam.

10. Bagaimanakah manifestasi klinik dari perdarahan?


Perdarahan merupakan proses yang memicu terjadinya
hemostasis. Perdarahan dapat dibagi berdasarkan beberapa hal.
(Robbins, 2007)
a. Berdasarkan letak keluarnya darah
- Perdarahan terbuka
Kerusakan pada arteri : darah memancar dengan
warna merah terang
Kerusakan pada vena : darah mengalir dengan warna merah
tua
Kerusakan pada kapiler : darah merembes dengan
warna merah terang
- Perdarahan tertutup
Darah mengisi jaringan sekitar pembuluh darah, terutama
jaringan otot. Contoh pada terjadinya memar.
b. Berdasarkan waktu terjadinya perdarahan
- Primer : Perdarahan terjadi 4 – 5 menit pasca
pembuluh terputus.
- Intermediet : Perdarahan terjadi dalam waktu 24 jam
setelah pembuluh terputus
- Sekunder : Perdarahan yang terjadi dalam
waktu lebih dari 24 jam setelah pembuluh darah terputus
c. Berdasarkan letak terjadinya perdarahan
- Arteri
- Vena
- Kapiler
d. Berdasarkan sifat dan besarnya
- Perdarahan kecil (1 – 2 mm) pada kulit, membran mukosa
atau permukaan serosa, disebut pticheae. Biasanya disertai
dengan tekanan intravaskular lokal, penurunan trombosit,
gangguan fungsi trombosit, defisiensi faktor pembekuan.
- Perdarahan sedikit lebih besar (3 – 5 mm) disebut purpura,
merupakan konfluensi pada pticheae maupun ekimosis.
Terjadi inflamasi pembuluh darah pada trauma.
- Hematom subkutan (1 – 2 cm) disebut ekimosis, merupakan
ekstravasasi darah pada kulit. Terjadi fagositosis eritrosit
oleh makrofag.
- Penumpukan darah dalam jumlah besar pada satu rongga,
penamaan sesuai dengan rongga yang terisi darah
contohnya hemotoraks, hemoperikardium,
hemoperitoneum, hemartrosis.
Pada pasien dalam skenario, memar tergolong dalam
manifestasi klinis perdarahan berupa hematom subkutan,
sedangkan darah yang merembes termasuk dalam perdrahan
terbuka pada kapiler.

11. Bagaimanakah respon tubuh terhadap perdarahan yang terjadi?


Respon tubuh terhadap adanya perdarahan adalah dengan
melakukan mekanisme hemostasis dengan membentuk bekuan
darah. Urutan mekanisme hemostasis dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Fase Vaskuler
Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah,
rangsangan dari pembuluh darah yang rusak itu menyebabkan
dinding pembuluh berkontraksi sehingga dengan segera aliran
darah dari pembuluh darah yang pecah akan berkurang (terjadi
vasokontriksi). (Dian Ariningrum, 2013)
b. Fase Trombosit
Setelah fase vaskuler, akan diikuti oleh adhesi trombosit, yaitu
penempelan trombosit pada kolagen subendotel yang
distimulasi oleh Von Willebrand Factor (vWF) dan reseptor GP
Ib/IX (integrin). Kemudian, trombosit akan mensekresi
kalsium, ADP serta tromboksan A2 yang berasal dari
pengubahan asam arakhidonat oleh cyclooxygenase. ADP
(adenosin difosfat) kemudian dilepaskan oleh trombosit,
ditambah dengan tromboksan A2 menyebabkan terjadinya
agregasi (penempelan trombosit satu sama lain). Proses aktivasi
trombosit ini terus terjadi sampai terbentuk sumbat trombosit,
disebut juga hemostasis primer. Sumbat yang dihasilkan masih
bersifat labil dan akan distabilkan dengan fibrin dalam fase
koagulasi. Pada mekanisme ini juga berperan reseptor GP
IIb/IIIa (Gambar 1). (Dian Ariningrum, 2013)
Gambar 1. Fase trombosit hemostasis (Dian Ariningrum, 2013)

