Anda di halaman 1dari 17

Meet the Expert

Manifestasi Klinis Ablasio Retina

Disusun Oleh:

Istiqa Dwi Pertiwi 1840312435


Desravima Muflianti Basrand 1840312703
Melati Purnama Sari 1840312709
Fadel Muhammad 1840312697

Expert :
dr. Weni Helvinda, Sp.M (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah yang
berjudul “Manifestasi Klinis Ablasio Retina”.
Makalah ini merupakan salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada dr. Weni Helvinda, Sp.M (K) selaku
pembimbing yang telah memberikan bimbingan dalam pembuatan makalah ini.
Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Padang, 3 Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Batasan Masalah 2
1.3. Tujuan Penulisan 2
1.4. Metode Penulisan 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Retina 3
2.2 Ablasio Retina
2.2.1 Definisi Ablasio Retina 6
2.2.2 Epidemiologi Ablasio Retina 6
2.2.3 Klasifikasi Ablasio Retina 7
2.2.4 Patofisiologi Ablasio Retina 11
2.2.5 Manifestasi Klinis Ablasio Retina 13
BAB 3 KESIMPULAN 17
DAFTAR PUSTAKA 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Retina merupakan lapisan membran neurosensoris dan merupakan lapisan ketiga
bola mata setelah sclera dan uvea. Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen
epitel retina. Antara retina dan epitel pigmen retina terdapat rongga potensial yang bisa
mengakibatkan retina terlepas dari epitel pigmen retina. Hal ini yang disebut sebagai
ablasio retina.1
Istilah “ablasio retina” (retinal detachment) menandakan pemisahan retina yaitu
fotoreseptor dan lapisan bagian dalam, dari epitel pigmen retina dibawahnya. Terdapat
tiga jenis utama yaitu ablasio regmatogenosa, ablasio traksi dan ablasio serosa atau
hemoragik.2 Bentuk tersering dari ketiga jenis ablasio retina adalah ablasio retina
regmatogenosa. Menurut penelitian, di Amerika Serikat insiden ablasio retina 1 dalam
15.000 populasi dengan prevalensi 0,3%. Sedangkan insiden per tahun kira-kira 1
diantara 10.000 orang dan lebih sering terjadi pada usia lanjut kira-kira umur 40-70
tahun. Pasien dengan miopia yang tinggi (>6D) memiliki 5% kemungkinan resiko
terjadinya ablasio retina, afakia sekitar 2%, komplikasi ekstraksi katarak dengan
hilangnya vitreus dapat meningkatkan angka kejadian ablasio hingga 10%.3 Pasien
dengan ablasio retina yang semakin lama didiagnosis dan ditatalaksana akan
meningkatkan prognosis yang buruk terhadap penderita.3 Sehingga pada kasus-kasus
Ablasion retina kita perlu mengetahui manifestasi klinisnya agar dapat ditatalaksana
dengan baik dan mempertahankan kualitas hidup penderita.
1.2 Batasan Masalah
Makalah ini membahas tentang definisi, epidemiologi, klasifikasi, patofisiologi
dan manifestasi klinis dari Ablasion retina.
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk memahami serta menambah pengetahuan tentang
manifestasi klinis Ablasion retina.
1.4 Metode Penulisan
Penulisan makalah ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan merujuk ke
berbagai literatur.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Mata


Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata dibungkus oleh
tiga jaringan yaitu sklera, jaringan uvea, dan retina yang terletak paling dalam dan
mempunyai susunan lapisan sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membrane
neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi ransangan pada saraf optik dan diteruskan ke
otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas
dari koroid yang disebut ablasi retina.1

Gambar 2.1 Anatomi bola mata.6

Retina merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsang
cahaya. Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis
yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke
depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliaris, dan akhirnya di tepi ora serrata. Pada

2
orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sistem
temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik
bertumpuk dengan membrana Bruch, koroid, dan sklera. Retina mempunyai tebal 0,1 mm
pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub posterior. Ditengah-tengah retina posterior terdapat
makula. Di tengah makula terdapat fovea yang secara klinis merupakan cekungan yang
memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. Retina berbatas dengan koroid
dengan sel epitel pigmen retina dan terdiri atas lapisan:1,3
1. Lapisan epitel pigmen
2. Lapisan fotoreseptor merupakan lesi terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai
bentuk ramping, dan sel kerucut.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membrane ilusi.
4. Lapisan nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang.
5. Lapisan pleksiform luar merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel bipolar,
sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua,
9. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju kearah saraf optik.
10. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan badan kecil.

