Anda di halaman 1dari 86

ASKEP KEMASUKAN BENDA ASING PADA MATA DAN

A. PENDAHULUAN
Kemasukan benda asing adalah keadaan darurat dimana bagian tubuh seperti mata, hidung,
telinga dan mulut secara tidak sengaja (tidak diinginkan) atau disengaja kemasukan benda asing yang
dapat mengganggu sistem vital tubuh siapa saja dan kapan saja yang dapat menyebabkan kematian karena
kurangnya pengetahuan pertolongan pertama.
Cedera mata karena kemasukan benda asing merupakan masalah kesehatan melumpuhkan
Amerika yang signifikan.Dewan Riset Nasional melaporkan bahwa “Cedera mungkin adalah-diakui
utama masalah kesehatan paling bawah yang dihadapi bangsa saat ini. Studi cedera yang tak tertandingi
menyajikan peluang untuk mengurangi morbiditas dan untuk merealisasikan penghematan signifikan
dalam keuangan dan manusia baik istilah” American Medical Association Panduan untuk Evaluasi tingkat
permanen Penurunan penurunan permanen ke sistem visual pada sama tingkat hampir penurunan nilai
mengenai "seluruh manusia" ("kerugian total visi dalam satu mata setara dengan% Penurunan 25 dari
Visual System dan 24% Penurunan Manusia Utuh ")
Data dari Pusat Nasional untuk Statistik Kesehatan 'Health Interview Survey, yang dilakukan
pada tahun 1977, diperkirakan bahwa hampir 2,4 juta cedera mata terjadi di Amerika Serikat setiap
tahunnya. Laporan ini menghitung bahwa hampir satu juta orang Amerika memiliki visual penurunan
yang signifikan permanen karena cedera, dengan lebih dari 75% dari orang-orang yang monocularly
buta. cedera mata adalah penyebab utama kebutaan bermata di Amerika Serikat, dan kedua setelah
katarak sebagai penyebab paling umum dari gangguan penglihatan. USEIR memperkirakan bahwa
500.000 tahun kehilangan penglihatan terjadi setiap tahun di Amerika Serikat. Cedera adalah penyebab
utama untuk berhubungan perawatan rumah sakit-mata.
Begitu juga dengan keadaan gawat darurat terjadi karena bagian tubuh kita ini terletak menonjol
paling depan, makan bagian ini yang akan terbentur lebih dahulu. Juga karena adanya lubang pernapasan,
maka bila tersumbat atau terganggu akan menyebabkan gawat darurat pernapasan.
Disfungsi penciuman karena kemasukan benda asing dapat timbul dari berbagai penyebab dan
sangat dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Sekitar 2 juta orang Amerika mengalami beberapa
jenis disfungsi penciuman. Penelitian telah menunjukkan bahwa disfungsi penciuman mempengaruhi
setidaknya 1% penduduk di bawah usia 65 tahun, dan lebih dari 50% dari populasi lebih dari 65
tahun. Indera penciuman menentukan rasa makanan dan minuman dan juga berfungsi sebagai sistem
peringatan dini untuk mendeteksi bahaya lingkungan, seperti makanan basi, buruk dapat mempengaruhi
preferensi makanan, asupan makanan dan nafsu makan. Salah satunya trauma hidung . Meskipun fraktur
hidung adalah patah tulang wajah yang paling umum, mereka sering tidak diketahui oleh dokter dan
pasien.Pasien dengan hidung patah tulang biasanya hadir dengan beberapa kombinasi deformitas, nyeri,
perdarahan, edema, ecchymosis, ketidakstabilan, dan kertak, namun, fitur tersebut tidak mungkin ada atau
mungkin sementara.
Dari uraian diatas kelompok tertarik untuk menyusun tugas dengan mata kuliah komunitas pantai
yang berjudul asuhan keperawatan kemasukan benda asing pada mata dan hidung.

1. KONSEP-KONSEP KUNCI
a. Kajian Teori Kemasukan Benda Asing pada Mata
b. Pengkajian Asuhan Keperawatan Kemasukan Benda Asing pada Mata
c. Diagnosa Asuhan Keperawatan Kemasukan Benda Asing pada Mata
d. Intervensi Asuhan Keperawatan Kemasukan Benda Asing pada Mata
e. Evaluasi Asuhan Keperawatan Kemasukan Benda Asing pada Mata
f. Kajian Teori Kemasukan Benda Asing pada Hidung
g. Pengkajian Asuhan Keperawatan Kemasukan Benda Asing pada Hidung
h. Diagnosa Asuhan Keperawatan Kemasukan Benda Asing pada Hidung
i. Intervensi Asuhan Keperawatan Kemasukan Benda Asing pada Hidung
j. Evaluasi Asuhan Keperawatan Kemasukan Benda Asing pada Hidung

2. PETUNJUK
a. Pelajari materi BAB XIII dengan tekun dan disiplin.
b. Penyajian setiap bab meliputi : judul bab dan konsep-konsep kunci, petunjuk, kerangka isi, tujuan
pembelajaran umum, tujuan pembelajaran khusus, paparan materi, tugas dan latihan, rangkuman, dan
soal-soal akhir bab yang disertai dengan kunci jawaban.
c. Dalam uraian materi terdapat test sambil jalan. Test ini dapat menjadi tuntunan pembaca dalam
memahami uraian bahan ajar bagian demi bagian.
d. Kerjakan soal-soal latihan dan soal akhir bab dengan tekun dan disiplin.
e. Bacalah sumber-sumber pendukung untuk memperdalm pengetahuan dan wawasan anda.
f. Ikuti penyajian setiap bab tahap demi tahap.
g. Selamat belajar, semoga sukses.

3. TUJUAN PEMBELAJARAN
a. Tujuan Pembelajaran Umum
Mahasiswa mampu:
Untuk mendapatkan gambaran asuhan keperawatan kemasukan benda asung pada mata, hidung sehingga
dapat meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam asuhan keperawatan kemasukan benda asing pada
mata, hidung.

b. Tujuan Pembelajaran Khusus


Mahasiswa mampu:
1) Mengetahui kajian teori dari kemasukan benda asing pada mata, hidung
2) Mampu melakukan pengkajian pada askep kemasukan benda asing pada mata, hidung
3) Mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada askep kemasukan benda asing pada mata, hidung
4) Mampu membuat rencana keperawatan pada askep kemasukan benda asing pada mata, hidung
5) Mampu mengimplementasikan rencana keperawatan pada askep kemasukan benda asing pada mata,
hidung
6) Mampu mengevaluasi rencana keperawatan yang telah diimplementasikan pada askep kemasukan
benda asing pada mata, hidung

B. PENYAJIAN MATERI
KAJIAN TEORI KEMASUKAN BENDA ASING PADA MATA
a. Anatomi dan Fisiologi Mata
Secara garis besar anatomi mata dapat dikelompokkan menjadi empat bagian, dan untuk ringkasnya
fisiologi mata akan diuraikan secara terpadu. Keempat kelompok ini terdiri dari:
1) Palpebra
Dari luar ke dalam terdiri dari: kulit, jaringan ikat lunak, jaringan otot, tarsus, vasia dan konjungtiva.
Fungsi dari palpebra adalah untuk melindungi bola mata, bekerja sebagai jendela memberi jalan
masuknya sinar kedalam bola mata, juga membasahi dan melicinkan permukaan bola mata
2) Rongga mata
Merupakan suatu rongga yang dibatasi oleh dinding dan berbentuk sebagai piramida kwadrilateral dengan
puncaknya kearah foramen optikum. Sebagian besar dari rongga ini diisi oleh lemak, yang merupakan
bantalan dari bola mata dan alat tubuh yang berada di dalamnya seperti: urat saraf, otot-otot penggerak
bola mata, kelenjar air mata, pembuluh darah
3) Bola mata
Menurut fungsinya maka bagian-bagiannya dapat dikelompokkan menjadi:
Otot-otot penggerak bola mata
Dinding bola mata yang teriri dari: sclera dan kornea. Kornea kecuali sebagai dinding juga berfungsi
sebagai jendela untuk jalannya sinar.
Isi bola mata, yang terdiri atas macam-macam bagian dengan fungsinya masing-masing
4) Sistem kelenjar bola mata
Terbagi menjadi dua bagian:
Kelenjar air mata yang fungsinya sebagai penghasil air mata
Saluran air mata yang menyalurkan air mata dari fornik konjungtiva ke dalam rongga hidung

b. Pengertian
Corpus alienum adalah benda asing. Istilah ini sering digunakan dalam istilah medis. Merupakan salah
satu penyebab cedera mata yang paling sering mengenai sclera, kornea, dan konjungtiva. Meskipun
kebanyakan bersifat ringan, tetapi beberapa cedera bisa berakibat serius. Apabila suatu korpus alienum
masuk ke dalam bola mata maka biasanya terjadi reaksi infeksi yang hebat serta timbul kerusakan dari isi
bola mata dan terjadi iridocylitis serta panophthmitis. Karena itu perlu cepat mengenali benda asing
tersebut dan menentukan lokasinya didalam bola mata untuk kemudian mengeluarkannya.
Beratnya kerusakan pada organ-organ di dalam bola mata tergantung dari besarnya corpus alienum,
kecepatannya masuk, ada atau tidaknya proses infeksi dan jenis bendanya sendiri.Bila ini berada pada
segmen depan dari bola mata, hal ini kurang berbahaya jika dibandingkan dengan bila benda ini terdapat
di dalam segmen belakang. Jika suatu benda masuk ke dalam bola mata maka akan terjadi salah satu dari
ketiga perubahan berikut:
1) Mecanical effect
Benda yang masuk ke dalam bola mata hingga melalui kornea ataupun sclera. Setelah benda ini
menembus kornea maka ia masuk ke dalam kamera oculi anterior dan mengendap ke dasar. Bila kecil
sekali dapat mengendap di dalam sudut bilik mata. Bila benda ini terus, maka ia akan menembus iris dan
kalau mengenai lensa mata akan terjadi catarack, traumatic. Benda ini bisa juga tinggal di dalam corpus
vitreus. Bila benda ini melekat di retina biasanya kelihatan sebagai bagian yang dikelilingi oleh eksudat
yang berwarna putih serta adanya endapan sel-sel darah merah, akhirnya terjadi degenerasi retina.
2) Permulaan terjadinya proses infeksi
Dengan masuknya benda asing ke dalam bola mata kemungkinan akan timbul infeksi. Corpus vitreus dan
lensa dapat merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman sehingga sering timbul infeksi
supuratif. Juga kita tidak boleh melupakan infeksi kuman tetanus.
Terjadi perubahan-perubahan spesifik pada jaringan mata karena proses kimiawi (reaction of ocular
tissue)
c. Penyebab
Penyebab cedera mata pada permukaan mata adalah percikan kaca, partikel yang terbawa angin dan
ranting pohon.
d. Manifestasi Klinis
Setiap cedera pada permukaan mata biasanya menimbulkan perasaan ada sesuatu dimata. Gejala lainnya
adalah kepekaan terhadap cahaya, mata atau pembengkakan mata dan kelopak mata. Penglihatan bisa
menjadi kabur.
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan tajam penglihatan
Dengan menggunakan snellens chart dan test brigshtess dilakukan untuk mengetahui ketajaman
penglihatan, normalnya tajam penglihatan seseorang adalah 6/6, sedangkan pada pasien trauma mata
hanya 1/30.
2) Test onel
Dilakukan untuk mengetahui fungsi eksresi sistem lakrimel, normal bila terlihat adanya reaksi menelan
tetapi bila test anel negatif atau fungsi lakrimah tidak normal maka keadaan ini mudah sekali terjadi
infeksi, umumnya pada pasien trauma mata tes onelnya (-) karena saat itu sistem lakrimal akan lebih
banyak mengeluarkan air mata
3) Pemeriksaan lapang pandang
Dapat diperiksa dengancara konfrontasi yaitu dengancara meminta pasien untuk memejamkan salah satu
matanya dan memfokuskan motonya pada salah satu tempat atau satu titik dihadapinya, pada pasien
trauma mata pada bagian mata yang trauma maka lapang pandangnya agak sedikit kabur / berkurang,
namun pada mata yuang normal lapang pandangnya masih normal/jelas
4) Foto rontgen orbila
Foto rontgen orbita dilakukan untuk memastikan adanya benda asing di dalam mata, pada trauma mata
apabila terdapat benda asing yang masukke dalam mata maka akan terlihat dengan jelas.

f. Penatalaksanaan
1) Anamnesa kejadian trauma
2) Pemeriksaan tajam penglihatan kedua mata.
3) Pemeriksaan dengan optalmoskop
4) Pemeriksaan keadaan mata yang kena trauma
5) Bila ada perforasi lakukan pemeriksaan X-Ray orbita dengan PA dan lateral
6) Perawatan luka
7) Pengeluaran benda asing sesuai dengan fasilitas dan Rujuk ke rumah sakit pusat.
8) Benda asing di mata harus dikeluarkan. Agar benda asing terlihat lebih jelas dan untuk melihat adanya
goresan atau benda asing pada mata, bisa diberikan obat tetes mata khusus yang mengandung zat warna
flouresensi.Kemudian diberikan obat tetes mata yang mengandung obat bius untuk mematikan rasa
dipermukaan mata.Dengan menggunakan alat penerangan khusus, benda tersebut bisa dibuang oleh
dokter.Benda asing seringkali bisa diambil dengan menggunakan kapas steril yang lembab atau kadang
dengan mengguyur mata dengan air steril.
9) Jika benda asing menyebabkan goresan kecil pada permukaan kornea, diberikan salep antibiotik selama
beberapa hari. Goresan yang lebih besar memerlukan pengobatan tambahan. Pupil diusahakan tetap
melebar dengan pemberian obat, lalu dimasukkan antibiotik dan mata ditutup dengan plester. Sel-sel pada
permukaan mata berregenerasi dengan cepat, meskipun goresannya besar, penyembuhannya akan
berlangsung selama 1-3 hari.
10) Jika benda asing telah menembus ke lapisan mata yang lebih dalam, segera hubungi dokter spesialis
mata.

ASUHAN KEPERAWATAN KEMASUKAN BENDA ASING PADA MATA


a. Pengkajian
1) Identitas
Nama
Umur
Suku/ bangsa
Agama
Alamat
Pendidikan
Pekerjaan
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat penyakit: Jenis, bahan, jumlah, dan lama terkena rudapaksa, tindakan yang telah dilakukan oleh
klien sebelum dibawa ke rumah sakit
b) Psikososial: Pekerjaan yang dijalani, aktivitas yang dilakukan saat terkena benda asing
3) Dasar Data Pengkajian Pasien
Kebutuhan sehari-hari pasien sebelum terkena trauma mata dapat dilakukan secara mandiri tetapi
setelah mengalami trauma mata terdapat gangguan dan perubahan, seperti:
a) Tidur dan istirahat: adanya rasa nyeri pada mata sehingga mengakibatkan terganggunya aktivitas
istirahat / tidur
b) Personal hygiene: mandi, gosok gigi, BAB, BAK terganggu berhubungan dengan gangguan penurunan
dan rasa nyeri
c) Makanan / cairan: pasien dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung serat dan
menghindari rasa pedas
4) Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi
Adanya perdarahan, perubahan struktur konjungtiva, warna, dan memar
Kerusakan tulang orbita, krepitasi tulang orbita
Pelebaran pembuluh darah perikornea
Hifema
Robek kornea
Perdarahan dari orbita
Blefarospasmae
Pupil tidak bereaksi terhadap cahaya, struktur pupil robek
Tes fluoresens positif
Edema kornea
Nekrosis konjungtiva/sclera
Katarak
b) Palpasi
Adanya nyeri pada mata
5) Pemeriksaan Penunjang
Pada sebagian pasien saat dilakukan tes adaptasi gelap, terjadinya peningkatan tekanan darah dan
denyut nadi, pernapasan dan suhu, pada sinusitis dan benda asing yang lama dalam mata terjadi
peningkatan jumlah leukosit karena terjadi infeksi yang lama.

b. Diagnosa
1) Risiko perluasan cedera yang berhubungan dengan efek agens cedera (fisik, kimiawi)
2) Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis
3) Nyeri yang berhubungan dengan kerusakan jaringan mata.
4) Risiko ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan dengan kurang
pengetahuan, kurang sumber pendukung.
c. Intervensi
1) Risiko perluasan cedera yang berhubungan dengan efek agens cedera (fisik, kimiawi)
Subjektif :
a. Mengatakan terkena benda asing.
b. Mengatakan nyeri.
c. Mengatakan ingin selalu memegang daerah yang luka.
Objektif :
a. Memegang daerah mata.
b. Meringis dan wajah tegang.
c. Pemeriksaaan terdapat kerusakan struktur mata atau terdapat benda asing pada mata (edema kornea,
ablasi kornea, dll).
Tujuan :
Tidak terjadi kerusakan struktur yang berlanjut

Intervensi Rasional

-kaji kondisi luka yang terjadi dan -cedera fisik umumnya menetap, tidak
identifikasi penyebab cedera. Kaji tanda- akan merusak struktur lain kecuali ada
tanda atau keluhan yang mungkin muncul. manipulasi atau rudapaksa berikutnya.
Sementara itu, trauma kimia mungkin akan
terus berlanjut hingga beberapa saat setelah
mata terpajan zat kimia.