c. Fase Koagulasi
Fase koagulasi termasuk dalam proses hemostasis sekunder.
Fase ini berlangsung melalui mekanisme yang disebut kaskade
koagulasi (Gambar 2). Kaskade koagulasi meliputi tiga jalur:
1) Jalur Ekstrinsik
Jalur ini merupakan pemicu utama koagulasi. Diawali
dengan FIII (tromboplastin jaringan) yang dilepas oleh
jaringan yang rusak. Pelepasan FIII ini akan mengaktifkan
FVII, yang kemudian FVII aktif akan digunakan pada jalur
intrinsik.
2) Jalur Intrinsik
Jalur intrinsik dipicu oleh adanya paparan kolagen. Dimulai
dengan pengaktifan FXII menjadi FXIIa oleh kolagen dan
aktivator lain (PK, HMWK). Selanjutnya, FXIIa dengan
bantuan ion Ca2+ akan mengaktifkan FXI menjadi FXIa,
yang akan mengaktifkan FIX dengan bantuan ion Ca2+, FIII,
dan FVII yang berasal dari jalur ekstrinsik. FIXa bersama
dengan kompleks tenase (FVIIIa, FIXa, Ca2+, fosfolipid)
akan mengaktifkan FX. FX yang telah aktif (FXa) kemudian
akan masuk ke jalur bersama.
3) Jalur Bersama
FX bersama kompleks protrombinase (FVa, Platelet Factor-
3 (PF3), FXa, Ca2+, fosfolipid (PL)) mengubah protrombin
(FII) menjadi trombin. Trombin yang terbentuk akan
mengubah fibrinogen menjadi fibrin monomer yang belum
stabil, yang masih larut di dalam plasma. Trombin juga
mengaktifkan FVIII, FV, dan FXIIIa bersama dengan Ca2+,
yang akan mengubah fibrin monomer menjadi fibrin polimer
yang stabil. (Dian Ariningrum 2013)

Gambar 2. Kaskade koagulasi (Dian Ariningrum, 2013)

d. Sistem Fibrinolitik
Selanjutnya apabila sudah tidak dibutuhkan lagi, bekuan darah
akan dilisiskan melalui proses fibrinolitik (Gambar 3). Sistem
fibrinolitik berguna untuk menjaga keseimbangan hemostasis.
Proses ini dimulai dengan adanya proaktivator plasminogen
yang kemudian dikatalis menjadi aktivator plasminogen dengan
adanya enzim streptokinase, kinase jaringan, serta faktor XIIa.
Selanjutnya plasminogen akan diubah menjadi plasmin dengan
bantuan enzim seperti urokinase. Plasmin inilah yang akan
mendegradasi fibrinogen/fibrin menjadi fibrin degradation
product. (Dian Ariningrum, 2013)

Gambar 3. Proses fibrinolitik (Dian Ariningrum, 2013)

12. Apa sajakah jenis-jenis screening hemostasis yang berhubungan


dengan skenario dan bagaimana prosedurnya?
Pemeriksaan Screening hemostasis terdiri dari pemeriksaan
darah lengkap, evaluasi darah apus, waktu perdarahan,
prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time
(aPTT), dan agregasi trombosit.