Retina mendapatkan suplai darah dari dua sumber yaitu koriokapiler yang berada tepat
di luar membrana Bruch, yang mensuplai sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis
luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina, serta cabang-cabang
dari arteri retina sentralis yang mensuplai dua per tiga sebelah dalam.1,7

3
Gambar 2.2 Lapisan pada Retina.3

Mata berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai
suatu transduser yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu
mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat
saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan ossipital. Makula
bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna,
dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir
1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini
menjamin penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan
ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari
susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan
warna (penglihatan fototopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri
dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam
(skotopik).3,7

4
2.2.1 Ablasio Retina
2.2.1 Definisi
Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina
dengan dari sel epitel retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat
dengan membran Brunch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak
terdapat suatu perlekatan structural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga
merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis.5
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang koroid atau sel pigmen epitel akan
mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila
berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap.5

2.2.2 Epidemiologi
Diperkirakan prevalensi ablasio retina adalah 1 kasus dalam 10.000 populasi.
Prevalensi meningkat pada beberapa keadaan seperti miopia tinggi, afakia/pseudoafakia
dan trauma. Pada mata normal, ablasio retina terjadi pada kira-kira 5 per 100.000 orang
per tahun di Amerika Serikat. Insidens ablasio retina idiopatik berdasarkan adjustifikasi
umur diperkirakan 12,5 kasus per 100.000 per tahun atau 28.000 kasus per tahun. Ablasio
retina terjadi kira-kira 5-16 per 1000 kasus diikuti oleh penyebab operasi katarak, dan ini
terdiri dari sekitar 30 - 40 % dari semua ablasio retina yang dilaporkan.1,2,3, 4

2.2.3 Klasifikasi
Ada tiga klasifikasi ablasio retina berdasarkan mekanisme terjadinya yaitu ablasi
retina regmatogenosa, ablasi retina eksudatif, ablasi retina traksi (tarikan).5
1 . Ablasi retina regmatogenosa
Pada ablasi retina regmatogenosa dimana ablasi terjadi akibat adanya
robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel
dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous)
yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina
sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.5
Ablasi ini terjadi pada mata yang mempunyai faktor predisposisi untuk
terjadi ablasi retina. Trauma hanya merupakan faktor pencetus untuk terjadinya
ablasi retina pada mata yang berpotensi. Mata yang berpotensi untuk terjadinya

5
ablasi retina adalah mata dengan miopia tinggi, pasca retinitis, dan retina yang
memperlihatkan degenerasi di bagian perifer, 50% ablasi yang timbul pada afakia
terjadi pada tahun pertama.5
Pada pemeriksaan fundoskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna
pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina
berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasi)
bergoyang. Kadang-kadang terdapat pigmen di dalam badan kaca. Pada pupil
terlihat adaya defek aferen pupil akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata
rendah dan dapat meninggi bila terjadi neovaskular glaucoma pada ablasi retina
adalah pembedahan. Sebelum pembedahan, pasien dirawat dengan mata ditutup.
Pembedahan dilakukan secepat mungkin dan sebaiknya antara 1-2 hari.5
Terdapat juga pre-evaluasi untuk menilai derajat atau luas robekan yang
terjadi pada ablsio retina regmatogenosa (ARR) yaitu Lincoff Rules. 17

Rule 1 Rule 2

Rule 3 Rule 4

6
Rule 1- Temporal superior atau nasal. ARR: Sekitar 98% kasus robekan primer
seluas kurang dari sudut jam 1.30 dari bagian atas.
Rule 2- Seluruh atau bagian atas ARR melewati sudut jam 12 Meridian: Sekitar
93% kasus robekan pada sudut jam 12 meridian.
Rule 3- ablasio bagian bawah: sekitar 95% kasus robekan pada bagian atas ARR
sebagai petanda diskus bagian atas terjadi robekan.
Rule 4- bullous bawah: Tipe ini merupakan lanjutan dari robekan bagian atas17

Pengobatan ditujukan untuk melekatkan kembali bagian retina yang lepas


dengan diatermi dan laser. Diatermi ini dapat berupa Diatermi permukaan
(surface diathermy) atau diatermi setengah tebal sklera (partial penetrating
diatermy) sesudah reseksi sklera. Hal ini dapat dilakukan dengan atau tanpa
mengeluarkan cairan subretina. Pengeluaran dilakukan di luar daerah reseksi dan
terutama di daerah di mana ablasi paling tinggi. Implan diletakkan di dalam
kantong sklera yang sudah direseksi yang akan mendekatkan sklera dengan retina
dan mengakibatkan pengikatan yang terlokalisir. Sabuk (band) yang melingkar
pada bola mata merupakan tindakan yang mulai popular karena memperbaiki
prognosis dan mobilisasi yang cepat. Komplikasi dari operasi dapat terjadi miosis,
edema kornea, pendarahan orbital, penetrasi ocular dan injeksi intra-arteri.5,17

