Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, bahasa inggris Cataract, dan
bahasa latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular
dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah
opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat proses penuaan
tapi dapat timbul pada saat kelahiran (Brunner & Suddarth, 2002).
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi.
Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari badan silier ke
sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan
koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke
retina. Bila kekeruhan tebal, maka penglihatan akan terganggu, kadang-kadang sampai
menimbulkan kebutaan. Faktor pemicu katarak itu sendiri bisa disebabkan oleh pantulan
sinar ultraviolet, kekurangan riboflavin (vitamin B2) dan usia lebih panjang.
Dahulu memang katarak masih belum diketahui secara jelas, karena kurangnya
pengetahuan. Kadang-kadang masih terdapat pula keraguan mengenai letak katarak
tersebut. Oleh karena itu, sebagai petugas kesehatan, sebaiknya kita memberikan
informasi mengenai katarak kepada para lansia yang utama. Dalam makalah ini, kami
akan membahas tentang katarak secara rinci dan asuhan keperawatan yang mungkin
dilakukan untuk pasien katarak.
Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala kenaikan tekanan intra
okuler,dimana dapat mengakibatkan pencekungan papil syaraf optic sehingga trejadi
atropi syaraf optik, penyempitan lapang pandang. Glaukoma merupakan penyebab
kebutaan yang ketiga di Indonesia terdapat sejumlah 0.40% penderita glaukoma di
Indonesia yang mengakibatkan kebutaan 0,26% penduduk. Prevalensi penyakit utama di
Indonesia adalah kelainan refraksi 24,72%, pterigium 8,79%, katarak 7,40%,
kongjungtiva 1,74%,parut kornea 0,43%, glaucoma 0,40%, retinopati 0,17%. Prevalensi
dan peyebab buta kedua 0,16% kelaianan refraksi 0.11%, retina 0,09%, kornea 0.06%
dan lain-lain 0.03%, prevalensi total 1,47% (Sidharta Ilyas,2004).
Dalam asuhan keperawatan pada pasien katarak dan glaukoma terdapat penanganan
preoperative nursing care atau perawatan sebelum operasi mencakup pencatatan
ketajaman pengelihatan baik untuk mata yang dibedah atau tidak. Kemudian
postoperative nursing care atau perawatan sesudah operasi mencakup upaya pemantauan
terhadap tanda tanda vital, mengkaji tingkat kesadaran, mengecek jahitan mata,
menjaga tutup dan pelindung mata serta memonitor komplikasi mata. Oleh karena itu
perawat harus mengetahui tentang katarak dan tindakan keperawatan yang harus
dilakukan pada pasien yang menderita katarak, selain itu perawat harus memastikan
pasien dan keluarganya memahami dan mengenal tentang katarak.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Mengetahui gambaran umum tentang asuhan keperawatan pada pasien katarak
1.2.2 Tujuan khusus
1. Mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan penyakit katarak
2. Mampu merumuskan diagnosa asuhan keperawatan penyakit katarak
3. Mampu menyusun perencanaan asuhan keperawatan penyakit katarak
4. Mampu membuat evaluasi asuhan keperawatan penyakit katarak

1.3 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ini terdiri dari 4 bab sebagai
berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1.2 Tujuan penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
1.2.2 Tujuam Khusus
1.3 Sistematika penulisan.
BAB II : KONSEP DASAR
2.1 ANATOMI dan FISIOLOI MATA
2.2 KATARAK
2.2.1 Definisi
2.2.2 Etiologi
2.2.3 Tanda dan gejala
2.2.4 Klasifikasi
2.2.5 Patofisiologi
2.2.6 Pemeriksaan diagnostic
2.2.7 Penatalaksnaaan
2.2.8 Komplikasi
2.3 GLAUKOMA
2.3.1 Definisi
2.3.2 Etiologi
2.3.3 Tanda dan gejala
2.3.4 Klasifikasi
2.3.5 Patofisiologi
2.3.6 Pemeriksaan diagnostic
2.3.7 Penatalaksnaaan
2.3.8 Komplikasi
BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian keperawatan
3.2 Diagnosa keperawatan
3.3 Perencanaan keperawatan
3.4 Evaluasi keperawatan.
BAB IV : PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA







BAB II
KONSEP DASAR

2.1 ANATOMI dan FISIOLOGI MATA
Mata adalah organ penglihatan. Suatu struktur yang sangat khusus dan kompleks,
menerima dan mengirimkan data ke korteks serebral. Seluruh lobus otak, lobus oksipital,
ditujukan khusus menerjemahkan citra visual. Kebih lanjut lagi, ada tujuh saraf otak (SO)
memiliki hubungan dengan mata: untuk penglihatan (SO II); gerakan mata (SO III,IV dan
VI): reaksi pupil (SO III); pengangkatan kelopak mata (SO III); dan penutupan kelopak mata
(SO VII). Hubungan batang otak memungkinkan koordinasi gerakan mata.
Bola mata dan struktur yang berhubungan dilindungi dan dilingkupi dalam tulang
berongga bulat dinamakan orbita. Bola mata yang menempati bagian kecil dari orbita,
dilindungi dan dialasi oleh lemak yang terletak di belakang bola mata. Melekat di bagian luar
bola mata adalah otot yang terorganisasi baik, dipersarafi oleh SO III, IV, dan VI. Orbita
merupakan rongga berpotensi untuk terkumpulnya cairan, darah, dan udara karena letak
anatominya yang dekat dengan sinus dan pembuuh darah. Pendesakan komponen lain ke
lengkungan orbita dapat menyebabkan pergeseran, penekanan, atau protrusi bola mata dan
struktur di sekitarnya.
2.1.1 Struktural Mata
Bola mata berada di ruangan cekung pada tulang tengkorak yang disebut orbit.
Orbit tersusun oleh tujuh tulang tengkorak yaitu tulang frontalis, lakrimalis, etmoid,
zigomatikum, maksila, sphenoid dan palatin yang berfungsi mendukung,
menyanggah, dan melindungi mata. Pada orbit terdapat dua lubang yaitu foramen
optik untuk lintasan saraf optik dan arteri optalmik dan fisura orbital superior yang
berfungsi untuk lintasan saraf dan arteri otot mata. Bagian-bagian mata terdiri dari :
a. Sklera
Merupakan jaringan ikat fibrosa yang kuat berwarna putih buram dan tidak
tembus cahaya, kecuali bagian depan yang transparan yang disebut kornea. Sklera
memberi bentuk pada bola mata dan memberikan tempat melekatnya otot
ekstrinsik.
b. Kornea
Kornea merupakan jendela mata, unik karena bentuknya transparan, terletak
pada bagian depan mata berhubungan dengan sklera. Bagian ini merupakan
tempat masuknya cahaya dan memfokuskan berkas cahaya.
c. Lapisan koroid
Lapisan koroid berwarna coklat kehitaman dan merupakan lapisan yang
berpigmen, mengandung banyak pembuluh darah untuk memberi nutrisi dan
oksigen pada retina. Warna gelap pada koroid berfungsi untuk mencegah refleksi
atau pemantulan sinar. Pada bagian depan koroid membentuk korpus siliaris yang
berlanjut membentuk iris.
d. Iris
Iris merupakan perpanjangan dari korpus siliaris ke anterior, bersambungan
dengan permukaan lensa anterior. Iris tidak tembus pandang dan berpigmen,
berfungsi mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata dengan
cara merubah ukuran pupil.
e. Lensa
Lensa mempunyai struktur bikonveks, tidak mempunyai pembuluh darah,
transparan dan tidak berwarna. Lensa berada dibelakang iris dan ditahan oleh
ligamentum yang disebut zonula. Adanya ikatan lensa dengan ligamentum ini
meyebabkan dua rongga bola mata yaitu bagian depan lensa dan bagian belakang
lensa. Ruangan bagian depan lensa berisi cairan yang disebut aqueous humor,
caira ini diproduksi oleh korpus siliaris dan ruangan pada bagian belakang lensa
cairan berisi cairan vitreous humor. Kedua cairan tersebut berfungsi menjaga
lensa tetap pada tempatnya dan dalam bentuk yang sesuai serta memberikan
makanan pada kornea dan lensa. Lensa berfungsi untuk memfokuskan cahaya
yang masuk ke depan retina melalui mekanisme akomodasi yaitu proses
penyesuaian secara otomatis pada lensa untuk memfokuskan objek secara jelas
pada jarak yang beragam.
f. Retina
Retina merupakan lapisan terdalam pada mata, melapisi 2/3 bola mata pada
bagian belakang. Pada bagian depan berhubungan dengan korpus siliaris di ora
serata. Pada bagian depan retina terdapat lapisan berpigmen dan berhubungan
dengan koroid dan pada bagian belakang terdapat lapisan saraf dalam. Pada
lapisan saraf dalam mengandung reseptor, sel bipolar, sel ganglion, sel horizontal,
dan sel amakrin.
Ada dua sel reseptor atau fotoreseptor paa retina yaitu sel konus atau sel
kerucut dan sel rod atau sel batang. Sel kerucut berisi pigmen lembayung dan sel
batang berisi pigmen ungu. Oleh karena itu, pigmen pada sel batang berfungsi
untuk situasi yang kurang terang atau malam hari. Sedangkan pigmen pada sel
kerucut berfungsi pada suasana terang atau pada tingkat intensitas cahaya yang
tinggi dan berperan dalam peglihatan disiang hari. Pigmen ungu yang ada pada
sel batang disebut rodopsin yang merupakan senyawa protein dan vitamin A.
Pembentukan kembali pigemen tersebut pada keadaan gelap dan memerlukan
waktu yang disebut adaptasi gelap. Sedangkan pigmen lembayung dari sel
kerucut merupakan senyawa iodopsin yang merupakan gabungan antara retinin
dan opsin. Pada sel kerucut terdapat 3 macam yaitu : sel yang peka terhadap
warna merah, hijau, dan biru sehingga sel kerucut dapat menangkap spektrum
warna. Kerusakan pada salah satu sel kerucut dapat menyebabkan buta warna.
g. Fovea sentralis
Merupakan bagian dari retina yang banyak sel kerucit tetapi tidak ada sel
batang. Pada fovea ini sel bipolar bersinap dengan sel ganglon mebentuk jalur
langsung ke otak. Berkas sinar yang masuk jatuh tepat pada fovea.
h. Lutea makula
Merupakan darah kekuningan yang berada sedikit lateral dari pusat.

Mata juga dilengkapi dengan organ dan aksesoris seperti kelopak mata, alis, appartus
lakrimalis yang melindungi mata dan seperangkat otot ekstrinsik yang dapat menggerakan
mata.

2.2 KATARAK
2.2.1 Definisi

Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi
akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga
berhubungan dengan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid
jangka panjang, penyakit sistematis seperti diabetes melitus atau hipoparatiroidisme,
pemajanan radiasi, pemajanan sinar matahari (sinar ultraviolet), atau kelainan mata lain
seperti uveitis anterior (Brunner & Suddarth. 2001).
Katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh atau
berwarna putih abu-abu, dan ketajaman penglihatan berkurang. Katarak terjadi apabila
protein pada lensa yang secara normal transparan terurai dan mengalami koagulasi pada lensa
( Elizabeth J. Corwin. 2009).







2.2.2 Patofisiologi

2.2.3 Klasifikasi Katarak
A. Katarak Berdasarkan Umur
1. Katarak Kongenital
Sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh infeksi virus
yang dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini (Farmacia, 2009). Katarak
kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan
bayi berusia kurang dari 1 tahun.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu
yang menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis,
inklusi sitomegalik,dan histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak
kongenital biasanya berupa penyakit-penyakt herediter seperti mikroftlmus, aniridia,
koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan
megalo kornea.
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan
riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester pertama dan
pemakainan obat selama kehamilan. Kadang-kadang terdapat riwayat kejang, tetani,
ikterus, atau hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi pada
urine yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak
kongenital ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardasi
mental. Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada
hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium.
Katarak kongenital digolongkan dalam katarak :
a kapsulolentikular, dimana pada golongan ini termasuk katarak kapsular
dan katarak polaris.
b katarak lentikular, termasuk dalam golongan ini katarak yang
mengenai korteks atau nukleus saja.
Tindakan pengobatan pada katarak kongenital adalah operasi. Operasi katarak
dilakukan bila refleks fundus tidak tampak. Biasanya bila katarak bersifat total,
operasi dapat dilakukan pada usia 2 bulan atau lebih muda bila telah dapat dilakukan
pembiusan. Tindakan bedah yang umum dilakukan pada katarak kongenital adalah
disisio lensa, ekstraksi liniar, ekstraksi dengan aspirasi.
Pengobatan katarak kongenital bergantung pada :
a Katarak total bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan
secepatnya segera setelah katarak terlihat.
b Katarak total unilateral, dilakukan pembedahan 6 bulan sesudah
terlihat atau segera sebelum terjadinya juling; bila terlalu muda akan
mudah terjadi ambliopia bila tidak dilakukan tindakan segera;
perawatan untuk ambliopia sebaiknya dilakukan sebaik-baiknya.
c Katarak total atau kongenital unilateral, mempunyai prognosis yang
buruk, karena mudah terjadi ambliopia; karena itu sebaiknya dilakukan
pembedahan secepat mungkin, dan diberikan kacamata segera dengan
latihan bebat mata.
d Katarak bilateral partial, biasanya pengobatan lebih koservatif
sehingga sementara dapat di coba dengan kacamata midriatika; bila
terjadi kekeruhan yang progresif disertai mulainya tanda-tanda juling
dan ambliopia maka dilakukan pembedahan, biasanya mempunyai
prognosis yang lebih baik.