1. Pemeriksaan darah lengkap


Pemeriksaan darah lengkap terdiri dari beberapa jenis
parameter pemeriksaan, yaitu Hemoglobin, Hematokrit,
Leukosit (White Blood Cell / WBC), Trombosit (platelet),
Eritrosit (Red Blood Cell / RBC), Indeks Eritrosit (MCV,
MCH, MCHC), Laju Endap Darah atau Erithrocyte
Sedimentation Rate (ESR), Hitung Jenis Leukosit (Diff Count),
Platelet Disribution Width (PDW), Red Cell Distribution Width
(RDW).
2. Evaluasi darah apus
Evaluasi darah apus berguna untuk menentukan trombosit,
leukosit, eritrosit, dan untuk hitung jenis. (Syamsunir Adam,
1992)
3. Waktu Perdarahan
Cukup sensitif untuk menilai defisiensi fibrinogen atau adanya
hambatan terhadap thrombin. Berguna untuk pemeriksaan
fungsi trombosit abnormal, misalnya pada defisiensi factor vW.
Nilai normalnya antara 14-16 detik.
4. Prothrombin Time (PT)
Untuk mengukur factor VII, X, V, protrombin dan fibrinogen.
Nilai normalnya 10-14 detik. PT sering diekspresikan sebagai
INR (International Normalized Ratio).
5. Activated Partial Thromboplastin Time (aPTT)
Mengukur factor VIII, IX, XI, dan XII, selain factor V, X,
protrombin dan fibrinogen. Nilai normal aPTT antara 30-40
detik.
6. Tes Agregasi Trombosit
Tes agregasi trombosit atau tes fungsi trombosit adalah suatu
proses yang menyebabkan trombosit saling melekat satu sama
lain. Pemeriksaan agregasi trombosit berfungsi untuk
mengevaluasi faal trombosit, terutama pada pasien dengan
jumlah trombosit yang normal tetapi disertai dengan perdarahan
atau pasien dengan trombosit normal dengan kecenderungan
mengalami trombosis. Obat-obatan yang dapat mempengaruhi
agregasi trombosit meliputi obat golongan anti inflamasi non
steroid, aspirin, amitriptilin, chlorpromazine, chloroquine,
cyprohepatadine, dextran, beta bloker, furosemide, heparin,
sefalosporin, kortikosteroid, promethazine, ibuprofen,
imipramine, clofibrate, antidepresan trisiklik dan berbagai
suplemen diet seperti ginkobiloba dan panax ginseng.
13. Bagaimanakah indeks normal screening hemostasis dan
interpretasi hasilnya?
1. Hitung trombosit
 Nilai normal: 150.000-400.000/ml
Trombositosis (jumlah trombosit meningkat) biasanya
terjadi pada penyakit polisitemia vera, idiopatik
trombositemia, kronik mielogenik leukemia, dan
splenektomi. Sedangkan pada saat jumlah trombosit turun
atau trombositopenia biasa terjadi pada penyakit
trombositopenia purpura, anemia aplastik, leukemia akut,
Gaucher’s disease, anemia pernisiosa dan kadang-kadang
post terapi radiasi dan obat-obatan.
2. Evaluasi darah apus
Kelainan morfologi trombosit meliputi:
 Megakarioblast: ukuran 20-45 u. Sitoplasma sangat
basofilik, tidak mengandung granula dan pinggirnya
berjumbai. Nukleus sering tetraploid/oktapoid, kromatin
halus dengan 1-2 nukleus tersembunyi disertai sentrofer
kecil.
 Promegakariosit: Ukuran besar, polipoid. Sitolasma
basofilik lemah, mengandung granula azurofilik berwarna
biru kemerahan (menunjukkan aktivitas trombopoetik).
Nucleus tak berlobus, kromatin saling bertautan dengan
nucleus.
 Megakariosit: merupakan sel hemapoetik terbesar dalam