-anjurkan klien untuk tidak melakukan -zat kimia dapat menyebabkan pelunakan
penekanan pada mata, kecuali pada cedera organ. Penekanan fisik yang kuat dapat
dengan perdarahan. memperparah kerusak mata.

-lakukan irigasi pada mata yang mengalami -irigasi merupakan penanganan utama
trauma kimia, atau pada mata dengan terpenting pada trauma kimia untuk
perdarahan yang dicurigai terdapat benda mencegah kerusakan lebih lanjut.
yang tertinggal. Usahakan irigasi dilakukan dengan air
garam fisiologis, atau air biasa bila tidak
ada. Irigasi minimal dilakukan dengan
menggunakan satu liter air dan pada
trauma kimia alkali minimal dilakukan
segera hingga selama 60 menit
-tutup mata dengan perban penekan bila pascatrauma.
terjadi perdarahan. Tameng mata dapat
digunakan pada anak-anak yang agak besar. -luka yang mengalami perdarahan cukup
besar, disamping ditutup dengan plester,
penekanan dengan berat diharapkan dapat
menghentikan perdarahan. Pada anak yang
kurang kolaboratif dan cenderung
-anjurkan klien untuk melaporkan setiap mengucek mata sebaliknya dipasang
perubahan gejala awal. ditameng.

-perubahan gejala yang lebih parah


menunjukkan kerusakan meluas.
Blefarospasme, nyeri hebat, dan fotofobia
serta kekaburan mata menunjukkan
kerusakan struktur kornea. Penurunan
tajam penglihatan dan pandangan ganda
serta kehilangan lapang pandang parsial
(perifer) maupun total mungkin
menunjukkan kerusakan yang lebih dalam
(pada lensa dan retina). Hifema
menunjukkan perdarahan dalam bilik mata
depan.

2) Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis


Subjektif:
a. Menyatakan takut /khawatir terjadi kerusakan mata.
b. Menyatakan takut tidak bias melihat lagi.
Objektif :
a. Wajah tegang
b. Tanda vital meningkat
Tujuan :
Tidak terjadi kecemasan

Intervensi Rasional
-kaji derajat kecemasan, factor yang -umumnya factor yang menyebabkan
menyebabkan kecemasan, tingkat kecemasan adalah kurangya pengetahuan dan
pengetahuan dan ketakutan klien akan ancaman actual terhadap diri. Pada klien
penyakit. dengan glaucoma, rasa nyeri dan penurunan
lapang penglihatan menimbulkan ketakutan
utama.

-meningkatkan pemahamaan klien akan


-orientasikan tentang penyakit yang dialami penyakit. Jangan memberikan keamanan
klien, prognosis dan tahapan perawatan palsu seperti mengatakan penglihatan akan
yang akan dijalani klien. pulih atau nyeri akan segera hilang.
Gambarkan secara objektif tahap pengobatan,
harapan proses pengobatan, dan orientasi
pengobatan masa berikutnya.

-Menimbulkan rasa aman dan perhatian bagi


klien.
-berikan kesempatan pada klien untuk
bertanya tentang penyakitnya. -dukungan psikologis dapat berupa
penguatan tentang kondisi klien dalam
-beri dukungan psikologis. melibatkan diri dalam perawatan maupun
mengorientasikan bagaimana kondisi
penyakit yang sama menimpa klien yang
lain.

-mengurangi rasa ketidakefektifan dan


-terangkan setiap prosedur yang dilakukan, kecemasan yang terjadi.
jelaskan tahap perawatan yang akan
dijalani.

3) Nyeri yang berhubungan dengan kerusakan jaringan mata.


Subjektif :
Menyatakan nyeri pada mata
Objektif :
Wajah tegang, meringis.
Tujuan :
Nyeri berkurang, hilang atau terkontrol.

Intervensi Rasional
-kaji derajat nyeri setiap hari atau sesering -nyeri trauma umumnya menjadi keluhan
mungkin jika diperlukan. utama terutama nyeri akibat kerusakan kornea.

-nyeri disebabkan oleh efek kimiawi atau fisik


-terangkan penyebab nyeri dan benda dan nyeri dapat meningkat akibat
factor/tindakan yang dapat memprovokasi provokasi
nyeri. menekan mata terlalu kuat
gerakan mata tiba-tiba

-kompres dingin mungkin diperlukan pada


-lakukan kompres pada jaringan sekitar trauma fisik akut dan juka kondisi stabil(agak
mata. lama), dapat digunakan teknik kompres hangat
(jika tidak ada perdarahan).

-analgesik berfungsi untuk meningkatkan


ambang nyeri.
-kolaborasi pemberian analgesic.
-mengurangi nyeri dengan manipulasi dengan
manipulasi psikologis.
-ajarkan tindakan distraksi dan relaksasi
pada klien.

4) Risiko ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan dengan kurang


pengetahuan, kurang sumber pendukung.
Subjektif :
Menyatakan tidak tahu cara merawat mata
Tujuan:
Perawatan rumah berjalan efektifa

Intervensi Rasional
-kaji tingkat pengetahuan klien tentang -sebagai modalitas dalam pemberian
perawatan pascahospitalisasi. pendidikan kesehatan tentang perawatan
pulang.
-terangkan berbagai kondisi yang perlu -kondisi yang harus segera dilaporkan:
dikonsultasikan Nyeri pada dan disekitar mata, sakit kepala
menetap
Setiap nyeri yang tidak berkurang dengan
obat panggung nyeri
Nyeri disertai mata merah, bengkak, atau
keluar cairan, inflamasi dan cairan cairan dari
mata, ada pendarahan (hifema)
Demam tinggi
Perubahan ketajaman penglihatan, kabur,
pandangan ganda, selaput pada lapang
penglihatan, atau kehilangan sebagian/seluruh
lapang penglihatan.

-klien mungkin mendapatkan obat tetes atau


salep (topical).

-meningkatkan rasa percaya, rasa aman, dan


-terangkan cara penggunaan obat-obatan.
mengeksplorasi pemahaman dan hal-hal yang
mungkin belum dipahami klien.
-berikan kesempatan bertanya.

-respons verbal untuk meyakinkan kesiapan


klien dalam perawatan pascahospitalisasi.

-kesiapan keluarga meliputi orang yang


-tanyakan kesiapan klien untuk perawatan
bertanggung jawab dalam perawatan,
pascahospitalisasi.
pembagian peran dan tugas serta penghubung
klien dan institusi pelayanan kesehatan.

-identifikasi kesiapan keluarga dalam


perawatan diri klien pascahospitalisasi.

d. Evaluasi
1) Risiko perluasan cedera yang berhubungan dengan efek agens cedera (fisik, kimiawi):
a. Klien berpartisipasi dalam perawatan.
b. Tidak timbul gejala yang menunjukkan kerusakan lebih dalam.
2) Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis:
a. Klien mengungkapkan kecemasan minimal atau hilang.
b. Klien berpartisipasi dalam kegiatan pengobatan
3) Nyeri yang berhubungan dengan kerusakan jaringan mata:
a. Klien dapat mengidentifikasi penyebab nyeri
b. Klien menyebutkan factor-faktor yang dapat meningkatkan nyeri
c. Klien mampu melakukan tindakan mengurangi nyeri
4) Risiko ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan dengan kurang
pengetahuan, kurang sumber pendukung:
a. Klien mengungkapkan kecemasan minimal atau hilang
b. Klien berpartisipasi dalam kegiatan pengobatan

2) Nyeri akut b/d agen cidera fisik


Tujuan:
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tekhnik farmakologi untuk
mengurangi nyeri mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Intervensi Rasional
-Lakukan pengkajian nyeri secara -Nyeri memiliki karakterristik yang berbeda,
komprehensif termasuk lokasi, untuk menerangkan seberapa berat nyeri
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas yang dirasakan
dan factor presipitasi
-Berikan lingkungan yang tenang dan -Tindakan ini dapat menurunkan
tindakan kenyamanan, misal perubahan ketidaknyamanan fisik.
posisi, gosokan punggung, kompres
panas/dingin.
-Berikan aktivitas hiburan yang tepat. -Mengarahkan kembali perhatian,
memberikan distraksi dalam tingkat aktivitas
individu.
-Catat kemungkinan patofisiologi yang -Mengetahui adanya infeksi lain
khas seperti infeksi sinus.
-Observasi adanya tanda – tanda non -Mengetahui tanda umu dari pasien
verbal seperti ekspresi wajah

3) Risiko infeksi b/d trauma, pertahanan primer tak adekuat, penyakit sinusitis kronis
Tujuan:
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaannya
c. Jumlah leukosit dalam batas normal
d. Menunjukan perilaku hidup sehat

Intervensi Rasional
-Kaji tanda – tanda vital dengan sering. -Mengetahui kedaan umum pasien
Catat adanya penurunan TD, Nadi, RR,
dan peningkatan Suhu
-Catat adanya perubahan kesadaran -Mengetahui tingkat kesadaran pasien
-Pertahankan lingkungan aseptic selama -Mengurangi risiko infeksi
pemasangan alat
-Cuci tangan setiap dan sesudah tindakan -Menjaga sterilisasi dan mencegah terjadinya
keperawatan infeksi lewat tangan
-Inspeksi kulit dan membrane mukosa -Mengetahui perubahan tanda dan gejala
terhadap kemerahan, panas, drainase. infeksi

5) Risiko kekurangan volume cairan b/d kehilangan aktif : perdarahan massif


Tujuan:
a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal
b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa lembab,
tidak ada rasa haus yang berlebihan.
Intervensi Rasional
-Pertahankan catatan intake dan output -Mempertahankan keseimbangan volume
yang akurat cairan
-Monitor status hidrasi (kelembaban -Mengetahui adanya gejala kekurangan
membra mukosa, nadi adekuat, tekanan volume cairan
darah ortotastik)
-Hentikan perdarahan -Menjaga keseimbangan cairan
-Atur kemungkinan transfusi -Mengembalikan keadaan normal darah

d. Evaluasi
1) Gangguan sensori persepsi : penciuman bd perubahan sensori persepsi, perubahan penerimaan sensori,
stimulus lingkungan yang berlebihan
a. Penciuman pasien normal
b. Merasakan sensasi bau
2) Nyeri akut bd agen cidera fisik.
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tekhnik farmakologi untuk
mengurangi nyeri mencari bantuan).
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala intensitas, frekuensi dan tanda nyeri
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
3) Risiko infeksi bd trauma, pertahanan primer tak adekuat, penyakit sinusitis kronis.
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaannya
c. Jumlah leukosit dalam batas normal
d. Menunjukan perilaku hidup sehat.
4) Ketidakefektifan pola napas b/d nyeri, penyumbatan saluran napas bagian atas.
a. Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, Irama nafas, frekuensi nafas, dalam
rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
b. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi dan pernafasan)
5) Risiko kekurangan volume cairan bd kehilangan aktif: perdarahan massif
a. Urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal
b. Tekanan darah,nadi,suhu tubuh dalam batas normal
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan.

D. PENUTUP
RANGKUMAN
Secara garis besar anatomi mata dapat dikelompokkan menjadi empat bagian, dan untuk
ringkasnya fisiologi mata akan diuraikan secara terpadu. Keempat kelompok tersebut antara lain palpebra,
rongga mata, bola mata, sistem kelenjar bola mata. Corpus alienum adalah benda asing. Istilah ini sering
digunakan dalam istilah medis. Merupakan salah satu penyebab cedera mata yang paling sering mengenai
sclera, kornea, dan konjungtiva.
Jika suatu benda masuk ke dalam bola mata maka akan terjadi salah satu dari ketiga perubahan
dari mecanical effect dan permulaan terjadinya proses infeksi. Penyebab cedera mata pada permukaan
mata adalah percikan kaca, partikel yang terbawa angin dan ranting pohon. Setiap cedera pada permukaan
mata biasanya menimbulkan perasaan ada sesuatu dimata. Gejala lainnya adalah kepekaan terhadap
cahaya, mata atau pembengkakan mata dan kelopak mata. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
adalah pemeriksaan tajam penglihatan, test onel, pemeriksaan lapang pandang, foto rontgen orbila. Setiap
penatalaksanaan medis yang dilakukan pada pasien yang kemasukan benda asing pada mata, harus
dilaksanakan sesuai dengan teori. Diagnosa keperawatan yang ada pada pasien kemasukan benda asing
pada mata antara lain, risiko perluasan cedera yang berhubungan dengan efek agens cedera (fisik,
kimiawi), ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, nyeri yang
berhubungan dengan kerusakan jaringan mata, risiko ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik
yang berhubungan dengan kurang pengetahuan, kurang sumber pendukung.
Hidung adalah organ sederhana yang sebenarnya berfungsi sangat vital dalam kehidupan kita.
Selain sebagai indera penciuman, hidung juga ternyata berguna sebagai saringan (filter) terhadap debu
yang masuk bersama udara yang kita hirup. Hidung juga menjadi air conditioning system dengan cara
menghangatkan atau melembabkan udara yang masuk ke tubuh kita. Hidung luar berbentuk pyramid
dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah yaitu pangkal hidung, dorsum nasi, puncak hidung, ala nasi,
kolumela, lubang hidung.
Terkadang tanpa sengaja ada benda yang masuk kehidung. Benda asing disini biasanya
berupa biji – bijian yang kecil seperti jagung, kacang, dan juga kedelai, manic – manic, kapur barus,
nyamuk, lalat, kerikil, pasir dan lainnya. Benda asing seperti biji – bijian yang kecil seperti jagung,
kacang, dan juga kedelai, manic-manic, kapur barus, nyamuk, lalat, kerikil, pasir dan lainnya. Tanda dan
gejala yang kemungkinan terjadi antara lain hidung tersumbat sebelah, rasa pedas dan sakit dalam hidung,
hidung sampai berdarah, hidung pilek sebelah dan berbau disertai darah bila sudah lama kejadiannya.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan diagnostic dan laboratorium. Setiap
penatalaksanaan medis yang dilakukan pada pasien yang kemasukan benda asing pada hidung, harus
dilaksanakan sesuai dengan teori. Diagnosa keperawatan yang ada pada pasien kemasukan benda asing
pada hidung antara lain gangguan sensori persepsi : penciuman b/d perubahan sensori persepsi, perubahan
penerimaan sensori, stimulus lingkungan yang berlebihan, nyeri akut b/d agen cidera fisik, risiko infeksi
bd trauma, pertahanan primer tak adekuat, penyakit sinusitis kronis, ketidakefektifan pola napas b/d nyeri,
penyumbatan saluran napas bagian atas, risiko kekurangan volume cairan b/d kehilangan aktif:
perdarahan massif

E. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Asuhan Keperawatan. Available at:http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/2012/02/asuhan
keperawatan-gawat-darurat-pada_26.html. Diakses pada 9 September 2014
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Doenges E. Marilynn, Moorhouse F. Mary, Geissler C. Alice. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC,
Jakarta.
Huda Armin, Kusuma Hardhi. 2013. Aplikasi keperawatan berdasarkan diagnose medis dan NANDA NIC-NOC.
Edisi revisi jilid 2. Yogyakarta: Media
NANDA, 2005 – 2006 . Diagnosa Keperawatan : defenisi dan klasifikasi.Prima medika
Satria, Bayu. 2010. Asuhan Gawat Darurat pada Trauma Mata:http://www.bayusatria.web.id/2010/11/asuhan-
gawat-darurat-pada-mata-trauma.html. Diakses pada 8 September 2014
Sutawijaya, Bagus Risang. 2009. Gawat darurat Panduan Kesehatan Wajib di Rumah Anda. Yogyakarta : Aulia
Publishing
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN TRAUMA MATA
A. Menurut sebabnya, trauma mata terbagi atas:
1. Trauma tumpul atau kontusio yang dapat di sebabkan oleh benda tumpul, benturan atau ledakan di mana
terjadi pemadatan udara.
2. Trauma tajam, yang mungkin perforatif mungkin juga non perforatif, dapat juga di sertai dengan adanya
korpus alienum atau tidak. Korpus alienum dapat terjadi di intraokuler maupun ekstraokuler.
3. Trauma termis oleh jilatan api atau kontak dengan benda membara.
4. Trauma khemis karena kontak dengan benda yang bersifat asam atau basa.
5. Trauma listrik oleh karena listrik yang bertegangan rendah maupun yang bertegangan tinggi.
6. Trauma barometrik, misalnya pada pesawat terbang atau menyelam.
7. Trauma radiasi oleh gelombang pendek atau partikel-partikel atom (proton dan neutron).

