DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1
TINGKAT IIA
1. Adela Ayu Basmari (PO7120119001)
2. Adiza (PO7120119002)
3. Ahmad Widad Allan Anuari (PO7120119003)
1
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul: “Konsep Dasar Keperawatan Anak dan System Perlindungan Anak
di Indonesia”. Pembuatan makalah dimaksudkan untuk memenuhi tugas yang di
berikan Dosen sebagai bahan pembelajaran dan penilaian.
kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian,
kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
sehingga dapat diselesai dengan baik. Oleh karena itu, masukan, saran, kritik, dan
usul yang sifatnya untuk perbaikan dari berbagai pihak khususnya Bapak serta
rekan – rekan sangat diharapkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
memberi masukan sehingga makalah ini dapat di selesaikan dan saya berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Kelompok 1
2
DAFTAR ISI
Daftar isi
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................3
2.1 Pengertian Anak...........................................................................................3
2.2 Filosofi Keperawatan Anak....................................................................3
2. 3 Paradigma Keperawatan Anak..................................................................7
2.4 Prinsip Perawatan Anak............................................................................10
2.5 Family Centered Care (FCC)....................................................................11
2.6 Atraumatic Care.........................................................................................15
2.7 Membangun system perlindungan anak di Indonesia............................18
2.8 Perkembangan Peraturan Undang-undang Perlindungan Anak Di
Indonesia...........................................................................................................21
2.9 Perundang-Undangan Nasional Tentang Kekerasan, Eksploitasi,
Penelantaran dan Perlakuan Salah pada Anak.............................................25
2.10 Definisi dan Sanksi Kekerasan, Eksploitasi, Penelantaran dan
Perlakuan Salah dalam Undang-Undang Nasional dan Perbandingannya
dengan Insrumen Internasional......................................................................26
2.11 Analisis Perkembangan Pembentukan Perubahan Kedua
Perlindungan Anak Nomor 17 Tahun 2016...................................................30
BAB III............................................................................................................................36
PENUTUP.......................................................................................................................36
3.1 Kesimpulan.................................................................................................36
3.2 Saran............................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................37
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
perawatan anak sehat, maupun saat anak sakit. Keluarga dengan anak yang sedang
sakit di rumah menuntut keluarga itu sendiri untuk memberi perawatan yang
optimal pada anak.
Atas dasar tersebut pemerintah berupaya melakukan pemberian perlindungan
terhadap anak. Perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai upaya
perlindungn bagi hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak
(fundamental rights and freedoms of children) serta berbagai kepentingan yang
berhubungan dengan kesejahteraan anak.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari filosofi keperawatan anak.
2. Untuk mengetahui pengertian dari paradigma keperawatan anak.
3. Untuk mengetahui prinsip keperawatan anak.
4. Untuk mengetahui system perlindungan anak di Indonesia.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
a. Family Centered Care (Perawatan berfokus pada keluarga)
Keluarga merupakan bagian penting dalam keperawatan anak mengingat anak
adalah bagian dari keluarga. Kehidupan anak dapat ditentukan oleh lingkungan
keluarga, untuk itu keperawatan anak harus mengenal keluarga sebagai tempat
tinggal atau sebagai konstanta tetap dalam kehidupan anak (Wong,Perry &
Hockenberry, 2002).
Pada dasarnya, setiap asuhan pada anak yang dirawat di rumah sakit
memerlukan keterlibatan orangtua. Waktu kunjungan orangtua terhadap anaknya
harus terbuka 24 jam, tersedia aktivitas bermain dan layanan pendidikan
kesehatan pada orangtua yang terprogram secara reguler. Anak membutuhkan
orangtua selama proses hospitalisasi.
Untuk mencapai tujuan dari upaya pencegahan dan pengobatan pada anak yang
dirawat di rumah sakit, sangat diperlukan kerjasama antara orangtua dan tim
kesehatan dan asuhan pada anak baik sehat maupun sakit paling baik
dilaksanakan oleh orangtua dengan bantuan tenaga kesehatan yang berkompeten.
2. Empowering (memperkokoh)
Interaksi perawat dengan keluarga yang sedemikian rupa sehingga
keluarga mempertahankan atau mendapatkan perasaan mengontrol kehidupannya
dan aspek perubahan positif sebagai hasil dari perilaku perbantuan
7
pula. Demikian pula orangtua mempunyai latar belakang individu yang
berbeda dalam berespon terhadap kondisi anak dan perawatan di rumah
sakit.
2. Orangtua dapat memberikan asuhan yang efektif selama hospitalisasi
anaknya.
3. Kerjasama dalam model asuhan adalah fleksibel dan menggunakan konsep
dasar asuhan keperawatan anak.
4. Keberhasilan dari pendekatan ini tergantung pada kesepakatan tim
kesehatan untuk mendukung kerjasama yang aktif dari orangtua.
