Anda di halaman 1dari 23

Bed Site Teaching

ABLASIO RETINA

Oleh :

Aliefya Putera Imansyah 2040312114

Adilla Oktariza Zarwin 2040312118

Fairuz Raffelstha 2040312128

Preseptor :

dr. Mardijas Efendi, Sp.M (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena berkat dan
hidayahNya penulis dapat menyelesaikan makalah Bed Site Teaching (BST)
mengenai “Ablasio Retina”. Makalah ini disusun untuk menambah pengetahuan
dan wawasan penulis dan pembaca, serta menjadi salah satu ilmiah dalam mengikuti
kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas.
Terima kasih penilis ucapkan kepada dr. Mardijas Efendi, Sp.M (K) selaku
preseptor yang telah memberikan arahan dan petunjuk dalam pembuatan makalah
ini. Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantudalam
penulisan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah BST ini masuh memiliki
banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata,
semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Padang, 23 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Batasan Masalah ........................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ..................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 3
2.1 Anatomi Retina ........................................................................................... 3
2.3 Epidemiologi Ablasio Retina ..................................................................... 5
2.4 Etiologi Ablasio Retina .............................................................................. 5
2.5 Klasifikasi Ablasio Retina ......................................................................... 6
2.6 Manifestasi Klinis Ablasio Retina ............................................................ 8
2.7 Diagnosis Ablasio Retina ........................................................................... 9
2.8 Tatalaksana Ablasio Retina .................................................................... 10
2.9 Komplikasi Ablasio Retina ...................................................................... 11
2.10 Prognosis Ablasio Retina ......................................................................... 11
BAB 3 LAPORAN KASUS ..................................................................................... 13
3.1 Identitas Pasien ......................................................................................... 13
3.2 Anamnesis .................................................................................................. 13
3.3 Pemeriksaan Fisik ..................................................................................... 13
3.4 Diagnosis Kerja.......................................................................................... 16
3.5 Terapi ......................................................................................................... 16
3.6 Prognosis .................................................................................................... 16
BAB 4 DISKUSI ....................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 19

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ablasio retina merupakan keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina
dari sel epitel pigmen retina, lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari
koroid atau sel pigmen epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari
pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan
gangguan fungsi yang menetap.1 Insiden ablasio retina cukup banyak terjadi,
setiap tahunnya sekitar 1 sampai 2 dari 10.000 orang mengalami ablasio retina.2
Tanda dini retina terancam untuk lepas adalah adanya floater atau seperti benda
kecil berterbangan di depan lapang penglihatan, disusul dengan pijaran kilat terang
disertai turunnya penglihatan.1
Berdasarkan gambaran klinis dan etiologinya, ablasio retina diklasifikasikan
menjadi 3 yaitu ablasio retina regmatogenosa, ablasio retina eksudatif dan ablasio
retina traksi (tarikan). Pada ablasio retina regmatogenesa terjadi robekan pada
retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. 1
Ablasio retina regmatogenosa memiliki insiden kejadian tertinggi diantara ketiga
jenis ablasio retina yaitu 6,3 sampai 17,9 dari 10.000 kasus per tahun. 3
Faktor risiko utama terjadinya ablasio retina adalah miopia tinggi atau miopia
patologis yaitu sekitar 67%. Selain itu riwayat operasi katarak, riwayat keluarga
dengan ablasio retina, diabetes yang tidak terkontrol serta trauma tumpul pada
mata juga dapat mempengaruhi terjadinya ablasio retina.3
Menemukan robekan dengan segera dan menutup robekan yang ada pada
retina adalah prinsip utama penatalaksanaan ablasio retina, dapat dilakukan
dengan pembedahan scleral buckle, pneumatic retinopexy ataupun vitrectomy.
Prognosis pasca bedah tergantung dari keadaan makula. Apabila makula sudah
terlepas, sulit untuk mendapatkan hasil yang sempurn. Jika makula masih melekat
dan dilakukan tindakan bedah dengan segera, biasanya didapatkan hasil yang lebih
baik.1

1.2 Batasan Masalah


Bed Site Teaching ini membahas mengenai Ablasio Retina.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan Bed Site Teaching ini adalah untuk mengetahui dan menambah
pengetahuan mengenai Ablasio Retina.