B. Tauma tumpul yang terjadi dapat mengakibatkan beberapa hal, yaitu:


1. Hematoma palpebra
Adanya hematoma pada satu mata merupakan keadaan yang ringan, tetapi bila terjadi pada kedua mata ,
hati-hati kemungkinan adanya fraktur basis kranii.
Penanganan:
Kompres dingin 3 kali sehari.

2. Ruptura kornea
Kornea pecah, bila daerah yang pecah besar dapat terjadi prolapsus iris, merupakan suatu keadaan yang
gawat dan memerlukan operasi segera.

3. Ruptura membran descement


Di tandai dengan adanya garis kekeruhan yang berkelok-kelok pada kornea, yang sebenarnya adalah
lipatan membran descement, visus sangat menurun dan kornea sulit menjadi jernih kembali.
Penanganan:
Pemberian obat-obatan yang membantu menghentikan perdarahan dan tetes mata kortisol.
4. Hifema
Perdarahan dalam kamera okuli anterior, yang berasal dari pembuluh darah iris atau korpus siliaris,
biasanya di sertai odema kornea dan endapan di bawah kornea, hal ini merupakan suatu keadaan yang
serius.
Pembagian hifema:
a. Hifema primer, timbul segera oleh karena adanya trauma.
b. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
Hifema ringan tidak mengganggu visus, tetapi apabila sangat hebat akan mempengaruhi visus karena
adanya peningkatan tekanan intra okuler.
Penanganan:
Istirahat, dan apabila karena peningkatan tekanan intra okuli yang di sertai dengan glaukoma maka perlu
adanya operasi segera dengan di lakukannya parasintesis yaitu membuat insisi pada kornea dekat limbus,
kemudian di beri salep mata antibiotik dan di tutup dengan verband.
Komplikasi hifema:
a. Galukoma sekunder, di sebabkan oleh adanya penyumbatan oleh darah pada sudut kamera okuli
anterior.
b. Imhibisi kornea, yaitu masuknya darah yang terurai ke dalam lamel-lamel kornea, sehingga kornea
menjadi berwarna kuning tengguli dan visus sangat menurun.
Penanganan terhadap imhibisi kornea:
Tindakan pembedahan yaitu keratoplastik.

5. Iridoparese-iridoplegia
Adalah adanya kelumpuhan pada otot pupil sehingga terjadi midriasis.
Penanganan:
Berikan pilokarpin, apabila dengan pemberian yang sampai berbulan-bulan tetap midriasis maka telah
terjadi iridoplegia yang iriversibel.

6. Iridodialisis
Ialah iris yang pada suatu tempat lepas dari pangkalnya, pupil menjadi tdak bula dan di sebut dengan
pseudopupil.
Penanganan:
Bila tidak ada keluhan tidak perlu di lakukan apa-apa, tetapi jika ada maka perlu adanya operasi untuk
memfixasi iris yang lepas.

7. Irideremia
Ialah keadaan di mana iris lepas secara keseluruhan.
Penanganan secara konservatif adalah dengan memberikan kacamata untuk mengurangi silau.

8. Subluksasio lentis- luksasio lentis


Luksasio lentis yang terjadi bisa ke depan atau ke belakang. Jika ke depan akan menimbulkan glaukoma
dan jika ke belakang akan menimbulkan afakia. Bila terjadi gaukoma maka perlu operasi untuk ekstraksi
lensa dan jika terjadi afakia pengobatan di lakukan secara konservatif.

9. Hemoragia pada korpus vitreum


Perdarahan yang terjadi berasal dari korpus siliare, kare na bnayak terdapat eritrosit pada korpus siliare,
visus akan sangat menurun.
10. Glaukoma
Di sebabkan oleh kare na robekan trabekulum pada sudut kamera okuli anterior, yang di sebut “traumatic
angle” yang menyebabkan gangguan aliran akquos humour.
Penanganan di lakukan secara operatif.

11. Ruptura sklera


Menimbulkan penurunan teknan intra okuler. Perlu adanya tindakan operatif segera.

12. Ruptura retina


Menyebabkan timbulnya ablasio retina sehingga menyebabkan kebutaan, harus di lakukan operasi
Pengkajian dasar
1. Aktivitas dan istirahat
Perubahan dalam pola aktivitas sehari-hari/ hobi di karenakan adanya penurunan daya/ kemampuan
penglihatan.
2. Makan dan minum
Mungkin juga terjadi mual dan muntah kibat dari peningkatan tekanan intraokuler.
3. Neurosensori
Adanya distorsi penglihatan, silau bila terkena cahaya, kesulitan dalam melakukan adaptasi (dari terang
ke gelap/ memfokuskan penglihatan).
Pandangan kabur, halo, penggunaan kacamata tidak membantu penglihatan.
Peningkatan pengeluaran air mata.
4. Nyeri dan kenyamanan
Rasa tidak nyaman pada mata, kelelahan mata.
Tiba-toba dan nyeri yang menetap di sekitar mata, nyeri kepala.
5. Keamanan
Penyakit mata, trauma, diabetes, tumor, kesulitan/ penglihatan menurun.
6. Pemeriksaan penunjang
Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin mengalami penurunan akibat
dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan pada sistem suplai untuk retina.
Luas lapang pandang: mengalami penurunan akibat dari tumor/ massa, trauma, arteri cerebral yang
patologis atau karena adanya kerusakan jaringan pembuluh darah akibat trauma.
Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola mata (normal 12-25
mmHg).
Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler, papiledema,
retina hemoragi.
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:
1. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (tindakan pembedahan)
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi dengan kriteria: luka sembuh dengan cepat dan baik, tidak ada nanah, tidak ada
eritema, tidak panas.
Rencana:
a. Diskusikan dan ajarkan pada pasien pentingnya cuci tangan ysng bersih sebelum menyentuh mata.
b. Gunakan dan demonstrasikan tehnik yang benar tentang cara perawatan dengan kapas yang steril serta
dari arah yang dalam memutar kemudian keluar.
c. Jelaskan pentingnya untuk tidak menyentuh mata/ menggosok mata.
d. Diskusikan dan observasi tanda-tanda dari infeksi (merah, darinase yang purulen).
e. Kolaborasi dalam pemberian obat-obat antibiotik sesuai indikasi.
2. Penurunan sensori perceptual (penglihatan) berhubungan dengan adanya trauma, penggunaan alat
bantu terapi.
Tujuan:
Dengan penurunan penglihatan tidak mengalami perubahan/ injuri.
Rencana:
a. Kaji keadaan penglihatan dari kedua mata.
b. Observasi tanda-tanda dari adanya disorientasi.
c. Gunakan alat yang menggunkan sedikit cahaya (mencegah terjadinya pandangan yang kabur, iritasi
mata).
d. Anjurkan pada pasien untuk melakukan aktivitas yang bervariasi (mendengarkan radio, berbincang-
bincang).
e. Bantu pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
f. Anjurkan pasien untuk mencoba melakukan kegiatan secara mandiri.
3. Kurangnya pengetahuan (perawatan) berhubungan dengan keterbatasab informasi.
Tujuan:
Pasien dan keluarga memiliki pengetahuan yang memadai tentang perawatan.
Rencana:
a. Jelaskan kembali tentang keadaan pasien, rencana perawatan dan prosedur tindakan yang akan di
lakukan.
b. Jelaskan pada pasien agar tidak menggunakan obat tets mata secara senbarangan.
c. Anjurkan pada pasien gara tidak membaca terlebih dahulu, “mengedan”, “buang ingus”, bersin atau
merokok.
d. Anjurkan pada pasien untuk tidur dengan meunggunakan punggung, mengtur cahaya lampu tidur.
e. Observasi kemampuan pasien dalam melakukan tindakan sesuai dengan anjuran petugas
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis Company.

Junadi, Purnawan, 1982, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Price, Sylvia Anderson, 1985, Pathofisiologi Konsep klinik Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC.

Soeparman, 1990, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Asuhan Keperawatan Klien Dengan Trauma Mekanik Mata

Trauma mekanik pada mata sering menyebabkan kebutaan unilateral pada anak-
anak dan orang dewasa muda. Pada kelompok inilah trauma pada mata sering terjadi
(50%) yaitu umur kurang dari 18 tahun (di USA).
Meskipun mata telah mendapat perlindungan dari rongga orbita, rima orbita,
alis, tulang pipi dan hidung, lemak orbita, reflex mengedip, bulu mata, sekresi kelenjar
kelopak mata dan konjungtiva, juga dengan telah dibuatnya macam-macam alat untuk
melindungi mata, tetapi frekwensi kecelakaan masih tinggi. Terlebih - lebih dengan
bertambah banyaknya kawasan industri, kecelakaan akibat pekerjaan bertambah
banyak pula, juga dengan bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya
bertambah pula, belum terhitung kecelakaan akibat perkelahian, yang juga mengenai
mata. Pada anak-anak kecelakaan mata biasanya terjadi akibat main panahan, ketepel,
senapan angin atau akibat lemparan, tusukan dari gagang mainan.
Sebaiknya bila ada trauma mekanik mata segera dilakukan pemeriksaan dan
pertolongan karena kemungkinan fungsi penglihatan masih dapat dipertahankan.
Adapun pemeriksaan - pemeriksaan yang diperlukan :
1. Anamnesa
Kapan, dimana, ada saksi atau tidak, bagaimana visus sebelum trauma, penderita
memakai kacamata atau tidak, kalau memakai kacamata pecah atau tidak,apakah ada
benda asing masuk pada mata atau tidak.
2. Status Lokalis
Dilakukan pemeriksaan pada setiap jaringan mata secara teliti dan cermat serta
keadaan sekitar mata.
Trauma mekanik pada mata dibedakan ada 2 macam yaitu :
1). Trauma mekanik tumpul
2). Trauma mekanik tajam.

I. Trauma Mekanik Tumpul


Gelombang tekanan akibat trauma menyebabkann tekanan yang sangat tinggi
dalam waktu singkat didalam bola mata. Tekanan dalan bola mata ini akan menyebar
antara cairan vitreus dan sclera yang tidak elastis. Akibatnya terjadi peregangan dan
robeknya jaringan pada tempat dimana ada perbedaan elastisitas, misal daerah limbus,
sudut iridocorneal, ligamentum zinni dan corpus ciliaris.
Respon jaringan akibat trauma menimbulkan : 1). Gangguan molekuler. Dengan
adanya perubahan patologi akan menyebabkan kromatolisis sel. 2). Reaksi Pembuluh
darah. Reaksi pembuluh darah ini berupa vasoparalisa sehingga aliran darah menjadi
lambat, sel endotel rusak, cairan keluar dari pembuluh darah maka terjadi edema. 3).
Reaksi Jaringan. Reaksi Jaringan ini biasanya berupa robekan pada cornea, sclera dan
sebagainya.

A. Palpebra
1. Perdarahan di palpebra = ecchymosis, black eye
Pada perdarahan hebat, palpebra menjadi bengkak dan berwarna kebiru-biruan,
karena jaringan ikat palpebra halus, perdarahan ini dapat menjalar ke jaringan lain di
muka, juga dapat menyeberang melalui pangkal hidung ke mata yang lain menimbulkan
hematom kacamata (bril hematom) atau menjalar ke belakang menyebabkan
eksofthalmos. Bila ecchymosisi tampak segera sesudah trauma, menunjukkan bahwa
traumanya hebat, oleh karenanya harus dilakukan pemeriksaan seksama dari bagian
mata yang lainnya. Juga perlu pemeriksaan foto rontgen tengkorak.
Bila tak terdapat kelainan mata lainnya dapat diberikan kompres dingin dan 24
jam kemudian kompres hangat untuk mempercepat resorpsi, disamping obat
koagulansia. Bila perdarahan timbul 24 jam setelah trauma, menunjukkan adanya
fraktura dari dasar tengkorak. Dari waktu antara trauma terjadi sampai timbulnya
ecchymosis dapat diketahui kurang lebih letak fraktura tesebut. Kalau perdarahannya
timbul 3 - 4 hari setelah trauma, maka frakturanya terletak di belakang sekali.

2. Emfisema palpebra
Menunjukkan adanya fraktura dari dinding orbita, sehingga timbul hubungan
langsung antara ruang orbita denga ruangan hidung atau sinus- sinus sekeliling orbita.
Sering mengenai lamina papyricea os ethmoidalis, yang merupakan dinding medial dari
rongga orbita, karena dinding ini tipis.
Pengobatan : berikan balutan yang kuat untuk mempercepat hilangnya udara
dari palpebra dan dinasehatkan jangan bersin atau membuang ingus karena dapat
memperhebat emfisemanya. Kemudian disusul dengan pengobatan dari frakturanya.

3. Luka laserasi di palpebra


Bila luka ini hebat dan disertai dengan edema yang hebat pula, jangan segera
dijahit, tetapi bersihkanlah lukanya dan tutup dengan pembalut basah yang steril. Bila
pembengkakannya telah berkurang, baru dijahit. Jangan membuang banyak jaringan,
bila tidak perlu. Bila luka hebat, sehingga perlu skingraft, yang dapat diambil dari kulit
retroaurikuler, brachial dan supraklavikuler.

4. Ptosis
Kausa : - parese atau paralise m. palpebra superior (N. III.)
- pseudoptosis, oleh karena edema palpebra
Bila ptosisnya setelah 6 bulan pengobatan denga kortikosteroid dan neurotropik tetap
tak menunjukka perbaikan, mak dilakukan operasi.
B. Konjungtiva
1. Perdarahan subkonjungtiva
Tampak sebagai bercak merah muda atau tua, besar, kecil tanpa atau dsertai
peradangan mata.
Pengobatannya, simptomatis dengan Sulfazinci, antibiotika bila taku terkena
infeksi. Perdarahannya sendiri dapat diabsorbsi dalam 1 – 2 minggu, yang dapat
dipercepat dengan pemberian kompres hangat selam 10 menit setiap kali. Kompres
hangat jangan diberikan pada hari pertama, karena dapat memperhebat
perdarahannya, pada waktu ini sebaiknya diberikan kompres dingin.

2. Edema
Bila masif dan terletak sentral dapat mengganggu visus. Kondisi ini dapat diatasi
dengan jalan reposisi konjungtiva atau menusuk konjungtiva sehingga terjadi jalan
untuk mengurangi edema tersebut. Dapat juga dibantu dengan cairan saline yang
hipertonik untuk mempercepat penyerapan.

3. Laserasi
Bila laserasi sedikit ( < 1 cm) dapat diberi antibiotika untuk membatasi
kerusakan. Daya regenerasi epitel konjungtiva yang tinggi sehingga akan tumbuh dalam
beberapa hari. Bila > 1 cm dijahit dan diberikan antibiotika.

C. Kornea
1. Erosi Kornea
Bila pennderita mengeluh nyeri, photofobi, epifora, blefarospasme, perlu kita
lakukan pemeriksaan pengecatan fluorescein. Bila (+) berarti sebagian kornea tampak
hijau yang berarti ada suatu lesi atau erosi kornea. Pengobatan dengan bebat mata dan
diharapkan 1 - 2 hari terjadi penyembuhan. Bila erosi luas maka perlu tambahan
antibiotika.
2. Edema Kornea
Dapat berupa edema yang datar atau edema yang melipat dan menekuk ke dalam
masuk ke membran bowman dan descemet. Pengobatan dengan bebat mata dan
antibiotika, kadang-kadang diperlukan lensa kontak untuk melindungi kornea pada fase
penyembuhan.