sumsum tulang normal. Sitoplasma mengandung banyak
granula azurofilik halus, yang kemudian melepaskan diri
dan membentuk trombosit. Nukleus banyak.
3. Waktu perdarahan
 Nilai normal: 1-6 menit
 Waktu perdarahan dipengaruhi oleh fungsi trombosit,
gangguan pembuluh darah tertentu dan von Willebrand
Disease – bukan oleh faktor koagulasi lain seperti
hemofilia. Penyakit yang menyebabkan perpanjangan
waktu pendarahan meliputi trombositopenia, koagulasi
intravascular diseminata (DIC), penyakit Bernard-Soulier,
dan Glanzmann yang tromboastenia. Inhibitor
siklooksigenase dan aspirin dapat memperpanjang waktu
perdarahan secara signifikan. Sementara warfarin dan
heparin memiliki efek besar terhadap faktor koagulasi,
peningkatan waktu perdarahan kadang-kadang terlihat
dengan penggunaan obat ini juga. Orang dengan penyakit
von Willebrand biasanya mengalami peningkatan waktu
perdarahan. Faktor von Willebrand adalah protein adhesi
platelet, tetapi hal ini tidak dianggap sebagai tes diagnostik
yang efektif untuk kondisi ini. Hal ini juga berkepanjangan
dalam hypofibrinogenemia.
4. Prothrombin Time (PT)
 Nilai Normal : 10-14 detik
 Perpanjangan PT sebagai akibat dari kekurangan vitamin K,
terapi warfarin, malabsorpsi, atau kurangnya kolonisasi
usus oleh bakteri (misalnya pada bayi yang baru lahir).
Selain itu, kekurangan sintesis factor VII (karena penyakit
hati) atau peningkatan konsumsi (pada disseminated
intravascular koagulasi) dapat memperpanjang PT.
 INR biasanya digunakan untuk memantau pasien pada
warfarin atau terapi antikoagulan oral yang terkait. Kisaran
normal untuk orang yang sehat tidak menggunakan warfarin
adalah 0,9-1,3, dan bagi orang-orang dengan terapi warfarin
NR dari 2,0-3,0 biasanya ditargetkan, meskipun target INR
mungkin lebih tinggi dalam situasi tertentu, seperti bagi
mereka dengan katup jantung mekanik. Jika INR luar
kisaran target, sebuah INR tinggi menunjukkan risiko yang
lebih tinggi perdarahan, sementara INR rendah
menunjukkan risiko lebih tinggi mengalami penggumpalan
darah.
5. Activated Partial Thromboplastin Time (aPTT)
 Nilai Normal: 30-40 detik
 Kisaran referensi khas adalah antara 30 detik dan 50 detik
(tergantung pada laboratorium). Pemendekan aPTT
dianggap memiliki sedikit relevansi klinis, tetapi beberapa
penelitian menunjukkan bahwa mungkin meningkatkan
risiko tromboemboli. Normalnya aPTT memerlukan
kehadiran faktor koagulasi berikut: I, II, V, VIII, IX, X, XI,
XII. Khususnya, kekurangan faktor VII atau XIII tidak akan
terdeteksi dengan tes PTT. APTT berkepanjangan dapat
menunjukkan:
- Penggunaan heparin (atau kontaminasi sampel)
- Antibodi antifosfolipid (terutama lupus anticoagulan,
yang paradox meningkatkan kecenderungan untuk
trombosis)
- Defisiensi faktor pembekuan (misalnya hemofilia)
- Sepsis – koagulasi faktor konsumsi
6. Agregasi Trombosit
Nilai rujukan pemeriksaan agregasi trombosit dengan
adenosine difosfat pada orang Indonesia dewasa normal di
Jakarta dengan memakai alat Chrono-Log 490 menggunakan
ADP 1,2,5 dan 10 μM berturut-turut 3-15%, 11-36%, 25-68%
dan 49-84%. (R. Wirawan, 2011)