Kesepakatan untuk menggunakan pendekatan family centered tidak cukup
hanya dari perawat tetapi juga seluruh petugas yang ada.
b. Atraumatic care
Atraumatic care adalah pemberian asuhan/ pelayanan terapeutik pada setting,
personal, dan intervensi yang digunakan untuk mengurangi atau meminimalkan
distress psikologis dan fisik, yang dialami anak yang sakit dan keluarganya pada
sistem yankes.
Therapeutik care adalah seluruh tindakan yang meliputi preventif, penegakan
diagnosa, pengobatan, dan penatalaksanaan lainnya atau perawatan paliatif pada
kondisi akut maupun kronis
Setting adalah tempat pelayanan kesehatan diberikan: rumah, RS/ lainnya
Personel adalah setiap orang yang terlibat langsung dalam pemberian terapeutik
care
Intervensi adalah seluruh tindakan/ kegiatan dalam rentang pendekatan psikologis
(menyiapkan anak untuk dilakukan prosedur) dan fisik (memberikan ruang untuk
orangtua rooming in).
Atraumatic care adalah perawatan yang tidak menimbulkan adanya taruma
pada anak dan keluarga. Dasar pemikiran pentingnya asuhan terapeutik ini adalah
bahwa walaupun ilmu pengetahuan dan teknollogi di bidang pediatrik telah
berkembang pesat, tindakan yang dilakukan pada anak tetap menimbulkan trauma,
rasa nyeri, marah, cemas dan takut pada anak.
8
Atraumatic care difokuskan pada pencegahan terhadap trauma yang
merupakan bagian dalam keperawatan anak. Perhatian khusus pada anak sebagai
individu yang masih dalam usia tumbuh kembang sangat penting karena masa
anak merupakan proses menuju kematangan. Kalau proses menuju kematangan
tersebut terdapat hambatan atau gangguan maka anak tidak akan mencapai
kematangan.
c. Primary Nursing
Primary Nursing a/ menjaga / merawat anak selama 24 jam. Model terkini
dalam keperawatan anak : meningkatnya pertanggungjawaban terhadap
klien.Primary Nursing secara umum mendukung pelaksanaan Askep pada anak
dan menjadikan asuhan yang konsisten terhadap anak serta berfokus pada unit
keluarga sebagai bagian komponen integral pada perencanaan dan pelaksanaan
asuhan keperawatan.
d. Manajemen Kasus
Pengelolaan kasus secara komprehensif adalah bagian utama dalam pemberian
asuhan keperawatan secara utuh, melalui upaya pengkajian, penentuan diagnosa,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dari berbagai kasus baik yang akut
maupun kronis. Pendekatan psikologis yang dilakukan dengan mempersiapkan
secara fisik, memberi kesempatan orangtua dan menciptakan lingkungan yang
9
nyaman bagi anak dan orangtua dengnan berprinsip pada upaya pencegahan dan
peningkatan kesehatan.
Kemampuan perawat dalam mengelola kasus secara baik tentu berdampak
dalam proses penyembuhan pada anak, mengingat anak memiliki kebutuhan yang
spesifik dan berbeda satu sama lain. Keterlibatan orangtua dalam pengelolaan
kasus juga dibutuhkan karena proses perawatan di rumah adalah bagian tanggung
jawabnya dengan meneruskan program perawatan di rumah sakit. Pendidikan dan
keterampilan mengelola kasus pada anak selma di rumah sakit, akan mampu
memberikan keterlibatan secara penuh bagi keluarga (Wong,D.L,1995).
Manusia (Anak)
Sehat-Sakit Lingkungan
Keperawatan
Manusia (Anak)
Anak baik sebagai individu maupun bagian dari keluarga merupakan salah
satu sasaran dalam pelayanan keperawatan. Untuk dapat memberikan pelayanan
keperawatan yang tepat sesuai dengan masa tumbuh kembangnya, anak di
kelompokkan berdasarkan masa tumbuh kembangnya yaitu
1. Bayi : 0 – 1 th
10
2. Toddler : 1 – 2,5 th
3. Pra Sekolah : 2,5 – 5 th
4. Sekolah : 5 – 11 th
5. Remaja : 11 – 18 th
Terdapat perbedaan dalam memberikan pelayanan keperawatan antara
orang dewasa dan anak sebagai sasarannya. Perbedaan itu dapat dilihat dari
struktur fisik, dimana secara fisik anak memiliki organ yang belum matur
sepenuhnya. Sebagai contoh bahwa komposisi tulang pada anak lebih banyak
berupa tulang rawan, sedangkan pada orang dewasa sudah berupa tulang keras.
Proses fisiologis juga mengalami perbedaan, kemampuan anak dalam
membentuk zat penangkal anti peradarangan belum sempurna sehingga daya
tahan tubuhnya masih rentan dan mudah terserang penyakit. Pada aspek
kognitif, kemampuan berfikir anak serta tanggapan terhadap pengalaman masa
lalu sangat berbeda dari orang dewasa, pengalaman yang tidak menyenangkan
selama di rawat akan di rekam sebagai suatu trauma, sehingga pelayanan
keperawatan harus meminimalisasi dampak traumatis anak.