D. Bilik Mata Depan


1. Hifema
Perdarahan ini berasal dari iris atau badan siliar. Merupakan keadaan yang
gawat. Sebainya dirawat, Karena takut timbul perdarahan sekunder yang lebih hebat
daripada perdaran primer, yang biasanya timbul hari kelima setelah trauma.
Perdarahan sekunder ini terjadi karena bekuan darah terlalu cepat diserap, sehingga
pembuluh darah tak mendapat waktu cukup untuk regenerasi kembali, dan
menimbulkan perdarahan lagi. Adanya darah di dalam bilik mata depan, dapat
menghambat aliran aquos ke dalam trabekula, sehingga dapat menimnbulkan galukoma
sekunder. Hifema dapat pula menyebabkan uveitis. Darah dapat terurai dalam bentuk
hemosiderin, yang dapat meresap masuk ke dalam kornea, menyebabkan kornea
berwarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisio kornea. Jadi penyulit yang
harus diperhatikan pada hifema adalah : glaucoma sekunder, uveitis dan hemosiderosis
atau imbibisio kornea. Hifema dapat sedikit dapat pula banyak. Bila sedikit ketajaman
penglihatan mungkin masih baik dan tekanan intraokuler normal. Perdarahan yang
mengisi setengah bilik mata depan, dapat menyebabkan gangguan visus dan kenaikan
tekanan intraokuler, sehingga mata terasa sakit oleh glaukomanya. Jika hifemanya
mengisi seluruh bilik mata depan rasa sakit bertambah dan visus lebih menurun lagi,
karena tekanan intraokulernya bertambah pula.
Pengobatan: Harus masuk rumah sakit. Istirahat ditempat tidur dengan elevasi
kepala 30 – 45 derajat. Kepala difiksasi dengan bantal pasir dikedua sisi, supaya tak
bergerak. Keadaan ini harus dipertahankan minimal 5 hari. Pada anak-anak mungkin
harus diikat tangan dan kakinya ditempat tidur. Kedua mata ditutup, atau dapat pula
mata yang sakit saja yang ditutup. Beri salep mata, koagulansia. Bila terisi darah segar,
berikan antifibrinolitik, supaya bekuan darah tak terlalu cepat diserap, untuk memberi
kesempatan pembuluh darah menyembuh, supaya tak terjadi perdarahan sekunder.
Pemberiannya tak boleh melewati 1 minggu, karena dapat mengganggu aliran humor
aquos, menimbulkan glaucoma dan imbibisio kornea. Dapat diberikan 4 kali 250 mg
transamic acid. Selama dirawat yang perlu dipehatikan adlah hifema penuh atau tidak,
tekanan intraokuler naik atau tidak, fundus terlihat atau tidak.Hifema yang penuh
dengan kenaika intra okuler, perlu pemberian diamox, gliserin yang harus dinilai dalam
24 jam. Jika tekanan intraokuler tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas normal,
dilakukan parasentese. Jika tekanan menjadi normal, diamox tetap diberikan dan
dinilai setiap hari. Bila tekanan ini tetap normal dan darah masih terdapat sampai hari
ke 5 – 9,dilakukan parasentese. Bila terdapat glaukoma yang tak dapat dikontol dengan
cara diatas, maka dilakukan iridenkleisis, dengan merobek iris, yang kemudian
diselipkan diantara insisi korneo skleral, sehingga pupil tampak sebagai lubang kunci
yang terbalik.

E. Iris
1. Iridoplegi
Merupakan kelumpuhan otot sfinter pupil sehingga pupil menjadi midriasis.
Iridoplegi ini dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Pengobatan
sebaiknya istirahat untuk mencegah terjadi kelelahan sfinter dan pemberian roboransia.

2. Iridodialisis
Merupakan robekan pada akar iris, sehingga pupil agak kepinggir letaknya, pada
pemeriksaan biasa teerdapat warna gelap selain pada pupil, tetapi juga pada dasar iris
tempat iridodialisa. Pada pemerisaan oftalmoskop terdapat warna merah pada pupil
dan juga pada tempat iridodialisa, yang merupakan reflek fundus.Pengobatan dapat
dicoba dengan midriatika, sehingga pupil menjadi lebar dan menekan pada akarnya.
Istirahat ditempat tidur. Mata ditutup. Bila menimbulkan diplopia, dilakukan reposisi,
dimana iris dikaitkan pada sclera.

F. Pupil
1. Midriasis
Disebabkan iriodoplegi, akibat parese serabut saraf yang mengurus otot sfingter
pupil. Iridoplegi ini dapat terjadi temporer 2 – 3 minggu, dapat juga permanen,
tergantung adanya parese atau paralise dari otot tersebut. Dalam waktu ini mata terasa
silau. Pengobatan sebaiknya istirahat untuk mencegah terjadi kelelahan sfingter dan
pemberian roboransia.
G. Lensa
1. Dislokasi Lensa
Dislokasi lensa terjadi karena ruptura dari zonula zinni. Dapat sebagian
(subluksasi), dapat pula total (luksasi). Lepasnya dapat kedepan dapat pula ke belakang.
Bila tak menimbulkan penyulit glaucoma atau uveitis, dibiarkan saja, dengan memberi
koreksi keadaan refraksinya. Baru dilakukan ekstraksi lensa bila kemudian timbul
penyulit glaucoma, uveitis dan katarak, setelah glaucoma dan uveitisnya diredakan
dahulu.

2. Katarak Traumatika
Katarak ini timbul karena gangguan nutrisi. Ada macam-macam katarak
traumatika yaitu vosius ring, berbentuk roset(bintang), dengan kapsula lensa yang
keriput. Pengobatan tergantung saat terjadinya. Bila terjadi pada anak sebaiknya
dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya ambliopia. Untuk mencegah ambliopia
dapat dipasang lensa intraokuler primer atau sekunder. Pada katarak trauma bila tidak
terjadi penyulit dapat ditunggu sampai mata menjadi tenang. Bila terjadi penyulit
seperti glaucoma, uveitis dan lai sebagainya maka segera dilakukan ekstraksi lensa.

H. Badan Kaca
1. Perdarahan Badan Kaca
Darah berasal dari badan siliar, koroid dan retina. Karenanya bila terdapat
perdarahan didalam badan kaca, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi,
untuk mengetahui keadaan dibagian posterior mata.
Pengobatan dapat diberikan koagulansia per oral atau parenteral disamping
istirahat di tempat tidur. Tindakan operatif vitrektomi, baru dilakukan bila setelah 6
bulan dilakukan pengobatan, masih terdapat kekeruhan, untuk memperbaiki tajam
penglihatan.

I. Retina
1. Edema Retina
Edema retina biasanya didaerah polus posterior dekat macula atau di perifer.
Tampak retina dilapisi susu. Bila terjadi di macula, visus sentral terganggu dengan
skotoma sentralis. Dengan istirahat, edema dapat diserap dan refleks fovea tampak
kembali. Untuk mempercepat penyerapan dapat disuntikkan kortison subkonjungtiva
0,5 cc 2 kali seminggu.

2. Ruptura Retina
Robekan pada retina menyebabkan ablasi retina = retinal detachment. Umumnya
robekan berupa huruf V didapatkan di daerah temporal atas. Melalui robekan ini, cairan
badan kaca masuk ke celah potensial di antara sel epitel pigmen dan lapisan batang dan
kerucut, sehingga visus dapat menurun, lapang pandang mengecil, yang sering berakhir
kebutaan, bila terdapat ablasi total.
Pengobatan harus dilakukan segera, dimana prinsipnya dilakukan pengeluaran
cairan subretina, koagulasi ruptura dengan diatermi.

3. Perdarahan Retina
Dapat timbul bila trauma tumpul menyebabkan pecahnya pembuluh darah.
Bentuk perdarahan tergantung lokalisasinya. Bila terdapat dilapisan serabut saraf
tampak sebagai bulu ayam, bila tampak lebih keluar tampak sebagai bercak yang
berbatas tegas, perdarahan di depan retina mempunyai permukaan yang datar di bagian
atas dan cembung di bagian bawah. Darahnya dapat pula masuk ke badan kaca.
Penderita mengeluh terdapat bayangan-bayangan hitam di lapangan penglihatannya,
kalau banyak masuk kedalam badan kaca dapat menutup jalannya cahaya, sehingga
visus terganggu.
Pengobatan dengan istirahat di tempat tidur, istirahat mata, di beri koagulansia,
bila masuk ke badan kaca diobati sebagai perdarahan badan kaca.

J. Sklera
1. Robekan Sklera
Kalau robekannya kecil, sekitar robekan didiatermi dan robekannya dijahit. Pada
robekan yang besar lebih baik dilakukan enukleasi bulbi, untuk hindarkan oftalmia
simpatika. Robekan ini biasanya terletak di bagian atas.

K. Nervus Optikus
1. Avulsi Papil saraf Optik
Pada trauma tumpul dapat terjadi saraf optik terlepas dari pangkalnya di dalam
bola mata. Keadaan ini akan mengakibatkan turunnya tajam penglihatan yang berat dan
sering berakhir dengan kebutaan.Penderita ini perlu dinilai kelainan fungsi retina dan
saraf optiknya.

2. Optik Neuropati Traumatik


Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada saraf optik, demikian pula
perdarahan dan edema sekitar saraf optik.
Penglihatan akan berkurang setelah cedera mata. Terdapat reaksi defek aferen
pupil tanpa adanya kelainan nyata pada retina. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah
gangguan penglihatan warna dan lapangan pandang. Papil saraf optik dapat normal
dalam beberapa minggu sebelum menjadi pucat.
Pengobatan adalah dengan merawat penderita pada waktu akut dengan memberi
steroid. Bila penglihatan memburuk setelah steroid maka perlu dipertimbangkan untuk
pembedahan.

K. Enoftalmus
Disebabkan robekan besar pada kapsula tenon yang menyelubungi bola mata di
luar sclera atau disebabkan fraktura dasar orbita. Oleh karena itu harus dibuat foto
rontgen dari tulang tengkorak. Seringkali enoftalmus tidak terlihat selama masih
terdapat edema. Gejalanya : penderita merasa sakit, mual, terdapat diplopi pada
pergerakan mata keatas dan ke bawah. Saraf infra orbita sering rusak dan penderita
mengeluh anesthesia pada kelopak mata atas dan ginggiva.
Pengobatan : operasi, dimana dasar orbita dijembatani dengan graft tulang
kartilago atau badan aloplastik.

L. Eksoftalmos
Biasanya disebabkan perdarahan retrobulber berasal dari A. Oftalmika beserta
cabang-cabangnya. Dengan istirahat di tempat tidur perdarahan diserap kembali, juga
diber koagulansia. Bila eksoftalmus disertai pulsasi dan souffles, berarti ada aneurisma
antara arteri karotis interna dan sinus kavernosus.
Pengobatan : pengikatan pada a. karotis sisi yang sama.
II. Trauma mekanik Tajam
Pada trauma mekanik tajam ada baiknya diberi anestesi lokal, supaya
pemeriksaan dapat dilakukan dengan teliti dan pada luka-luka yang hebat, yang dapat
menimbulkan prolaps dari isi bola mata. Serum antitetanus harus diberikan pada setiap
luka akibat benda tajam.

A. Palpebra
Kalau pinggiran palpebra luka dan tak diperbaiki, dapat menimbulkan koloboma
palpebra akwisita. Bila besar dapat akibatkan kerusakan kornea oleh karena mata tak
dapat menutup dengan sempurna. Oleh karena itu tindakan harus dilakukan
secepatnya. Kalau tidak kotor dapat ditunggu sampai 24 jam. Pada tindakan tersebut
harus diperbaiki kontinuitas margo palpebra dan kedudukan bulu mata. Jangan sampai
menimbulkan trikiasis. Bila robekan mengenai margo inferior bagian nasal, dapat
memotong kanalikuli lakrimal inferior, sehingga air mata tak dapat melalui jalan yang
seharusnya dan mengakibatkan epifora. Rekanalisasi dapat dikerjakan secepatnya, bila
ditunggu 1 –2 hari sukar untuk mencari ujung-ujunng kanalikuli tersebut.

B. Konjungtiva
1. Perdarahan
Penatalaksanaan sama dengan rudapaksa mata mekanis tumpul.
2. Robekan
Bila kurang dari 1 cm tidak dijahit, diberikan anestesi lokal. Bila lebih dari 1 cm
dijahit denga benang cut gut atau sutera berjarak 0,5 cm antara tiap-tiap jahitan.
Diberikan antibiotika lokal selam 5 hari dan bebat mata untuk 1 - 2 hari.

C. Kornea
1. Erosi Kornea
Penatalaksanaan seperti rudapaksa tumpul.
2. Luka Tembus Kornea
Dari anamnesa didapatkan teraba nyeri, epifora, photofobi dan blefarospasme.
Pada pemeriksaan didapat tes fluorescein (+).
Pengobatan: tanpa mengingat jarak waktu antara kecelakaan dan pemeriksaan,
tiap luka terbuka kornea yang masih menunjukkan tanda-tanda adanya kebocoran
harus diusahakan dijahit. Jaringa intraokuler yang keluar dari luka, missal: badan kaca,
prolap iris sebaiknya dipotong sebelum luka dijahit. Janganlah sekali-kali dimasukkan
dalam bolamata. Jahitan kornea dilakukan secara lamellar untuk menghindari
terjadinya fistel melalui bekas jahitan. Luka sesudah dijahit dapat ditutup lembaran
konjungtiva yang terdekat. Tindakan ini dapat dianggap dapat mempercepat
epitelialisasi. Diberikan antibiotika lokal dalam bentuk salep, tetes atau subkonjungtiva.
Atropin tetes 0,5 – 1% tiap hari. Dosis dikurangi bila pupil sudah cukup lebar. Bila ada
tanda-tanda glaucoma sekunder dapat diberikan tablet. Analgetik, antiinflamasi,
koagulasi dapat diberika bila perlu.

3. Ulkus Kornea
Sebagian besar disebabkan oleh trauma yang mengalami infeksi sekunder. Dari
anamnesa teraba nyeri, epifora, photofobi, dan blefarospasme. Dari pemeriksaan
nampak kornea yang edema dan keruh dan tes flurescein (+).
Pengobatan dapat diberikan antibiotika lokal tetes, salep atau subkonjuntiva,
scraping atau pembersihan jaringan nekrotik secara hati-hati bagian dari ulkus yang
nampak kotor, aplikasi panas, cryo terapi.

D. Sklera
1. Luka Terbuka atau Tembus
Luka ini lekas tertutup oleh konjungtiva sehingga kadang sukar diketahui. Luka
tembus sclera harus dipertimbangkan apabila dibawah konjungtiva nampak jaringan
hitam (koroid).
Pengobatan: sama dengan luka tembus pada kornea. Bila luka sangat besar dan
diragukan bahwa mata tersebut masih dapat berfungsi untuk melihat, maka sebaiknya
dienukleasi untuk menghindarkan timbulnya oftalmia simpatika pada mata yang sehat.

E. Badan Siliar
1. Luka pada Badan Siliar
Luka disini mempunyai prognosis yang buruk, karena kemungkinan terbesar
dapat menimbulkan endoftalmitis, panoftalmitis, yang dapat berakhir dengan ptisis
bulbi pada mata yang terkena trauma, sedang pada mata yang sehat dapat timbul
oftalmia simpatika. Oleh karena itu bila lukanya besar, disertai prolaps isi bola mata
sehingga mata mungkin tak dapat melihat lagi, sebaiknya dilakukan enukleasi bulbi
supaya mata yang sehat masih tetap baik.

F. Bilik Mata Depan


Penatalaksanaan sama denga trauma tumpul.

G. Iris
1. Iritis
Sering akibat dari trauma. Dari anamnese didapatkan keluhan nyeri, epifora,
photofobi, dan blefarospasme. Dari pemeriksaan didapatkan pupil miosis, reflek pupil
menurun dan sinekia posterior.
Pengobatan dapat diberikan Atropin tetes 0,5 – 1% 1 - 2 kali selama sinekia
belum lepas dan antibiotika. Diberikan diamox bila ada komplikasi glaukoma.

H. Lensa
1. Dislokasi Lensa
Penatalaksanaan sama dengan trauma mekanik tumpul.
2. Katarak
Penatalaksanaan sama denga trauma mekanik tumpul.