14. Apa sajakah indikasi dilakukannya pemeriksaan screening


hemostasis?
a. Masa perdarahan : digunakan untuk menilai fungsi trombosit
dan vaskular. Nilai normal 2-9,5 menit. Memanjang pada
trombositopenia, trombositopati, penyakit von willebrand,
ingesti aspirin, terapi antikoagulan, dan uremia.
b. Hitung trombosit : untuk menilai konsentrasi trombosit. Nilai
normal 150.000-400.000/mm³ . menurun pada ITP dan
keganasan sumsum tulang. Meningkat pada permulaan
gangguan mieloproliferatif, memanjang pada perdarahan akibat
obat-obatan dan agen kemoterapeutik.
c. Reaksi pembekuan : untuk menilai kecukupan trombosit untuk
membentuk bekuan fibrin. Bekuan akan beretraksi sampai
menjadi ½ dari ukuran semula dalam 1 jam, menjadi bekuan
padat dalam 24 jam jika tidak diganggu. Retraksi bekuan buruk
pada trombositopenia dan polisitemia, lisis bekuan pada
fibrinolisis.
d. Waktu pembekuan Lee White (koagulasi) : untuk menilai
mekanisme koagulasi. Normal 6-12 menit. Memanjang pada
defisiensi faktor koagulasi, pada terapi antikoagulan yang
berlebihan, dan antibiotik tertentu. Menurun dengan terapi
kortikosteroid.
e. Internatioal normalized ratio (INR) : sebagai standardisasi
waktu protrombin. Pencegahan dan pongobatan trombus vena
2,0-3,0. Digunakan sebagai penuntun untuk terapi antikoagulan
oral yang diresepkan.
f. Waktu protrombin (PT) : untuk mengukur jalur pembekuan
ekstrinsik dan biasa. Normal 11-16 detik. Memanjang pada
defisiensi faktor VII,X, dan fibrinogen, terapi dikumarol yang
berlebihan, penyakit hati berat, dan defisiensi vitamin K.
g. Waktu tromboplastin parsial teraktivasi (APTT) : untuk
mebgukur jalur pembekuan ekstrinsik dan bersama. Normal 26-
42 detik. Memanjang pada defisiensi faktor VIII sampai XII
dan fibrinogen, pada terapi antikoagulan di dalam sirkulasi,
pada penyakit hati dan DIC, dan defisiensi vitamin K.
h. Waktu trombin (TT) : mengukur pembentukan fibrin dari
fibrinogen. Normal 10-13 detik. Memanjang pada kadar
fibrinogen rendah, DIC dan penyakit hati, terapi antikoagulan
dan disproteinemia.
i. Tes pembentukan tromboplastin (TGT) : untuk mengukur
pembentukan tromboplastin. Normal 12 detik atau kurang.
Memanjang pada trombositopenia, defisiensi faktor VIII
sampai XII, dan antikoagulan dalam sirkulasi.
j. Tes D-dimer : mengukur pemecahan produk bekuan fibrin
plasma. Normal <500. Meningkat pada DIC, emboli paru,
infark terapi trombolitik, pembedahan, trauma.
k. Tes agregasi trombosit : untuk tes fungsi trombosit. Trombosit
mengalami agregasi dalam waktu tertentu jika terpajan dengan
zat-zat seperti adenin difosfat, kolagen, epinefrin. Agregasi
berkurang atau tidak ada pada trombastenia, ingesti aspirin,
gangguan mieloproliferatif, penyakit hati berat, disproteinemia,
penyakit von willebrand. (Price and Wilson, 2012)

15. Apa sajakah jenis-jenis obat hemostatik dan bagaimanakah


mekanisme kerja, indikasi, kontraindikasi serta efek samping
masing-masing obat?

Hemostatik adalah zat atau obat yang digunakan untuk


menghentikan perdarahan yang pemberiannya disesuaikan dengan
patogenesis perdarahan (Dewoto, R. Dedi , 2012).

Obat hemostatik dibedakan menjadi dua yaitu hemostatik lokal


dan hemostatik sistemik .