Manusia sebagai klien dalam keperawatan anak adalah individu yang
berusia antara 0–21 tahun, yang berada dalam suatu rentang perubahan
perkembangan dari bayi sampai remaja.
Sebagai individu yang sedang dalam proses tumbuh kembang, anak
mempunyai kebutuhan spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang
berbeda dengan orang dewasa. Diyakini bahwa anak bukan miniatur orang
dewasa, harta dan kekayaan orang tua yang nilainya dihitung secara ekonomi
tetapi anak adalah mahluk yang unik dan utuh, biopsiko-sosio cultural spritual
Anak merupakan anggota unit keluarga dalam suatu kultur dan
masyarakat, maka keperawatan anak tidak boleh hanya memperhatikan anak itu
sendiri,akan tetapi kultur keluarga dan masyarakat harus diperhatikan . Sebagai
bagian dari keluarga salah satu bagian yang penting adalah keterlibatan anggota
keluarga dalam memberikan pelayanan perawatan. Anak merupakan masa depan
bangsa dan negara (dunia) yang berhak atas pelayanan kesehatan untuk memenuhi
kebutuhan spesifiknya pada tiap tahap usia.
11
Sehat-Sakit
Rentang sehat-sakit merupakan batasan yang dapat diberikan bantuan
pelayanan keperawatan pada anak. Rentang ini adalah suatu alat ukur dalam
menilai status kesehatan yang bersifat dinamis dalam setiap waktu. Sehat-sakit
berada dlam suatu rentang mulai dari sehat opimal pada satu kutub sampai
meninggal pad kutub berikutnya seperti terlihat berikut ini : sehat optimal, sakit
berat, meninggal.
Lingkungan
Lingkungan dalam pradigma keperawatan anak yang dimaksud adalah
lingkungan internal maupun eksternal yang berperan dalam perubahan status
kesehatan anak.
Lingkungan internal di antaranya adalah genetik,kematangan biologis, jenis
kelamin, intelektual, emosi dan adanya predisposisi atau resistensi terhadap
penyakit.
Lingkungan eksternal yaitu status nutrisi, orangtua, saudara sekandung (sibling),
masyarakat/kelompok sekolah, kelompok/geng, disiplin yang ditanamkan
orangtua, status sosial ekonomi. Perkembangan anak sangat dipengaruhi
rangsangan terutama dari lingkungan eksternal yaitu ligkungan yang aman, peduli
dan penuh kasih sayang.
Keperawatan
Komponen ini merupakan bentuk pelayanan keperawatan yang diberikan
kepada anak dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan secara optimal
dengan melibatkan keluarga. Fokus utama dalam pelaksanaan pelayanan
keperawatan adalah peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.
Keperawatan kesehatan anak meliputi hubungan antara perawat dengan
anak dan perawat dengan keluarga di mana perawat tidak semata-mata merawat
12
anak selama sakit, tetapi bertanggung jawab secara keseluruhan yang
memungkinkan pemenuhan kebutuhan anak keluarga. Perawat dipandang sebagai
orang yang dapat bekerja secara efektif dengan bayi dan anak serta dapat
menciptakan suatu kondisi bagi anak lain agar berfungsi lebih efektif dalam
merawat anaknya.
Perawat harus berfikir kritis, menggunakan ilmu dan mempunyai
keterampilan professional untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang
berkualitas. Lingkungan di sekitar anak memegang peranan penting, perawat perlu
memahami bagaimana anak berinteraksi dengan lingkungannya.
Agar tercapai perawat perlu melakukan 3 tingkat pencegahan:
13
6. Tujuan perawatan anak dan remaja adalah untuk meningkatkan
maturasi/kematangan yang sehat bagi anak dan remaja sebagai mahluk
biopsikososial dan spiritual dalam konteks keluarga dan masyarakat.
7. Berfokus pada pertumbuhan & perkembangan
14
d. Meningkatkan pemahaman tentang kekuatan yang dimiliki keluarga dan
kapasitas pemberi pelayanan.
e. Penggunaan sumber-sumber pelayanan kesehatan dan waktu tenaga
profesional lebih efisien dan efektif (mengoptimalkan manajemen
perawatan di rumah, mengurangi kunjungan ke unit gawat darurat atau
rumah sakit jika tidak perlu, lebih efektif dalam menggunakan cara
pencegahan).
f. Mengembangkan komunikasi antara anggota tim kesehatan.
g. Persaingan pemasaran pelayanan kesehatan kompetitif.
h. Meningkatkan lingkungan pembelajaran untuk spesialis anak dan tenaga
profesi lainnya dalam pelatihan-pelatihan.
i. Menciptakan lingkungan yang meningkatkan kepuasan profesional.
j. Mempertinggi kepuasan anak dan keluarga atas pelayanan kesehatan yang
diterima.