2. Katarak Juvenil
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai
terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil
biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya
merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya
seperti:

a Katarak metabolik
Katarak diabetika dan galaktosemik (gula)
Katarak hipokalsemik (tetanik)
Katarak defisiensi gizi
Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom Lowe dan
homosistinuria)
Penyakit Wilson
Katarak berhubungan dengan kelainan
b Otot
Distrofi miotonik (umur 20-30 tahun)
c Katarak traumatik
d komplikata

3. Katarak Senil
Setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya berkembang
lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras
akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. (Ilyas,
Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3).
Tanda dan Gejala:
a Penglihatan kabur dan berkabut
b Merasa silau terhadap sinar matahari, dan kadang merasa seperti
ada film didepan mata
c Seperti ada titik gelap di depan mata
d Penglihatan ganda
e Sukar melihat benda yang menyilaukan
f Warna manik mata berubah atau putih
g Penglihatan dimalam hari lebih berkurang
h Sukar mngendarai kendaraan dimalam hari
i Waktu membaca penerangan memerlukan sinar lebih cerah
j Sering berganti kaca mata
k Penglihatan menguning
Dikenal 3 bentuk katarak senil, yaitu :
a. Katarak Nuklear
Inti lensa dewasa selama hidup bertambah besar dan menjadi sklerotik.
Lama kelamaan inti lensa yang mulanya menjadi putih kekuning-kuningan menjadi
coklat dan kemudian menjadi kehitam-hitaman . Keadaan ini disebut katarak
brunesen atau nigra.
b. Katarak Kortikal
Terjadi penyerapan air sehingga lensa menjadi cembung dan terjadi
miopisasi akibat perubahan indeks refraksi lensa . Dapat menyebabkan silau
terutama bila menyetir pada malam hari.
c. Katarak Kupuliform
Mulai dapat terlihat pada stadium dini katarak kortikal atau
nuklear.Kekeruhan terletak dilapis korteks posterior dan dapat memberikan
gambaran piring.
Katarak Senil sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu:
a Stadium awal (insipien)
Pada stadium awal (katarak insipien) kekeruhan lensa mata masih
sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Pada
saat ini seringkali penderitanya tidak merasakan keluhan atau gangguan pada
penglihatannya, sehingga cenderung diabaikan. Kekeruhan mulai dari tepi
ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior ( katarak
kortikal ). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak sub kapsular
posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah
terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan degenerative(benda
morgagni)pada katarak insipient kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia
oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk
ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.
(Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)
b Stadium imatur
Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal
tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat
bagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi kortek
yang mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa
akan mmberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi
mioptik. Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris kedepan
sehingga bilik mata depan akan lebih sempit.( (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa
Mata Keruh, ed. 2,)
c Stadium matur
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air
bersama-sama hasil desintegrasi melalui kapsul. Didalam stadium ini lensa
akan berukuran normal. Iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan
akan mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat
lensa berwarna sangat putih akibatperkapuran menyeluruh karena deposit
kalsium ( Ca ). Bila dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif.( Ilyas,
Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)
d Stadium hipermatur
Katarak yang terjadi akibatkorteks yang mencair sehingga masa lensa
ini dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini maka nukleus
"tenggelam" kearah bawah (jam 6)(katarak morgagni). Lensa akan mengeriput.
Akibat masa lensa yang keluar kedalam bilik mata depan maka dapat timbul
penyulit berupa uveitis fakotoksik atau galukoma fakolitik (Ilyas, Sidarta :
Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Perbedaan karakteristik Katarak (Ilyas, 2001)


B. Katarak Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degenerative yang
menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan lensa
menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi
dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat
memberikan penyulit glaucoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak
yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopi lentikularis. Pada keadaan ini dapat
terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah,
yang meberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa
disertai peregangan jarak lamel serat lensa. (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata
Keruh, ed. 2,)

C. Katarak Berdasarkan Lokasi Terjadinya
1. Katarak Inti ( Nuclear )
Merupakan yang paling banyak terjadi. Lokasinya terletak pada nukleus atau
bagian tengah dari lensa. Biasanya karena proses penuaan.
2. Katarak Kortikal
Katarak kortikal ini biasanya terjadi pada korteks. Mulai dengan kekeruhan putih
mulai dari tepi lensa dan berjalan ketengah sehingga mengganggu penglihatan.
Banyak pada penderita DM
3. Katarak Subkapsular.
Mulai dengan kekeruhan kecil dibawah kapsul lensa, tepat pada lajur jalan sinar
masuk. DM, renitis pigmentosa dan pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu
yang lama dapat mencetuskan kelainan ini. Biasanya dapat terlihat pada kedua
mata.
2.2.3 Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Lapang Pandang dengan Tes Konfrontasi
Skrining. Skrining dimulai dari lapang pandang temporal karena kebanyakan
defek melibatkan daerah ini. Bayangkan, lapang pandang pasien diproyeksikan pada
mangkuk kaca yang melingkupi bagian depan kepala pasien. Minta kepada pasien
untuk melihat mata anda dengan kedua mataya. Ketika anda bertatapan dengan
pasien, tempatkan kedua tangan anda secara terpisah dengan jarak 2 feet disebelah
lateral tiap-tiap telinga pasien. Minta pasien untuk menunjuk jari tangan anda begitu
dia melihatnya. Kemudian, gerakkan secara perlahan jari-jari yang digoyang-
goyangkan dari kedua tangan anda disepanjang mangkuk imajiner dan ke arah garis
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test (-) (+) (-) +/-
Visus (+) < << <<<
Penyulit (-) Glaukoma (-) Uveitis+glaukoma
pandangan sampai pasien melihatnya. Ulangi gerakan ini pada kuadran temporal atas
dan bawah.
Pengujian lebih lanjut.Jika anda menemukan suatu defek, coba untuk menentukan
batas-batasnya. Jika anda mencurigai defek temporal pada lapang pandang yang
kiri,minta pasien untuk menutup mata kanannya dan dengan menggunakan mata kiri,
minta pasien untuk menatap langsung mata anda pada sisi yang berlawanan. Ketika
pasien memandang langsung mata anda pada sisi yang berlawanan, gerakkan objek
tersebut disekitar lapang pandang. Bintik buta yang normal dapat ditemukan pada 15
o