I. Segmen Posterior
Penatalaksanaan sama denga trauma mekanik tumpul.

J. Luka dengan Benda Asing (Corpus Alienum)


Pemeriksaan yang teliti secara sistimatis sangat diperlukan untuk dapat
menentukan adanya, macamnya, lokalisasi dari benda tersebut.
1. Anamnese :
Terutama pada penderita yang bekerja di perusahaan, dimana benda logam memegang
peranan. Harus ditanyakan apa pekerjaannya dan benda asing apakah kiranya yang
masuk ke dalam mata.
2. Pemeriksaan :
Benda asing tersebut harus dicari secara teliti maemakai penerangan yang cukup mulai
dari palpebra, konjungtiva, fornixis, kornea, bilik mata depan.Bila mungkin benda
tersebut berada dalam lensa, badan kaca diman perlu pemeriksaan tambahan berupa
funduskopi, foto rontgen, ultrasonografi, pemerisaan dengan magnet, dan coronal CT
Scan. MRI merupakan kontra indikasi untuk benda logam yang mengandung magnet.
Benda asing yang dapat masuk ke dalam mata dibagi dalam beberapa kelompok:
1. Benda logam, seperti emas, perak, platina, timah hitam, besi tembaga.
Terbagi menjadi benda logam magnit dan bukan magnit.
2. Benda bukan logam, seperti batu, kaca, bahan tumbuh-tumbuhan, bahan pakaian.
3. Benda inert, yaitu benda yang terbuat dari bahan-bahan yang tidak menimbulkan reaksi
jaringan mata, kalau terjadi reaksipun hanya ringan saja dan tidak mengganggu fungsi
mata. Contoh: emas, platina batu, kaca, dan porselin.
4. Benda reaktif : terdiri dari benda-benda yang dapat menimbulkan reaksi jaringan mata
sehingga mengganggu fungsi mata. Contoh : timah hitam, seng, nikel, aluminium,
tembaga, bulu ulat.
Pengobatan yaitu dengan mengeluarkan benda asing tersebut. Bila lokalisasi di
palpebra dan konjungtiva, kornea maka dengan mudah dapat dilepaskan setelah
pemberian anestesi lokal.Untuk mengeluarkan perlu kapas lidi atau jarum suntik
tumpul atau tajam.Arah pengambilan adalah dari tengah ke tepi.Bila benda bersifat
magnetik maka dapat dikeluarkan dengan magnet portable atau giant magnet.
Kemudian diberi antibiotika lokal, sikloplegik dan mata dibebat. Pecahan besi yan
terletak di iris, dapat dikeluarkan dengan dibuat insisi di limbus, melalui luka ini ujaung
dari magnit dimasukkan untuk menarik benda tersebut, bila tidak berhasil dapat
dilakukan iridektomi dari iris yang mengandung benda asing tersebut. Pecahan besi
yang terletak di dalam bilik mata depan dapat dikeluarkan dengan magnit pula seperti
pada iris. Bila letaknya di lensa juga dapat ditarik denga magnit, sesudah dibuat sayatan
di limbus kornea, jika tidak berhasil dapat dilakukan pengeluaran lensa denga cara
ekstraksi linier pada orang muda dan ekstraksi ekstra kapsuler atau intrakapsuler pada
orang yang lebih tua. Bila lokalisasinya di dalam badan kaca dapat dilakukan
pengeluaran dengan magnit raksasa, setelah dibuat sayatan dari skera. Bila tidak
berhasil atau benda asing itu tidak magnetik dapat dikeluarkan dengan opersai
viterektomi. Bila benda asing itu tidak dapat diambil harus dilakukan enukleasi bulbi
untuk mencegah timbulnya oftalmia simpatika pada mata sebelahnya.

PENUTUP :
Trauma mekanik mata merupakan keadaan darurat mata, karena dapat terjadi
bermacam-macam kerusakan yang bila tidak segera mendapat pertolongan dapat
mengakibatkan penurunan fungsi mata atau berakhir dengan kebutaan.
Oleh karena itu alangkah baiknya kelak sebagai dokter umum juga waspada akan
akibat rudapaksa ini dan segera menanggulanginya, mana yang dapat diobati sendiri
dan mana yang harus dirujuk.

DAFTAR PUSTAKA
Nana Wijana : Ilmu Penyakit Mata, pp 312 – 323

Vaughn D et all : General Ophthalmology, Lange Medical Publication, 14th ed, 1989, pp 356 – 363

Sidarta Ilyas : Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 266 –
278

Trauma mata
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa arena atas berkat dan rahmatNya sehingga

pembuatan makalah ini dapat diselesaikan. Makalah dalam judul “Trauma Mata” penuis susun

sebagai tugas dari salah satu dosen pengampu mata ajar KMB II system penglihatan.

Dalam penyusunan makalah ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak tidak lupa

pada kesempatan kali ini penuis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Suwarsono, S.KM, S.Pd selaku direktur “Akper Ngesti

Waluyo” Parakan.

2. Ibu Desak selaku dosen pembimbing

3. Rekan-rekan mahasiswa Akper “Ngesti Waluyo” Parakan yang telah

membantu dan atas kerjasamanya.

4. Seluruh pihak yang memberikan dukungan dan bantuan

Penulis sadar akan kekurangan yang dimiliki, oleh karena itu kritik dan saran dari

pembaca sangat diharapkan, semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi

pembaca.

Parakan, Nopember 2008

Penulis

ii
PENDAHULUAN

A. ANATOMI FISIOLOGI

Otot-otot optik adalah otot interior dan superior. Otot optik superior menggerakan mata

kebawah dan kesisi luar. Sementara otot oblik inferior menggerakan mata keatas dan juga kesisi

luar.

Sklera adalah pembungkus mata yang kuat dan fibrus, sklera membentuk putih mata dan

bersambang pada bagian depan dengan sebuah jendela membentuk yang bening yaitu kornea.

Retina adalah lapisan sarafi pada mata, yang terdiri dari sejumlah lapisan serabut yaitu sel-

sel saraf, batang-batang dan kerucut. Kornea yang merupakan bagian depan yang transaparan

dan bersambung dengan sklera yang putih dan tidak tembus cahaya, kornea terdiri atas beberapa

lapisan (lapisan tepi adalah epitalicum berlapis yang bersambung dengan konjungtiva).

Bilik enterior (kamera akali anteriror) yang terletak antara kornea dan iris. Iris adalah tirai

berwarna didepan lensa yang tersambung dengan selaput kloreia.

Pupil, bintik tengah yang berwarna hitam, yang merupakan celah dalam iris melalui mana cahaya

masuk gara mencapai retina.

Bilik posterior (kamera akoli posterior) terlerak diantara iris dan lensa.

Lensa adalah sebuah benda transparan biconvex (cembung depan-belakang) yang terdiri dari

beberapa lapisan.
Retina adalah mekanisme pernafasan untuk penglihatan, retina memcat ujung-ujung nervus

optikus.

Alis adalah 2 potong kulit tebal melekung yang ditumbuhi bulu konjungtiva adalah selaput

lender yang melapisi sisi dalam kelopak mata.

a. Bagian-bagian mata

1. Alis

Alis yaitu rambut-rambut halus yang terdapat diatas mata. Alis berfungsi mencegah masuknya

air atau keringat dari dahi ke mata.

2. Bulu Mata

Bulu mata yaitu rambut-rambut halus yang terdapat di tepi kelopak mata. Bulu mata berfunsi

untuk melindungi mata dari benda asing.

3. Humor berair (cairan berair)

Humor berair atau cairan berair berfungsi menghasilkan cairan pada mata.

4. Humor / Badan Bening Humor

Badan bening ini terletak dibelakang lensa. Bentuknya berupa zat tranparan seperi jeli (agar-

agar). Fungsi humir (badan bening) adalah untuk meneruskan cahaya dari lensa mata ke retina

(selaput jala)

5. Kelenjar Air Mata

Kelenjar air mata terlatak dibagian dalam kelopak mata. Kelenjar air ata berfungsi untuk

menghasilkan cairan yang disebut air mata. Air mata berguna untuk mencegah bola mata agar

tetap basah. Selain itu air mata berguna untuk membersihkan mata dari benda asing yang masuk

kemata sehingga mata tetap bersih. Contoh benda asing adalah debu, asap, uap, bawang merah,
dan zat-zat yang berbahaya bagi mata. Oleh karena itu, jika mata terkena benda-benda asing

tersebut, maka akan basah oleh air mata.

6. Kelenjar lakrima (Air Mata)

Kelenjar air mata (lakrima) berfungsi menghasilkan air ata untuk membasahi mata yang berguna

menjaga kelembaban mata, membersihkan mata dari debu dan membunuh bibit penyakit yang

masuk kedalam mata.

7. Kelopak Mata

Kelopak mata terdiri atas kelopak atas dan kelopak bawah. Bagian ini untuk membuka dan

menutup mata. Kelopak mata befungsi untuk melindungi bola mata bagian depan dari benda-

benda asing dari luar. Benda-benda tersebut misalnya debu, asap, dan goresan. Kelopak mata

juga berfungsi untuk menyapu permukaan bola mata dengan cairan. Selain itu juga untuk

mengatur intensitas cahaya yang masuk kemata.

8. Konjungtiva

Adalah membrane tipis pelindung (lapisan jaringan) pada mta. Kunjungtiva sebaga membran

pelindung pada mata.

9. Lapisan koroid (lapisan tengah)

Lapisan koroid atau lapisan tengah terletak diantara sklera dan retina, berwarna kehitaman

sampai hitam. Lapisan tengah (lapisan koroid) berfungsi memberi nutrisi pada retina luar.

Sedang gelap koroid brfungsi untuk mencegah pemantulan sinar. Lapisan yang amat gelap juga

mencegah berkas cahaya dipantulkan di sekeliling mata.

10. Lensa Mata

Terletak ditengah bola mata, dibelakang anak mata (pupil) dan selaput pelangi (iris). Fungsi

utama lensa adalah memfokuskan dan meneruskan cahaya yang masuk ke mata agar jatuh tepat
pada retina (selaput jala). Dengan demikian mata dapat melihat dengan jelas. Lensa mata

mempunyai kemampuan untuk memfokuskan jatuhnya cahaya. Kemampuan lensa mata untuk

mengubah kecembungan disebut daya akomodasi bila kita mengamati benda yang letakna dekat,

maka mata berakomodasi dengan kuat. Akibatnya lensa mata menjadi lebih cembung, dan

bayangan dapat jatuh tepat diretina. Dan apabila kita mengamati benda yang letaknya jauh, maka

mata tidak berakomodasi. Akibatnya, lensa mata berbentuk pipih. Sebagai contoh pada orang tua

yang telah berusia 50 tahun, daya akomodasi lensa mata mulai menurun, orang tua menjadi sulit

untuk melihat dengan jelas. Lensa mempunyai karakteristik lunak dan transparan, mengatur

focus citra. Lensa mata berupa lensa cembung yang kenyal. Fungsi lensa yang lain juga untuk

membentuk bayangan pada retina yang bersifat nyata, terbalik dan diperkecil.

11. Otot-otot bersilia

Otot-otot bersilia berfungsi mengatur bentuk lensa.

12. Pupil (anak mata)

Pupil berupa celah yang berbentuk lingkaran terdapat ditengah-tengah iris. Pupil berfungsi

sebagai tempat untuk mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk kedalam mata. Pupil juga

lubang di dalam iris yang dilalui berkas cahaya. Pupil merupakan tempat lewatnya cahaya

menuju retina.

13. Saraf Optik (saraf mata)

Saraf mata berfungsi untuk meneruskan rangsang yang telah diterima. Rangsang cahaya tersebut

diteruskan kesusunan saraf pusat yang berada di otak. Dengan demikian kita dapat melihat suatu

benda. Saraf optik atau saraf mata juga berfungsi mengirim informasi visual ke otak atau

meneruskan informasi tentang kuat cahaya dan warna ke otak.

14. Selaput Bening (Kornea)


Selaput bening (kornea) sangat penting bagi ketajaman penglihatan kita. Fungsi utama selaput

bening (kornea) adalah meneruskan cahaya yang masuk kemata. Cahaya tersebut diteruskan

kebagian mata yang lebih dalam dan berakhir pada selaput jala atau retina. Karena fungsinya itu,

maka selaput bening (kornea) mempunyai beberaa sifat, yaitu tidak berwarna (bening) da tidak

mempunyai pembuluh darah. Kornea merupakan bagian mata yang dapat disumbangkan untuk

penyembuhan orang dari kebutaan. Selaput bening (kornea) berupa piringan transaparan di depan

bola mata dan tidak berpembuluh darah. Selaput bening (kornea) juga berfungsi sebagai

pelindung mata bagian dalam.

15. Sklera / Selaput Putih

Sklera ata selaput putih terletak di lapisan kuat. Sklera lapisan luar yang keras / kuat. Lapisan ini

berwarna putih, kecuali dibagian depan yaitu tidak berwarna atau benin. Lapisan sklera berwarna

putih terdiri atas serabut kolagen yang tidak teratur dan tidak berpembuluh darah, kecuali bagian

episklera. Lapisan sklera berfungsi melindungi bola mata. Sklera bagian mata depan tampak

bergelembung dan transparan disebut kornea.

16. Suspensor Ligamen

Suspensor ligamen berfungsi menjaga lensa agar selalu pada tempatnya.

17. Urat Saraf Mata

Urat saraf mata berfungsi menghubungkan mata dengan otak.


BAB II

KONSEP DASAR MEDIK

A. PENGERTIAN

1. Trauma mata adalah cidera mata yang dapat mengakibatkan kelainan mata

(mangunkusumo, 1988)

2. Trauma mata adalah trauma pada mata yang menyebabkan kerusakan

jaringan pada mata (Widodo, 2000)

3. Trauma mata merupakan kelainan mata yang terjadi akibat cidera / trauma

oleh benda tumpul, benda tajam, kimia, bahan baker maupun radiasi

B. ETIOLOGI

Trauma mata dapat terjadi secara mekani dan non mekanik

1. Mekanik, meliputi :

a. Trauma oleh benda tumpul, misalnya :

1). Terkena tonjokan tangan

2). Terkena lemparan batu

3). Terkena lemparan bola

4). Terkena jepretan ketapel, dan lain-lain

b. Trauma oleh benda tajam, misalnya:

1). Terkena pecahan kaca

2). Terkena pensil, lidi, pisau, besi, kayu


3). Terkena kail, lempengan alumunium, seng, alat mesin

tenun.

c. Trauma oleh benda asing, misalnya:

Kelilipan pasir, tanah, abu gosok dan lain-lain

2. Non Mekanik, meliputi :

a. Trauma oleh bahan kimia:

1). Air accu, asam cuka, cairan HCL, air keras

2). Coustic soda, kaporit, jodium tincture, baygon

3). Bahan pengeras bakso, semprotan bisa ular, getah papaya,

miyak putih

b. Trauma termik (hipermetik)

1). Terkena percikan api

2). Terkena air panas

c. Trauma Radiasi

1). Sinar ultra violet

2). Sinar infra merah

3). Sinar ionisasi dan sinar X

(Ilyas, 1985)

Gangguan-gangguna trauma pada mata

1. Trauma mata karena benda tajam

a. Plasits

b. Gangguan pergerakan bola mata


c. Ketajaman penglihatan buruk

d. Perdarahan didalam bola mata

e. Lensa yang pecah

f. Rusaknya susunan jaringan bola mata

g. Terlihat bintik mata yan dangkal karena perforasi kornea

h. Bentuk pupil yang lonjong / terjadi perubahan bentuk pupil akibat

perlengkapan iris dengan bbir luka kornea

i. Tekanan bola mata akan rendah akibat cairan mata keluar melalui luka

2. Trauma mata oleh benda asing

a. Mata terasa mengganjal dan ngeres

b. Mendadak merasa tidak enak jika mengedikan mata

c. Bila tertanam dalam kornea nyeri sangat hebat

d. Fototobia

e. Gangguan gerak bola mata dan lain-lain

3. Trauma karena bahan kimia

a. Trauma Akali

1). Dapat menyebabkan pecah atau rusaknya jaringan

2). Meningkatkan tekanan infra akuler

3). Karena keruh dalam beberapa menit

4). Pembentukan jaringan parut pada kelenjar asesari air

mata, yang mengakibatkan mata menjadi kering

5). Lensa keruh diakibatkan kerusakan kaps lensa

b. Trauma Asam
1). Terjadi koogulasi protein epitel kornea yang

mengakibatkan kekerutan pada kornea

2). Akibat koogulasi kadang seluruh kornea terkelupas

3). Bila terjadi penetrasi jaringan yang lebih dalam akan

terjadi edema kornea dan iris

4). Keadaan terburuk apabila terkena trauma asam berupa

vaskularisasi berat pada kornea

4. Trauma Mata Mekanik (hipertemik)

a. Bila siperficila dan bulu mata hangus kulit palpebra hipermis dan

terjadi edema palpebra

b. Bila lebih berat terjadi nekrosis sehingga dapat kehilangan sebagian

palpebra

c. Bila kornea terkena dapat terjadi erosi karena adanya reflek menutup

pada kelopak umumnya kornea tidak terkena

5. Trauma Mata karena radiasi

C. FAKTOR PREDIPOSISI

1. Mengendarai motor tanpa menggunakan helm yang disertai kaca penutup

2. Berjalan dibawah terik matahari dalam waktu begitu lama tanpa

menggunakan topi atau kaca mata pelindung

3. pekerja las dalam pekerjaannya tanpa menggunakan kaca pelindung mata

D. KLASIFIKASI
Berdasarkan keparahannya trauma mata diklasifikasi sebagai berikut:

1. Trauma Ringan

a. Trauma disembuhkan tanpa tindakan atau pengobatan yang

berarti

b. Kekerungan ringan pada kornea

c. Pragnosis baik

2. Trauma sedang

a. Kekeruhan kornea sehingga detail iris tidak dapat dilihat,

tapi pupil masih tampak

b. Iskemik mekrosis pada konjungtiva dan sklera

c. Pragnosis sedang

3. Trauma berat

a. Kekeruhan kornea sehingga pupil tidak dapat dinilai

b. Konjungtiva dan sklera sangat pucat karena istemik nekrosis

berat

c. Pragnosis buruk

E. GAMBARAN KLINIK

1. Trauma mata karena benda tumpul

a. Penurunan ketajaman penglihatan

b. Adanya kelainan disekitar mata, seperti :

1). Adanya perdarahan sekitar mata

2). Pembengkakan di dahi, pipi dan hidung


c. Adanya eksuftalmos dan gangguan gerak bola mata akibat

perdarahan di dalam rongga orbita

d. Adanya hematomom dan edema pada kelopak mata

e. Konjungtiva akan tampak merah dengan batas tegas

f. Terjadi erosi kornea

g. Pupil akan menyempit, dapat juga juga melebar dan reaksi

terhadap cahaya akan menjadi lembat atau hilang

h. Timbul raptur yang tidak langsung pada kapsul lensa

i. Edema retina

j. Perubahan tekanan bola mata

k. Terjadi gangguan gerak bola mata, kelopak mata tidak dapat

menutup atau tidak dapat membuka dengan jelas.

a. Lesi termis ditimbulkan oleh sinar infra red berupa : kekeruhan kornea,

atrati, iris, kerusakan macula karena berfokusnya sinar pada mocula,

jaringan berpigmen seperti ovea dan retina lebih mudah mengalami

kerusakan

b. Lesi obiotik ditimbulkan oleh UV (ultra violet) : setelah periode laten

terlihat eriterna yang terbatas jelas hanya pada daerah yang teriritasi.

c. Lesi ionisasi ditimbulkan oleh sinar X; terjadi perubahan vaskulariasi,

korpus siliarsis menjadi edema dan dilatasi yang mengakibatkan terjadinya

glaukoma.