15
termasuk keanekaragaman suku, ras, spiritual, sosial, ekonomi, bidang
pendidikan dan geografi ke dalam kebijakan praktik.
e. Mengenali dan menghormati metode koping yang berbeda dan menerapkan
program dan kebijakan menyeluruh yang menyediakan pelayanan
perkembangan, pendidikan, emosi, lingkungan dan dukungan keuangan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang berbeda-beda.
f. Mendorong dan memfasilitasi dukungan dan jaringan kerja sama keluarga
dengan keluarga.
g. Menetapkan bahwa rumah, rumah sakit, dan pelayanan masyarakat dan
sistem pendukung untuk anak-anak yang memerlukan pelayanan kesehatan
khusus dan keluarganya bersifat fleksibel, dapat diakses, dan komprehensif
dalam menjawab pemenuhan kebutuhan keluarga yang berbeda sesuai yang
diperlukan.
h. Menghargai keluarga sebagai keluarga, dan anak-anak sebagai anak-anak,
mengakui bahwa mereka memiliki beragam kekuatan, perhatian, emosi dan
cita-cita yang melebihi kebutuhan mereka untuk mendapatkan layanan dan
dukungan kesehatan serta perkembangan khususnya.
16
c. Mengenali dan memperkuat kelebihan yang ada pada anak dan keluarga.
Mengkaji kelebihan keluarga dan membantu mengembangkan kelebihan
keluarga dalam proses asuhan keperawatan pada klien.
d. Mendukung dan memfasilitasi pilihan anak dan keluarga dalam memilih
pelayanan kesehatannya. Memberikan kesempatan kepada keluarga dan
anak untuk memilih fasilitas kesehatan yang sesuai untuk mereka,
menghargai pilihan dan mendukung keluarga.
e. Menjamin pelayanan yang diperoleh anak dan keluarga sesuai dengan
kebutuhan, keyakinan, nilai, dan budaya mereka. Memonitor pelayanan
keperawatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan, nilai, keyakinan dan
budaya pasien dan keluarga.
f. Berbagi informasi secara jujur dan tidak bias dengan anak dan keluarga
sebagai cara untuk memperkuat dan mendayagunakan anak dan keluarga
dalam meningkatkan derajat kesehatan. Petugas kesehatan memberikan
informasi yang berguna bagi pasien dan keluarga, dengan benar dan tidak
memihak. Informasi yang diberikan harus lengkap, benar dan akurat.
g. Memberikan dan menjamin dukungan formal dan informal untuk anak dan
keluarga. Memfasilitasi pembentukan support grup untuk anak dan keluarga,
melakukan pendampingan kepada keluarga, menyediakan akses informasi
support grup yang tersedia dimasyarakat.
h. Berkolaborasi dengan anak dan keluarga dalam penyusunan dan
pengembangan program perawatan anak di berbagai tingkat pelayanan
kesehatan. Melibatkan keluarga dalam perencanaan program perawatan
anak, meminta pendapat dan ide keluarga untuk pengembangan program
yang akan dilakukan.
i. Mendorong anak dan keluarga untuk menemukan kelebihan dan kekuatan
yang dimiliki, membangun rasa percaya diri, dan membuat pilihan dalam
menentukan pelayanan kesehatan anak. Petugas kesehatan berupaya
meningkatkan rasa percaya diri keluarga dengan memberikan pengetahuan
yang keluarga butuhkan dalam perawatan anak (American Academy of
Pediatric, 2003).
17
2.6 Atraumatic Care
Pernahkah Anda dirawat di rumah sakit? Tentu ada yang pernah. Bagaimana
perasaan Anda saat mendapatkan prosedur tindakan? Pasti takut, stres cemas,
berbagai perasaan muncul. Coba Anda bayangkan ketika anak-anak harus
menjalani prosedur-prosedur, di mana anak-anak terutama yang masih kecil
belum bisa menahan sakit sehingga akan berdampak pada psikologis anak itu
sendiri maupun orang tuanya karena orang tua pasti tidak tega melihat anaknya
yang kesakitan, sehingga seorang perawat anak harus menerapkan teknik untuk
mengurangi atau menghilangkan dampak tersebut yang disebut dengan atraumatic
care.
Atraumatic care atau asuhan atraumatik adalah penyediaan asuhan terapeutik
dalam lingkungan oleh seseorang (personal) dengan melalui penggunaan
intervensi yang menghilangkan atau memperkecil distres psikologis dan fisik
yang dialami oleh anak-anak dan keluarga mereka dalam sistem pelayanan
kesehatan. Atraumatic care yang dimaksud di sini adalah perawatan yang tidak
menimbulkan adanya trauma pada anak dan keluarga. Perawatan tersebut
difokuskan dalam pencegahan terhadap trauma yang merupakan bagian dalam
keperawatan anak. Perhatian khusus pada anak sebagai individu yang masih
dalam usia tumbuh kembang sangat penting karena masa anak-anak merupakan
proses menuju kematangan, yang mana jika proses menuju kematangan tersebut
terdapat hambatan atau gangguan maka anak tidak akan mencapai kematangan.