1.4 Manfaat Penulisan


Bed Site Teaching ini ditulis dengan menggunakan metode diskusi dantinjauan
kepustakaan yang merujuk dari berbagai literatur.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Retina

Retina merupakan suatu struktur yang terdiri dari lembaran jaringan saraf
berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi dua pertiga bagian dalam
dinding posterior bola mata.4 Retina merupakan bagian mata yang mengandung
reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina membentang ke anterior
hampir sejauh korpus siliaris dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak
rata. Permukaan luar retina sensoris bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen
retina sehingga juga berhubungan dengan membran Bruch, koroid, dan sklera.
Lapisan-lapisan epitel pada permukaan dalam korpus siliaris dan permukaan
posterior iris merupakan perluasan retina dan epitel pigmen retina ke anterior.
Permukaan dalam retina berhadapan dengan vitreus. 4 Pada potongan melintang,
dari luar ke dalam, lapisannya adalah :
1. Epitel pigmen retina
2. Lapisan fotoreseptor , terdiri atas sel batang dan sel kerucut
3. Membran limitans eksterna yang merupakan membrane ilusi
4. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, merupakan susunan lapis nucleus sel
kerucut dan batang.
5. Lapisan pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal
6. Lapis inti dalam, merupakan badan sel bipolar, sel horizontal dan sel
Muller.
7. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat
sinaps sel bipolar, sel amakrin, dan sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion
9. Lapisan serabut saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang
berjalan menuju nervus optikus
10. Membran limitans interna.

3
Gambar 2.1 Lapisan – Lapisan Retina

Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,56 mm pada kutub
posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula berdiameter 5,5-6
mm, yang secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-
cabang pembuluh darah retina temporal. Daerah ini juga disebut dengan area
sentralis, yang secara histologis merupakan bagian retina yang ketebalan lapisan
sel ganglionnya lebih dari satu lapis. Makula lutea secara anatomis didefinisikan
sebagai daerah berdiameter 3 mm yang mengandung pigmen luteal kuning, yaitu
xantofil. Fovea merupakan zona avaskular retina yang berdiameter 1,5 mm.
Foveola merupakan bagian retina yang paling tipis (0,25 mm) dan hanya
mengandung fotoreseptor kerucut.4
Retina menerima darah dari 2 sumber yaitu koriokapilaris yang berada tepat di
luar membran Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan
pleksiform luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen
retina. Sumber kedua yaitu cabang-cabang arteri sentralis retina, yang mendarahi
dua per tiga dalam retina. Fovea seluruhnya didarahi oleh koriokapilaris dan

4
rentan terhadap kerusakan yang tak dapat diperbaiki jika retina mengalami
ablasi.4

2.2 Definisi Ablasio Retina


Ablasio retina merupakan pemisahan retina sensorik, yaitu lapisan
fotoreseptor dan jaringan bagian dalam dari epitel pigmen retina di bawahnya.
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel
akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang
bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap.1

2.3 Epidemiologi Ablasio Retina


Ablasio retina jarang terjadi pada populasi umum, namun terdapat beberapa
populasi memiliki yang memiliki risiko tinggi mengalami ablasio retina, seperti
pada individu dengan miopia tinggi, pasca retinitis, afakia, pseudoafakia, trauma,
dan retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer. Sekitar 40-50% dari
semua pasien dengan ablasio adalah miopia tinggi, 30-40% memiliki riwayat
pengangkatan katarak, dan 10-20% telah mengalami trauma okuli. Ablasio retina
yang terjadi akibat trauma lebih sering terjadi pada orang muda, dan pada miopia
tinggi terjadi paling sering pada usia 25-45 tahun. Insidens ablasio retina
meningkat seiring bertambahnya umur dan mencapai maksimum pada kelompok
usia 50-60 tahun. Kejadian ablasio retina sedikit meningkat pada usia pertengahan
(usia 20-30 tahun) akibat trauma.4,5,6

2.4 Etiologi Ablasio Retina


Penyebab paling umum ablasio retina dapat dikelompokkan atas penyakit
sistemik dan penyakit okular.7
a. Penyakit sistemik; seperti toksemia kehamilan, hipertensi renal, blood
dyscrasias dan polyarteritis nodosa.
b. Penyakit Okular
 Abnormalitas kongenital; seperti nanophthalmos, optic pit, choroidal
coloboma dan Familian Exudative Vitreoretinopathy (FEVR)
 Inflamasi; seperti Harada’s disease, oftalmia simpatetik, skleritis
posterior dan selulitis orbital.
 Penyakit vaskular; seperti Retinopathy Serous Sentral, dan Exudative
Retinopathy of Coats.