(Mangunkusumo, 1988)
F. TANDA DAN GEJALA

1. Ekstra Okular

a. Mendadak merasa tidak enak ketika mengedipkan mata

b. Ekskoriasi kornea terjadi bila benda asing menggesek kornea,

oleh kedipan bola mata.

c. Lakrimasi hebat.

d. Benda asing dapat bersarang dalam torniks atas atau

konungtiva

e. Bila tertanam dalam kornea nyeri sangat hebat

2. Infra Okuler

a. Kerusakan pada tempat masuknya mungkin dapat terlihat di

kornea, tetapi benda asing bisa saja masuk ke ruang posterior

atau limbus melalui konjungtiva maupun sklera.

b. Bila menembus lensa atau iris, lubang mungkin terlihat dan

dapat terjadi katarak.

c. Masalah lain diantaranya infeksi skunder dan reaksi jaringan

mata terhadap zat kimia yang terkandung misalnya dapat

terjadi siderosis.

G. MANIFESTASI KLINIK

1. Lagaltafmas Keadaan tidak

: menutupnya mata
secara sempurna

(Ramali, dkk. 2005)

2. Katarak Kekeruhan pada lensa

: yang terjadi akibat

hidrasi (penambahan

cairan) lensa, denaturasi

proteksi lensa, atau

akibat kedua-duanya.

3. a. Akut Penyakit mata yang

: disebabkan oleh

tekanan infra akuler

yang meningkat

b. Kronik mendadak sangat tinggi

: Penyakit mata dengan

gejala peningkatan

4. tekanan bola mata

sehingga terjadi

Kebutaan kerusakan anatomi dan

: fungsi mata yang

permanent. (ilyas 1997)

Tidak dapat melihat

karena kerusakan mata

(Ramali, dkk. 2005)


H. PATOFISIOLOGI

Trauma mata bisa disebabkan oleh karena mekanik dan non mekanik, semua ini

menciderai organ-organ mata yang menyebabkan terjadinya trauma mata. Trauma mata yang

diakibatkan oleh cedera mekanik pada jaringan bola mata akan menimbulkan suatu atau berbagai

akibat klasik seperti: rasa sakit akibat trauma, gangguan penglihatan berupa penglihatan kabur,

perabengkalan, perdarahan atau luka terbuka dan bentuk mata berubah.

Trauma yang diakibatkan oleh cidera non mekanik pada bola mata akan menimbulkan

berbagai akibat seperti : erosi epitel kornea, kekeruhan kornea. Bila pada cidera radiasi juga

terjadi efek kumulasi. Bila radiasi berkurang maka lesi terimis yang ditimbulkan sinar red

(irivisible rays) dapat berupa kekeruhan kornea, atratosi iris, katarak.

(Mangunkusumo, 1988)

I.TES DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan umum

Pemeriksaan pada kasus trauma mata dilakukan baik subyektf maupun obyektif.

a. Pemeriksaan subyektif

Pemeriksaan ketajaman penglihatan. Hal ini berkaitan dengan pembutatan visum et repertum.

Pada penderita yang ketajamannya menurun, dilakukan pemeriksaan retraksi untuk mengetahui

bahwa penurunan penglihatan mungkin bukan disebabkan oleh trauma tetapi oleh kelainan

retraksi yang sudah ada sebelum trauma (Widodo, 2000)

b. Pemeriksaan Obyektif

Saat penderita kita inspeksi sudah dapat diketahui adanya kelainan di sekitar mata seperti adanya

perdarahan sekitar mata. Pembengkakan di dahi, pipi, hidung dan lain-lain yang diperiksa pada
kasus trauma mata ialah: keadaan kelopak mata kornea, bilik mata depan, pupil, lensa dan

tundus, gerakan bola mata dan tekanan bola mata.

Pemeriksaan segmen anterior dilakukan dengan sentotop, loupe slit lamp dan atlalmoskop.

(Widodo, 2000).

2. Pemeriksaan Khusus

a. Pembiakan kuman dari benda yang merupakan penyebab trauma

untuk menjadi petunjuk pemberian obat antobiotik pencegah

infeksi.

b. Pemeriksaan radiology foto orbita

Untuk melihat adanya benda asing yang radioopak, bila ada dilakukan pemeriksaan dengan lensa

kontak combrang dan dapat ditentukan apakah benda asing intra okuler atau ektra okuler.

c. Pemeriksaan ERG : untuk mengetahui fungsi retina yang rusak

atau

yang masih ada.

d. Pemeriksaan VER : untuk melihat fungsi jalur penglihatan pusat

penglihatan

I. PENATALAKSAAN

1. Trauma Mata Benda Tumpul

Penanganan ditekankan pada utama yang menyertainya dan penilaian terhadap ketajaman

penglihatan. Setiap penurunan ketajaman penglihatan tanda mutlak untuk melakukan rujukan

kepada dokter ahli mata. (mangunkusumo, 2000)

Pemberian pertolongan pertama berupa:


a. Obat-obatan analgetik : untuk mengurangi rasa sakit. Untuk

pemeriksaan mata dapat diberikan anesteshi local: Pantokain 0,5%

atau tetracain 0,5% - 1,0 %.

b. Pemberian obat-obat anti perdarahan dan pembengkakan

c. Memberikan moral support agar pasien tenang

d. Evaluasi ketajaman penglihatan mata yang sehat dan mata yang

terkena trauma

e. Dalam hal hitema ringan (adanya darah segar dala bilik mata

depan) tanpa penyulit segera ditangani dengan tindakan perawatan:

). Tutup kedua bola mata

). Tidur dengan posisi kepala agar lebih tinggi

). Evaluasi ketajaman penglihatan

). Evaluasi tekanan bola mata

f. Setiap penurunan ketajaman penglihatan atau keragu-raguan

mengenai mata penderita sebaiknya segera di rujuk ke dokter ahli

mata.

2. Trauma mata benda tajam

Keadaan trauma mata ini harus segera mendapat perawatan khusus karena dapat

menimbulkan bahaya; infeksi, siderosis, kalkosis dan atlalmia dan simpatika.

Pertimbangan tindakan bertujuan :

a. Mempertahankan bola mata

b. Mempertahankan penglihatan
Bila terdapat benda asing dalam bola mata, maka sebaiknya dilakukan usaha untuk

mengeluarkan benda asing tersebut.

Pada penderita diberikan:

a. Antibiotik spectrum luas

b. Analgetik dan sedotiva

c. Dilakukan tindakan pembedahan pada luka yang terbuka

3. Trauma mata benda asing

a. Ekstra Okular

1). Tetes mata

2). Bila benda asing dalam forniks bawah, angkat dengan swab.

3). Bila dalam farniks atas, lipat kelopak mata dan angkat

4). Bila tertanam dalam konjungtiva, gunakan anestesi local dan

angkat dengan jarum

5). Bila dalam kornea, geraka anestesi local, kemudian dengan hat-

hati dan dengan keadaan yang sangat baik termasuk cahaya

yang baik, angkat dengan jarum.

6). Pada kasus ulerasi gunakan midriatikum bersama dengan

antibiotic local selama beberapa hari.

7). Untuk benda asing logam yang terlalu dalam, diangkat dengan

jarum, bisa juga dengan menggunakan magnet.

b. Intra okuler

1). Pemberian antitetanus


2). Antibiotic

3). Benda yang intert dapat dibiarkan bila tidak menybabkan iritasi

4. Trauma mata bahan kimia

a. Trauma akali

1). Segera lakukan irigasi selama 30 menit sebanyak 2000 ml;

bila dilakukan irigasi lebih lama akan lebih baik.

2). Untuk mengetahui telah terjadi netralisasi bisa dapat

dilakukan pemeriksaan dengan kertas lokmus; pH normal air

mata 7,3

3). Diberi antibiotic dan lakukan debridement untuk mencegah

infeksi oleh kuman oportunie.

4). Diberi sikoplegik karena terdapatnya iritis dan sineksis

posterior

5). Beta bloker dan diamox untuk mengatasi glukoma yang

terjadi

6). Steroid diberikan untuk menekan radang akibat denoturasi

kimia dan kerusakan jaringan kornea dan konjungtiva namun

diberikan secara hati-hati karena steroid menghambat

penyembuhan.

7). Kolagenase intibitor seperti sistein diberikan untuk

menghalangi efek kolagenase.

8). Vitamin C diberikan karena perlu untuk pembentukan

jaringan kolagen.
9). Diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek.

10). Karataplasti dilakukan bila kekerutan kornea sangat

menganggu penglihatan.

b. Trauma Asam

1). Irigasi segera dengan gara fisiologis atau air.

2). Control pH air mata untuk melihat apakah sudah normal

3). Selanjutnya pertimbangan pengobatan sama dengan

pengobatan yang diberikan pada trauma alkali.

Tindakan pada trauma kimia dapat juga tergantung dari 4 fase peristiwa, yaitu:

1. Fase kejadian (immediate)

Tujuan dari tindakan adalah untuk menghilangkan materi penyebab sebersih mungkin, yaitu

meliputi:

a. Pembilasan dengan segera, denan anestesi tapical terlebih dahulu.

b. Pembilasan dengan larutan non toxic (NaCl 0,9% ringer lastat dan

sebagainya) sampai pH air mata kembali normal.

2. Fase Akut (sampai hari ke-7)

Tujuan tindakan adalah mencegah terjadinya penyulit dengan prinsip sebagai berikut:

a. Mempercepat proses re-epitelisasi kornea

b. Mengontrol tingkat peradangan

c. Mencegah infeksi sekunder

d. Mencegah peningkatan tekanan bola mata

e. Suplemen / anti oksidan

f. Tindakan pembedahan
3. Fase Pemulihan Dini (early repair : hari ke 7 – 21)

Tujuannya membatasi penyakit setelah fase 2

4. Fase pemulihan akhir (late repair : setelah hari ke 21)

Tujuannya adalah rehabilitasi fungsi penglihatan

5. Trauma Mata Termik (hipertemik)

Daerah yang terkena dicuci dengan larutan steril dan diolesi dengan salep atau kasa yang

menggunakan jel. Petroleum setelah itu ditutup dengan verban steril.

6. Trauma Mata Radiasi

Bila panas merusak kornea dan konjungtiva maka diberi pada mata

 Lokal anastesik

 Kompres dingin

 Antibiotika lokal


BAB III

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

a. Data biografi (meliputi identitas pasien seperti : Nama, Jenis kelamin,

pekerjaan, agama)

b. Riwayat kesehatan

Riwayat kesehatan pendahuluan diambil untuk menentukan masalah primer pasien

seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, rasa terbakar pada mata, mata basah, pandangan

ganda, bercak dibelakang mata dan lain-lain.

c. Riwayat penyakit apa yang terakhir di derita oleh pasien

1). Masa anak : Strabismus, ambliopia, cedera

2). Dewasa : Glausoma, katarak, cidera / trauma mata.

3). Penyakit keluarga : Adakah riwayat kelainan mata pada

keluarga

d. Pemeriksaan fisik

1). Pemeriksaan bagian luar mata

a) Posisi mata : dikaji simetris / tidak. Apakah

exaptalamus

b) Alis mata bulu mata dan kelopak mata. Respon

tutup mata dan berkedip.

2). Inspeksi area antara kelopak mata bawah dan atas apakah

bebas ederma.
3). Inspeksi sclera dan konjugtiva: melihat warna, perubahan

tekstur dan lain-lain.

4). Iris dan pupil diinspeksi normalnya saat diberikan cahaya. Iris

kontraksi dan nervus optikus terstimulasi.

e. Tes Diagnostik

Untuk menilai :

1). Ketajaman serta fungsi penglihatan

2). Pemeriksaan keadaan organ mata

3). Penggolongan keadaan trauma

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berdasarkan dengan inflamasi

2. Resiko injuri berdasar dengan peningkatan Tekanan Infra

Okuler (TIO)

3. Ansietas berdasar dengan proses pembedahan

4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berdasarka dengan

mual, muntal (anoveksie)

5. Perubahan persepsi sensori (penglihatan) berdasar dengan

penurunan virus

6. Defisit perawatan diri berdarkan kebutuhan

C. RENCANA TINDAKAN

1. Nyeri akut berdasarkan dengan infeksi


Tujuan :

a) Menyatakan nyeri berkurang / hilang

b) Pasien mendemonstrasikan penggunaan teknik

relaksasi

c) Menunjukkan menurunnya tegangan relak

Intervensi

a. Kaji skala nyeri (P, Q, R, S, T)

Rasional : Mengidentifikasi intervensi yang tepat dan menganalisa keaktitan analgesia

b. Pantau tanda-tanda vital

 Mengidentifikasi raa sakit dan

ketidaknyamanan

c. Berikan tindakan nyaman seperti kompres pada daerah edema

Rasional : Mengurangi rasa ketidaknyamanan

d. Kolaborasi : berikan analgetik

Rasional : Mengontrol mengurangi nyeri

2. Resiko injuri berdasarkan peningkatan tekanan infra okuler

(TIO)

Tujuan :

a. Menyatakan pemahaman factor yang terlibat akibat dalam

kemungkinan cidera

b. Menunjukkan perubahan untuk menurunkan factor resiko dan

melindungi diri dari cidera

Intervensi :
a. Batasi aktivitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk

mata, membongkok

Rasional : Menurunkan Tekanan Infra Okuler (TIO)

b. Anjurkan menggerakkan teknik manajemen stress seperti: bimbingan

imajinasi

Rasional : Meningkatkan relaksasi dan koping, menurunkan TIO

c. Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi

Rasional : Melindungi dari cidera kecelakaan dan menurunkan gerakan mata.

d. Kolaburasi : berikan asetazolamid (diamox)

Rasional : Menurunkan TIO bila terjadi peningkatan

3. Ansietas berdasarkan Proses Pembedahan

Tujuan :

a. Menyatakan keadaan perasaan ansietas

b. Menunjukkan relaksasi

Intervensi :

a. Pantau respon fisik seperti takikardi, gelisah

Rasional : Membantu menentukan derajad cemas

b. Berikan tindakan kenyamanan seperti : perubahan posisi

Rasional :Meningkatkan relaksasi dan kemampuan koping

c. Anjuran pasien melakukan teknik relaksasi

Rasional :Memberikan arti penghilangan respon ansietas

d. Libatkan orang terdekat dalam rencana perawatan

Rasional :Membantu mefokuskan penglihatan pasien


4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berdasarkan Anoreksia

Tujuan :

 Pasien mendapat nutrisi yang adekuat

 Pasien mengkonsumsi nutrisi yang adekuat

 Pasien tidak mengalami penurunan berat badan

 Menunjukkan nafsu makan pasien meningkat

Intervensi :

a. Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu / kedua mata

Rasional :Untuk diperbaiki prosedur

b. Orientasi pasien terhadap lingkungan

Rasional :Memberikan peningkatan kenyamanan dann kekeluargaan

c. Observasi tanda-tanda dan gejala-gejala disosientasi

Rasional :Menurukan resiko jatuh bila pasien bingung

d. Dorong orang terdekat tinggal dengan pasien

Rasional :Memberikan rangsangan sensori tepat terhadap isolasi

5. Defisit perawatan diri berdasarkan kebutuhan

Tujuan :

a. Mengidentifikasi kebersihan optimal setelah bantuan dalam

perawatan diberikan.

b. Berpartisipasi secara fisik / verbal dalam melakukan ADL

Intervensi :

a. Kaji faktor penyebab terjadinya kebutaan

Rasional :Untuk menentukan intervensi yang tepat


b. Tingkatkan partisipasi optimal

Rasional :Meningkatkan kemampuan pasien dalam melakukan ADL

c. Bantu dalam melakukan ADL

Rasional :Meringankan beban pasien dalam melakukan ADL

PENUTUP

Otot optik adalah otot interior dan superior. Otot dolik superior menggerakan mata

kebawah dan kesisi luar. Sementara otot oblik inferior menggerakan mata keatas dan juga kesisi

luar.