sebelah temporal garis pandangan.
Posisi dan Kesejajaran Kedua Mata. Berdirilah di depan pasien dan lakukan
inspeksi mata untuk melihat posisi dan kesejajaran kedua mata antara yang satu dan
lainnya. Jika salah satu atau kedua mata terlihat menonjol, lakukan pemeriksaan dari
sisi atas.
Alis Mata. Lakukan inspeksi alis mata dengan memperhatikan kuantitas, distribusi
dan setiap pembentukan skuama pada kulit yang melndasinya.
Kelopak Mata (Palpebra). Lakukan inspeksi untuk melihat hal-hal berikut ini :
lebar fisura palpebra
edema kelopak mata
warna kelopak mata
lesi
keadaan dan arah bulu mata
kemampuan kelopak mata untuk mengatup sempurna harus dicari, teritama
jika kedua mata mengalami penonjolan abnormal.
Konjungtiva dan Sklera. Minta pasien untuk melihat ke atas sementara anda
menekan kedua kelopak mata ke bawah dengan menggunakan ibu jari tangan
sehingga membuat sklera dan konjungtiva terpajan. Inspeksi sklera dan konjungtiva
palpebralis untuk menilai warnanya dan perhatikan pola vaskularisasi terhadap latar
belakang sklera yang berwarna putih. Cari setiap nodulus atau pembengkakan.
Minta pasien untuk melihat ke samping, kanan dan kiri, serta ke bawah. Teknik ini
membuat anda dapat melihat sklera dan konjungtiva bulbaris dengan baik, tetapi anda
tidak dapat melihat konjungtiva kelopak mata atas, anda harus membalikkan kelopak
mata tersebut.
Kornea dan lensa. Dengan cahaya yang dipancarkan dari samping , lakukan inspeksi
setiap mata untuk menemukan kekeruhan dan perhatikan setiap kekeruhan pada lensa
yang dapat terlihat melalui pupil.
Pupil. Lakukan inspeksi ukuran , bentuk, dan kesimetrisan kedua pupil. Jika kedua
pupil berukuran besar, (>5mm), kecil (<3mm), atau tidak sama (anisokoria), ukur
pupil tersebut. Kartu dengan lingkaran bulat berwarna hitam yang memiliki berbagai
ukuran akan memudahkan pemeriksaan ini.
Jika reaksi terhadap cahaya terganggu atau diragukan, lakukan tes reaksi dekat dengan
penerangan ruangan yang normal. Pemeriksaan setiap mata satu per satu akan
memudahkan pemusatan perhatian kita pada reaksi pupil dan tidak terganggu oleh
gerakan ekstraokuler. Pertahankan jari tangan anda atau pensil yang anda pegang pada
jarak 10 cm dari mata pasien. Minta pasien untuk melihat secara bergantian pada
pensil dan pada tempat jauh yang langsung ada dibelakangnya. Amati konstriksi pupil
ketika mata mencoba melihat dekat.
2. Ketajaman visus
Ketajaman visus untuk menguji ketajaman penglihatan sentral, jika mungkin
gunakan kartu snellen pencahayaan yang baik. Tempatkan pasien pada jarak 20 feet
(sekitar 6 meter) dari peta tersebut. pasien yang meggunakan kacamata selain jenis
kacamata-baca harus mengenakan kacamatanya. Minta kepada pasien untuk menutup
salah satu matanya dengan sdebuah kartu (agar pasien tidak mengintip lewat celah
diantara jari-jari tangannya), dan mencoba sedapat mungkin membaca baris huruf
yang paling kecil dengan menggunakan mata yang lain. bujukan untuk mencoba
membaca baris berikutnya dapat memperbaiki kemampuan pasien. Seorang pasien
yang tidak dapat membaca huruf-huruf yang terbesar harus mengeser tubuhnya
mendekati kartu snellen, perhatikan jarak pasien dan kartu snellen. Tentukan baris
dari huruf terkecil yang lebih dari separuh huruf tersebut dapat dilihat dengan jelas
oleh pasien. Catat ketajaman visus seperti yang tercantum disamping baris huruf ini
beserta ukuran lensanya jika ada. Ketajaman visus dinyatakan dengan dua angka,
misalnya 20/30 bila jaraknya diukur dalam feet (6/6 jika jaraknya diukur dalam satuan
meter). Angka pertama menunjukan jarak antara pasien dan kartu snellen dan angka
kedua menunjukan jarak mata yang normal dapat melihat baris huruf tersebut dengan
jelas.
Pemeriksaan kemampuan melihat dekat dengan kartu huruf yang dipegang
tangan dapat membantu menentukan perlunya penggunaan kacamata-baca atau
kacamata dengan lensa bifokus pada pasien yang berusia diatas 45 tahun. Anda juga
dapat menggunakan kartu ini untuk menguji ketajaman visus disamping tempat tidur
pasien. Dengan memegang kartu dengan jarak 14 inci(sekitar 35 cm) dari tubuh
pasien, karu ini akan menyerupai kartu snellen. Namun, anda dapat membiarkan
pasien memilih sendiri jaraknya.
Jika anda tidak memiliki kartu snellen, lakukan skrining ketajaman visus
dengan benda cetakan apapun yang tersedia. Jika pasien tidak bisa membaca huruf
yang paling besar sekalipun, lakukan pengujian kemampuan melihat dengan
meyuruhnya menghitung jari-jari tangan yang diacungkan didepannya, dan dengan
membedakan terang( seperti cahaya dari lampu senter anda) an gelap.
2.2.4 Pemeriksaan Diagnostik
1. Keratometri
Keratometri adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur
radiuskelengkungan kornea.
2. Pemeriksaan Lampu Slit
Lampu-slit adalah instrumen yang biasa dijumpai dikamar periksa ahli
oftalmologi atau ditempat di mana dilakukan evaluasi oftalmik. Selama pemeriksaan
lampu slit, pasien dipersilahkan duduk dan menyandarkan dahinya pada struktur
penyokong lampu slit. Pemeriksa menghidupkan lampu dan mengarahkan cahaya
dengan berbagai bentuk dan warna cahaya ke permukaan depan mata. Instrumen ini
akan memperbesar kornea, sklera, dan kamera anterior, dan memberikan pandangan
oblik ke dalam trabekulum dengan lensa khusus. Kebanyakan lampu slit dilengkapi
dengan tonometer applanasi.
Untuk pemeriksaan, ruangan haus digelapkan dan pasien harus kooperatif.
Perawat atau teknisi biasanya membantu memberikan tetes mata untuk mendilatasi
pupil sebelum pemeriksaan. Sebelum pemeriksaan lampu slit, pasien harus
dipersiapkan dengan membuka semua balutan, mata dibersihkan, dan diberikan tetes
mata yang perlu seperti anestetika topikal dan pewarna. Prosedur ini harus dijelaskan
dan diberi instruksi dulu.
3. Oftalmoskopis
Lensa yang dipilih untuk pemeriksaan awal adalah yang bertanda nol kecuali
pemeriksa telah mengetahui koreksi tajam penglihatannya sendiri. Pemeriksa yang
mengenakan lensa koreksi bisa tetap menggunakan oftalmoskop dengan tetap
memakai lensa dan menggunakan pengetesan lensa oftalmoskop nol. Bila pasien
mempunyai penglihatan 20/20, dengan lensa nol pemeriksa dapat melihat retina
secara fokus.
Pemeriksaan fundus meliputi evaluasi diskus optikus, pembuluh darah retina,
katarakteristik retina, area makula, dan humor vitreus: diskus, melihat bentuk
mangkuk fisiologis dan proporsi ukurannya; pembuluh darah: melihat ukuran,
distribusi, penyilangan, dan warna pantulan; fundus retina: melihat warna umum dan
perdarahan, cairan, dan perlengketannya; makula dan fovea sentralis, melihat warna
(merah gelap) dan pantulan sentral.
Langkah-langkah menggunakan oftalmoskop :
Gelapkan ruangan. Nyalakan lampu oftalmoskop dan putar piringan lensanya
sampai anda melihat pancaran cahaya putih yang bulat dan lebar. Arahkan
cahaya tersebut pada punggung tangan anda untuk mengecek tipe cahayanya,
intensitas cahaya yang diinginkan dan kekuatan batre oftalmoskop.
Putarlah piringan lensa hingga dioptri 0 (dioptri merupakan satuan mengukur
kekuatan lensa dalam mengkonvergensikan atau mendivergensikan cahaya).
Pada dioptri ini, lensa tidak mengkonvergensikan atau mendivergensikan
cahaya. Letakkan jari telunjuk anda pada pinggir piringan lensa agar dapat
memutar piringan tersebut untuk memfokuskan ketika anda memeriksa fundus
okuli.
Ingat, pegang alat oftalmoskop dengan tangan kanan anda untuk memeriksa
mata kanan pasien, pegang alat oftalmoskop dengan tangan kiri anda untuk
memeriksa mata kiri pasien. Tindakan ini akan menjaga tangan anda agar
tidak membentur hidung pasien dan memberi anda mobilitas yang lebih besar
serta jarak pemeriksaan yang lebih dekat untuk melihat fundus yang lebih
jelas. Awalnya mungkin anda akan mengalami kesulitan dalam menggunakan
mata yang tidak dominana, tetapi kesulitan ini akan semakin berkurang
dengan latihan.
Pegang oftalmoskop kuat-kuat hingga menempel permukaan medial orbita
anda dengan bagian tangkainya sedikit dimiringkan ke arah lateral pada sudut
sekitar 20
o
dari bidang vertikal. Pastikan agar anda dapat melihat dengan
jelaslewat apertura. Minta pasien untuk memandang sedikit ke atas dan di atas
bahu anda langsung pada sebuah titik yang terdapat di tembok.
Tempatkan diri anda pada jarak sekitar 15 inci (sekitar 38 cm) dari tubuh
pasien dan dengan sudut 15
o
di sebelah lateral dari garis pandangan pasien.
Arahkan pancaran cahaya oftalmoskop pada pupil pasien dan cari kilauan
cahaya oranye pada pupil tersebut yang merupakan pantulan (refleksi) cahaya
merah. Perhatikan setiap kekeruhan yang mengganggu pantulan cahaya merah
ini.
Kini, tempatkan ibu jari tangan anda yang lain pada alis mata pasien (teknik
ini akan membuat pemeriksaan anda lebih mantap tetapi tidak selalu harus
dilakukan). Dengan menjaga agar cahaya terus terfokus pada pantulan cahaya
merah, gerakkan oftalmoskopke dalam dengan sudut 15
o
ke arah pupil sampai
anda sangat dekat dengan pupil dan hampir menyentuh bulu mata pasien.
Coba untuk mempertahankan kedua mata anda agar tetap terbuka dan
