Anda di halaman 1dari 31

Case Report Session

ULKUS KORNEA

Oleh :

Rida Khairunnisa 2040312014


Emilia Sasqia Puteri 2040312082

Preseptor :

Dr. dr. Hendriati, Sp.M (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga Case Report Session yang berjudul
“Ulkus Kornea” ini dapat penulis selesaikan.
Case Report Session ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan
penulis dan pembaca mengenai Ulkus Kornea, serta menjadi salah satu syarat
dalam mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, khususnya kepada Dr. dr. Hendriati,
Sp.M(K) sebagai preseptor yang telah bersedia meluangkan waktu untuk
memberikan saran, perbaikan, dan bimbingan. Kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pembaca terutama dalam meningkatkan pemahaman
tentang Ulkus Kornea.

Padang, 9 Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Cover
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Batasa Masalah............................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................ 2
1.4 Manfaat Penulisan .......................................................................... 2
1.5 Metode Penulisa ............................................................................. 2
BAB 2 TINJUAN PUSTAKA ........................................................................ 3
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea ....................................................... 3
2.2 Ulkus Kornea ................................................................................. 6
2.2.1 Definisi ................................................................................ 6
2.2.2 Epidemiologi ....................................................................... 7
2.2.3 Etiologi ................................................................................ 7
2.2.4 Patofisiologi ........................................................................ 8
2.2.5 Klasifikasi ........................................................................... 10
2.2.6 Manifestasi Klinis ............................................................... 16
2.2.7 Diagnosis ............................................................................. 17
2.2.8 Tatalaksana.......................................................................... 18
2.2.9 Komplikasi .......................................................................... 20
2.2.10 Prognosis ............................................................................. 21
BAB 3 LAPORAN KASUS............................................................................. 22
BAB 4 DISKUSI .............................................................................................. 25
BAB 5 PENUTUP ............................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 27

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea sampai
lapisan stroma akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea
karena adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang.
Dikenal dua bentuk ulkus pada kornea yaitu ulkus kornea sentral dan ulkus kornea
marginal atau perifer.1,2
Ulkus kornea merupakan salah satu penyebab kebutaan di seluruh dunia.
Menurut World Health Organitation (WHO) angka kebutaan akibat ulkus kornea
mencapai 1,5-2 juta kasus tiap tahunnya.3 Insiden ulkus kornea pada tahun 2013
adalah 5,5 persen dengan prevalensi tertinggi di Bali (11,0%), diikuti oleh DI
Yogyakarta (10,2%) dan Sulawesi Selatan (9,4%).4 Pembentukan parut akibat
ulserasi kornea menjadi penyebab kebutaan dan gangguan penglihatan pada ulkus
kornea. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila
diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai.
Penyebab ulkus kornea adalah bakteri, jamur, akantamuba dan herpes simpleks, dan
bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan
kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas.1,2
Ulkus kornea biasanya terjadi sesudah terdapatnya trauma yang merusak
epitel kornea.Riwayat trauma bisa saja hanya berupa trauma kecil seperti abrasi oleh
karena benda asing, atau akibat insufisiensi air mata, malnutrisi, ataupun oleh
karena penggunaan lensa kontak. Peningkatan penggunaan lensa kontak beberapa
tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang dramatis terhadap angka kejadian
ulkus kornea, terutama oleh Pseudomonas Aeroginosa. Sebagai tambahan,
penggunaan obat kortikosteroid topikal yang mula diperkenalkan dalam pengobatan
penyakit mata menyebabkan kasus ulkus kornea lebih sering ditemukan. Perjalanan
penyakit ulkus kornea dapat progresif, regresi atau membentuk jaringan parut. 1,2
Ulkus kornea akan memberikan gejala mata merah, sakit mata ringan hingga
berat, fotofobia, penglihatan menurun dan kadang kotor. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang baik dibantu slit lamp. Pemeriksaan

1
laboratorium seperti mikroskopik dan kultur sangat berguna untuk membantu
membuat diagnosis kausa. Pemeriksaan jamur dilakukan dengan sediaan hapus
yang memakai larutan KOH.1

1.2 Batasan Masalah


Makalah ini membahas tentang anatomi dan fisiologi kornea, definisi,
epidemiologi, etiologi dan faktor risiko, klasifikasi, patogenesis dan patofisiologi,
manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis diferensial, tatalaksana, komplikasi dan
prognosis ulkus kornea.

1.3 Tujuan Penulisan


Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
mengenai ulkus kornea.

1.4 Manfaat Penulisan


Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah
informasi dan pengetahuan tentang ulkus kornea.

1.5 Metode Penulisan


Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang
merujuk dari berbagai literatur.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea

Gambar 2.1 Anatomi Mata

Kornea (latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian
selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata
sebelah depan. Kornea terletak di bagian tengah anterior bola mata. Limbus kornea dan
sclera, berwarna keabuan dan jernih. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lekuk
melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea memiliki diameter
horizontal 11-12 mm. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah,
sekitar 0,65 mm di tepi. Kornea memiliki tiga fungsi utama: 1,5
- Sebagai media refraksi cahaya terutama antara udara dengan lapisan air mata
prekornea.
- Transmisi cahaya dengan minimal distorsi, penghamburan dan absorbsi.

3
- Sebagai struktur penyokong dan proteksi bola mata tanpa mengganggu
penampilan optikal.
Bagian kornea yang terekspos dengan dunia luar dilindungi oleh precorneal tear
film, yang terdiri dari 3 lapisan: superficial oily layer yang diproduksi oleh kelenjar
meibom; middle aqueous layer yang diproduksi oleh kelenjar lakrimal utama dan
aksesori; dan deep mucin layer yang berasal dari sel goblet konjungtiva. Peranan
precorneal tear film ini sangat vital bagi fungsi normal kornea. Selain untuk lubrikasi
permukaan kornea dan konjungtiva, tear film juga menyediakan oksigen dan nutrisi,
serta mengandung immunoglobulin, lisosim, dan laktoferin.
Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri atas: 1

Gambar 2.2 Struktur Mikroskopis Kornea

1. Epitel
- Tebalnya 50 um, terdiri atas lima lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal
sering terlihat mitosis sel, dan sel muda mi terdorong ke depan menjadi lapis sel
sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng. Sel basal berkaitan erat
dengan sel basal di sampingnya dan sel polygonal di depannya melalui
desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air,
4
elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
- Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
- Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membrana Bowman
- Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
- Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Stroma
- Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer
serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan
waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel
stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen
stroma.
4. Membrana Descemet
- Membran aselular; merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel
endotel dan merupakan membran basalnya.
- Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.
5. Endotel
- Berasal dari mesotehum, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-40 um.
Endotel melekat pada membran descemet melalui hemidesmosom dan zonula
okluden.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf V, saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke
dalam stroma kornea, menembus membrana Bowman dan melepaskan selubung
Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa
ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya
regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. 1
5
Kornea bersifat avaskuler, mendapat nutrisi secara difus dari humor aqous dan
dari tepi kapiler. Bagian sentral dari kornea menerima oksigen secara tidak langsung
dari udara, melalui oksigen yang larut dalam lapisan air mata, sedangkan bagian perifer
menerima oksigen secara difus dari pembuluh darah siliaris anterior. 1,6
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa
endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel
tidak mempunyai daya regenerasi.1
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di
sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, di mana 40 dioptri dari
50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea. Transparansi kornea
disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya. 5,7,8
Secara klinis, kornea dibagi dalam beberapa zona yang mengelilingi dan menyatu satu
dengan yang lain, seperti pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.3 Zona-zona Kornea

2.2 Ulkus Kornea


2.2.1 Definisi
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea
bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai
stroma.8

6
2.2.2 Epidemiologi
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya yaitu apakah
mikroorganisme, asupan makanan, trauma, kelainan yang disebabkan kongenital.
Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia,
sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma,
pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya. Walaupun
infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru mulai periode
1950 keratomikosis diperhatikan. Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka
kejadian ini sejalan dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal,
penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak. Singapura melaporkan selama 2.5
tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur. Berdasarkan kepustakaan di
USA, laki-laki lebih banyak menderita ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%.

2.2.3 Etiologi1,9
Ulkus kornea dapat disebabkan oleh infeksi dan non infeksi.
1. Infeksi
Ulkus kornea karena infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, jamur,
achantamoeba, dan virus. Infeksi bakteri P. aeruginosa, Streptococcus pneumonia dan
spesies Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk
sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat
mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.
Ulkus kornea disebabkan oleh jamur dapat disebabkan oleh Candida, Fusarium,
Aspergilus, Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas
dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah akan
menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami
nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia
(jarang).
Infeksi kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal
pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan
7
sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang
terpapar air atau tanah yang tercemar. Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas
yang terdapat didalam air yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik.
2. Noninfeksi
- Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
- Radiasi atau suhu
- Sindrom Sjorgen
- Defisiensi vitamin A
- Obat-obatan
- Neurotropik
3. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
- Granulomatosa wagener
- Rheumathoid arthritis

2.2.4 Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan
seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di
permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea,
segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya
kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang
hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. 8
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera
datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera
bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang
terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi
infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang
mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu,

8
keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi
kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea
baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa
sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior)
pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris,
yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada
ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya
dilatasi pada pembuluh iris.7 Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk
jaringan parut. Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif.
Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul
kecil dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi
bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma maka
akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik. 8

2.2.5 Diagnosis10
Diagnosis dari ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
oftalmologi dan pemeriksaan laboratorium.
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat trauma, benda asing dan abrasi pada
kornea, riwayat pernah terkena keratitis yang berulang, pemakaian lensa kontak, serta
penggunaan kortikosteroid yang merupakan presdiposisi infeksi virus dan jamur, serta
gejala klinis yang ada.
2. Pemeriksaan Oftalmologi
a. Visus
Didapatkan adanya penurunan visus pada mata yang mengalami infeksi oleh
karena adanya defek pada kornea sehingga menghalangi refleksi cahaya yang masuk
ke dalam media refrakta.
b. Slit lamp

9
Untuk memeriksa ulkus kornea diperlukan slit lamp dan pencahayaan terang.
Harus diperhatikan pantulan cahaya saat menggerakkan cahaya di atas kornea.
Seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai oleh karena adanya kekeruhan pada kornea.
Hiperemis didapatkan oleh karena adanya injeksi konjungtiva ataupun perikornea,
daerah yang kasar menandakan defek pada epitel.
c. Tes fluoresein.
Pada tes fluoresein defek epitel ditandai dengan adanya daerah yang berwarna
hijau. Penggunaan pengecatan fluoresein yang berguna untuk mengetahui eksposure
stroma dari kornea dan terlihat hijau dapat membantu menentukan batas ulkus kornea
sekaligus dapat melihat detail epithelium di sekitarnya. Misalnya ulkus pada herpes
simpleks menunjukkan gambaran pola dendritik pada pengecatan.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berguna untuk diagnosa kausa dan juga penting
untuk pemilihan terapi yang tepat dengan hasil kultur kerokan. Melakukan swab pada
kornea dan melihatnya dengan mikroskop dengan pengecatan Gram maupun Giemsa
dan preparasi KOH dapat melihat adanya bakteri dan jamur dengan jelas. Kultur
mikroba penting untuk mengisolasi organisme penyebab pada beberapa kasus.

2.2.6 Klasifikasi
Ulkus kornea secara umum dibagi menjadi: 1
1. Ulkus kornea infeksi
- Ulkus kornea bakteri
- Ulkus kornea jamur
- Ulkus kornea virus
- Ulkus kornea Achantamoeba
2. Ulkus kornea non-infeksi
- Ulkus Mooren
- Ulkus dan infriltrat marginal
- Keratokonjungtivitis fliktenular

10
A. ULKUS KORNEA BAKTERI8
Keratitis bacterial merupakan penyebab utama ulkus kornea, dimana faktor
predisposisinya termasuk pemakaian contact lens, trauma, bedah kornea, penyakit di
permukaan okuler, penyakit sistemik, dan konsumsi imunosupresan yang dapat
mengganggu mekanisme pertahanan dari permukaan okuler sehingga bakteri dapat
menginvasi kornea.

1. Epidemiologi
Diperkirakan 30.000 kasus keratitis mikroba ditemukan di USA; yang mana 10
dari 30 orang per 100.000 pemakai lensa kontak mendapat keratitis. Pada negara
berkembang, keratitis bacterial merupakan penyabab utama kebutaan, yang biasanya
diakibatkan oleh trauma okuler.

2. Etiologi
Keratitis bacterial dapat disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme. Di AS,
mikroorganisme terbanyak yang menyebabkan keratitis bacterial adalah
Staphylococcus dan Pseudomonas. Sedangkan di negara berkembang, Streptococcus
pneumoniae merupakan penyebab utama.

3. Patofisiologi
Keratitis bakterial terjadi bila mikroorganisme dapat mengalahkan pertahanan
host. Zat patogen akan melekat ke bagian pinggir kornea yang mengalami abrasi dan
menghindari mekanisme pembersihan oleh tear film. Gejala klinis yang ditemukan
bervariasi tergantung mikroorganisme penyebab:
- Ulkus kornea Staphylococcus: pada mikroorganisme ini sering ditemukan ulkus
kornea sentral, banyak diantaranya ada pada kornea yang biasa terkena
kortikosteroid topical. Ulkusnya disertasi hipopion dan sedikit infiltral pada
kornea sekitar. Ulkus seringkali superficial dan dasar ulkus terasa padat saat
dikerok.

11
- Ulkus kornea Streptococcus pneumoniae: ulkus biasanya muncul 24-48 jam
setelah inokulasi pada kornea yang mengalami abrasi. Infeksi ini menimbulkan
ulkus kelabu dengan batas cukup tegas yang cenderung menyebar secara tidak
teratur dan biasanya disertai hipopion.

Gambar 2.4 Ulkus Kornea Streptococcus

- Ulkus Kornea Pseudomonas: ulkus berawal sebagai infiltrat kelabu atau kuning
di tempat epitel kornea yang retak. Ulkus dapat menyebar ke seluruh kornea dan
mengakibatkan perforasi dan infeksi intraocular yang berat. Infiltratnya
mungkin berwarna kehijauan, hal ini disebabkan oleh pigmen yang dihasilkan
oleh Pseudomonas. Kasus ini biasanya berhubungan dengan penggunaan lensa
kontak dan mata terasa sangat nyeri.

Gambar 2.5 Ulkus Kornea Pseudomonas

12
(a) (b)

Gambar 2.6 Ulkus kornea bakteri


KET: (a) Ulkus Kornea Pneumococcus
(b) Ulkus kornea Pseudomonas aeroginosa
(c) Ulkus kornea yang kecil yang disebabkan oleh infeksi
Staphylococcus, akibat penggunaan kontak lensa.

4. Pemeriksaan Laboratorium
Selain mengkultur infiltrat di kornea, kultur dari kontak lens beserta cairan
pembersihnya dan penyebab lain yang mungkin seperti bagian kelopak mata yang
terinfeksi juga dapat membantu dalam menemukan organisme penyebab ulkus
kornea.4

5. Tatalaksana
Antibiotik spektrum luas harus diberikan sebagai terapi inisial sebelum
mikroorganisme dapat diidentifikasi dengan kultur. Jika tipe bakteri telah

13
teridentifikasi dengan kultur, terapi lebih difokuskan dengan menggunakan antibiotik
yang sesuai, dengan catatan bahwa antibiotik spektrum luas tidak boleh dihentikan.

Gambar 2.7 Terapi Ulkus Kornea Bakterial

B. ULKUS KORNEA JAMUR8


1. Etiologi
Jamur merupakan flora normal pada ocular eksterna. Organisme yang sering
ditemukan adalah Aspergillus, Rhodotula, Candida, Penicillium, Cladosporium, dan
Alternaria. Keratitis jamur biasanya terjadi apabila terjadi trauma pada kornea, yang
sering ditemukan pada petani yang menggunakan alat pemotong rumput serta alat
pertanian lainnya tanpa menggunakan pelindung pada mata.
Selain itu, penggunaan kortikosteroid topikal juga berdampak terhadap
bertambah buruknya keratitis jamur karena dapat mengaktivasi dan meingkatkan
virulensi dari jamur dengan menekan resistensi kornea terhadap infeksi. Sedangkan
pada penggunaan kortikosteroid sistemik, sistem imun cenderung ditekan sehingga

14
memudahkan terjadinya keratitis jamur. Pada kasus yang lebih sedikit juga ditemukan
keratitis jamur yang berhubungan dengan pemakaian kontak lens. 12

2. Patofisiologi
Jamur mendapatkan akses ke stroma kornea melalui defek pada epitel. Defek ini
dapat disebabkan oleh trauma ekstrernal. Saat mencapai stroma, jamur bermultiplikasi
dan menyebabkan nekrosis pada jaringan. Setelah cukup dalam mencapai
stroma,perlahan jamur akan melakukan penetrasi ke membrane Descemet. Pengobatan
akan sulit dilakukan apabila jamur sudah mencapai COA.

3. Gejala Klinis
Pasien dengan keratitis jamur cenderung muncul dengan gejala inflamasi
yang ringan selama periode inisial dibandingkan dengan pasien keratitis bakteri.
Manifestasi dari ulkusnya berupa infiltrate kelabu dengan batas ireguler yang
halus. Terkadang juga ditemukan infiltrate multifokal atau satelit. Perluasan
infeksi jamur ke COA sering ditemukan pada kasus dengan inflamasi COA yang
progresif. Jamur juga dapat menginvasi iris dan COP sehingga dapat terjadi
glaucoma sudut tertutup akibat blok pupil. 12

Gambar 2.8 Ulkus Kornea Jamur; Fusarium solani

15
4. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis pasti dibuat dengan pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10%
terhadap kerokan kornea yang menunjukan adanya hifa. 12

5. Tatalaksana
Pasien dengan ulkus kornea jamur dapat diberi pengobatan berupa natamisin
5%. Terapi ini paling banyak digunakan karena spesies Fusarium merupakan penyebab
terbanyak keratitis jamur. Pada keadaan keratitis jamur filamentosa yang parah,
ketokonazol oral (200-600 mg/hari) dapat digunakan sebagai terapi tambahan dan
flukonazol oral (200-400 mg/hari) untuk keratitis jamur ragi. Sedangkan itrakonazol
oral mempunyai aktivitas spectrum luas untuk seluruh jenis Aspergillus dan Candida.

2.2.7 Manifestasi Klinis


Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa gejala subjektif dan
gejala objektif. 14
Gejala subjektif dapat berupa : eritema pada kelopak mata dan konjungtiva,
sekret mukopurulen, merasa ada benda asing di mata, pandangan kabur, mata berair,
bintik putih pada kornea sesuai lokasi ulkus, silau, nyeri. Infiltrat yang steril dapat
menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer kornea dan tidak disertai
dengan robekan lapisan epitel kornea.14
Gejala objektif dapat berupa : kekeruhan berwarna putih pada kornea, hilangnya
sebagian jaringan kornea dan adanya infiltrat, injeksi siliar, dan hipopion.5
Biasanya coccus Gram positif, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus
pneumoni akan memberikan gambaran ulkus yang terbatas, bentuk bulat atau lonjong,
berwarna putih abu-abu pada ulkus yang supuratif. Bila disebabkan Pseudomonas
maka ulkus akan terlihat melebar dengan cepat, bahan purulen berwarna kuning hijau
terlihat melekat pada permukaan ulkus. Bila disebabkan jamur maka infiltrat akan
berwarna abu-abu di keliling infiltrat halus di sekitarnya.13,5

16
2.2.8 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.

1. Anamnesis
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan
adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh.
Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti
kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus
terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit
sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus. 8,14
a. Pemeriksaan oftalmologi
Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan gejala objektif berupa adanya injeksi
siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus
berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion. 13,5
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti : ketajaman
penglihatan; tes refraksi; tes air mata; pemeriksaan slit-lamp; keratometri (pengukuran
kornea); respon reflek pupil; pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari
dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau
giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic
acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak
maltosa.15,16

17
2.2.9 Tatalaksana
2.1.1 Terapi Medikamentosa
a. Antibiotik
Antibiotik yang diberikan sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan dapat diberikan berupa salep, tetes atau injeksi atau injeksi
subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salep mata karena
dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat menimbulkan erosi kornea kembali.

Tabel 1. Daftar pemberian antibiotik berdasarkan jenis bakteri yang menginfeksi


Organisme Inisial Terapi Terapi Alternatif
Maxifloxacin, Ciprofloxacin,
Tidak ada organisme yang
gatifloxacin, atau ofloxacin, gentamycin,
teridentifikasi, tapi curiga
tobramycin dengan ceftazidime,
infeksi bakteri
cefazolin vancomycin
Levofloxacin,
Kokus Gram positif dengan Maxifloxacin, ofloxacin, penicilin G,
kapsul = S.pneumoniae gatifloxacin, cefazolin vancomycin, atau
ceftaxidime
Kokus Gram positif :
Methicilin Resistant Vancomycin
S.aureus
Cafazoline,
Bakteri Gram positif lain Floroquinolon, penicilin
Moxifloxacin, atau
kokus atau batang G, vancomycin
Gatifloxacin
Penicilin G, Cefazoline,
Kokus Gram negatif Ceftriaxone
atau vancomycin
Fluorquinolon,
Batang Gram negatif = Maxifloxacin,
polymixin B atau
pseudomonas gatifloxacin,
carbenicilin

18
ciprofloxacin,
tobramycin, gentamycin
Tobramycin,
Maxifloxacin,
Batang Gram negatif = gentamicin dengan
gatifloxacin, atau
Moraxella cefazoline, atau
ciprofloxacin
penisilin G
Maxifloxacin, Ceftazidime,
Batang Gram negatif lainnya gatifloxacin atau gentamycin, atau
tobramycin carbenicilin

b. Anti Jamur
Menurut penelitian jamur terbanyak yang menyebabkan ulkus kornea adalah
Candida albicans diikuti oleh Aspergillus sp. Berikut adalah pemberian antifungal yang
diberikan kepada penderita ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur:

Tabel 2. Daftar pemberian antifungal berdasarkan jenis yang menginfeksi


Organisme Terapi Awal Terapi Alternatif
Amphotericin B,
Jenis jamur yang belum Natamycin atau
nystatin, miconazole,
diidentifikasi penyebabnya voriconazole
atau flucytosine
Ampotericin B,
Voriconazole atau
Ragi (yeast) – Candida sp nystatin, miconazole,
Aphotericin B
atau flucytosine
Natamycin atau Amphotericin B atau
Hifa
voriconazole nystatin

2.2.2 Tindakan Pembedahan


Prosedur pembedahan yang dilakukan:

19
1. Debridement
Tindakan pembedahan untuk membuang sel epitel kornea tanpa mencederai
membrana basement dari kornea tersebut. Indikasinya yaitu keratitis herpes simpleks,
erosi kornea rekuren, untuk mendiagnosis keratitis infeksi superfisial.
2. Superficial Keratectomy
Tindakan pembedahan untuk membuang epitel kornea termasuk membrana
bowman dan stroma anterior dari kornea yang sakit. Indikasi: biopsi pada non healing
corneal ulcer dan debulking infective material.
3. Flap Konjungtiva
Indikasi: non healing ulcer superficial dan ulkus kornea perifer dengan
descemetocele atau perforasi kecil.
4. Penetrating Keratoplasty
Indikasi: non healing ulkus kornea dengan berbagai tindakan pengobatan yang
telah dilakukan dan impending atau actual perforation.
Komplikasi yang sering timbul berupa:
1. Perforasi kornea
2. Corneal scarring
3. Katarak sekunder
4. Glaukoma sekunder

2.2.10 KOMPLIKASI
1. Iridosiklitis toksik.
2. Glaukoma sekunder. Ini terjadi karena eksudat fibrin menyumbat kamera
okuli anterior.
3. Descemetokel. Beberapa ulkus disebabkan oleh virulensi organisme yang
meluas secara cepat ke membran descemet.
4. perforasi ulkus kornea.
5. Jaringan parut kornea. Ini biasanya hasil akhir dari penyembuhan ulkus
kornea. Jaringan parut menyebabkan gangguan penglihatan permanen
mulai dari penglihatan yang kabur hingga kebutaan total.
20
2.2.11 PROGNOSIS
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan, cepat lambatnya
penyakit ini ditangani, jenis mikroorganisme penyebab, dan ada tidaknya komplikasi
yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama
karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan
lambatnya mendapat pengobatan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya
menjadi lebih buruk.

21
BAB 3
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Pariaman

Anamnesis
Keluhan utama
Bagian bening mata kanan tampak memutih sejak ± 1 bulan sebelum masuk rumah
sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang :


- Bagian bening mata kanan tampak memutih sejak ± 1 bulan sebelum masuk rumah
sakit.
- Sebelumnya mata kanan pasien kemasukan benda asing saat bekerja di kebun
sawit, namun pasien tidak mengetahui kemasukan apa. Setelah itu mata kanan
pasien menjadi merah dan terasa terkalang-kalang. Keluhan penglihatan kabur (+)
- Riwayat menetes mata dengan air daun-daunan (-)
- Pasien sebelumnya sudah berobat ke Sp.M di daerah, dan diberi obat tetes
berwarna pink dan obat makan. Pasien tidak ingat merk obatnya apa.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
- Pasien tidak pernah operasi mata sebelumnya
- Pasien tidak menderita penyakit diabetes mellitus atau hipertensi

22
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini

Status Oftalmologi
Status Oftalmologi OD OS
20/80 cc S+2.00 → 20/25
Visus 1/300
PH(-)
Palpebra Edem (+) Edem (-)
Injeksi Konjungtiva (+)
Konjungtiva Hiperemis (-)
Injeksi Siliar (+)
Ulkus kornea sentral  4-
5 mm
Kornea Bening
Kedalaman 2/3 stromal,
maserasi (+), infiltrat (+)
COA Dangkal Cukup dalam
Iris Coklat Coklat
Pupil Membayang lonjong Bulat, ref +/+,  3 mm
Membayang keruh di Keruh sub kapsul
Lensa
superior posterior
TIO Tidak dilakukan N (P)
Posisi Ortho Ortho
Gerak Bebas Bebas

23
Gambar Pemeriksaan

Diagnosis Kerja
Ulkus kornea sentral OD dengan maserasi ec bakteri

Diagnosis Banding
Ulkus kornea ec jamur

Terapi
- Injeksi Ceftriaxone 2x1 gr (IV)
- Fluconazole tab 1x150 mg
- Ceftriaxone fortified ed/jam OD
- LFX ed/jam OD
- Fluconazole fortified ed/jam OD
- SA ed 3x1 OD
- EDTA ed 4x1 OD
24
BAB 4
DISKUSI

Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea sampai lapisan


stroma akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin
banyak ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel
radang. Dikenal dua bentuk ulkus pada kornea yaitu ulkus kornea sentral dan ulkus
kornea marginal atau perifer.
Dari anamnesis didapatkan pasien laki-laki berusia 60 tahun mengeluhkan
bagian mata kanan tampak memutih sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Sebelumnya mata kanan pasien kemasukan benda asing saat bekerja di kebun sawit,
namun pasien tidak mengetahui kemasukan apa. Setelah itu mata kanan pasien menjadi
merah dan terasa terkalang-kalang. Pada pemeriksaan ditemukan penglihatan kabur
pada pasien. Riwayat meneteskan mata dengan air daun-daunan disangkal oleh pasien.
Pasien sebelumnya sudah berobat ke Sp.M di daerah, dan diberi obat tetes berwarna
pink dan obat makan, namun pasien tidak ingat merk obatnya apa.
Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan, pada mata kanan didapatkan visus
1/300, pada mata kiri didapatkan visus 20/80 cc S+2.00 dan setelah dikoreksi menjadi
20/50, pada palpebra mata kanan edema (+), pada mata kanan injeksi konjungtiva dan
injeksi siliar (+). Pada kornea didapatkan ulkus di sentral dengan diamater 4-5 mm.
Kedalaman 2/3 stromal, maserasi (+), infiltrat (+). Dari hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan didapatkan diagnosis pasien ini
adalah Ulkus kornea sentral OD dengan maserasi ec bakteri.
Terapi yang direncanakan selanjutnya pada pasien ini adalah injeksi
Ceftriaxone 2x1 gr (IV), Fluconazole tab 1x150 mg, Ceftriaxone fortified ed/jam OD,
LFX ed/jam OD, Fluconazole fortified ed/jam OD, SA ed 3x1 OD, dan EDTA ed 4x1
OD.

25
BAB 5
PENUTUP

Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea sampai lapisan


stroma akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea karena
adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Dikenal dua
bentuk ulkus pada kornea yaitu ulkus kornea sentral dan ulkus kornea marginal atau
perifer. Ulkus kornea dapat disebabkan oleh infeksi pada mata, yaitu infeksi bakteri,
virus, jamur, dan parasit. Trauma mata merupakan faktor predisposisi terbanyak pada
ulkus kornea, faktor lainnya seperti penggunaan lensa kontak, dan kelainan sistemik
yang juga berperan dalam kejadian ulkus kornea. Ulkus kornea akan memberikan
gejala mata merah, sakit mata ringan hingga berat, fotofobia, penglihatan menurun dan
kadang kotor. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang baik
dibantu slit lamp. Pemeriksaan laboratorium seperti mikroskopik dan kultur sangat
berguna untuk membantu membuat diagnosis kausa. Pemeriksaan jamur dilakukan
dengan sediaan hapus yang memakai larutan KOH. Ulkus kornea yang luas
memerlukan penanganan yang cepat dan tepat untuk mencegah perluasan ulkus dan
timbulnya komplikasi berupa descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Biswell R. Cornea In Vaughn D, Asbury T, Eva PR, eds. General


Ophtalmology 17th ed. USA Appleton & Lange; 2008. p. 126-49.
2. Mills TJ, Corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis in Emergency Medicine.
Citied on January 19th, 2015.
3. Ruberti JW, Sinha Roy A, Roberts CJ. Corneal Biomechanics and
Biomaterials. Vol. 13, Annual Review of Biomedical Engineering. 2011. 269-
295.
4. Riset Kesehatan Dasar. Laporan Hasil Riset Kesehatan Daerah Nasional.
Badan penelitian dan pengembangan kesehatan [internet]. Jakarta; 2013.
5. Olson, R Todd, Pawlina Woiciech. A.D.A.M Student Atlas of Anatomy. 2 nd
Edition. 2008. Cambridge: New York.
6. Basic and Clinical Science Course. External Disease and Cornea, part 1,
Section 8, American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009 P.38-9.
7. Lange Gerhard K.Ophtalmology. 2005. New York: Thieme. P. 117-44.
8. Stephen A. Wilson, M.D and Allen Last, M.D. American Family Physician.
University of Pittsburgh Medical Center St. Margaret Family Practice
Residency Program. 2005 Jul 1;70(1):123-128.
9. Lange Gerhard K.Ophtalmology. 2005. New York: Thieme. P. 117-44.
10. Stephen A. Wilson, M.D and Allen Last, M.D. American Family Physician.
University of Pittsburgh Medical Center St. Margaret Family Practice
Residency Program. 2005 Jul 1;70(1):123-128.
11. Riordan P. Anatomy & Embriology of the Eye. In: Vaughan DG, Asbury T,
Riordan-Eve P. General Ophtalmology. 17th ed. USA: Appleton & Lange;
2008. P.8-10.
12. Ilyas, Sidarta. et al. Penuntun Ilmu Penyakit Mata FKUI Edisi ke-3. 2008.
Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
13. American Academy of Ophtalmology . External Disease and Cornea. Basic and
Clinical Science Course, Section 11. The Foundation of AAO. San Fransisco.
2008-2009.

27
14. Titiyal JS. Standart Treatment Guidelines ; Management of Corneal Injuries
and Infections. New Delhi. Government of India-WHO Collaborative Program
2006-07. 2007. 24-39.

28

Anda mungkin juga menyukai