Sklera adalah pembungkus mata yang kuat dan fibrus, skelara membentuk putih mata dan

bersambang pada bagian depan dengan sebuah jendela membentuk yang bening yaitu kornea.

Retina adalah lapisan sarafi pada mata, yang terdiri dari sejumlah lapisan serabut yaitu sel-

sel saraf,b batang-batang dan kerucut. Kornea yang merupakan bagian depan yang transaparan

dan bersambung dengan sklera yang putih dan tidak tembus cahaya, kornea terdiri atas beberapa

lapisan (lapisan tepi adalah epitalicum berlapis yang bersambung dengan konjangtiva).

Bilik enterior (kamera akali anteriror) yang terletak antara kornea dan iris. Iris adalah tirai

berwarna didepan lensa yang tersambung dengan selaput kloreia.

Pupil, bintik tengah yang berwarna hitam, yang merupakan celah dalam iris melalui mana cahaya

masuk gara mencapai retina.


DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Sdarta, 1985, Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mara, Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta.

Mangunkusuma, Vidyapati W, 1988, Penanganan Cidera Mata dan Aspek Sosial Kebutaan, Universitas

Indonesia, Jakarta

Doenges, Marlyn E, 200, Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3, EGG Jakarta.

Sela, Sageng, dkk, 2002, Ilmu Penyakit Mata Untuk Kedokteran Umum dan Mahasiswa Kedokteran

Edisi ke-2, Unversitas Indonesia, Jakarta


MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN
TRAUMA MATA

DISUSUN OLEH :

SYAHRIDA.S

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKes PERINTIS BUKITTINGGI

TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Mata merupakan salah satu indra dari pancaindra yang sangat penting untuk kehidupan
manusia. Terlebih-lebih dengan majunya teknologi, indra penglihatan yang baik merupakan
kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang sangat peka. Walaupun
mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan
lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip, mata masih sering
mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan
kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau
memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata memerlukan
perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan
mengakibatkan kebutaan.
Kemajuan mekanisasi dan teknik terlebih-lebih dengan bertambah banyaknya kawasan
industri, kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak pula, juga dengan bertambah ramainya
lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah pula, belum terhitung kecelakaan akibat
perkelahian, yang juga dapat mengenai mata. Pada anak-anak kecelakaan mata biasanya terjadi
akibat kecelakaan terhadap alat dari permainan yang biasa dimainkan seperti panahan, ketapel,
senapan angin, tusukan dari gagang mainan dan sebagainya.
Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada golongan
sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okular dialami oleh
pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Trauma pada mata dapat mengenai jaringan di
bawah ini secara terpisah atau menjadi gabungan trauma jaringan mata. Trauma dapat mengenai
jaringan mata: palpebrae, konjungtiva, cornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita.
Trauma mata merupakan keadaan gawat darurat pada mata.2
Bentuk kelainan pada mata yang terkena trauma (trauma oculi) bisa hanya berupa kelainan
ringan saja sampai kebutaan. Trauma oculi dapat dibedakan atas trauma tumpul, trauma akibat
benda tajam/trauma tembus, ataukah trauma fisis. Kelainan yang diakibatkan oleh trauma mata
sesuai dengan berat ringannya serta jenis trauma itu sendiri yang dapat menyerang semua organ
struktural mata sehingga menyebabkan gangguan fisiologis yang reversibel ataupun non-
ireversibel. Trauma oculi dapat menyebabkan perdarahan, adanya laserasi, perforasi, masuknya
benda asing ke dalam bola mata, kelumpuhan saraf, ataukah atrofi dari struktur jaringan bola
mata.2
Anamnesis dan pemeriksaan fisis oftamologi yang dilakukan secara teliti untuk mengetahui
penyebab, jenis trauma yang terjadi, serta kelainan yang disebabkan yang akan menuntun kita ke
arah diagnosis dan penentuan langkah selanjutnya. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan
penunjang, seperti: slit lamp, oftalmoskopi direk maun indirek, tes fluoresensi, tonometri, USG,
maupun CT-scan. Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma
ataupun jenis trauma itu sendiri
BAB II
LANDASAN TEORI

1. Definisi
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata.
Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan dapat juga sebagai kasus polisi.
Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan
kehilangan mata. Alat rumah tangga sering menimbulkan perlukaan atau trauma mata.
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak disengaja yang menimbulkan perlukaan
mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat
ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.Trauma asam
merupakan salah satu jenis trauma kimia mata dan termasuk kegawatdaruratan mata yang
disebabkan zat kimia basa dengan pH>7
Trauma mata dibagi menjadi beberapa macam yaitu
A. Fisik atau Mekanik

1. Trauma Tumpul, misalnya terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock, membuka tutup botol
tidak dengan alat, ketapel.
2. Trauma Tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, bahkan peralatan pertukangan.
3. Trauma Peluru, merupakan kombinasi antara trauma tumpul dan trauma tajam, terkadang
peluru masih tertinggal didalam bola mata. Misalnya peluru senapan angin, dan peluru karet.

B. Khemis

1. Trauma Khemis basa, misalnya sabun cuci, sampo, bahan pembersih lantai, kapur, lem
(perekat).
2. Cuka, bahan asam-asam dilaboratorium, gas airmata.

C. Fisis

1. Trauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.
2. Trauma bahan radioaktif, misalnya sinar radiasi bagi pekerja radiologi
2. Epidemologi
Trauma okular, terutama yang berat dan mengakibatkan penurunan penglihatan bahkan
kehilangan penglihatan. Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan,
terutama pada golongan sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian
trauma okular dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Dari data WHO
tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta
mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera
mata. Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat
mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak
pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31 tahun.
3. Etiologi
Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat dan ringannya trauma :
a. Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai tertinggalnya benda
asing didalam mata. Benda asing yang tertinggal dapat bersifat tidak beracun dan
beracun. Benda beracun contohnya logam besi, tembaga serta bahan dari tumbuhan
misalnya potongan kayu. Bahan tidak beracun seperti pasir, kaca. Bahan tidak
beracun dapat pula menimbulkan infeksi jika tercemar oleh kuman.
b. Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan penglihatan
sementara sampai berat, yaitu perdarahan didalam bola mata, terlepasnya selaput jala
(retina) atau sampai terputusnya saraf penglihatan sehingga menimbulkan kebutaan
menetap.
c. Trauma Khemis asam umumnya memperlihatkan gejala lebih berat daripada trauma
khemis basa. Mata nampak merah, bengkak, keluar airmata berlebihan dan penderita
nampak sangat kesakitan, tetapi trauma basa akan berakibat fatal karena dapat
menghancurkan jaringan mata/ kornea secara perlahan-lahan.
d. Trauma Mekanik :
i. Gangguan molekuler. Dengan adanya perubahan patologi akan
menyebabkan kromatolisis sel.
ii. Reaksi Pembuluh darah. Reaksi pembuluh darah ini berupa vasoparalisa
sehingga aliran darah menjadi lambat, sel endotel rusak, cairan keluar dari
pembuluh darah maka terjadi edema.
iii. Reaksi Jaringan. Reaksi Jaringan ini biasanya berupa robekan pada
cornea, sclera dan sebagainya.

4. Tanda dan Gejala


a. Tajam penglihatan yang menurun
b. Tekanan bola mata rndah
c. Bilikmata dangkal
d. Bentuk dan letak pupil berubah
e. Terlihat adanya ruptur pada corneaatau sclera
f. Terdapat jaringan yang prolapsseperti caiaran mata iris,lensa,badan kaca atau retina
g. Kunjungtiva kemotis
5. Patofisiologi
Trauma pada mata dapat mengenai organ mata dari yang terdepan sampai yang terdalam.
Trauma tembus bola mata bisa mengenai :

a. Palpebra
Mengenai sebagian atau seluruhnya jika mengenai levator apaneurosis dapat
menyebabkan suatu ptosis yang permanent
b. Saluran Lakrimalis
Dapat merusak sistem pengaliran air mata dai pungtum lakrimalis sampai ke rongga
hidung. Hal ini dapat menyeabkan kekurangan air mata.
c. Congjungtiva
Dapat merusak dan ruptur pembuluh darah menyebabkan perdarahan sub konjungtiva
d. Sklera
Bila ada luka tembus pada sklera dapat menyebabkan penurunan tekana bola mata dan
kamera okuli jadi dangkal (obliteni), luka sklera yang lebar dapat disertai prolap jaringan
bola mata, bola mata menjadi injury.
e. Kornea
Bila ada tembus kornea dapat mengganggu fungsi penglihatan karena fungsi kornea
sebagai media refraksi. Bisa juga trauma tembus kornea menyebabkan iris prolaps,
korpusvitreum dan korpus ciliaris prolaps, hal ini dapat menurunkan visus
f. Lensa
Bila ada trauma akan mengganggu daya fokus sinar pada retina sehingga menurunkan
daya refraksi dan sefris sebagai penglihatan menurun karena daya akomodasi tisak
adekuat.
g. Iris
Bila ada trauma akan robekan pada akar iris (iridodialisis), sehingga pupil agak kepinggir
letaknya, pada pemeriksaan biasa teerdapat warna gelap selain pada pupil, tetapi juga
pada dasar iris tempat iridodialisis.
h. Pupil
Bila ada trauma akan menyebabkan melemahnya otot-otot sfinter pupil sehingga pupil
menjadi midriasis
i. Retina
Dapat menyebabkan perdarahan retina yang dapat menumpuk pada rongga badan kaca,
hal ini dapat muncul fotopsia dan ada benda melayang dalam badan kaca bisa juga teri
oblaina retina.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiology pada trauma mata sangat membantu dalam menegakkan diagnosa,
terutama bila ada benda asing .Pemeriksaan ultra sonographi untuk menentukan letaknya, dengan
pemeriksaan ini dapat diketahui benda tersebut pada bilik mata depan, lensa, retina.

b. Pemeriksaan “Computed Tomography” (CT)

Suatu tomogram dengan menggunakan komputer dan dapat dibuat “scanning” dari organ
tersebut.

c. Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola mata (normal
12-25 mmHg).

Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler,


papiledema, retina hemoragi.

d. Pemeriksaan Laboratorium, seperti :. SDP, leukosit , kemungkinan adanya infeksi sekunder.

e. Pemeriksaan kultur. Untuk mengetahui jenis kumannya.


f. Kalau perlu pemeriksaan tonometri Schiotz, perimetri, gonioskopi, dan tonografi, maupun
funduskopi (Ilyas, S., 2000)

7. MANIFESTASI KLINIS

A. Hematoma palpebra

Adanya hematoma pada satu mata merupakan keadaan yang ringan, tetapi bila terjadi pada kedua
mata , hati-hati kemungkinan adanya fraktur basis kranii.

Penanganan: Kompres dingin 3 kali sehari.

B. Ruptura kornea

Kornea pecah, bila daerah yang pecah besar dapat terjadi prolapsus iris, merupakan suatu
keadaan yang gawat dan memerlukan operasi segera.

C. Ruptura membran descement

Di tandai dengan adanya garis kekeruhan yang berkelok-kelok pada kornea, yang sebenarnya
adalah lipatan membran descement, visus sangat menurun dan kornea sulit menjadi jernih
kembali.

Penanganan: Pemberian obat-obatan yang membantu menghentikan perdarahan dan tetes mata
kortisol

D. Hifema

Perdarahan dalam kamera okuli anterior, yang berasal dari pembuluh darah iris atau korpus
siliaris, biasanya di sertai odema kornea dan endapan di bawah kornea, hal ini merupakan suatu
keadaan yang serius.

Pembagian hifema:

a. Hifema primer, timbul segera oleh karena adanya trauma.

b. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.

c. Hifema ringan tidak mengganggu visus, tetapi apabila sangat hebat akan mempengaruhi visus
karena adanya peningkatan tekanan intra okuler.

Penanganan: Istirahat, dan apabila karena peningkatan tekanan intra okuli yang di sertai dengan
glaukoma maka perlu adanya operasi segera dengan di lakukannya parasintesis yaitu membuat
insisi pada kornea dekat limbus, kemudian di beri salep mata antibiotik dan di tutup dengan
verband.

E. Iridoparese-iridoplegia

Adalah adanya kelumpuhan pada otot pupil sehingga terjadi midriasis.

Penanganan: Berikan pilokarpin, apabila dengan pemberian yang sampai berbulan-bulan tetap
midriasis maka telah terjadi iridoplegia yang iriversibel.

F. Iridodialisis

Ialah iris yang pada suatu tempat lepas dari pangkalnya, pupil menjadi tdak bula dan di sebut
dengan pseudopupil.

Penanganan: Bila tidak ada keluhan tidak perlu di lakukan apa-apa, tetapi jika ada maka perlu
adanya operasi untuk memfixasi iris yang lepas.

G. Irideremia

Ialah keadaan di mana iris lepas secara keseluruhan.

Penanganan secara konservatif adalah dengan memberikan kacamata untuk mengurangi silau.

H. Subluksasio lentis- luksasio lentis

Luksasio lentis yang terjadi bisa ke depan atau ke belakang. Jika ke depan akan menimbulkan
glaukoma dan jika ke belakang akan menimbulkan afakia. Bila terjadi gaukoma maka perlu
operasi untuk ekstraksi lensa dan jika terjadi afakia pengobatan di lakukan secara konservatif.

I. Hemoragia pada korpus vitreum

Perdarahan yang terjadi berasal dari korpus siliare, kare na bnayak terdapat eritrosit pada korpus
siliare, visus akan sangat menurun.

J. Glaukoma
Di sebabkan oleh kare na robekan trabekulum pada sudut kamera okuli anterior, yang di sebut
“traumatic angle” yang menyebabkan gangguan aliran akquos humour.

Penanganan di lakukan secara operatif.