18
Tujuan utama perawatan atraumatik adalah ˜Pertama, jangan melukai,
yang memberikan kerangka kerja untuk mencapai tujuan ini adalah dengan
mencegah atau meminimalkan pemisahan anak dari keluarganya, meningkatkan
pengendalian perasaan dan mencegah atau meminimalkan nyeri dan cedera pada
tubuh. Beberapa contoh pemberian asuhan atraumatik meliputi pengembangan
hubungan anak-orang tua selama dirawat di rumah sakit, menyiapkan anak
sebelum pelaksanaan terapi dan prosedur yang tidak dikenalinya, mengendalikan
rasa sakit, memberikan privasi pada anak, memberikan aktivitas bermain untuk
mengungkapkan ketakutan dan permusuhan, menyediakan pilihan untuk anak-
anak dan menghormati perbedaan budaya.
Beberapa kasus yang sering dijumpai di masyarakat seperti peristiwa yang
menimbulkan trauma pada anak adalah cemas, marah, nyeri dan lain-lain. Apabila
hal tersebut dibiarkan dapat menyebabkan dampak psikologis pada anak dan
tentunya akan mengganggu perkembangan anak. Dengan demikian atraumatic
care sebagai bentuk perawatan terapeutik dapat diberikan pada anak dan keluarga
dengan mengurangi dampak psikologi dari tindakan keperawatan yang diberikan
seperti memperhatikan dampak tindakan yang diberikan dengan melihat prosedur
tindakan atau aspek lain yang kemungkinan berdampak terjadinya trauma, untuk
mencapai perawatan tersebut beberapa prinsip yang dapat dilakukan oleh perawat
antara lain:
a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga. Dampak
perpisahan dari keluarga maka anak mengalami gangguan psikologis seperti
kecemasan, ketakutan, kurang kasih sayang sehingga gangguan ini akan
menghambat proses penyembuhan anak dan dapat mengganggu pertumbuhan
dan perkembangan anak.
b. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak.
Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak, diharapkan anak mandiri
dalam kehidupannya, anak akan selalu berhati-hati dalam melakukan aktivitas
sehari-hari, selalu bersikap waspada dalam segala hal, serta pendidikan
terhadap kemampuan dan keterampilan orang tua dalam mengawasi perawatan
anak.
19
c. Mencegah dan mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak psikologis).
Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam
keperawatan anak. Proses pengurangan rasa nyeri sering kali tidak bisa
dihilangkan secara cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai teknik
misalnya distraksi, relaksasi, imaginary. Apabila tindakan pencegahan tidak
dilakukan maka cedera dan nyeri akan berlangsung lama pada anak sehingga
dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
d. Tidak melakukan kekerasan pada anak. Kekerasan pada anak akan
menimbulkan gangguan psikologis yang sangat berarti dalam kehidupan anak.
Apabila ini terjadi pada saat anak dalam proses tumbuh kembang maka
kemungkinan pencapaian kematangan akan terhambat, dengan demikian
tindakan kekerasan pada anak sangat tidak dianjurkan karena akan
memperberat kondisi anak.
e. Modifikasi lingkungan. Melalui modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa
anak dapat meningkatkan keceriaan, perasaan aman dan nyaman bagi
lingkungan anak sehingga anak selalu berkembang dan merasa nyaman di
lingkungannya.
20
2.7 Membangun system perlindungan anak di Indonesia
Kasus kekerasan terhadap anak, baik fisik maupun psikis, masih banyak terjadi di
Indonesia. Data Kementerian Sosial (2013) menyebutkan, prevalensi kekerasan
anak antara usia 13-17 tahun yaitu kekerasan fisik pada anak lakilaki 1 dari 4 anak
dan 1 dari 7 pada anak perempuan; kekerasan psikologis anak laki-laki 1 dari 8
anak dan anak perempuan 1:9; kekerasan seksual untuk anak laki-laki sebanyak
1:12 dan 1:19 untuk anak perempuan.
Situasi ini menunjukkan bahwa anak laki-laki memiliki kerentanan yang lebih
besar untuk menjadi korban kekerasan dibandingkan anak perempuan. Anak tidak
pula hanya menjadi korban, juga menjadi pelaku kekerasan, meskipun
sesungguhnya anak pelaku juga adalah anak korban. Kondisi ini tentu menjadi
keprihatinan kita semua dan perlu upaya integratif dalam menyelesaikannya.
Maka dari itu, perlu sebuah sistem perlindungan anak agar mereka mampu
mendukung tumbuh kembang anak dengan baik. Saat mereka mampu melewati
hari-hari dengan keceriaan, maka harapan masa depan bangsa akan semakin
cerah. Pertanyaannya, bagaimana mewujudkan sistem perlindungan anak itu?