rileks seperti jika anda memandang tempat jauh karena tindakan ini akan
mengurangi kekaburan yang berfluktuasi pada saat kedua mata anda mencoba
berakomodasi.
Anda mungkin perlu mengurangi intensitas pancaran cahayanya untuk
membuat pemeriksaan anda terasa lebih nyaman bagi pasien, menghindari
hippus (spasme pupil) dan memperbaiki hasil pengamatan anda.
4. A-scan Ultrasound (Echography)
A-scan-ultrason berguna untuk membedakan antara tumor maligna dan
benigna, mengukur mata untuk pemasangan implan lensa intraokuler (IOL,
intraocular lens), dan membantu adanya glaukoma kongenital.
5. Perhitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi dan implantasi
Penghitung sel endotel adalah alat fotografik yang dihubungkan ke lampu slit
dan menghasilkan bayangan dengan resolusi tinggi terhadap detil morfologi sel
endotel: ukuran, bentuk, densitas, dan batas sel, begitu pula badan intersel dan proses
patologis. Merupakan uji praoperatif yang sangat penting untuk mengidentifikasi
kerusakan endotel, yang akan meningkatkan risiko komplikasi pascaoperasi.
Fakoemulsifikasi merupakan penemuan terbaru pada ekstraksi ekstrakapsuler.
Cara ini memungkinkan pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan
menggunakan alat ultrason frekwensi tinggi untuk memecah nukleus dan korteks
lensa menjadi partikel kecil yang kemudian diaspirasi melalui alat yang sama yang
juga memberikan irigasi kontinus.
6. Refraksi dan Akomodasi
Dilakukan koreksi refraksi, tujuannya adalah untuk menghilangkan gejala
seperti pandangan kabur, nyeri kepala, atau keletihan mata, dan tidak untuk
meningkatkan kesehatan mata itu sendiri. Berbagai tipe pembedahan refraksi kornea
tersedia untuk mengoreksi miopia, hiperopia dan astigmatisma. Prosedur tersebut
dapat mengurangi pemakaian kaca mata atau mengurangi kekuatan preskripsi yang
diperlukan untuk mengoreksi penglihatan.
Dengan bertambahnya usia, kemampuan mata untuk berakomodasi secara
bertahap akan menurun karena meningkatnya rigditas lensa (presbiopia). Lensa
menjadi kurang mampu mengubah bentuknya dalam berespons terhadap tantangan
visual pemfokusan pada benda dekat. Setelah usia 40 tahun kebanyakan orang mulai
merasakan penurunan kemampuan untuk berakomodasi, khususnya dengan pekerjaan
yang memerlukan pandangan dekat.
Kondisi mata normal memfokuskan pada benda jauh, tanpa akomodasi,
dikenal sebagai emmetropia. Kekuatan dan jenis lensa yang dapat mengoreksi
kesalahan refraksi ditentukan dengan alat retinoskop. Berdasarkan pemeriksaan, lensa
koreksi yang cocok dipilih dan kemudian dipertajam dengan meminta pasien
membaca huruf-huruf pada kartu snellen melalui berbagai lensa yang berbeda. Pasien
didudukkan didepan instrumen dan diinstruksikan untuk memandang target dengan
tetap. Bayangan elektronik menunjukkan kesalahan refraksi yang harus dikoreksi.
Jenis refraktor automatis lain dilaksanakan dengan menyuruh pasien menyesuaikan
fokus dengan cara memijat tombol.
7. Kartu mata Snellen / mesin telebinokular ( tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan) : mungkin terganggu dengan kerusakan lensa, system saraf atau
penglihatan ke retina atau jalan optic.
8. Darah lengkap, laju sedimentasi (LED) : menunjukkan anemi sistemik / infeksi
9. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid : dilakukan untuk memastikan
aterosklerosis.
10. Tes toleransi glukosa / FBS : menentukan adanya/ control diabetes.
2.2.5 Penatalaksanaan
Tak ada terapi obat untuk katarak, satu-satunya adalah dengan cara
pembedahan ,yaitu lensa yang telah keruh diangkat dan sekaligus ditanam lensa
intraokuler sehingga pasca operasi tidak perlu lagi memakai kaca mata khusus (kaca
mata aphakia). Setelah operasi harus dijaga jangan sampai terjadi infeksi.Pembedahan
diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja maupun
keamanan. Biasanya diindikasikan untuk koreksi tajam penglihatan yang terbaik yang dapat
dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi, bila ketajaman pandang mempengaruhi keamanan
atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen posterior sangat perlu untuk mengevaluasi
perkembangan berbagai penyakit retina atau sarf optikus seperti pada diabetes dan glaukoma.
A. Pembedahan
Pembedahan katarak adalah pembedahan yang paling sering dilakukan pada
orang berusia lebih dari 65.Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah
menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah
menimbulkan penyulit seperi glaukoma dan uveitis.Bila penglihatan dapat dikoreksi
dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik dimana pasien melakukan
aktivitas hidup sehari-hari, maka penanganan biasanya konservatif.
Ada dua macam teknik pembedahan tersedia untuk pengangkatan katarak:
ekstraksi intrakapsuler dan ekstrakapsuler. Indikasi intervensi bedah adalah hilangnya
penglihatan yang mempengaruhi aktivitas normal pasien atau katarak yang
menyebabkan glaukoma atau mempengaruhi diagnosis dan terapi gangguan okuler
lain, seperti retinopati diabetika.
Ekstraksi Katarak Intrakapsuler
Ekstraksi katarak intrakapsuler (ICCE, intracapsular cataract extraction)
adalah pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan. Setelah zonula dipisahkan,
lensa diangkat dengan cryoprobe, yang diletakkan secara langsung pada kapsula
lentis. Ketika cryoprobediletakkan secara langsung pada kapsula lentis, kapsul akan
melekat pada probe. Lensa kemudian diangkat secara lembut. Yang dahulu
merupakan cara pengangkatan katarak utama, ICCE sekarang jarang dilakukan karena
tersedianya teknik bedah yang lebih canggih.
Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler
Ekstraksi katarak ekstrakapsuler (ECCE, extracapsular cataract extraction)
sekarang merupakan teknik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98%
pembedahan katarak. Mikroskop digunakan untuk melihat struktur mata selama
pembedahan. Prosedur ini meliputi pengambilan kapsula anterior, menekan keluar
nukleus lentis, dan mengisap sisa fragmen kortikal lunak menggunakan irigasi dan
alat hisap.
B. Pengangkatan lensa
Karena lensa kristalina bertanggung jawab terhadap sepertiga kekuatan fokus
mata, maka bila lensa diangkat pasien memerlukan koreksi optikal. Koreksi ini dapat
dilakukan dengan salah satu dari tiga metode, yaitu :
1. Kaca mata apakia
Kaca mata apakia mampu memberikan pandangan sentral yang baik. Namun
pembesaran 25% sampai 30%, menyebabkan penurunan dan distorsi pandangan
perifer, yang menyebabkan kesulitan dalam memahami relasi spasial, membuat
benda-benda nampak jauh lebih dekat dari yang sebenarnya. Kaca mata ini juga
menyebabkan aberasi sferis, mengubah garis lurus menjadi lengkung. Kaca mata
apakia sangat tebal dan merepotkan dan membuat mata kelihatan sangat besar.
2. Lensa kontak
Lensa kontak jauh lebih nyaman dari kaca mata apakia. Tak terjadi
pembesaran yang bermakna (5% sampai 10%), tak terdapat aberasi sferis, tak ada
penurunan lapang pandangan dan tak ada kesalahan orientasi spasial. Lensa jenis
ini memberikan rehabilitasi visual yang hampir sempurna bagi mereka yang
mampu menguasai cara memasang, melepaskan dan merawat bagi mereka yang
dapat mengenakannya dengan nyaman. Pada beberapa pasien, lensa jangka
panjang dapat memberikan alternatif yang beralasan. Namun, lensa jangka
panjang memerlukan kunjungan berkala untuk pengelepasan dan pembersihan.
Kerugiannya adalah meingkatnya risiko karotis keratitis infeksiosa.
3. Implan IOL
Implan lensa intraokuler (IOL) memberikan alternatif bagi lensa
apakia yang tebal dan berat untuk mengoreksi penglihatan pascaoperasi. IOL
adalah lensa permanen plastik yang secara bedah diimplantasi ke dalam mata.
Mampu menghasilkan bayangan dengan bentuk dan ukuran normal. Sekitar 95%
IOL dipasang di kamera posterior, dan yang 5% sisanya dikamera anterior. Lensa
kamera anterior dipasang pada pasien yang menjalani ekstraksi intrakapsuler atau
yang kapsul posteriornya ruptur tanpa sengaja selama prosedur ekstrakapsuler.
Ada beberapa kontraindikasi pemasangan IOL, termasuk uveitis berulang,
retinopati diabetika proliferatif, dan glaukoma neovaskuler.
2.2.9 Komplikasi
Meskipun terjadi perbaikan pengembalian ke pandangan penuh yang
sempurna pada ekstraksi katarak dan implantasi IOL, ada juga komplikasinya.
Kerusakan endotel kornea, sumbatan pupil, glaukoma, perdarahan, fistula luka operasi,
edema makula sistoid, pelepasan koroid, uveitis, dan endoftalmitis. Komplikasi yang
umum terjadi pada pembedahan adalah pembentukan membran sekunder, yang terjadi
sekitar 25% pasien dalam 3 sampai 36 bulan setelah pembedahan. Membran ini
terbentuk sebagai akibat proliferasi sisa epitel lensa. Dapat mempegaruhi penglihatan
dengan menganggu masuknya cahaya dan meningkatkan 2.3rawat jalan. Bila pasien
menderita katarak bilateral yang memerlukan ECCE, hanya satu prosedur yang boleh
dilakukan pada saat ini. Kemudian pasien dianjurkan menunggu 6 sampai 8 minggu
untuk pembedahan kedua.




























BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesa
a Identitas / Data demografi
Berisi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering terpapar sinar matahari
secara langsung, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi lingkungan dan
keluarga, dan keterangan lain mengenai identitas pasien.
b Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama pasien katarak biasanya antara lain:
Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif (gejala utama
katarak) .
Mata tidak merasa sakit, gatal atau merah
Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film
Perubahan daya lihat warna
Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat
menyilaukan mata
Lampu dan matahari sangat mengganggu
Sering meminta ganti resep kaca mata
Melihat ganda
Baik melihat dekat pada pasien rabun dekat ( hipermetropia)
Gejala lain juga dapat terjadi pada kelainan mata lain
c Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti:
DM
Hipertensi
pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya
memicu resiko katarak.
Kaji gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena
ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada
radiasi, steroid / toksisitas fenotiazin.
Kaji riwayat alergi
d Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat
stress
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Lapang Pandang dengan Tes Konfrontasi
b. Ketajaman visus
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Keratometri
b. Pemeriksaan Lampu Slit
c. Oftalmoskopis
d. A-scan Ultrasound (Echography)
e. Perhitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi dan implantasi
f. Kartu mata Snellen / mesin telebinokular ( tes ketajaman penglihatan dan
sentral penglihatan)
g. Darah lengkap, laju sedimentasi (LED)
h. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid
i. Tes toleransi glukosa / FBS : menentukan adanya/ control diabetes.
4. Diagnosa Keperawatan yang mungkin terjadi (Doenges,2000):
PRE OPERASI :
a Ansietas b.d kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur tindakan
pembedahan
b Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan b.d tidak
mengenal sumber informasi, salah intrepetasi, kurangnya mengingat,
keterbatasan kognitif