2. Ablasi retina eksudatif


Ablasi retina eksudatif adalah ablasi retina yang terjadi akibat
tertimbunnya eksudat di bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan
subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid
(ekstra vasasi). Hal ini disebabkan penyakit koroid. Kelainan ini dapat terjadi
pada skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, radang uvea, idiopati, toksemia
gravidarum. Cairan di bawah retina tidak dipengaruhi oleh posisi kepala.
Permukaan retina yang terangkat terlihat cincin. Penglihatan dapat berkurang dari
ringan sampai berat. Ablasi ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah
penyebabnya berkurang atau hilang.5

7
3. Ablasi retina traksi (tarikan)
Pada ablasi ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut
pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasi retina dan penglihatan turun
tanpa rasa sakit. Pada badan kaca, terdapat jaringan fibrosis yang dapat
disebabkan diabetes mellitus proliferatif, trauma, trauma dan perdarahan badan
kaca akibat bedah atau infeksi. Pengobatan ablasi akibat tarikan di dalam kaca
dilakukan dengan melepaskan tarikan jaringan parut atau fibrosis di dalam badan
kaca dengan tindakan yang disebut sebagai vitrektomi.5

3 Etiologi dan Faktor Resiko


Etiologi yang terkait dengan ablasio retina adalah miopia , katarak removal, dan
trauma. Sekitar 40 - 50 % dari semua pasien dengan ablasio retina memiliki miopia.
Ablasio retina yang berhubungan dengan miopia cenderung terjadi pada pasien berusia
25 - 45 tahun, sementara non-miopia cenderung terjadi pada orang tua. Pasien dengan
miopia tinggi ( > 6 D ), lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan, memiliki
resiko seumur hidup 5 % dari ablasio retina. Ablasio retina terjadi kira-kira 5-16 per 1000
kasus diikuti oleh penyebab operasi katarak, dan ini terdiri dari sekitar 30 - 40 % dari
semua ablasio retina yang dilaporkan. Faktor-faktor resiko yang terkait dengan ablasio
retina dalam katarak removal yang tidak disengajakan (accidental) adalah posterior
kapsul pecah pada saat operasi, usia muda, panjang aksial meningkat, ruang bilik mata
depan yang dalam, dan jenis kelamin laki-laki. Kira-kira 10 - 20% dari ablasio retina
dikaitkan dengan trauma mata langsung.4
Ablasio retina yang diakibatkan oleh trauma lebih sering terjadi pada orang yang
lebih muda. Meskipun tidak ada penelitian telah memperkirakan kejadian ablasio retina
dalam olahraga, olahraga tertentu (misalnya, tinju dan bungee jumping ) berhubungan
dengan peningkatan risiko terjadinya ablasio retina. Ada juga beberapa laporan bahwa
Laser capsulotomy dikaitkan dengan peningkatan resiko ablasio retina. Di Amerika
Serikat, kelainan struktural, operasi sebelumnya, trauma dan uveitis adalah faktor resiko
utama untuk ablasio retina. Miopia yang tinggi, trauma, kelainan struktural dan operasi
sebelumnya adalah faktor resiko utama di Asia.4

4 Patogenesis

8
Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga
vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata yang matur
dapat berpisah :6,7
1. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi
dapat memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif
(ablasio regmatogenosa).

Gambar 3 : Ablasi Retina Regmatogenosa dengan horshoe tear14

2. Terjadi akibat akumulasi cairan subretinal dengan tanpa adanya robekan retina
ataupun traksi pada retina. Pada penyakit vaskular, radang, atau neoplasma
retina, epitel pigmen, dan koroid, maka dapat terjadi kebocoran pembuluh
darah sehingga berkumpul di bawah retina. Walaupun jarang terjadi, bila
cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat proses eksudasi, yang
dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina eksudatif)