Salah satu fungsi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) adalah melakukan
pengawasan penyelenggaraan perlindungan anak. KPAI secara masif melakukan
advokasi membangun sistem perlindungan anak yang terdiri atas aspek norma dan
regulasi, struktur dan kelembagaan, serta program dan anggaran. Namun
demikian, masih banyak yang perlu diperbaiki untuk membangun sistem
perlindungan anak.
Secara norma hukum, Indonesia telah memiliki norma hukum yang memadai
sebagai bentuk perlindungan terhadap anak. Undang-Undang No 1/ 1974 dan
Undang-Undang No 4/1979 tentang Kesejahteraan Anak menunjukkan komitmen
pemenuhan hak anak oleh pemerintah Indonesia sebelum era 1980-an.
21
Ratifikasi Convention on the Rights of Children (CRC) melalui Keputusan
Presiden Nomor 36/1990 adalah bentuk komitmen Indonesia di kancah
internasional. Setelah itu, lahir Undang-Undang Perlindungan Anak No 23/ 2002
yang kemudian mengalami perubahan menjadi UU Perlindungan Anak No 35/
2014 dan Undang-Undang No 17/2016. Adanya Undang- Undang Sistem
Peradilan Pidana Anak (SPPA) No 11/2012 menjadi momentum perlindungan
khusus bagi anak berhadapan dengan hukum (ABH).
Pekerjaan rumah yang tersisa adalah bagaimana implementasi peraturan ini secara
baik untuk perlindungan anak serta memberikan edukasi bagi para pelaksana
perlindungan anak. Dilihat dari struktur dan lembaga, nomenklatur kelembagaan
perlindungan anak muncul pada 2009 di Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak.
22
SDM yang mumpuni di berbagai bidang yang berhadapan langsung dengan anak,
misalnya guru, aparat penegak hukum yang berperspektif anak, pekerja sosial,
tenaga konseling, dan advokasi perlindungan anak.
Peran Pemda
Kebijakan perlindungan anak di pusat belum semuanya dapat diserap dengan baik
oleh Pemda. Padahal, Pemda adalah ujung tombak perlindungan anak di daerah
dan short cut penanganan pertama kasus perlindungan anak ada di desa dan
kecamatan. Belum lagi minimnya kesadaran Pemda untuk mendirikan lembaga
pengawas dalam hal ini Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD), membuat
situasi perlindungan anak masih belum lengkap.
Anggaran dan program perlindungan anak di daerah saat ini masih jauh dari kata
memadai. Dari pengawasan kebijakan anggaran di 9 provinsi pada 2015, KPAI
menemukan bahwa anggaran non-pemenuhan kebutuhan dasar untuk
perlindungan anak hanya 1-2% dari keseluruhan APBD. Jumlah anggaran yang
terbatas tersebut digunakan untuk pemenuhan non-kebutuhan dasar, seperti
program pencegahan, penanganan, serta pengawasan tentu masih sangat kurang.
23
Apalagi upaya pencegahan harus diupayakan lebih masif. Anggaran dan program
yang memadai serta tepat sasaran dan tepat guna sangat dibutuhkan untuk
menunjang keberhasilan perlindungan anak. Perubahan dari badan menjadi dinas
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di berbagai daerah diharapkan
menjadi angin segar agar program dan pembiayaan perlindungan anak akan lebih
baik dengan tetap melakukan monitoring dan evaluasi.
Anak merupakan harapan bangsa dan apabila sudah sampai saatnya akan
menggantikan generasi tua dalam melanjutkan roda kehidupan negara, dengan
demikian anak perlu dibina dengan baik agar mereka tidak salah dalam hidupnya
kelak. Setiap komponen bangsa, baik pemerintah maupun non-pemerintah
memiliki kewajiban untuk secara serius memberi perhatian terhadap pertumbuhan
dan perkembangan anak. Komponen-komponen yang harus melakukan
pembinaan terhadap anak adalah orang tua, keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
Anak nakal itu merupakan hal yang wajar-wajar saja, karena tidak
seorangpun dari orang tua yang menghendaki kenakalan anaknya berlebihan
sehingga menjurus ke tindak pidana. Pada kenyataannya banyak kasus kejahatan
yang pelakunya anak-anak. Jika ditelusuri, seringkali anak yang melakukan tindak
pidana adalah anak bermasalah yang hidup ditengah lingkungan keluarga atau
pergaulan sosial yang tidak sehat
Istilah kenakalan anak itu pertama kali ditampilkan pada Badan Peradilan
di Ameriks dalam rangka usaha membentuk suatu undang-undang peradilan bagi
anak di negara tersebut. Dalam pembahasannya ada kelompok yang menekankan
psegi pelanggaran hukumnya, ada pula yang menekankan pada sifat tindakan anak
24
apakah sudah menyimpang dari orma yang berlaku atau belum melanggar hukum.
Namun semua sepakat bahwa dasar pengertian kenakalan anak adalah perbuatan
atau tingkah laku yang bersifat anti sosial.
Secara filosofi anak merupakan bagian dari generasi muda, sebagai salah
satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita
perjuangan bangsa di masa yang akan datang yang memiliki peran serta cirri-ciri
khusus serta memerlukan pembinaan dan perlindungan yang khusus pula.