1) Hemostatik lokal
a. Hemostatik serap
Mekanisme menghentikan perdarahan dengan membuat
suatu bekuan buatan atau memberikan jala serat yang
mempermudah pembekuan bila diletakkan langsung pada
tempat yang mengalami perdarahan. Indikasi diberikan pada
perdahan kecil seperti perdarahan kapiler tetapi tidak efektif
pada perdarahan arteri dan vena karena tekanann
intravaskuler besar. Yang termasuk hemostatik serap yaitu
spons gelatin, oksisel (selulosa oksida), dan busa fibrin
insani (human fibrin foam).
b. Astringen
Mekanisme kerja obat ini adalah mengendapkan protein
darah sehingga perdarahan berhenti. Indikasi diberikan pada
perdarahan kapiler tapi kurang efektif dibandingkan dengan
vasokonstriktor lokal. Termasuk obat ini adalah feri klorida,
nitras argenti, dan asam tanat.
c. Koagulan
Pada penggunaan lokal ada dua cara yaitu mempercepat
pembentukan trombin dari protrombin dan secara langsung
menggumpalkan fibrinogen.
- Aktivator protrombin : dapat dibuat dari jaringan otak
yang diolah secara kering dengan asetat. Beberapa racun
ular memiliki aktivitas tromboplastinyang dapat
menimbulkan pembekuan darah seperti Russel’s viper
venom. Indikasi pada hemostatik lokal sehabis ekstraksi
gigi pada pasien hemofilia
- Trombin : tersedia dalam bentuk bubuk dan larutan.
Tidak boleh diberikan melalui intravena karena dapat
menyebabkan emboli.
d. Vasokonstriktor
Indikasi mengatasi perdarahan pasca-bedah persalinan untuk
vasopresin, sedangkan untuk epinefrin dan norepinefrin
memiliki efek vasokonstriksi untuk menghentikan
perdarahan kapiler di permukaan.
2) Hemostatik sistemik
a. Faktor antihemofilik dan cryoprecipitate AHF
Adalah komponen darah non selular yang merupakan
konsentrat plasma tertentu yang mengandung fajtor VIII,
fibriogen dan faktor von willebrand. Indikasi pada pasien
hemofili A dan pasien yang darahnya mengandung
penghambat faktor VIII. Diberikan secara intravena dengan
dosis tunggal 15-20% unit/kgBB, perdarahan ringan 10
unit/kgBB, pasien hemofili pre-operasi 50% dari normal,
pascabedah 20-25% normal 7-10 hari. Efek samping
hepatitis virus, anemia hemolitik, hiperfibrinogenemia,
mennggigil, demam, dan reaksi hipersensitivitas atau alergi.
b. Kompleks faktor IX
Indikasi pada pasien hemofilia B atau pada pasien
perdarahan yang membutuhkan faktor yang dikadung untuk
menghentikan perdarahan. Sediaan ini mengandung faktor
II, VII, IX, dan X. Kontraindikasi pada pasien nonhemofilia.
Dosis tergantung keadaan pasien, satu unit/kgBB
meningkatkan aktivitas faktor IX 1,5% dan pada
pascaoperasi dibutuhkan 25-30% dari normal. Efek samping
trombosis, demam, sakit kepala, flushing, syok anafilaksis.
c. Desmopressin
Mekanisme meningkatkan kadar faktor VII dan vWF 4 kali
normal bersifat sementara. Indikasi hemostatik jangka
pendek pada pasien defisiensi faktor VIII ringan sampai
sedang, wanita karier asimtomatik dan pasien von willebrand
tipe 1. Digunakan secara iv dengan dosis 0,3 µg secara infus
15-30 menit. Efek samping sakit kepala, mual, flushing,
pembengkakan pada tempat suntikan, takikardi, trombosis,
hiponatremia, dan angina pada PJK. Kontraindikasi pada
pasien hipertensi dan jantung koroner.
d. Fibrinogen
Dapat ditentukan kebutuhannya apabila kadar fibrinogen
pasien diketahui. Diberikan pada pasien sebagai plasma,
cryoprecipitate faktor VIII, atau konsentrat faktor VIII.
e. Vitamin K
Sebagai hemostatik merangsang pembentukann faktor-
faktor pembekuan darah.
f. Asam aminokaproat
Indikasi diberikan pada adanya dugaan fibrinolisis
berlebihan, hematuria pascabedah, pasien hemofilia sebelum
dan sesudah ekstraksi gigi dan perdarahan lain karena trauma
di dalam mulut. Kontraindikasi pada pasien DIC karena
dapat menyebabkan pembentukan trombus yang bersifat
fatal. Diberikan secara oral dan iv dengan dosis oral 5-6 gram
peroral, infus secara iv lambat pada anak-anak 100mg/kgBB
tiap 6 jam untuk 6 hari. Efek samping pruritus, diare, ruam
kulit, mual, hidung tersumbat, eritema konjungtiva dan
trombosis.