9
Gambar 4 : Ilustrasi Ablasi Retina Eksudatif13

3. Terjadi pembentukan yang dapat berisi fibroblas, sel glia, atau sel epitel
pigmen retina. Awalnya terjadi penarikan retina sensorik menjauhi lapisan
epitel di sepanjang daerah vaskular yang kemudian dapat menyebar ke bagian
retina midperifer dan makula. Pada ablasio tipe ini permukaan retina akan
lebih konkaf dan sifatnya lebih terlokalisasi tidak mencapai ke ora serata. Jika
retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina,
misalnya seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio
retina traksional).
5 Gejala Klinis
Pertimbangkan pasien yang khas mengalami ablasio retina, seperti pasien dengan
miopia tinggi dengan usia berkisar 50 tahun, baik laki-laki ataupun perempuan, yang tiba-
tiba mengalami gejala “flashes dan floaters”, yang biasanya terjadi secara spontan atau
sesaat setelah menggerakkan kepala. Lakukan penggalian secara lebih detail terhadap
gejala yang dialami. 8
1. Flashes (photopsia)
Ketika ditanya, pasien biasanya menjawab gejala ini bisa terjadi sepanjang
waktu, tetapi paling jelas saat suasana gelap. Gejala ini cenderung terjadi terutama
sebelum tidur malam. Kilatan cahaya (flashes) biasanya terlihat pada lapangan
pandang perifer. Gejala ini harus dibedakan dengan yang biasanya muncul pada
migrain, yang biasanya muncul sebelum nyeri kepala. Kilatan cahaya pada

10
migrain biasanya berupa garis zig-zag, pada tengah lapangan pandang dan
menghilang dalam waktu 10 menit. Pada pasien usia lanjut dengan defek pada
sirkulasi vertebrobasilar dapat mendeskripsikan tipe lain fotopsia, yakni kilatan
cahaya cenderung muncul hanya saat leher digerakkan setelah membungkuk.8
2. Floaters
Titik hitam yang melayang di depan lapangan pandang adalah gejala yang
sering terjadi, tetapi gejala ini bisa menjadi kurang jelas pada pasien gangguan
cemas. Tetapi jika titik hitamnya bertambah besar dan muncul tiba-tiba, maka ini
menjadi tanda signifikan suatu keadaan patologis. Untuk beberapa alasan, pasien
sering menggambarkan gejala ini seperti berudu atau bahkan sarang laba-laba. Ini
mungkin karena adanya kombinasi gejala ini dan kilatan cahaya. Kilatan cahaya
dan floaters muncul karena vitreus telah menarik retina, menghasilkan sensasi
kilatan cahaya, dan sering ketika robekan terjadi akan terjadi perdarahan ringan ke
dalam vitreus yang menyebabkan munculnya bayangan bintik hitam. Ketika
kedua gejala ini muncul, maka mata harus diperiksa secara detail dan lengkap
hingga ditemukan dimana lokasi robekan retina. Terkadang, robekan kecil dapat
menyebabkan perdarahan vitreus yang luas yang menyebabkan kebutaan
mendadak.8
3. Shadows
Saat robekan retina terjadi, pasien seharusnya segera mencari pengobatan
medis dan pengobatan efektif. Namun beberapa pasien tidak segera mencari
pengobatan medis atau bahkan malah mengabaikan gejala yang dialami. Memang
dalam beberapa saat gejala akan berkurang, tetapi dalam kurun waktu beberapa
hari hingga tahunan akan muncul bayangan hitam pada lapangan pandang perifer.
Jika retina yang terlepas berada pada bagian atas, maka bayangan akan terlihat
pada lapangan pandang bagian bawah dan dapat membaik secara spontan dengan
tirah baring, terutama setelah tirah baring pagi hari. Kehilangan penglihatan
sentral atau pandangan kabur dapat muncul jika fovea ikut terlibat. terlibat.8

Saat anamnesis, penting juga untuk menanyakan riwayat trauma, apakah terjadi
bebrapa bulan sebelum gejala muncul atau bertepatan dengan timbulnya gejala.
Perhatikan juga riwayat operasi, termasuk ekstraksi katarak, pengangkatan benda asing

11
intraokuler atau prosedur lain yang melibatkan retina. Tanyakan juga mengenai kondisi
pasien sebelumnya, seperti pernah atau tidak menderita uveitis, perdarahan vitreus,
ambliopia, glaukoma, dan retinopati diabetik. Riwayat penyakit mata dalam keluarga
juga penting untuk diketahui. 9

6 Pemeriksaan Fisis dan Penunjang


Pemeriksaan menyeluruh diindikasikan pada kedua mata. Pemeriksaan pada mata
yang tidak bergejala dapat memberikan petunjuk mengenai penyebab dari ablasio retina
pada mata yang lainnya. 10

a. Lakukan pemeriksaan segmen luar untuk menilai tanda-tanda trauma


b. Periksa pupil dan tentukan ada atau tidaknya defek pupil aferen
c. Periksa ketajaman penglihatan
d. Periksa konfrontasi lapangan pandang
e. Periksa metamorfopsia dengan tes Amsler grid
f. Pemeriksaan slit lamp untuk melihat ada atau tidaknya pigmen pada vitreus (Shafer’s
sign)
g. Periksa tekanan bola mata
h. Lakukan pemeriksaan fundus dengan oftalmoskopi (pupil harus dalam keadaan dilatasi)