5
 Neoplasma; seperti melanoma maligna dan retinoblastoma koroid (tipe
eksofitik), hemangioma, dan tumor metastasis koroid.
 Hipotoni tiba tiba akibat perforasi bola mata dan operasi intraokular.
 Sindrom efusi uvea yang dikarateristikkan oleh ablasio bilateral koroid
perifer, badan siliar dan retina.
 Neovaskularisasi koroid.

2.5 Klasifikasi Ablasio Retina


Ablasio retina terbagi menjadi tiga jenis utama; (1) ablasi regmatogenosa, (2)
ablasi traksi dan (3) ablasi serosa atau hemoragik. 4
a. Ablasio Retina Regmatogenosa
Merupakan tipe ablasio retina yang paling sering terjadi, ditandai
dengan pemutusan total (full-thickness) retina sensorik, traksi vitreus dengan
derajat bervariasi, dan mengalirnya vitereus cair melalui robekan ke dalam
ruang subretina. Ablasio retina rhegmantogenous biasanya didahului ablasio
vitreous posterior yang secara umum merupakan fenomena spontan yang
berhubungan dengan umur tetapi lebih sering disebabkan oleh miopia, operasi
katarak, dan trauma ocular. Pemeriksaan oftalmoskopi indirek binocular
dengan depresi sklera atau slit-lamp dapat menilai adanya elevasi translusen
retina sensorik yang lepas dan retina yang rusak. Lokasi kerusakan retina
bervariasi, tergantung tipe; horseshoe tears paling sering di kuadran
supertemporal, lobang ‘holes’ di kuadran temporal dan dialisus retina di
kuadran inferotemporal.7,8
Penyebab terjadinya Ablasio Retina Regmatogenosa belum diketahui
secara pasti, namun terdapat beberapa faktor predisposisi yang dapat
mempengaruhi kejadian Ablasio Retina Regmatogenosa yaitu; (1) umur, yang
sering terjadi pada usia 40-60 tahun; (2) jenis kelamin, lebih sering terjadi pada
laki – laki daripada perempuan dengan rasio 3:2; (3) miopia, 40% kasus ablasio
retina rhegmatogenosa memiliki riwayat miopia (4) aphakia danpsudoaphakia;
(5) degenerasi retina seperti Lattice degenerasi; (6) trauma dan
(7) senile posterior vitreous detachment (PVD), berhubungan dengan ablasio
retina sebesar 10% kasus.7
Kerusakan retina bertanggung jawab terhadap kejadian ablasio retina
rhegmatogenous akibat traksi vitreoretinal dinamik dan predisposisi
degenerasi dari retina perifer. Traksi vitreoretinal dinamik timbul akibat

6
adanya rapid eye movements terutama pada posterior vitreous detachment
(PVD), sineresis vitreous, aphakia dan miopia. Ketika terjadi kerusakan pada
retina, cairan vitreous masuk melalui retina sensorik yang telah terpisah dari
epitel pigmen. Ketika cairan subretinal terakumulasi, cairan akan mengikuti
gravitasi ke bawah. Bentuk terakhir dan posisi dari ablasio retina ditentukan
oleh lokasi kerusakan retina (Lincoff’s rule) dan keterbatasan anatomi dari
diskus optik dan ora serata.7,8

b. Ablasio Retina Akibat Traksi


Ablasio retina akibat traksi adalah jenis tersering pada retinopati
diabetik proliferatif. Kelainan ini juga dapat menyertai vitreoretinopati
proliferatif, retinopati prematuritas, atau trauma mata. Dibandingkan dengan
ablatio retina regriatogenosa, ablatio retinae akibat traksi memiliki permukaan
yang lebih konkaf dan cenderung lebih terlokalisasi, biasanya tidak meluas ke
ora serata.7,8
Traksi menarik retina sensorik menjauhi epitel pigmen di bawahnya
secara aktif, menuju basis vitreus. Traksi ini disebabkan oleh pembentukan
membran vitreosa, epiretina, atau subretina yang terdiri atas fibroblas dan sel
glia atau sel epitel pigmen retina. Pada mulanya, pelepasan mungkin
terlokalisasi di sepanjang arkade vaskular, tetapi dapat meluas hingga
melibatkan retina midperifer dan makula. Traksi fokal dari membran-
membran selular dapat menyebabkan robekan retina dan menimbulkan
kombinasi ablatio retina regmatogenosa-traksional.7,8
Ablasio retina traksi berhubungan dengan keadaan dibawah ini :
 Retraksi post trauma dari jaringan skar khususnya luka
penetrasi;
 Retinopati diabetik poliferatif;
 Proliferans retinitis post hemoragik;
 Retinopati prematuritas;
 Sislitis plastik;
 Retinopati sicklecell;
 Retinopati proliferatif pada Eales’ disease;
 Sindrom traksi vitreomakula;
 Incontinentia pigmenti;
 Displasi retina (toxocariasis).7