POST OPERASI :
a. Gangguan peersepsi sensori-perseptual penglihatan b.d gangguan penerimaan
sensori/status organ indera, lingkungna secara terapetik dibatasi. Ditandai
dengan : Menurunnya ketajaman penglihatan, perubahan respon biasanya
terhadap rangsang.
b. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d prosedur invasive pengangkatan katarak
c. Risiko injuri b.d peningkatan TIO, perdarahan okuler, kehilangan viteorus

5. Rencana Keperawatan
PRE OPERASI

Diagnosa
keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
1. Ansietas b.d
kurang terpapar
terhadap
informasi tentang
prosedur tindakan
pembedahan


Pasien
mengungkapkan
dan
mendiskusikan
rasa
cemas/takutnya.
Pasien tampak
rileks tidak
tegang dan
melaporkan
kecemasannya
berkurang
sampai pada
tingkat dapat
diatasi.
Pasien dapat
mengungkapka
n keakuratan
Mandiri
- Kaji tingkat
kecemasan
pasien dan catat
adanya tanda-
tanda verbal
dan nonverbal.
- Beri
kesempatan
Pasien untuk
mengungkapka
n isi pikiran dan
perasaan
takutnya.
- Observasi tanda
vital dan
peningkatan
respon fisik
Mandiri
- Derajat kecemasan
akan dipengaruhi
bagaimana informasi
tersebut diterima oleh
individu.

- Mengungkapkan rasa
takut secara terbuka
dimana rasa takut
dapat ditujukan.



- Mengetahui respon
fisiologis yang
ditimbulkan akibat
kecemasan.
pengetahuan
tentang
pembedahan.

pasien.

Edukasi
- Beri
penjelasan
pasien tentang
prosedur
tindakan
operasi,
harapan dan
akibatnya.
- Beri
penjelasan dan
suport pada
pasien pada
setiap
melakukan
prosedur
tindakan.
- Lakukan
orientasi dan
perkenalan
pasien
terhadap
ruangan,
petugas, dan
peralatan yang
akan
digunakan.



Edukasi
- Meningkatkan
pengetahuan pasien
dalam rangka
mengurangi
kecemasan dan
kooperatif.


- Mengurangi
kecemasan dan
meningkatkan
pengetahuan.




- Mengurangi perasaan
takut dan cemas.

2. Kurang
pengetahuan
tentang kondisi,
prognosis,
pengobatan b.d
tidak mengenal
sumber informasi,
salah interpretasi
informasi.

Pasien dapat
menunjukkan
bertambahnya
pengetahuan
tentang
pembedahan.


KH:
Menyatakan
pemahaman
kondisi/proses
penyakit dan
pengobatan.
Melakukan
dengan prosedur
benar dan
menjelaskan
alasan tindakan.

- Kaji informasi
tentang kondisi
individu,
prognosis, tipe
prosedur/lensa.
- Tekankan
pentingnya
evaluasi
perawatan rutin.
Beri tahu untuk
melaporkan
penglihatan
berawan.
- Informasikan
klien untuk
menghindari
tetes mata yang
dijual bebas.
- Tekankan
kebutuhan
untuk
- Meningkatkan
pemahaman dan
meningkatkan kerja
sama dengan program
pascaoperasi.
- Pengawasan periodik
menurunkan risiko
komplikasi serius.





- Dapat bereaksi
silang/campur dengan
obat yang diberikan.


- Mencegah cedera
kecelakaan pada mata
dan menurunkan risiko
menggunakan
kaca pelindung
selama hari
pembedahan
atau penutup
pada malam
hari.
- Anjurkan klien
tidur telentang,
mengatur
intensitas lampu
dan
menggunakan
kacamata gelap
bila
keluar/dalam
ruangan terang.
peningkatan TIO
sehubungan dengan
berkedip atau posisi
kepala.



- Mencegah cedera
kecelakaan pada mata

POST OPERASI

Diagnosa
keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
o Risiko injuri
b.d
peningkatan
TIO,
perdarahan
okuler,
kehilangan
viteorus
Setelah dilakuakan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam risiko
injuri tidak terjadi
KH:
Menyatakan
pemahaman faktor
yang terlibat dalam
kemungkinan
cedera.
Menunjukkan
perubahan perilaku
pola hidup untuk
menrunkan faktor
risiko dan untuk
melindungi diri dari
cedera.
Mengubah
lingkungan sesuai
indikasi untuk
meningkatkan
keamanan.
- Diskusikan apa yang
terjadi pada
pascaoperasi tentang
nyeri, pembatasan
aktivitas, penampilam,
balutan mata.

- Beri pasien posisi
bersandar, kepala
tinggi, atau miring ke
sisi yang tak sakit sesuai
keinginan.



- Batasi aktivitas seperti
menggerakan kepala
tiba-tiba, menggaruk
mata, membongkok.

- Ambulasi dengan
bantuan; berikan kamar
mandi khusus bila
sembuh dari anatesi.

- Pertahankan
perlindungan mata
sesuai indikasi.

- Membantu
mengurangi rasa
takut dan
meningkatkan kerja
sama dalam
pembatasan yang
diperlukan.
- Istirahat hanya
beberapa menit
sampai beberapa
jam pada bedah
rawat jalan atau
menginap semalam
bila terjadi
komplikasi.
- Menurunkan
tekanan pada mata
yang sakit,
meminimalkan
risiko perdarahan.
- Memerlukan sedikit
regangan dari pada
penggunakan
pispot, yang dapat
meningkatkan TIO.
- Digunakan untuk
melindungi dari
cedera kecelakaan
dan menurunkan

- Berikan obat sesuai
indikasi Antiemetik :
a. Proklorperazin



b. Sikloplegis
gerakan mata.
- Mual muntah dapat
meningkatkan TIO,
memerlukan
tindakan segera
untuk mencegah
cedera okuler.
- Diberikan untuk
melumpuhkan otot
siliar untuk dilatasi
dan istirahat iris
setelah
pembedahan bila
lensa tidak
terganggu.
o Risiko infeksi
b.d prosedur
invasif
(pengangkat
an katarak)
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
3x24 jam infeksi tidak
terjadi.
KH:
Meningkatkan
penyembuhan luka
tepat waktu, bebas
drainase purulen.
Eritema dan demam.
Mengidentifikasi
intervensi untuk
mencegah atau
menurunkan risiko
infeksi
- Diskusikan pentingnya
mencuci tangan
sebelum
menyentuh/mengobati
mata.

- Gunakan/tunjukkan
teknik yang tepat untuk
membersihkan mata
dari dalam ke luar
dengan tisu basah/bola
kapas untuk setiap
usapan, ganti balutan.
- Tekankan pentingnya
tidak
menyentuh/menggaruk
mata yang dioperasi.
- Observasi/diskusikan
tanda terjadinya infeksi,
contoh kemerahan,
kelopak mata bengkak,
drainase purulen.
- Berikan obat sesuai
indikasi:
Antibiotik (topikal,
parenteral)




Steroid
- Menurunkan
jumlah bakteri
pada tangan,
mencegah
kontaminasi area
operasi.
- Teknik aseptik
menurunkan risiko
penyebaran bakteri
dan kontaminasi
silang.


- Mencegah
kontaminasi dan
kerusakan sisi
operasi.
- Infeksi mata terjadi
2-3 hari setelah
prosedur dan
memerlukan upaya
intevensi.