Pada oftalmoskopi, retina yang terlepas akan terlihat putih dan edema dan
kehilangan sifat transparansinya. Pada ablasio regmatogen, robekan retina berwarna
merah terang dapat terlihat. Biasanya muncul pada setengah bagian atas retina pada regio
degenerasi ekuator. Pada ablasio tipe traksi, ablasio bullosa akan terlihat bersamaan
dengan untaian retina berwarna abu-abu. Pada tipe eksudatif akan terlihat adanya deposit
lemak massif dan biasanya disertai dengan perdarahan intraretina.11
Pada pemeriksaan Ultrasound mata, jika retina tidak dapat tervisualisasi karena
katarak atau perdarahan, maka ultrasound A dan B-scan dapat membantu mendiagnosis
ablasio retina dan membedakannya dengan ablasio vitreus posterior. USG dapat
membantu membedakan regmatogen dari non regmatogen. Pemeriksaan ini sensitif dan
spesifik untuk ablasio retina tetapi tidak dapat membantu untuk menentukan lokasi
robekan retina yang tersembunyi.10

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan Eva P, Whitcher JP. In : Vaughan and Asbury’s General Opthalmology. 16th ed.
New York : McGraw-Hill. 2004.
2. Sovani I. Artikel Tehnik Bakel Sklera pada Ablasio Retina. Jakarta. 1998.
3. Chang Huan J. In : Retinal Detachment. The Journal Of The American Medical
Association. 2012.
4. Kwon O. W., Roh M. I., Song J. H. Retinal Detachment and Proliferative
Victreoretinopathy. In. Retinal Pharmacotheraphy. Britain : Saunders-Elsevier. 2010.
Page 148-51.

5. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. 2004. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
6. Riordan Eva P, Whitcher JP. In : Vaughan and Asbury’s General Opthalmology. 17th ed.
New York : McGraw-Hill. 2007.
7. James B.,dkk. Ablasi retina. In: Oftalmologi. 9th ed. Erlangga:Ciracas Jakarta; 2003: 117-
121.
8. Galloway NR, Amoaku WMK, Galloway PH, et al. In : Common Eye Disease And Their
Management. 3rd ed. London : Springer-Verlag. 2006. Page 103-10.
9. Pandya HK. In : Retinal Detachment. 2013. (Cited on 2013). Available from URL
http://emedicine.medscape.com/article/798501-overview
10. Chern KC. In : Emergency Opthalmology A Rapid Treatment Guide. New York :
McGraw-Hill. 2002.
11. Lang GK. In : Opthalmology A Short Textbook. New York : Thieme Stuttgart. 2002.
Page 328-30.
12. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, et al. In : Pocket Atlas Of Opthalmology. New York :
Thieme Stuttgart. 2006. Page 2-6, 172-7.
13. Sehu KW, Lee WR. In : Opthalmology Pathology An Ilustrated Guide For Clinician.
New York : Blackwell Publishing. 2005. Page 204, 236-8.
14. Juliana Prazeres, Octaviano Magalhães Jr., Luiz F. A. Lucatto, et. Al. Heavy Silicone Oil
as a Long-Term Endotamponade Agent for Complicated Retinal Detachments Journal.
2014

13
15. Amico DJ. In : Primary Retinal Detachment. New England Journal Medicine. 2008. Page
359, 22, 2346-56
16. Alasil Tarek, Eljammal Sam, Scartozzi Richard, et al. In : Rhegmatogenous Retinal
Detachment. Cases Journal. 2008.
17. J. García-Arumía, V. Martínez-Castillob, A. Boixaderab, et al. Rhegmatogenous retinal
detachment treatment guidelines journal. 2013
18. Ferenc Kuhn, Bill Aylward. Rhegmatogenous Retinal Detachment: A Reappraisal of Its
Pathophysiology and Treatment Journal. 2013
19. Posterior vitreous detachment, retinal breaks, and lattice degeneration. San Francisco.
(Cited on 2013). Available from URL http://one.aao.org/preferred-practice-
pattern/posterior-vitreous-detachment-retinal-breaks-latti-5
20. Retinal detachment. United States. (Cited on 2014). Available from URL
https://www.mdguidelines.com/retinal-detachment
21. Shorya Vardhan Azad, Deepankur Mahajan, Sidrath Sain et al. Delhi Journal of
Ophtalmology - Viterous Substitutes. 2012

14

Anda mungkin juga menyukai