K. Ruptura sclera

Menimbulkan penurunan teknan intra okuler. Perlu adanya tindakan operatif segera.
L. Ruptura retina

Menyebabkan timbulnya ablasio retina sehingga menyebabkan kebutaan, harus di lakukan


operasi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
a. Identitas
1. Pasien / Klien
 Nama : Ny S
 Umur : 45 tahun
 jenis kelamin : perempuan
 TB, : 160 cm
 BB, : 54 kg
 Alamat : Balai Nan Duo
 status perkawinan : kawin
 Agama : Islam
 Suku : Caniago
 Pendidikan : SD
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
2. Penanggung jawab
 Nama : Tn M
 Umur : 50
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Alamat : Balai Nan Duo
 Status perkawinan : kawin
 Agama : islam
 Suku : Kurai
 Pendidikan : SMP
 Pekerjaan : Tani
 Hub. dengan klien :.Suami
b. Riwayat Penyakit
1. Keluhan Utama (saat masuk Rumah Sakit)
Pasien datang dengan keluhan Nyeri pada kedua matanya
2. Riwayat Kesehatan sekarang
Selama kurang lebih 3 hari sebelum masuk rumah sakit, klien merasa nyeri pada kedua matanya,
Kemudian suami klien member obat tetes tetapi tidak ada efeknya juga. Sehingga suami klien
memutuskan untuk membawa klien kerumah sakit pada tanggal 4 mei 2011 jam 11.00 WIB
melalui IGD.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien belum pernah menderita penyakit tersebut
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga tidak memiliki penyakit seperti yang di alami klien
c. Pengkajian Fungsional
1. Pola persepsi-pemeliharaan kesehatan
Ketika pasien merasa pusing,sesak nafas,jantung berdebar-debar pasien langsung pergi berobat
ke pukesmas
2. Pola nutrisi dan metabolic
Sebelum sakit, intake makanan : frekuensi 3x sehari dan minum : 6-8 gelas /hari tetapi selama
sakit, intake makanan berkurang menjadi : 2x sehari dengan syarat bebas lemak/kolesterol dan
Minum : 5-7 gelas /hari
3. Pola eliminasi
Eliminasi Buang Air Besar (BAK) dan Buang Air Besar (BAB) tidak ada perubahan yaitu
Frekuensi BAK : 4-5x sehari dan BAB : 2x sehari. Tidak ada keluhan terkait dengan pola
eliminasi
4. Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit klien Tidur jam 21.00-05.00 WIB Lama tidur 8 jam, siang hari 2 jam dan Selama
sakit klien Tidur jam 23.00-03.00 WIB Lama tidur hanya 4 jam, siang hari 1 jam.
5. Pola aktivitas latihan

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


Makan/minum 
Mandi 
Toileting 
Berpakaian 
Mobilitas di tempat tidur 
Berpindah 
ROM 
0 = mandiri
1 = alat bantu
2 = dibantu orang lain
3 = dibantu orang lain dan alat
4 = tergantung total
6. Persepsi sensorik / perceptual
Klien mengatakan penglihatannya berkurang karena nyeri pada mata, pendengaran baik
7. Pola konsep diri
Pasien mengatakan meras sedih karena tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasa,
8. Pola seksual-reproduksi
Pasien mengatakan mempunyai 3 orang anak dan selama berkeluarga tidak pernah menggunakan
alat kontrasepsi
9. Pola hubungan dan peran
hubungan dengan anak-anaknya, suami dan dengan pasien lain serta perawat lain baik
10. Pola koping dan stress
Pasien selalu terbuka atas segala masalah pasrah kepada petugas kesehatan dan juga
menyerahkan kesembuhannya pada tuhan YME
11. Pola nilai dan keyakinan
Klien sering mengikuti pengajian di musola di tempat tinggalnya dan juga setiap sholat kadang-
kadang membaca al quran, sekarang hanya bisa berdoa dengan tiduran di tempat tidur
d. Pemeriksaan Fisik (Head to toe)
Bentuk kepala : mesosopal
Rambut : hitam, tidak berketombe, sedikit beruban
Mata : konjungtiva, sclera putih, dan tidak anemis
Hidung : tidak ada polip, bersih
Mulut : mukosa kering dan pecah-pecah, tidak berbau, dan tidak
Caries
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
Dada : sebelah kiri terjadi pembesaran, dan tidak ada kelainan
Abdomen : terdapat asites, nyeri abdomen
Ekstremitas : terpasang kateter, tidak ada udem
Anus : bersih, tidak ada haemorhoid
Tanda-tanda Vital :T : 110/70 MMhG
N : 75x/MENIT
RR : 20x/MENIT
S : 37ºC
e. Data Penunjang Lain
1. Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin mengalami penurunan
akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan pada sistem suplai untuk retina.
2. Luas lapang pandang: mengalami penurunan akibat dari tumor/ massa, trauma, arteri cerebral
yang patologis atau karena adanya kerusakan jaringan pembuluh darah akibat trauma.
3. Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola mata (normal
12-25 mmHg).
4. Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler,
papiledema, retina hemoragi.
f. Program Terapi
1. Terapi farmakologi
2. Terapi invasive
g. Data Fokus

TGL/JAM DATA FOKUS


5 mei 2011 S : Klien mengatakan matanya sakit
jam 09.00 WIB O : klien terlihat menahan sakit dan menutupi matanya
dengan
telapak tangan
S : klien mengatakan pusing pada bagian dalam mata
O : klien terlihat mengeluarkan air mata saat nyeri dating
S : klien mengatakan pandangannya kabur atau tidak jelas
pada
jarak tertentu
O : klien tidak merespon gerakan lawan bicara
S : klien mengatakan pendidikannya hanya smpai sekoah
dasar
O : klien terlihat bingung atau tidak paham atas informasi
yang di
berikan

H. analisa Data

tgl dan jam data etiologi problem


5 mei 2011 S : Klien mengatakan imflamasi pada kornea atau Nyeri akut
Jam 09.00 matanya peningkatan tekanan
WIB sakit intraokular.
O : klien terlihat
menahan sakit
dan menutupi
matanya
dg telapak tangan
S : klien mengatakan peningkatan kerentanan Risiko tinggi
pusing sekunder terhadap interupsi infeksi
pada bagian dalam permukaan tubuh.
mata
O : klien terlihat
mengeluarkan
air mata saat nyeri
dating
S : klien mengatakan gangguan penerimaan Gangguan
pandangannya sensori / status organ Sensori
kabur atau indera. Lingkungan Perseptual
tidak jelas pada secara terapetik
jarak tertentu dibatasi.

O : klien tidak
merespon gerakan
lawan bicara
S : klien mengatakan keterbatasan informasi. Kurangnya
pendidikannya pengetahuan
hanya smpai
sekoah dasar
O : klien terlihat
bingung atau
tidak paham atas
informasi
yang diberikan

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN (sesuai prioritas)


1. Nyeri akut berhubungan dengan imflamasi pada kornea atau peningkatan tekanan intraokular.
2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan sekunder terhadap interupsi
permukaan tubuh.
3. Gangguan Sensori Perseptual : Penglihatan b/d gangguan penerimaan sensori / status organ
indera. Lingkungan secara terapetik dibatasi.
4. Kurangnya pengetahuan (perawatan) berhubungan dengan keterbatasan informasi.
III. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnose Tujuan Intervensi Rasional


D
X
1 
Nyeri akut Nyeri berkurang atau Lakukan tindakan
1. Tindakan
berhubunga hilang. penghilangan nyeri penghilangan nyeri
n dengan Kriteria hasil : Klien akan : yang non invasif dan yang non invasif dan
imflamasi  Melaporkan non farmakologi, nonfarmakologi
penurunan nyeri
pada seperti berikut memungkinkan klien
kornea atau progresif dan
1. Posisi : Tinggikan untuk memperoleh
penghilangan nyeri
peningkata bagian kepala tempat rasa kontrol terhadap
setelah intervensi.
n tekanan tidur, berubah-ubah nyeri.
intraokular. Klien tidak gelisah. antara berbaring pada
2. Klien kebanyakan
punggung dan pada mempunyai
sisi yang tidak sakit. pengetahuan yang
mendalam tentang
2. Distraksi
nyerinya dan
3. Latihan
tindakan
relaksasi
penghilangan nyeri
yang efektif.
 Bantu klien
dalam 3. Untuk beberapa
mengidentifik klien terapi
asi tindakan farmakologi
penghilangan diperlukan untuk
nyeri yang memberikan
efektif. penghilangan nyeri
yang efektif.
 Berikan
4. Tanda ini
dukungan
tindakan menunjukkan
penghilangan peningkatan tekanan
nyeri dengan intraokular atau
analgesik komplikasi lain.
yang
diresepkan.

2 Risiko Tidak terjadi infeksi.  Tingkatkan  Nutrisi dan


tinggi Kriteria hasil : Klien penyembuhan luka: hidrasi yang
infeksi akan : optimal
1. Berikan
berhubunga meningkatkan
 Menunjukkan dorongan
n dengan kesehatan
penyembuhan untuk
peningkata secara
tanpa gejala mengikuti
n keseluruhan,
infeksi. diet yang
kerentanan yang
 Nilai seimbang dan
sekunder meningkatkan
Labotratorium : asupan cairan
terhadap penyembuhan
SDP normal, yang adekuat.
interupsi luka
kultur negatif. 2. Instruksikan
permukaan pembedahan.
klien untuk
tubuh. Memakai
tetap menutup
pelindung
mata sampai
mata
diberitahukan
meningkatkan
untuk dilepas.
penyembuhan
dengan
 Gunakan
menurunkan
tehnik aseptik
kekuatan
untuk
iritasi.
meneteskan
tetes mata :
 Tehnik
aseptik
Cuci tangan sebelum
memulai. meminimalka
n masuknya
1. Pegang alat
mikroorganis
penetes agak
me dan
jauh dari
mengurangi
mata.
risiko infeksi.
2. Ketika
meneteskan,  Drainase
hindari abnormal
kontak antara memerlukan
mata, tetesan evaluasi
dan alat medis dan
penetes. kemungkinan
memulai
 Beritahu
penanganan
dokter tentang
farmakologi.
semua
 Mengurangi
drainase yang
reaksi radang,
terlihat
dengan
mencurigakan
steroid dan
.
menghalangi
 Kolaborasi
hidupnya
dengan dokter
bakteri,
dengan
dengan
pemberian
antibiotika.
antibiotika
dan steroid..

3 Gangguan 
Hasil yang diharapkan 
Tentukan ketajaman Dengan mengetahui
Sensori / kriteria evaluasi – penglihatan, catat ketajaman dan
Perseptual : pasien akan : apakah satu atau penyebab
Penglihatan Meningkatkan penglihatan dapat
b/d ketajaman penglihatan kedua mata terlibat. menetukan langkah
gangguan dalam batas situasi
 Orientasikan pasien intervensi
penerimaan individu. terhadap lingkungan, Pendekatan pasien
sensori / Mengenal gangguan staf, orang lain di dapat dapat
status organ sensori dan areanya. mendorong
indera. berkompensasi kesembuhan
 Observasi tanda –
Lingkungan terhadap perubahan.  Tetes mata yang
tanda dan gejala-
secara Mengidentifikasi / tidak dengan resep
gejala disorientasi:
terapetik memperbaiki potensial dokter dapat
pertahankan pagar
dibatasi. bahaya dalam membuat kabur dan
tempat tidur sampai
lingkungan. iritasi mata
benar-benar sembuh
dari anestasia.

 Pendekatan dari sisi


yang tak dioperasi,
bicara dan
menyentuh sering,
dorong orang tedekat
tinggal dengan
pasien.

4 Kurangnya 
Pasien dan keluarga Jelaskan 
kembali Mengurangi stress,
pengetahua memiliki pengetahuan tentang keadaan mencegah kabur dan
n yang memadai tentang pasien, rencana iritasi mata
(perawatan) perawatan. perawatan 
dan Mengurangi rasa
berhubunga prosedur tindakan nyeri, mengurangi
n dengan yang akan di lakukan. resiko penekanan
keterbatasa  Jelaskan pada pasien pada mata
n informasi. agar tidak
menggunakan obat
tetes mata secara
senbarangan.

 Anjurkan pada
pasien gara tidak
membaca terlebih
dahulu, “mengedan”,
“buang ingus”, bersin
atau merokok.

 Anjurkan pasien
untuk tidur dengan
meunggunakan
punggung, mengtur
cahaya lampu tidur.

 Observasi
kemampuan pasien
dalam melakukan
tindakan sesuai
dengan anjuran
petugas.

IV. IMPLEMENTASI

No Tanggal implementasi Respon Pasien Paraf


DX dan Jam Perawat
1 5/05/11 1. Mengkaji tindakan 1. Klien dapat mengontrol
08.00 penghilangan nyeri yang rasa nyeri
non invasif dan non
farmakologi, 2. Myeri bagian mata
2. Menanyakan ketidak
nyamanan
2 5/05/11 1. Mengkaji nutrisi dan 1. Nutrisi dan cairan ke
08.30 cairan yang masuk ke dalam tubuh berkurang
dalam tubuh karena nyeri pada mata
2. Klien mengatakan
2. Menggunakan teknik aseptic
lebih nyaman
untuk meneteskan tetes
mata

3 5/05/11 1. Mengkaji ketajaman 1. Penglihatan klien


09.00 penglihatan klien masih kabur
2. Mengkaji lingkungan 2. Lingkungnnya
tinggal klien berdebu
4 5/05/11 1. Menjelaskan keadaan 1. Klien merasa cemas
10.00 pasien
2. Menganjurkan agar klien 2. Klien menggunakan
tidak menggunakan obat obat tetes resep dari
tetes sembarangan dokter
1 6/05/11 1. Mengidentifikasi tindakan 1. Menggunakan terapi
08.00 penghilangan nyeri yang farmakologi rasa nyeri
efektif klien berkurang
2. Melatih relaksasi 2. Klien mengikuti
dengan menahan nyeri
2 08.40 1. Menganjurkan klien untuk1. Klien memakai kain
mmakai penutup mata yang diberikan perawat
2. Menginstruksikan klien 2. Klien merasa nyaman
untuk tetap menutup mata saat menutup mata
sampai diberitahukan
untuk dilepas.
3 09.00 1. Bila perlu berikan penkes 1. Klien menyadari
tentang kesehatannya
4 09.30 1. Menganjurkan pasien agar1. Mata merasa nyeri
tidak membaca dulu
1 7/05/11 1. Memberikan dukungan 1. Nyeri berkurang
08.00 tindakan penghilangan setelah makan obat
nyeri dengan analgesic yang analgesik
diresepkan

2 08.30 1. Memegang alat penetes 1. Klien berhati-hati


mata agak jauh dari mata menggunakan tetes
mata
3 09.00 1. Mengobservasi tanda dan1. Ketajaman mata
gejala kabur dan iritasi
4 09.30 1. Mengobservasi 1. Klien dapat
kemampuan klien dalam melakukan kegiatan
melakukan tidakan yang ringan

V. Evaluasi

Tanggal Diagnose SOAP Perkembangan Paraf


dan jam
7/05/11 Nyeri akut berhubungan dengan S : klien mengatakan
13.30 imflamasi pada kornea atau penglihatan rabun karena nyeri
peningkatan tekanan intraokular. mata
O : tingkatan nyeri 5
A : Nyeri akut berhubungan
dengan imflamasi pada kornea
atau peningkatan tekanan
intraocular belum teratasi
P : berikan terapi farmakologi
secara rutin, lanjutkan intervensi
7/05/11 Risiko tinggi infeksi berhubungan S : klien ditetesi obat mata resep
13.30 dengan peningkatan kerentanan dari dokter
sekunder terhadap interupsi O : Klien sebelumnya ditetesi
permukaan tubuh. obat mata sembarangan
menyebabkan iritasi
A : Risiko tinggi infeksi
berhubungan dengan
peningkatan kerentanan
sekunder terhadap interupsi
permukaan tubuh belum teratasi
P : berikan tetes obat sesuai
resep dokter, lanjutkan
intervensi
7/05/11 Gangguan Sensori Perseptual : S : klien lebih menjaga
13.30 Penglihatan b/d gangguan kebersihan lingkungan
penerimaan sensori / status organ O : lingungan klien sebelumnya
indera. Lingkungan secara kotor, penuh debu dan
terapetik dibatasi. ketajaman penglihatan masih
rabun
A : Gangguan Sensori
Perseptual : Penglihatan b/d
gangguan penerimaan sensori /
status organ indera belum
teratasi
P : melatih ketajaman mata,
lanjutkan intervensi
7/05/11 Kurangnya pengetahuan S : klien membaca dengan
13.30 (perawatan) berhubungan dengan duduk
keterbatasan informasi O : sebelumnya klien membaca
dengan tiduran dan mata
menjadi merah
A : pengetahuan (perawatan)
berhubungan dengan
keterbatasan informasi teratasi
P : pertahankan intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2. Jakarta : EGC

Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis Company.

Darling, V.H. & Thorpe, M.R. (1996). Perawatan Mata. Yogyakarta : Yayasan Essentia Media.

Ilyas, Sidarta. (2000). Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta.

Wijana, Nana. (1983). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta

http:///www.rusdi .blog
Risiko trauma NOC : NIC :
Faktor-faktor risiko Knowledge : Personal Environmental Management safety
Internal: Safety Sediakan lingkungan yang aman
Kelemahan, penglihatan Safety Behavior : Fall untuk
menurun, penurunan sensasi Prevention pasien
taktil, penurunan koordinasi Safety Behavior : Fall
otot, tangan-mata, kurangnya occurance Identifikasi kebutuhan keamanan
edukasi keamanan, Safety Behavior : pasien,
keterbelakangan mental Physical Injury sesuai dengan kondisi fisik dan
Eksternal: Tissue Integrity: Skin fungsi
Lingkungan and Mucous Membran kognitif pasien dan riwayat penyakit
Setelah dilakukan tindakan terdahulu pasien
keperawatan Menghindarkan lingkungan yang
selama….klien tidak berbahaya (misalnya memindahkan
mengalami trauma dengan perabotan)
kriteria hasil:
Memasang side rail tempat tidur
- pasien terbebas dari
trauma fisik Menyediakan tempat tidur yang
nyaman
dan bersih
Menempatkan saklar lampu
ditempat
yang mudah dijangkau pasien.
Membatasi pengunjung
Memberikan penerangan yang
cukup
Menganjurkan keluarga untuk
menemani
pasien.
Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
Memindahkan barang-barang
yang dapat
membahayakan
Berikan penjelasan pada pasien
dan keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.

Anda mungkin juga menyukai