- sediaan obat
topikal secara
profilaksis, dimana
terapi lebih agresif
diperlukan bila
terjadi infeksi.
- digunakan untuk
menurunkan
inflamasi
o Gangguan
sensori
perseptual:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
3x24 jam gangguan
- Tentukan ketajam
penglihatan, catat
apakah satu atau kedua
- Individu dan pilihan
intervensi
bervariasi sebab
penglihatan
b.d
gangguan
penerimaan
sensori/stat
us organ
indera.
sensori dapat teratasi
KH:
Meningkatkan
ketajaman
penglihatan dalam
batas situasi
individu.
Mengenal
gangguan sensori
dan
berkompensasi
terhadap
perubahan.
Mengidentifikasi/
memperbaiki
potrnsial bahaya
dalam lingkungan.
mata terlibat.






- Orientasikan klien
terhadap lingkungan.





- Observasi tanda-tanda
dan gejala-gejala
disorientasi;
pertahankan
penghalang tempat
tidur sampai klien
sembuh dari anestesi.






- Ingatkan klien
menggunakan
kacamata katarak yang
tujuannya
memperbesar kurang
lebih 25%.





- Letakkan barang yang
dibutuhkan/posisi bel
pemanggil dalam
jangkauan pada sisi
yang tak operasi
kehilangan terjadi
kambat atau
progresif. Bila
bilterla, tiap mata
dapat berlanjut
pada laju yang
berbeda.
- Memberikan
peningkatan
kenyamanan dan
kekeluargaan,
menurunkan cemas
dan disorientasi
pascaoperasi.
- Terbangun dalam
lingkungan yang tak
dikenal dan
mengalami
keterbatasan
penglihatan dapat
mengakibatkan
bingung,
menurunkan risiko
jatuh bila klien
bingung/tak kenal
ukuran tempat
tidur.
- Perubahan
ketajaman dan
kedalaman persepsi
dapat
menyebabkan
bingung
penglihatan/menin
gkatkan risiko
cedera sampai klien
belajar untuk
mengkopensasi.
- Memungkinkan
klien melihat objek
lebih mudah dan
memudahkan
panggilan untuk
pertolongan bila
diperlukan.






Kasus
Tn. S (75th) dengan diagnosa medis katarak matur sinistra mengeluh mata kiri tidak jelas
untuk melihat sejak 6 bulan yang lalu. Saat di kaji hasil pemeriksaan VUD : 73/60 , VUS :
1/60. TTV : TD 170/90 mmHg, N 78x/menit, RR 18x/menit, S 360 C. Oleh dokter pasien di
sarankan utuk operasi EKEK pada hari Selasa, 6 Des 11 pukul 19.30 wib. Klien sebelumnya
belum pernah mengalami katarak dan belum pernah dioperasi. Keluarga klien saat ini tidak
ada yang mengalami penyakit sepertinya, dan klien tidak mempunyai penyakit keturunan
seperti DM, Hipertensi dll. Kesadaran Compos Metis, klien tampak gelisah, TD : 170/90
mmHg, RR : 18 x/menit, N : 78 x/menit, S : 36
0
C, Klien mengatakan takut karena belum
pernah dilakukan operasi sebelumnya

PRE OPERASI
Data Fokus
1. Pasien mengatakan pengelihatannya tidak jelas pada mata kiri
2. VUD : 73/60, VUS : 1/60
3. Klien tampak gelisah
4. TTV : TD : 170/90 mmHg, N: 78x/menit
5. Klien mengatakan takut karena belum pernah dilakukan operasi sebelumnya
Diagnosa Keperawatan
Ansietas b.d Kurang terpapar informasi tentang prosedur tindakan pembedahan
Rencana Keperawatan
Tujuan :
Pasien dapat menunjukkan
rasa cemas berkurang
setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1x24 jam
KH :
a. Pasien mengungkapkan
dan mendiskusikan rasa
cemas/takutnya.
b. Pasien tampak rileks
tidak tegang dan
melaporkan kecemasannya
berkurangsampai pada
Intervensi
Mandiri
- Kaji tingkat
kecemasan pasien dan
catat adanya tanda-
tanda verbal dan
nonverbal.
- Beri kesempatan
Pasien untuk
mengungkapkan isi
pikiran dan perasaan
takutnya.
Diagnostik
Rasional
Mandiri
- Derajat kecemasan
akan dipengaruhi
bagaimana informasi
tersebut diterima oleh
individu.
- Mengungkapkan
rasa takut secara
terbuka dimana rasa
takut dapat ditujukan.
Diagnostik
- Mengetahui respon











































tingkat dapat diatasi.
c. Pasien dapat
mengungkapkan keakuratan
pengetahuan tentang
pembedahan









- Observasi tanda vital
dan peningkatan respon
fisik pasien
Edukasi
- Beri penjelasan
pasien tentang prosedur
tindakan operasi,
harapan dan akibatnya.

- Beri penjelasan dan
suport pada pasien pada
setiap melakukan
prosedur tindakan
- Lakukan orientasi
dan perkenalan pasien
terhadap ruangan,
petugas, dan peralatan
yang akan digunakan
fisiologis yang
ditimbulkan akibat
kecemasan.
Edukasi
- Meningkatkan
pengetahuan pasien
dalam rangka
mengurangi
kecemasan dan
kooperatif.
- Mengurangi
kecemasan dan
meningkatkan
pengetahuan
- Mengurangi
perasaan takut dan
cemas.
Daftar pustaka
1. Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC. 2000.
2. Khurna A.K. 2007. Community Ophthalmology in Comprehensive Ophthalmology, fourth
edition, chapter 20, new delhi, new age limited publisher : 443-446.
3. Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
4. Nico A. Lumenta. 2008. Manajemen Hidup Sehat. Jakarta: Elek Media Komputindo
5. Fadhlur Rahman. 2009. Laporan Kasus Katarak Matur Pada Penderita Diabetes Mellitus.
6. Nova Faradilla. 2009. Glaukoma dan Katarak Senilis. Riau: Fakultas Kedokteran
University of Riau
1. Majalah Farmacia Edisi April 2008 , Halaman: 66 (Vol.7 No.9)
2. Sidarta, Ilyas. 2002. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-2. Jakarta: CV. Sagung Seto
3. Sidarta, Ilyas. Ihtisar ilmu Penyakit Mata. 2009. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI
4. Hartono. Oftalmoskopi dasar & Klinis. 2007. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press
5. Sidarta, Ilyas. Dasar-dasar Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-3. 2009.
Jakarta: Balai Pustaka FKUI
6. Benjamin J. Phil. 2010. Acute Endhoptalmitis after Cataract Surgery : 250 Consecutive
Cases treated at the tertiary referral center in Netherland. American Journal of
ophthalmology. Volume 149 No.3

























2.3 GLAUKOMA
2.3.1 Definisi
2.3.2 Etiologi
2.3.3 Tanda dan gejala
2.3.4 Klasifikasi
2.3.5 Patofisiologi
2.3.6 Pemeriksaan diagnostic
2.3.7 Penatalaksnaaan
2.3.8 Komplikasi

Anda mungkin juga menyukai