Anak wajib dilindungi agar mereka tidak menjadi korban tndakan siapa
saja (individu atau kelompok, organisasi swasta ataupun pemertintah) baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pada hakikatnya ana tidak dapat melindungi diri
sendiri dari berbagai macam tindakan yang menimbulkan kerugian mental, fisik,
sosial dalam berbagai bidang kehidupan dan penghidupan.
25
Biro Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa penanganan masalah
perlindungan anak di Indonesia masih jalan di tempat. Sementara itu, Komite Hak
Anak PBB menyebutkan bahwa Indonesia masih mendapatkan “rapor” buruk
dalam penanganan perlindungan anak. Buruknya penanganan perlindungan anak
ini ditunjukkan oleh data statistik anak-anak yang menjadi korban tindak pidana.
Menurut BPS, pada tahun 2014 jumlah penduduk Indonesia yang menjadi korban
tindak pidana sebanyak 1,06 persen, dan dari jumlah tersebut sebanyak 0,29
persen atau 247.610 adalah anak-anak. Dari 247.610 anak yang menjadi korban
kejahatan, 80 persen diantaranya memiilih untuk tidak memproses kasus tersebut
ke kepolisian.
26
Hukum Positif terkait Perlindungan Anak
27
19. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPA
20. Undang-Undang Nomor 31 tahun 2014 tentang REVISI UU No. 13/2006
(LPSK)
21. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang REVISI UU No. 23/2002
(Perlindungan Anak)
22 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang
Undang-undang yang disebutkan di atas tidak semuanya mengatur
perlindungan anak secara langsung, tetapi ada juga yang mengatur masalah
perlindungan anak secara tidak langsung, bahkan sebagian adalah ratifikasi
konvensi (opsional protokol) internasional. Namun demikian, semuanya memiliki
relasi atau keterkaitan dengan perlindungan anak di Indonesia.
28
Namun undang-undang tersebut tidak memberikan definisi yang
memuaskan terhadap tindak pidana kekerasan, eksploitasi, penelantaran,
diskirminasi dan perlakuan salah pada anak. Undang-undang nasional cenderung
memberikan ancaman hukuman kepada siapa saja yang melakukan tindak pidana
tersebut dengan ancaman hukuman yang sangat bervariasi dan cenderung
menggunakan pendekatan retributive (balas dendam). Meski dalam beberapa
pasal juga memberikan ancaman hukuman berupa denda, ganti kerugian dan
rehabilitatif, tetapi pendekatan retributif lebih menonjol dalam undang-undang
nasional.
Pasal 76C
29
Pasal di atas telah memberikan peringatan terhadap siapapun yang
melakukan kekerasan terhadap anak dengan ancaman pidana. Hanya saja ketika
merujuk penjelasan pasal ini, maka tidak ada unsur-unsur pasal yang dimaksud
tentang tindak pidana kekerasan pada anak. Selain itu dalam konteks undang-
undang perlindungan anak juga dicantumkan dalam pasal kekerasan seksual pada
anak yang diatur dalam pasal 76 huruf D dan E yang bunyi lengkapnya sebagai
berikut:
Pasal 76D
Pasal 76E
30
failure to properly supervise or protect children from harm.” (UNICEF: Analysis
of Domestic Related to Law Violence against Children : June 2015 : 1)
Analisa dari uraian di atas yang dapat ditarik jika diperbandingkan antara
rumusan yang ada dalam undang-undang perlindungan anak menunjukkan masih
terjadinya kesenjangan antara unsur-unsur yang ada dalam undang-undang
perlindungan anak dengan definisi di atas, sehingga unsur-unsur kekerasan
terhadap anak mencakup bentuk-bentuk yang lebih konkret dan rinci, tidak
sekedar mencatumkan kekerasan fisik, mental dan sosial, yang menimbulkan
keraguan pada penegak hukum dan sulitnya membuktikan secara juridis formil,
sehingga pada akhirnya merugikan anak itu sendiri.
Definisi tindak pidana eksploitasi terhadap anak di atas juga masih sangat
abstrak. Pertanyaannya apa yang membedakan antara tindak pidana kekerasan
31
pada anak dan tindak pidana eksploitasi pada anak. Adakah perbedaannya?
Menjawab hal ini, rumusan pasal 76 huruf I mengatur sebagai berikut:
Pasal 76I
Norma larangan di atas ini adalah kabur dan unsur-unsur dari perbuatan
yang dilarang juga tidak tidak dicantumkan. Rumusan eksploitasi harus
didefinisikan secara kongkret, sehingga ketika unsur tersebut dipenuhi maka siapa
saja yang melakukan tindak pidana eksploitasi dapat dipidana. Eksploitasi dalam
konteks pasal ini dibatasi pada eksloitasi seksual dan eksploitasi ekonomi. Unsur
eksploitasi seksual dan unsur eksploitasi ekonomi juga perlu dijabarkan secara
lebih lanjut, sehingga memiliki makna yang berbeda dengan tindak pidana
kekerasan seksual pada anak.
Pasal 76B
Perbuatan yang dilarang dalam pasal di atas masih sangat kabur, unsur-
unsur penelantaran tidak dijelaskan dalam rumusan delik maupun penjelasan.
Pasal 1 angka 6 UU No. 35/2014 hanya mendefinisikan anak telantar sebagai
berikut :
Rumusan ini tidak cukup untuk memastikan bahwa seseorang yang telah
terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana penelantaran
pada pada anak. Berdasarkan pemaparan di atas, tentunya rumusan norma pada
32
undang-undang perlindungan anak perlu diperbaiki rumusannya karena
urgensinya yang tinggi.
33
korban dan/atau anak pelaku kejahatan di kemudian hari tidak menjadi pelaku
kejahatan yang sama.
34
Sejahtera dan Fraksi Partai Gerindra sempat menolak pengesahan Perppu menjadi
undang-undang. Namun, setelah lobi pimpinan fraksi dan pimpinan DPR, PKS
akhirnya menyetujui dengan catatan. Sedangkan Gerindra tetap dalam posisi
menolak. Perppu tersebut menjadi undangundang Nomor 1 Tahun 2016 tentang
perrubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak (UU 1/2016).
35
dimaksud dalam Pasal 76D menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang,
mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau
hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana
mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun. Pasal 81 ayat (6) Selain dikenai pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pelaku dapat
dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku. Pasal 81 ayat (7)
Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai
tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik. Pasal 81
ayat (8) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diputuskan bersama-sama
dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan. Pasal
81 ayat (9) Pidana tambahan dan tindakan dikecualikan bagi pelaku Anak.
Pasal 82 sebagai pasal tambahan, ayat (1) menyatakan setiap orang yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Tetapi bunyi
pasal 76E dalam UU KDRT menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan
kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat,
melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau
membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
Lebih lanjut Pasal 82 ayat (2) menyatakan dalam hal tindak pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang
36
yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga
kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh
lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga)
dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 82 ayat (3)
menyatakan selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku
yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76E. Pasal 82 ayat (4) menyatakan dalam hal tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E menimbulkan korban lebih dari 1 (satu)
orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu
atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pidananya
ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1). Pasal 82 ayat (5) menyatakan selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), pelaku dapat dikenai pidana tambahan
berupa pengumuman identitas pelaku. Pasal 82 ayat (6) menyatakan terhadap
pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) dapat dikenai
tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik. Pasal 82
ayat (7) menyatakan bahwa tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
diputuskan bersamasama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu
pelaksanaan tindakan, dan Pasal 82 ayat (8) menyatakan pidana tambahan
dikecualikan bagi pelaku Anak.
37
harus dibuat undangundang yang lebih komprehensif dan bisa menjawab
persoalan bangsa, khususnya anak dan perempuan. Hal ini agar kedepan tidak
terjadi tumpang tindih terkait perlindungan anak, agar kepastian perlindungan
anak semakin jelas dan semakin pasti didalam menjaga generasi penerus bangsa
ini.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut UU RI No. IV th 1979 ttg kesejahteraan anak, disebutkan bahwa
anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah
Sedangkan menurut UU RI No. I th 1974 Bab IX ps 42 disebutkan bahwa
anak yang sah adalah yang dilahirkan dalam atau sebagai perkawinan yang sah.
38
Filosofi keperawatan anak merupakan keyakinan atau cara pandang perawat
dalam meberikan pelayanan keperawatan pada anak.
Paradigma keperawatan anak merupakan suatu landasan berfikir dalam
penerapan ilmu keperawatan anak. Penggunaan paradigm keperawatan anak tetap
mengacu pada konsep paradigma keperawatan secara umum.
3.2 Saran
Bagi para pembaca yang telah membaca makalah ini kiranya dapat
memberikan saran/kritik serta masukan yang berarti pada perbaikan selanjutnya
suapaya makalah ini menjadi makalah yang sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
39
Supartini, 2004. Buku ajar: Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta, EGC.
Yuliastati, Nining, 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan: Keperawatan
Anak, Cetakan I. Jakarta Selatan : Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan Badan
Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
Wong, D.L, et all, 2009. Wong, Buku Ajar Keperawatan Pediatric. (6th ed.).
Missouri; Mosby.
Wong, Whalley, 2005. Manual of Pediatric Nursing. Philadelphia. Mosby
Company
Arief, Barda Nawawi., Perlindungan Hukum Bagi Anak, Makalah Seminar
Nasional Peradilan Anak, FH UNPAD, Bandung, 1996.
Abdussalam, H.R.dan Adri Desasfuryanto., Hukum perlindungan Anak, PTIK,
Jakarta, 2014.
Atamasasmita, Romli., Problema Kenakalan Anak dan Remaja, Armico,
Bandung, 1984.
40