g. Asam traneksamat
Indikasi sama dengan asam aminokaproat tapi 10 kali lebih
potent dan efek samping lebih ringan. Diberikan secara iv
dengan dosis 0.5-1 gram 2-3 kali sehari atau peroral 15
mg/kgBB diikuti 30 mg/kgBB tiap 6 jam.

Selain itu ada terapi pengganti faktor pembekuan yang


dilakukan untuk menghidari kecacatan fisik (terutama sendi)
sehingga pasien hemofilia dapat menjalankan aktivitas fisik secara
normal (Sudoyo, et al. 2009).

a. Konsentrat FVIII/FIX
Indikasi pada pasien hemofili A berat, ringan, sedang, dan
perdarahan yang membutuhkan FVIII. Ada dalam dua bentuk
yaitu prothrombin complex concentrate (PCC) yang berisi
faktor II, VII, IX, X dan dalam bentuk purified FIX concentrate
yang hanya berisi FIX tanpa konsentrasi lain. Dosis diberikan
berdasar rumus :
o Volume plasma (VP) = 40ml/kgBB x BB(kg)
FVIII/FIX yang diinginkan (U) =VP x (kadar yang diinginkan
(%)-kadar sekarang (%)) / 100
o FVIII yang diinginkan (U) = BB(kg) x kadar yang diinginkan
(%) / 2
FIX yang diinginkan (U) = BB(kg) x kadar yang diinginkan (%)

Purified IX concetrate lebih disukai dibanding PCC sebab PCC


dapat menyebabkan trombosis dan koagulasi intravena.

b. Antifibrinolitik
Mekanismenya yaitu menstabilkan bekuan atau fibrin dengan
cara menghambat fibrinolisis ysng dapat membantu pasien
dengan perdarahan mukosa mulut akibat ekstraksi gigi. Indikasi
pada pasien hemofilia B. Diberikan secara oral dan intravena
dengan dosis awal 200mg/kgBB diikuti 100mg/kgBB tiap 6
jam untuk bentuk epsillon aminocaproic acid (EACA). Untuk
asam traneksamat peroral 25 mg/kgBB dan iv 10mg/kgBB.
c. Terapi gen
Dengan perantara vektor retrovirus, adenovirus, dan
adenoassociated virus.
Untuk pengobatan ini hindari penyertaan obat seperti aspirin,
dypiridamol, clopidogrel & ticlopidine yang memiliki efek
antitrombosit dan obat-obatan seperti warfarin, heparin, hirudin,
direct trombin inhibitor, direct Xa inhibitor karena memiliki efek
antikoagulan.

