ULKUS KORNEA
Oleh :
Preseptor :
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga Case Report Session yang berjudul
“Ulkus Kornea” ini dapat penulis selesaikan.
Case Report Session ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan
penulis dan pembaca mengenai Ulkus Kornea, serta menjadi salah satu syarat
dalam mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, khususnya kepada Dr. dr. Hendriati,
Sp.M(K) sebagai preseptor yang telah bersedia meluangkan waktu untuk
memberikan saran, perbaikan, dan bimbingan. Kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pembaca terutama dalam meningkatkan pemahaman
tentang Ulkus Kornea.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Cover
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Batasa Masalah............................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................ 2
1.4 Manfaat Penulisan .......................................................................... 2
1.5 Metode Penulisa ............................................................................. 2
BAB 2 TINJUAN PUSTAKA ........................................................................ 3
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea ....................................................... 3
2.2 Ulkus Kornea ................................................................................. 6
2.2.1 Definisi ................................................................................ 6
2.2.2 Epidemiologi ....................................................................... 7
2.2.3 Etiologi ................................................................................ 7
2.2.4 Patofisiologi ........................................................................ 8
2.2.5 Klasifikasi ........................................................................... 10
2.2.6 Manifestasi Klinis ............................................................... 16
2.2.7 Diagnosis ............................................................................. 17
2.2.8 Tatalaksana.......................................................................... 18
2.2.9 Komplikasi .......................................................................... 20
2.2.10 Prognosis ............................................................................. 21
BAB 3 LAPORAN KASUS............................................................................. 22
BAB 4 DISKUSI .............................................................................................. 25
BAB 5 PENUTUP ............................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 27
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
laboratorium seperti mikroskopik dan kultur sangat berguna untuk membantu
membuat diagnosis kausa. Pemeriksaan jamur dilakukan dengan sediaan hapus
yang memakai larutan KOH.1
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Kornea (latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian
selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata
sebelah depan. Kornea terletak di bagian tengah anterior bola mata. Limbus kornea dan
sclera, berwarna keabuan dan jernih. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lekuk
melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea memiliki diameter
horizontal 11-12 mm. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah,
sekitar 0,65 mm di tepi. Kornea memiliki tiga fungsi utama: 1,5
- Sebagai media refraksi cahaya terutama antara udara dengan lapisan air mata
prekornea.
- Transmisi cahaya dengan minimal distorsi, penghamburan dan absorbsi.
3
- Sebagai struktur penyokong dan proteksi bola mata tanpa mengganggu
penampilan optikal.
Bagian kornea yang terekspos dengan dunia luar dilindungi oleh precorneal tear
film, yang terdiri dari 3 lapisan: superficial oily layer yang diproduksi oleh kelenjar
meibom; middle aqueous layer yang diproduksi oleh kelenjar lakrimal utama dan
aksesori; dan deep mucin layer yang berasal dari sel goblet konjungtiva. Peranan
precorneal tear film ini sangat vital bagi fungsi normal kornea. Selain untuk lubrikasi
permukaan kornea dan konjungtiva, tear film juga menyediakan oksigen dan nutrisi,
serta mengandung immunoglobulin, lisosim, dan laktoferin.
Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri atas: 1
1. Epitel
- Tebalnya 50 um, terdiri atas lima lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal
sering terlihat mitosis sel, dan sel muda mi terdorong ke depan menjadi lapis sel
sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng. Sel basal berkaitan erat
dengan sel basal di sampingnya dan sel polygonal di depannya melalui
desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air,
4
elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
- Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
- Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membrana Bowman
- Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
- Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Stroma
- Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer
serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan
waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel
stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen
stroma.
4. Membrana Descemet
- Membran aselular; merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel
endotel dan merupakan membran basalnya.
- Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.
5. Endotel
- Berasal dari mesotehum, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-40 um.
Endotel melekat pada membran descemet melalui hemidesmosom dan zonula
okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf V, saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke
dalam stroma kornea, menembus membrana Bowman dan melepaskan selubung
Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa
ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya
regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. 1
5
Kornea bersifat avaskuler, mendapat nutrisi secara difus dari humor aqous dan
dari tepi kapiler. Bagian sentral dari kornea menerima oksigen secara tidak langsung
dari udara, melalui oksigen yang larut dalam lapisan air mata, sedangkan bagian perifer
menerima oksigen secara difus dari pembuluh darah siliaris anterior. 1,6
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa
endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel
tidak mempunyai daya regenerasi.1
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di
sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, di mana 40 dioptri dari
50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea. Transparansi kornea
disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya. 5,7,8
Secara klinis, kornea dibagi dalam beberapa zona yang mengelilingi dan menyatu satu
dengan yang lain, seperti pada gambar di bawah ini:
6
2.2.2 Epidemiologi
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya yaitu apakah
mikroorganisme, asupan makanan, trauma, kelainan yang disebabkan kongenital.
Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia,
sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma,
pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya. Walaupun
infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru mulai periode
1950 keratomikosis diperhatikan. Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka
kejadian ini sejalan dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal,
penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak. Singapura melaporkan selama 2.5
tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur. Berdasarkan kepustakaan di
USA, laki-laki lebih banyak menderita ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%.
2.2.3 Etiologi1,9
Ulkus kornea dapat disebabkan oleh infeksi dan non infeksi.
1. Infeksi
Ulkus kornea karena infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, jamur,
achantamoeba, dan virus. Infeksi bakteri P. aeruginosa, Streptococcus pneumonia dan
spesies Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk
sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat
mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.
Ulkus kornea disebabkan oleh jamur dapat disebabkan oleh Candida, Fusarium,
Aspergilus, Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas
dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah akan
menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami
nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia
(jarang).
Infeksi kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal
pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan
7
sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang
terpapar air atau tanah yang tercemar. Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas
yang terdapat didalam air yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik.
2. Noninfeksi
- Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
- Radiasi atau suhu
- Sindrom Sjorgen
- Defisiensi vitamin A
- Obat-obatan
- Neurotropik
3. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
- Granulomatosa wagener
- Rheumathoid arthritis
2.2.4 Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan
seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di
permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea,
segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya
kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang
hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. 8
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera
datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera
bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang
terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi
infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang
mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu,
8
keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi
kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea
baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa
sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior)
pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris,
yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada
ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya
dilatasi pada pembuluh iris.7 Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk
jaringan parut. Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif.
Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul
kecil dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi
bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma maka
akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik. 8
2.2.5 Diagnosis10
Diagnosis dari ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
oftalmologi dan pemeriksaan laboratorium.
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat trauma, benda asing dan abrasi pada
kornea, riwayat pernah terkena keratitis yang berulang, pemakaian lensa kontak, serta
penggunaan kortikosteroid yang merupakan presdiposisi infeksi virus dan jamur, serta
gejala klinis yang ada.
2. Pemeriksaan Oftalmologi
a. Visus
Didapatkan adanya penurunan visus pada mata yang mengalami infeksi oleh
karena adanya defek pada kornea sehingga menghalangi refleksi cahaya yang masuk
ke dalam media refrakta.
b. Slit lamp
9
Untuk memeriksa ulkus kornea diperlukan slit lamp dan pencahayaan terang.
Harus diperhatikan pantulan cahaya saat menggerakkan cahaya di atas kornea.
Seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai oleh karena adanya kekeruhan pada kornea.
Hiperemis didapatkan oleh karena adanya injeksi konjungtiva ataupun perikornea,
daerah yang kasar menandakan defek pada epitel.
c. Tes fluoresein.
Pada tes fluoresein defek epitel ditandai dengan adanya daerah yang berwarna
hijau. Penggunaan pengecatan fluoresein yang berguna untuk mengetahui eksposure
stroma dari kornea dan terlihat hijau dapat membantu menentukan batas ulkus kornea
sekaligus dapat melihat detail epithelium di sekitarnya. Misalnya ulkus pada herpes
simpleks menunjukkan gambaran pola dendritik pada pengecatan.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berguna untuk diagnosa kausa dan juga penting
untuk pemilihan terapi yang tepat dengan hasil kultur kerokan. Melakukan swab pada
kornea dan melihatnya dengan mikroskop dengan pengecatan Gram maupun Giemsa
dan preparasi KOH dapat melihat adanya bakteri dan jamur dengan jelas. Kultur
mikroba penting untuk mengisolasi organisme penyebab pada beberapa kasus.
2.2.6 Klasifikasi
Ulkus kornea secara umum dibagi menjadi: 1
1. Ulkus kornea infeksi
- Ulkus kornea bakteri
- Ulkus kornea jamur
- Ulkus kornea virus
- Ulkus kornea Achantamoeba
2. Ulkus kornea non-infeksi
- Ulkus Mooren
- Ulkus dan infriltrat marginal
- Keratokonjungtivitis fliktenular
10
A. ULKUS KORNEA BAKTERI8
Keratitis bacterial merupakan penyebab utama ulkus kornea, dimana faktor
predisposisinya termasuk pemakaian contact lens, trauma, bedah kornea, penyakit di
permukaan okuler, penyakit sistemik, dan konsumsi imunosupresan yang dapat
mengganggu mekanisme pertahanan dari permukaan okuler sehingga bakteri dapat
menginvasi kornea.
1. Epidemiologi
Diperkirakan 30.000 kasus keratitis mikroba ditemukan di USA; yang mana 10
dari 30 orang per 100.000 pemakai lensa kontak mendapat keratitis. Pada negara
berkembang, keratitis bacterial merupakan penyabab utama kebutaan, yang biasanya
diakibatkan oleh trauma okuler.
2. Etiologi
Keratitis bacterial dapat disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme. Di AS,
mikroorganisme terbanyak yang menyebabkan keratitis bacterial adalah
Staphylococcus dan Pseudomonas. Sedangkan di negara berkembang, Streptococcus
pneumoniae merupakan penyebab utama.
3. Patofisiologi
Keratitis bakterial terjadi bila mikroorganisme dapat mengalahkan pertahanan
host. Zat patogen akan melekat ke bagian pinggir kornea yang mengalami abrasi dan
menghindari mekanisme pembersihan oleh tear film. Gejala klinis yang ditemukan
bervariasi tergantung mikroorganisme penyebab:
- Ulkus kornea Staphylococcus: pada mikroorganisme ini sering ditemukan ulkus
kornea sentral, banyak diantaranya ada pada kornea yang biasa terkena
kortikosteroid topical. Ulkusnya disertasi hipopion dan sedikit infiltral pada
kornea sekitar. Ulkus seringkali superficial dan dasar ulkus terasa padat saat
dikerok.
11
- Ulkus kornea Streptococcus pneumoniae: ulkus biasanya muncul 24-48 jam
setelah inokulasi pada kornea yang mengalami abrasi. Infeksi ini menimbulkan
ulkus kelabu dengan batas cukup tegas yang cenderung menyebar secara tidak
teratur dan biasanya disertai hipopion.
- Ulkus Kornea Pseudomonas: ulkus berawal sebagai infiltrat kelabu atau kuning
di tempat epitel kornea yang retak. Ulkus dapat menyebar ke seluruh kornea dan
mengakibatkan perforasi dan infeksi intraocular yang berat. Infiltratnya
mungkin berwarna kehijauan, hal ini disebabkan oleh pigmen yang dihasilkan
oleh Pseudomonas. Kasus ini biasanya berhubungan dengan penggunaan lensa
kontak dan mata terasa sangat nyeri.
12
(a) (b)
4. Pemeriksaan Laboratorium
Selain mengkultur infiltrat di kornea, kultur dari kontak lens beserta cairan
pembersihnya dan penyebab lain yang mungkin seperti bagian kelopak mata yang
terinfeksi juga dapat membantu dalam menemukan organisme penyebab ulkus
kornea.4
5. Tatalaksana
Antibiotik spektrum luas harus diberikan sebagai terapi inisial sebelum
mikroorganisme dapat diidentifikasi dengan kultur. Jika tipe bakteri telah
13
teridentifikasi dengan kultur, terapi lebih difokuskan dengan menggunakan antibiotik
yang sesuai, dengan catatan bahwa antibiotik spektrum luas tidak boleh dihentikan.
14
memudahkan terjadinya keratitis jamur. Pada kasus yang lebih sedikit juga ditemukan
keratitis jamur yang berhubungan dengan pemakaian kontak lens. 12
2. Patofisiologi
Jamur mendapatkan akses ke stroma kornea melalui defek pada epitel. Defek ini
dapat disebabkan oleh trauma ekstrernal. Saat mencapai stroma, jamur bermultiplikasi
dan menyebabkan nekrosis pada jaringan. Setelah cukup dalam mencapai
stroma,perlahan jamur akan melakukan penetrasi ke membrane Descemet. Pengobatan
akan sulit dilakukan apabila jamur sudah mencapai COA.
3. Gejala Klinis
Pasien dengan keratitis jamur cenderung muncul dengan gejala inflamasi
yang ringan selama periode inisial dibandingkan dengan pasien keratitis bakteri.
Manifestasi dari ulkusnya berupa infiltrate kelabu dengan batas ireguler yang
halus. Terkadang juga ditemukan infiltrate multifokal atau satelit. Perluasan
infeksi jamur ke COA sering ditemukan pada kasus dengan inflamasi COA yang
progresif. Jamur juga dapat menginvasi iris dan COP sehingga dapat terjadi
glaucoma sudut tertutup akibat blok pupil. 12
15
4. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis pasti dibuat dengan pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10%
terhadap kerokan kornea yang menunjukan adanya hifa. 12
5. Tatalaksana
Pasien dengan ulkus kornea jamur dapat diberi pengobatan berupa natamisin
5%. Terapi ini paling banyak digunakan karena spesies Fusarium merupakan penyebab
terbanyak keratitis jamur. Pada keadaan keratitis jamur filamentosa yang parah,
ketokonazol oral (200-600 mg/hari) dapat digunakan sebagai terapi tambahan dan
flukonazol oral (200-400 mg/hari) untuk keratitis jamur ragi. Sedangkan itrakonazol
oral mempunyai aktivitas spectrum luas untuk seluruh jenis Aspergillus dan Candida.
16
2.2.8 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
1. Anamnesis
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan
adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh.
Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti
kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus
terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit
sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus. 8,14
a. Pemeriksaan oftalmologi
Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan gejala objektif berupa adanya injeksi
siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus
berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion. 13,5
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti : ketajaman
penglihatan; tes refraksi; tes air mata; pemeriksaan slit-lamp; keratometri (pengukuran
kornea); respon reflek pupil; pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari
dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau
giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic
acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak
maltosa.15,16
17
2.2.9 Tatalaksana
2.1.1 Terapi Medikamentosa
a. Antibiotik
Antibiotik yang diberikan sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan dapat diberikan berupa salep, tetes atau injeksi atau injeksi
subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salep mata karena
dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat menimbulkan erosi kornea kembali.
18
ciprofloxacin,
tobramycin, gentamycin
Tobramycin,
Maxifloxacin,
Batang Gram negatif = gentamicin dengan
gatifloxacin, atau
Moraxella cefazoline, atau
ciprofloxacin
penisilin G
Maxifloxacin, Ceftazidime,
Batang Gram negatif lainnya gatifloxacin atau gentamycin, atau
tobramycin carbenicilin
b. Anti Jamur
Menurut penelitian jamur terbanyak yang menyebabkan ulkus kornea adalah
Candida albicans diikuti oleh Aspergillus sp. Berikut adalah pemberian antifungal yang
diberikan kepada penderita ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur:
19
1. Debridement
Tindakan pembedahan untuk membuang sel epitel kornea tanpa mencederai
membrana basement dari kornea tersebut. Indikasinya yaitu keratitis herpes simpleks,
erosi kornea rekuren, untuk mendiagnosis keratitis infeksi superfisial.
2. Superficial Keratectomy
Tindakan pembedahan untuk membuang epitel kornea termasuk membrana
bowman dan stroma anterior dari kornea yang sakit. Indikasi: biopsi pada non healing
corneal ulcer dan debulking infective material.
3. Flap Konjungtiva
Indikasi: non healing ulcer superficial dan ulkus kornea perifer dengan
descemetocele atau perforasi kecil.
4. Penetrating Keratoplasty
Indikasi: non healing ulkus kornea dengan berbagai tindakan pengobatan yang
telah dilakukan dan impending atau actual perforation.
Komplikasi yang sering timbul berupa:
1. Perforasi kornea
2. Corneal scarring
3. Katarak sekunder
4. Glaukoma sekunder
2.2.10 KOMPLIKASI
1. Iridosiklitis toksik.
2. Glaukoma sekunder. Ini terjadi karena eksudat fibrin menyumbat kamera
okuli anterior.
3. Descemetokel. Beberapa ulkus disebabkan oleh virulensi organisme yang
meluas secara cepat ke membran descemet.
4. perforasi ulkus kornea.
5. Jaringan parut kornea. Ini biasanya hasil akhir dari penyembuhan ulkus
kornea. Jaringan parut menyebabkan gangguan penglihatan permanen
mulai dari penglihatan yang kabur hingga kebutaan total.
20
2.2.11 PROGNOSIS
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan, cepat lambatnya
penyakit ini ditangani, jenis mikroorganisme penyebab, dan ada tidaknya komplikasi
yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama
karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan
lambatnya mendapat pengobatan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya
menjadi lebih buruk.
21
BAB 3
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Pariaman
Anamnesis
Keluhan utama
Bagian bening mata kanan tampak memutih sejak ± 1 bulan sebelum masuk rumah
sakit.
22
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini
Status Oftalmologi
Status Oftalmologi OD OS
20/80 cc S+2.00 → 20/25
Visus 1/300
PH(-)
Palpebra Edem (+) Edem (-)
Injeksi Konjungtiva (+)
Konjungtiva Hiperemis (-)
Injeksi Siliar (+)
Ulkus kornea sentral 4-
5 mm
Kornea Bening
Kedalaman 2/3 stromal,
maserasi (+), infiltrat (+)
COA Dangkal Cukup dalam
Iris Coklat Coklat
Pupil Membayang lonjong Bulat, ref +/+, 3 mm
Membayang keruh di Keruh sub kapsul
Lensa
superior posterior
TIO Tidak dilakukan N (P)
Posisi Ortho Ortho
Gerak Bebas Bebas
23
Gambar Pemeriksaan
Diagnosis Kerja
Ulkus kornea sentral OD dengan maserasi ec bakteri
Diagnosis Banding
Ulkus kornea ec jamur
Terapi
- Injeksi Ceftriaxone 2x1 gr (IV)
- Fluconazole tab 1x150 mg
- Ceftriaxone fortified ed/jam OD
- LFX ed/jam OD
- Fluconazole fortified ed/jam OD
- SA ed 3x1 OD
- EDTA ed 4x1 OD
24
BAB 4
DISKUSI
25
BAB 5
PENUTUP
26
DAFTAR PUSTAKA
27
14. Titiyal JS. Standart Treatment Guidelines ; Management of Corneal Injuries
and Infections. New Delhi. Government of India-WHO Collaborative Program
2006-07. 2007. 24-39.
28