7
c. Ablasio Retina Serosa & Hemoragik
Ablasio retina eksudatif (serous atau perdarahan) terjadi akibat retina
yang terdorong karena neoplasma atau akumulasi dari cairan dibawah retina
akibat inflamasi atau lesi vaskular, bukan disebabkan oleh retina yang rusak
atau traksi dari vitreoretina, melainkan secara primer disebabkan oleh penyakit
pada epitel pigmen retina dan koroid. Degenerasi, inflamasi dan penyakit
infeksi, termasuk multiple penyebab dari neovaskular koroid dapat berasosiasi
dengan ablasio retina eksudatif. Tipe ablasio ini juga berasosiasi dengan
sistemik vascular atau penyakit inflamasi atau tumor intraokular.7,8

2.6 Manifestasi Klinis Ablasio Retina


Pasien yang khas mengalami ablasio retina, seperti pasien dengan miopia
tinggi dengan usia berkisar 50 tahun, baik laki-laki ataupun perempuan, tiba-tiba
mengalami gejala berupa flashes dan floaters, biasanya terjadi secara spontan atau
sesaat setelah menggerakkan kepala.9
 Flashes (photopsia)
Fotopsia adalah sensasi yang dirasakan pasien seperti melihat kilatan cahaya
akibat tarikan vitreus terhadap retina. Jika tarikan tersebut berlangsung cukup
kuat maka akan terjadi robekan retina. Gejala dapat dirasakan sepanjang
waktu, tetapi paling terasa saat suasana gelap. Kilatan cahaya (flashes)
biasanya terlihat pada lapangan pandang perifer.9,10
 Floaters
Retina yang robek dapat menyebabkan pigmen dari retinal pigmen ephitelium
(RPE) terlepas dan masuk ke dalam rongga vitreus sehingga menimbulkan
gejala floaters. Floaters adalah sensasi melihat objek berwarna coklat
kehitaman dengan kelainan retina yang berkaitan dengan proliferasi membrane
neovaskular, sebagai respon kondisi iskemik retina. Gejala yang ditimbulkan
yaitu titik hitam yang melayang di depan lapangan pandang, titik hitam yang
bertambah besar dan muncul tiba tiba menjadi tanda signifikan suatu keadaan
patologis. Pada beberapa kasus, pasien menggambarkan gejala ini seperti
berudu atau bahkan sarang laba- laba. Ini mungkin karena adanya kombinasi
gejala ini dan kilatan cahaya.

8
 Shadows
Saat robekan retina terjadi, pasien seharusnya segera mencari pengobatan
medis dan pengobatan efektif. Namun beberapa pasien tidak segera mencari
pengobatan medis atau bahkan malah mengabaikan gejala yang dialami.
Memang dalam beberapa saat gejala akan berkurang, tetapi dalam kurun waktu
beberapa hari hingga tahunan akan muncul bayangan hitam pada lapangan
pandang perifer. Jika retina yang terlepas berada pada bagian atas, maka
bayangan akan terlihat pada lapangan pandang bagian bawah dan dapat
membaik secara spontan dengan tirah baring, terutama setelah tirah baring pagi
hari. Kehilangan penglihatan sentral atau pandangan kabur dapat muncul jika
fovea ikut terlibat.

2.7 Diagnosis Ablasio Retina


Keluhan penurunan penglihatan pada ablasio retina dideskripsikan oleh pasien
sebagai penglihatan yang tertutup sebagian, atau seperti tertutup tirai.
Pemeriksaan penting untuk mendiagnosis pada ablasio retina adalah funduskopi
dengan menggunakan oftalmoskop direk dan indirek. Ablasio yang melibatkan
bagian retina perifer, tajam penglihatan sentral pasien biasanya normal (visus 6/6)
tetapi terdapat lapang pandang yang terganggu dengan kesan tertutup tirai di sisi
lapang pandangan yang bersesuaian dengan retina yang mengalami ablasi. Tetapi
jika ablasio mengenai makula, pasien akan mengalami penurunan tajam
penglihatan drastis mencapai 1/60 sampai 1/~.10
Funduskopi dilakukan dalam keadaan pupil dilatasi agar pemeriksaan dapat
mencapai retina bagian perifer. Pada fundusopi terlihat hilangnya refleks fundus
akibat hilangnya transparansi lapisan retina yang terlepas. Retina tampak keabuan,
“terangkat”, berbentuk bulosa dengan pembuluh darah yang tampakbergelombang
mengikuti pemukaan retina yang terangkat dan terlepas. 10
Pemeriksaan menyeluruh dilakukan pada kedua mata, pemeriksaan pada mata
yang tidak bergejala dapat memberikan petunjuk mengenai penyebab dari ablasio
retina pada mata yang lainnya. Berikut beberapa pemeriksaan yang dapat
dilakukan:11
o Pemeriksaan segmen luar untuk menilai tanda-tanda trauma.
o Pemeriksaan pupil untuk menententukan ada atau tidaknya defek pupil
aferen.
o Pemeriksaan ketajaman penglihatan.

9
o Pemeriksaan konfrontasi lapangan pandang.
o Pemeriksaan metamorfopsia dengan tes Amsler Grid.
o Pemeriksaan slit lamp untuk melihat ada atau tidaknya pigmen pada
vitreus (Shafer’s sign).
o Pemeriksaan tekanan bola mata.
o Pemeriksaan fundus dengan oftalmoskopi (pupil harus dalam keadaan
dilatasi). Retina yang terlepas akan terlihat putih dan edema serta
kehilangan sifat transparansinya. Pada ablasio regmatogenosa, robekan
retina berwarna merah terang dapat terlihat. Biasanya muncul pada
setengah bagian atas retina pada regio degenerasi ekuator. Pada ablasio
tipe traksi, ablasio bullosa akan terlihat bersamaan dengan untaian
retina berwarna abu- abu. Pada tipe eksudatif akan terlihat adanya
deposit lemak masif dan biasanya disertai dengan perdarahan
intraretina.12
o Pemeriksaan USG dilakukan untuk menampilkan gambaran echo
morfologi retina yang terlepas seperti pada ablasio traksional dan
ablasio yang berbentuk bulosa. Pada pemeriksaan USG mata, jika
retina tidak dapat tervisualisasi karena katarak atau perdarahan, maka
ultrasound A dan B- scan dapat membantu mendiagnosis ablasio retina
dan membedakannya dengan ablasio vitreus posterior. USG dapat
membantumembedakan regmatogen dari non regmatogen.
Pemeriksaan ini sensitif dan spesifik untuk ablasio retina tetapi tidak
dapat membantu untuk menentukan lokasi robekan retina yang
tersembunyi.10,11

2.8 Tatalaksana Ablasio Retina


Pasien yang datang dengan ablasio retina harus segera dirujuk ke dokter
spesialis mata. Edukasi yang dapat diberikan dokter umum dalam proses merujuk
adalah menganjurkan pasien untuk mengurangi mobilisasi (bedrest). Satu-satunya
tindakan yang dapat dilakukan adalah tindakan bedah, khususnya untuk jenis
regmatogenosa dan traksional. Terdapat dua pilihan jenis tindakan bedah yaitu
Scleral Buckling dan Virektomi atau kombinasi keduanya. Tindakan bedah hanya
dapat dilakukan di pusat layanan sekunder dan tersier oleh seorang spesialis mata
dengan keahlian khusus.10
a. Scleral Buckling

10
Pada awalnya dilakukan sebagai teknik untuk memperbaiki ablatio retina
rhegmatogenosa oleh Custodis pada tahun 1949 dan dipopulerkan pada
tahun 1950an. Scleral buckling disebut juga sebagai metode konvensional
dengan pendekatan eksternal tatalaksana bedah pada ablatio retina dimana
eksplan dijahit ke sklera sehingga menciptakan lekukan ke dalam,
bertujuan untuk untuk menutup retinal breaks dengan menempatkan
retinal pigment epithelium (RPE) ke retina sensorik, dan untuk mengurangi
traksi vitreoretinal dinamis ditempat perlekatan vitreoretinal. Angka
keberhasilannya adalah 92-94% pada kasus-kasus tertentu yang sesuai. 4
b. Vitrektomi
Merupakan prosedur bedah yang melibatkan pengangkatan gel vitreous
dari mata, dimana instrumen dimasukkan ke dalam mata melalui pars
plana. Operasi ini biasanya digunakan sebagai tatalaksana ablasio retina
dan dilakukan di ruang operasi. Vitrektomi sebelumnya dianggap sebagai
pengobatan lini kedua untuk ablasio retina primer. Namun, semakin
banyak ahli bedah memilih vitrektomi primer untuk ablasio retina
regmatogenosa, sebagian karena kemajuan pesat dalam instrumentasi.
Teknik ini digunakan bila terdapat robekan retina multipel di superior atau
di posterior; bila visualisasi retina terhalang, misalnya oleh perdarahan
viterus; dan bila vitreoretinopati proliferatif yang bermakna.4

2.9 Komplikasi Ablasio Retina


 Vitreoretinopati proliferatif merupakan komplikasi ablasio retina
regmatogenosa dan penyebab tersering kegagalan tindakan bedah pada mata
tersebut.4
 Komplikasi Scleral Buckling antara lain perubahan kelainan refraksi, diplopia
akibat fibrosis atau terganggunya otot-otot ekstraokular oleh eksplan, ekstrusi
eksplan, dan kemungkinan peningkatan risiko vitreoretinopati proliferatif. 4

2.10 Prognosis Ablasio Retina


Hasil-akhir penglihatan pasca bedah ablasio retina regmatogenosa
tergantung dari status pra-operasi makula. Apabila makula terlepas,
pengembalian penglihatan sentral biasanya tidak sempurna. Oleh karena itu,
tindakan bedah harus segera dilakikan selagi makula masih melekat. Bila

11
makula sudah terlepas, penundaan tindakan bedah hingga 1 minggu tidak
mengubah hasil akhir penglihatan.4

12
BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Usia : 60 tahun
Alamat : Tanah Datar, Sumatera Barat
Tanggal Pemeriksaan : 18 April 2022

3.2 Anamnesis
Seorang pasien laki – laki usia 60 tahun datang ke Poli Mata RSUP Dr. M. Djamil
Padang pada 13 April 2022 dengan pengelihatan mata kiri yang kabur sejak 3
bulan yang lalu.
 Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan pengelihatan mata kiri kabur sejak 3 bulan yang lalu.
 Riwayat Penyakit Sekarang
o Pengelihatan mata kiri kabur sejak 3 bulan yang lalu
o Pandangan mata seperti melihat tirai (+)
o Riwayat trauma (+), Pasien terkena ranting kayu yang jatuh menimpa
kepala bagian kiri, namun tidak sampai masuk ke mata pasien.
o Mata merah (-)
o Nyeri (-)
o Riwayat pengobatan (+) di RSUD Batusangkar & mendapat obat tetes
mata namun pasien tidak ingat nama obat. Pengelihatan tidak membaik
sejak kejadian tersebut.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat memakai kacamata (-), Riwayat DM (-), Riwayat hipertensi (+).
 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada.

3.3 Pemeriksaan Fisik


 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Komposmentis Kooperatif
 Tekanan Darah : 133/94 mmHg
 Frekuensi Nadi : 78x/menit

13
 Frekuensi Nafas : 17x/menit
 Suhu : 36oC
 Sianosis : tidak ada
 Ikterus : tidak ada
 Edema : tidak ada
 Anemis : tidak ada

Status Generalisata
 Kulit : Teraba hangat, turgor baik
 Kelenjar Getah Bening : Tidak ditemukan pembesaran KGB
 Kepala : Normochepal
 Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
 Mata : Status oftalmikus
 Telinga : Tidak ada kelainan
 Hidung : Tidak ada kelainan
 Tenggorokan : Dalam batas normal
 Gigi dan Mulut : Dalam batas normal
 Leher : Dalam batas normal
 Dada :
o Paru : Dalam batas normal
o Jantung : Dalam batas normal
 Perut : Dalam batas normal
 Punggung : Tidak ada kelainan
 Alat Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Anus : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Anggota Gerak : Tidak ada kelainan
 Akral hangat, CRT < 2 detik
 Edem pretibia tidak ada

Status Oftalmologis
Status Oftalmologi OD OS
Visus 20/20 1/300
Refleks Fundus (+) (+)

14
Supersilia / Silia Normal Normal
Palpebra
Edema (-) Edema (-)
Superior, Inferior
Apparatus Lakrimalis Normal Normal
Konjungtiva
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Tarsalis, Forniks, Bulbi
Sklera Intak Intak
Kornea Bening Bening
Kamera Okuli Anterior Dalam Dalam
Iris Coklat Coklat
Bulat Bulat
Pupil RF +/+ RF +/+
Diameter 3mm Diameter 3mm
Keruh subkapsul Keruh subkapsul
Lensa
posterior posterior
Korpus Vitreum Jernih Jernih
Media : Bening
Media : Bening Pupil : Bulat, batas
Pupil : Bulat, batas tegas, diameter 0,3
tegas, diameter 0,3 Arteri : Vena = 2:3
Fundus Arteri : Vena = 2:3 Tampak ablasio retina di
Retina : Perdarahan (-), supratemporal
Eksudat (-) Retina : Perdarahan (-),
Refleks fovea (+) Eksudat (-)
Refleks fovea (+)
TIO 14 mmHg 13 mmHg
Posisi Bulbus Okuli Orto Orto
Gerak Bulbus Okuli Bebas Bebas

Foto Fundus

15
3.4 Diagnosis Kerja
Ablasio Retina Regmatogen OS

3.5 Terapi
Pro Vitrektomi OS + Endolaser + Silicon OS

3.6 Prognosis
 Quo Ad Vitam : Bonam
 Quo Ad Sanactionam : Dubia ad Malam
 Quo Ad Fungsionam : Dubia Ad Malam

16
BAB 4
DISKUSI

Lapisan retina sensorik yang terpisah dari epitel pigmen retina akan
mengakibatkan fokus sinar yang bergeser sehingga tajam penglihatan akan menurun.
Hal ini juga menyebabkan terganggunya metablisme sel foto reseptor karena suplai
nutrisi dari koroid terputus. Bila hal ini dibiarkan dan terjadi lama maka akan terjadi
kerusakan struktur lapisan sensorik retina, sehingga pemulihan fungsi penglihatan
menjadi tidak optimal.13,14
Berdasarkan patofisiologinya, Ablasio retina terbagi menjadi 3, dimana salah
satunya adalah Ablasio retina regmatogen (RRD). Ablasio retina regmatogen
disebabkan karena adanya robekan pada retina yang membuat cairan mengalir dari
badan viterus ke ruang sub retina sehingga terjadi pemisahan lapisan retina dari epitel
pigmen retina yang selanjutnya disebut sebagai ablasio retina.13,14
Faktor risiko dari RRD antara lain miopia (terutama miopia tinggi), riwayat ablasio
retina pada keluarga, riwayat ablasio pada mata sebelumnya, lepasnya vitreous baru-
baru ini, trauma, degenerasi vitreoretinal, serta penggunaan obat fluoroquinolonebaru-
baru ini walaupun bukti hubungan sebab akibatnya masih kontroversial.
Penatalaksanaan pada ablasio retina regmatogen yakni adalah pembedahan. 14
Berdasarkan kasus yang ditemukan, seorang pasien laki – laki usia 60 tahun datang
ke Poli Mata RSUP Dr. M. Djamil Padang pada 13 April 2022 dengan pengelihatan
mata kiri yang kabur sejak 3 bulan yang lalu. Dari anamnesis ditemukan bahwa
terdapat riwayat trauma (+), pandangan mata seperti melihat tirai (+), Pasien terkena
ranting kayu yang jatuh menimpa kepala bagian kiri, namun tidak sampai masuk ke
mata pasien. Tidak ditemukan mata merah(-) dan mata nyeri (-) pada pasien. Pasien
juga menyangkal adanya riwayat memakai kacamata sebelumnya dan menderita
penyakit DM. Namun terdapat riwayat hipertensi pada pasien ini. Pasien sudah pernah
dilakukan pengobatan di RSUD Batusangkar & mendapat obat tetes mata namun
pasien tidak ingat nama obat. Pengelihatan tidak membaik sejak kejadian tersebut.
Berdasarkan data anamnesis, pasien memiliki kasus dengan mata tenang dengan visus
turunmendadak dengan riwayat trauma.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan oftalmologikus pada pasien. Ditemukan
bahwa pada mata kanan terdapat penurunan visus hingga 1/300 danerdasarkan
pemeriksaan funduskopi, didapatkan pada mata kiri pasien bahwa pada retina tidak
terdapat perdarahan, tidak terdapat eksudat, dan terdapat ablasio di supratemporal.
Dapat disimpulkan berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan funduskopi pada

17
pasien, bahwa pasien mengalami ablasio retina regmatogen pada mata kirinya akibat
trauma.
Beberapa faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi kejadian Ablasio Retina
Regmatogenosa yaitu umur (sering terjadi pada usia 40-60 tahun); jenis kelamin (lebih
sering terjadi pada laki – laki daripada perempuan dengan rasio 3:2); serta trauma yang
ketiganya ditemukan pada pasien ini.
Terapi yang diberikan kepada pasien adalah vitrektomi. Prinsip terapi pembedahan
pada RRD adalah: menemukan semua robekan retina, membuat iritasi korioretina
disekeliling setiap robekan dan menutup semua robekan retina. Penutupan robekan
retina dapat dilakukan dengan membawa epitel pigmen retina (RPE) dan koroid ke
dalam kontak dengan retina cukup lama sehingga menghasilkan adhesi korioretina dan
menutup ruang subretina. Prinsip pembedahan yang dapat dilakukan meliputi,
demarkasi laser pada bagian yang terlepas, pneumatic retinopexy, prosedur scleral
blucking, dan vitrektomi. Observasi bisa dilakukan pada pasien dengan ablasio retina
lokalisasi dan tidak ada gejala (ablsio retina subklinis). Pemilihan jenis terapi
pembedahan tergantung modalitas yang tersedia.14
Traksi di area fokal pada adhesi vitreus ke retina perifer akan menyebabkan
robekan retina yang menyebabkan cairan intraocular bermigrasi ke dalam ruang
subretina sehingga terjadilah ablasio retina. Tujuan dilakukan vitrektomi adalah untuk
menghilangkan kortikal vitreus yang menempel pada robekan retina, mengalirkan
cairan dari ruang subretina secara langsung, memampatkan celah tersebut
(menggunakan udara, gas atau minyak silicon) dan menciptakan adhesi korioretina
disekitar setiap robekan retina dengan endolaser photokoagulasi / cryopexy.14
Prognosis ablasio retina regmatogen salah satunya tergantung dari apakah
makula tetap menempel atau tidak. Jika makula masih menempel, salah satu
penelitian mengatakan bahwa 83% pasien memiliki visus terbaik dengan koreksi
20/40 atau lebih. Bila macula tetap melekat, waktu untuk operasi tidak mengubah
hasil visus akhir. Namun bila macula terlepas, prognosis visualnya relative lebih
buruk. Penelitian lainnya melaporkan 37% pasien pulih ke visus 20/50 atau lebih
bila diintervensi bedah dalam minggu pertama.15 Pada pasien ini, karena sudah
dalam jangka waktu yang lama dan visusnya sudah mencapai 1/300, memiliki
prognosis dubia ad malam karena visusnya tidak dapat kembali baik hingga 20/20
seperti semula.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, dkk. Ablasio retina. Sari Ilmu Penyakit Mata. cetakan ke 5. Gaya Baru
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:2016 hal 192-5
2. Chang Huan J. In : Retinal Detachment. The Journal Of The American Medical
Association. 2012. JAMA. 2012;307(13):1447
3. Nemet A, Moshiri A, Yiu G, Loeweinstein A, Moisseive E. A Review of
Innovations in Rhegmatogenous Retinal Detachment Surgical Techniques.
Journal of Ophthalmology: 2017.
4. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Ablasi retina. Oftalmologi Umum. edisi 17,
Alih Bahasa Tambajong J, Pndit UB. Widya Medika Jakarta : 2010 hal.196-8
5. American Academy Ophtalmology. Retina and Vitreous: Section 12.
Singapore: LEO; 2018. 9-299
6. Sundaram venki. Training in Ophthalmology. Oxford university press: New
York. 2009.118- 19
7. Khurana, AK, et al. Comprehensive Opthamology Ed 6. New Delhi: The
Health Sciences Publisher; 2015.p.273-6
8. Vaughan DG, Asbury T. General Ophtamology Ed 19. McGraw-Hill
Education. 2018.p.462- 5
9. Galloway NR, Amoaku WMK, Galloway PH, et al. In : Common Eye Disease
And Their Management. 3 rd ed. London : Springer-Verlag. 2006. Page 103-
10
10. Sitorus,Ritaetal.BukuajaroftalmologiFKUI,Edisi1.Jakarta:BadanPenerbitFK
UI. 2017.
11. Chern KC. In : Emergency Opthalmology A Rapid Treatment Guide. New
York : McGrawHill. 2002.
12. Kwon O.W., Roh M I., Song J.H. Retinal Detachment and Proliverative
Vitreoretinopathy. In. Retinal Pharmacotheraphy. Britain: Saunders-Elsevier.
2010. Page 148-51.
13. Djatikusumo A, Hutapea MM. Ablasio Retina. Dalam: Sitorus RS, Sitompul
R, Widyawati S, Bani AP, editor. Buku ajar oftalmologi. Edisi 1. Jakarta: Pusat
Penerbitan department ilmu kesehatan mata Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2017.
14. American Academy of Ophtalmology Retina/Vitreous Panel. Preferred
Practice Pattern Guidelines. Retinal Detachment. San Fransisco, CA:American
Academy Of Ophtamology. 2019

19
15. Blair K, Czyz CN. Retinal Detachment. In: StatPearls. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2022 Jan.

20

Anda mungkin juga menyukai