16. Bagaimanakah penatalaksanaan pasien dalam skenario?


Pengobatan dan pencegahan yang dapat dilakukan untuk
penyakit hemophilia antara lain:
 Terapi suportif. Pengobatan rasional pada hemophilia adalah
menormalkan kadar faktor anti hemofilia yang kurang. Namun,
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
1. Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau
benturan.
2. Merencanakan suatu tindakan operasi serta
mempertahankan kadar aktivitas pembekuan darah sekitar
30-50%.
3. Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka
dilakukan tindakan pertama seperti Rest, Ice, Compression,
Elevation (RICE) pada lokasi perdarahan.
4. Pembertian kortikosteroid sangat membantu untuk
menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut yang
terjadi setelah serangan akut hemarthrosis. Pemberian
prednison 0.5-1mg/kg BB/hari selama 5-7 hari dapat
mencegah terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi
(arthrosis) yang mengganggu aktivitas harian serta
menurunkan kualitas hidup pasien hemofilia.
5. Pemakaian analgetika diindikasikan pada pasien
hemarthrosis dengan nyeri hebat dan sebaiknya dipilih
analgetika yang tidak mengganggu aggregasi trombosit.
6. Sebaiknya dilakukan rehabilitasi medic sedini mungkin
secara komprehensif dan holistic dalam sebuah tim, karena
keterlambatan pengelolaan akan menyebabkan kecacatan
dan ketidakmampuan baik fisik, okupasi maupun
psikososial dan edukasi.
 Terapi pengganti faktor pembekuan darah. Dilakukan 3 kali
seminggu untuk menghindari kecacatan fisik, terutama pada
sendi sehingga pasien hemophilia dapat melakukan aktivitas
normal. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan
antihemofilia yang cukup banyak dengan biaya yang tinggi.
 Konsentrat faktor VIII atau faktor IX. Pada hemofilia A berat
maupun hemophilia ringan dan sedang dengan episode
perdarahan yang serius membutuhkan koreksi faktor
pembekuan dengan kadar yang tinggi yang harus diterapi
dengan konsentrasi faktor VIII yang telah dilemahkan virusnya.
 Kriopresipitat AHF. Ini adalah suatu komponen darah non
seluler yang merupakan konsentrat plasma tertentu yang
mengandung faktor VIII, fibrinogen, dan faktor von
Willebrand. Efek samping yang dapat terjadi berupa reaksi
alergi dan demam.
 Terapi gen. Penelitian terapi gen dengan menggunakan vektor
retrovirus, adenovirus, dan adeno-associated virus memberikan
harapan baru bagi pasien hemofilia. Saat ini, sedang intensif
dilakukan penelitian in vivo dengan memindahkan vektor
adenovirus yang membawa gen antihemofilia ke dalam sel hati.
Gen faktor VIII relative lebih sulit dibandingkan gen faktor IX
karena ukurannya lebih besar; namun, akhir tahun 1998, para
ahli berhasil melakukan pemindahan plasmid-based factor VIII
secara ex vivo ke fibroblas.

17. Bagaimanakah mekanisme fibrinolisis?


Dijelaskan dalam pembahasan Learning Objective nomor 10.
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Dari hasil diskusi tutorial skenario ini didapatkan bahwa pasien


mengalami gangguan hemostastis herediter berupa hemofili. Hal ini
diperkuat dengan pasien yang masih anak-anak, laki-laki dengan
manifestasi klinik memar sewaktu kecil, perdarahan terus menerus pasca
operasi minor dan didapatkan keterangan bahwa sepupu pasien dengan
gejala serupa. Namun, untuk mendapatkan diagnosis pasti jenis penyakit
tersebut, dibutuhkan screening kelainan hemostasis berupa defisiensi faktor
pembekuan darah yang sulit diterapkan pada lingkup pelayanan primer.

B. Saran

Dari diskusi tutorial yang sudah dilakukan diharapkan mahasiswa


lebih aktif untuk mengungkapkan pendapat dan curah analisis. Peran ketua
diskusi sangat penting untuk memacu anggota kelompok untuk berdiskusi.
Selain itu dibutuhkan lebih lanjut pemahaman langkah seven jumps oleh
mahasiswa sehingga diskusi tutorial berjalan efektif dan terarah.
Diharapkan mahasiswa mampu menggali dan membahas seluruh LO
(Learning Objective) dengan mempersiapkan materi sejak awal pertemuan.
DAFTAR PUSTAKA

Tortora, G.J, Byan Derrickson. 2009. Principles of Anatomy And Physiology 12th
Edition. USA: John Wiley & Sons, Inc

Gunawan, S.G. 2009.Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Departemen Farmakologi


danTerapeutik FK UI. Jakarta

Guyton and Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing.

Sylvia A Price, Lorraine M Wilson. 2003.Patofisiologi konsep klinis proses-


proses penyakit edisi 6 volume 1. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai