Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN PADA NY.

N DENGAN KASUS KATARAK


DENGAN TINDAKAN SIC + IOL DI RSud Dr. SLAMET GARUT

Di Susun Oleh :

Muhamad Rizky Topansyah

KHGC18034

S1 Keperawatan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT

2020-2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Katarak merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata yang
menyebabkan gangguan penglihatan. Kebanyakan lensa mata menjadi agak
keruh setelah berusia lebih dari 60 tahun. Perubahan terjadi pada kedua mata,
meskipun bisa salah satu mata mengalami kekeruhan yang lebih parah (Djing,
2006).
Katarak diperburuk oleh beberapa faktor seperti usia lanjut, cedera pada
lensa mata, pemaparan yang berlebihan oleh sinar ultraviolet, radang mata,
obat-obatan tertentu, alkohol, rokok atau komplikasi dari penyakit lain seperti
diabetes melitus (Ali, 2003). Hingga saat ini pengobatan katarak hanya bisa
dilakukan dengan cara operasi. Belum ada obat-obatan, makanan, atau kegiatan
olah raga yang dapat menghindarkan atau menyembuhkan seseorang dari
gangguan katarak (Zorab dkk., 2006).
Pada penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat didapatkan adanya
10% orang menderita katarak, dan prevalensi ini meningkat sampai 50% pada
mereka yang berusia 65-75 tahun dan meningkat lagi sekitar 70% pada usia 75
tahun. Katarak congenital, katarak traumatik dan katarak jenisjenis lain lebih
jarang ditemukan (Vaugan, 2000). Katarak dapat terjadi sebagai akibat dari
penuaan atau sekunder oleh faktor herediter, trauma, inflamasi, metabolisme
atau kelainan nutrisi, dan radiasi. Tiga jenis umum katarak adalah nuleus
cortical, dan posterior subcapsular (Murril et al., 2004).
Katarak adalah salah satu masalah kesehatan gangguan penglihatan dan
kebutaan yang dihadapi masyarakat Indonesia. Angka Kebutaan di Indonesia
akibat katarak mencapai (50%). Meningkatnya usia harapanhidup, juga seiring
dengan meningkatnya prevalensi gangguan penglihatan dan kebutaan. Hal ini
dikarenakan katarak merupakan salah satu masalah kesehatan utama pada usia
lanjut (KemenKes, 2012).
Menurut KemenKes (2010) 1,5 % penduduk Indonesia mengalami
kebutaan (Survey Kesehatan Indera tahun 1993-1996) dengan prevalensi
penyebab utama katarak (0,78%), glaukoma (0,2%), kelainan refraksi (0,14%),
gangguan retina (0,13%), kelainan kornea, (0,10%), dan penyakit mata lain-
lain (0,15%). Masyarakat Indonesia 15% lebih cenderung menderita katarak
dibandingkan dengan negara subtropik. Dilihat dari data RS Dr Sarjito tahun
2003 menunjukkan bahwa 28% pasien katarak yang dioperasi pada usia
produktif (21-55 tahun), dengan 20% kelompok laki-laki yang lebih banyak
(Suhardjo et al., 2001).

B. Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami konsep dalam membuat asuhan
keperawatan pada kasus katarak.
BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Pengertian
Menurut Ilyas (2009), katarak berasal dari bahasa Yunani, Katarrhakies
yang berarti air terjun. Menurut Mansjoer (2008), katarak adalah setiap
keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (panambahan
cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya.
Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau
bahan lensa di dalam kapsul lensa. Umumnya terjadi akibat proses penuaan
yang terjadi pada orang yang berusia lebih dari 65 tahun. Penyebab kekeruhan
lensa bias disebabkan oleh gangguan perkembangan dan metabolisme dasar
lensa atau akibat sekunder dari tindakan pembedahan lensa, penggunaan
kortikosteroid jangka panjang, dan penyakit lokal atau umum (Vaughan dalam
Mansjoer & Sari, 2009).
Opasifikasi lensa mata (katarak) merupakan penyebab tersering kebutaan
yang dapat diobati di seluruh dunia. Sebagian besar katarak timbul pada usia
tua sebagai akibat pajanan kumulatif terhadap pengaruh lingkungan dan
pengaruh lainnya seperti merokok, radiasi UV, dan peningkatan kadar gula
darah. Terkadang inilah yang disebut katarak yang terkait dengan usia.
Sejumlah kecil berhubungan dengan penyakit mata atau penyakit sistemik
spesifik dan memliki mekanisme fisikokimiawi yang jelas. Beberapa
diantaranya bersifat kengenital dan dapat diturunkan (James, 2006).

B. Anatomi Fisiologi
Anatomi Mata
Mata adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya. Sesuatu yang
dilakukan mata dan paling sederhana tak lain hanya mengetahui apakah
lingkungan sekitarnya adalah terang atau gelap. Mata yang lebih kompleks
dipergunakan untuk memberikan pengertian visual.
1. Bagian luar mata
a. Alis mata
b. Kelopak mata
c. Kelenjar air mata
d. Bulu mata
2. Bagian dalam mata
Bagian-bagian pada organ mata bekerjasama mengantarkan cahaya
dari sumbernya menuju ke otak untuk dapat dicerna oleh sistem saraf
manusia. Bagian-bagian tersebut adalah :
a. Kornea
1) Merupakan bagian terluar dari bola mata yang menerima cahaya dari
sumber cahaya.
2) Jaringan bening, avaskular, membentuk 1/6 bagian depan bola mata,
diameter 11 mme
3) Merupakan kelanjutan sklera. Pertemuan kornea sclera : limbus
4) Pemberian nutrisi: mll humor akuos & air mata
5) Susunan: 5 lapisan epitel, membrane Bowman, stroma, membrana
Descemet, & endotelium.
b. Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat dengan serat yang kuat; berwarna
putih buram (tidak tembus cahaya), kecuali di bagian depan bersifat
transparan.
c. Konjungtiva
Konjungtiva adalah membrana mukosa (selaput lendir) yang
melapisi kelopak & melipat ke bola mata untuk melapisi bagian depan
bola mata sampai limbus. Konjungtiva ada 2, yaitu konjungtiva palpebra
(melapisi kelopak) & konjungtiva bulbi (menutupi bagian depan bola
mata). Fungsi konjungtiva adalah proteksi pada sklera & memberi
pelumasan pada bola mata. Konjungtiva mengandung banyak pembuluh
darah.
d. Pupil dan iris
Dari kornea, cahaya akan diteruskan ke pupil. Pupil menentukan
kuantitas cahaya yang masuk ke bagian mata yang lebih dalam. Pupil
mata akan melebar jika kondisi ruangan yang gelap, dan akan menyempit
jika kondisi ruangan terang. Lebar pupil dipengaruhi oleh iris di
sekelilingnya. Iris berfungsi sebagai diafragma. Iris inilah terlihat sebagai
bagian yang berwarna pada mata.
Iris adalah membrana sirkuler yg berwarna, terletak di belakang
kornea, tepat di depan lensa. Pada bagian pusatnya terdapat lubang yg
disebut pupil. Iris membagi ruangan yg berisi humor akuos antara kornea
& lensa menjadi 2, yaitu kamera anterior & kamera posterior. Iris terdiri
dari jaringan halus yang mengandung sel-sel pigmen, otot polos,
pembuluh darah & saraf. Warna iris tergantung pada susunan pigmen
iris. Otot pada iris adalah otot polos yang tersusun sirkuler & radier. Otot
sirkuler bila kontraksi akan mengecilkan pupil, dirangsang oleh cahaya
sehingga melindungi retina terhadap cahaya yang sangat kuat. Otot radier
dari tepi pupil, bila kontraksi menyebabkan dilatasi pupil. Bila cahaya
lemah, otot radier akan kontraksi, sehingga pupil dilatasi untuk
memasukkan cahaya lebih banyak. Fungsi dari iris yaitu mengatur
jumlah cahaya yang masuk ke mata.
e. Badan siliar
Berfungsi untuk menghubungkan koroid dengan iris. Tersusun
dalam lipatan-lipatan yang berjalan radier ke dalam, meyusun prosesus
siliaris yang mengelilingi tepi lensa. Proses ini banyak mengandung
pembuluh darah & saraf. Badan siliar menghasilkan akuos humour.
f. Koroid
Koroid adalah membran berwarna coklat, yang melapisi permukaan
dalam sklera. Mengandung banyak pembuluh darah & sel-sel pigmen yg
memberi warna gelap. Koroid berfungsi untuk memberi nutrisi ke retina
& badan kaca, & mencegah refleksi internal cahaya.
g. Badan kaca dan akuous humour
Tekanan mata dipengaruhi tekanan badan kaca pada posterior mata
& humor akuos yg mengisi kamera anterior (bilik depan).
h. Lensa mata
Lensa mata menerima cahaya dari pupil dan meneruskannya pada
retina. Fungsi lensa mata adalah mengatur fokus cahaya, sehingga cahaya
jatuh tepat pada bintik kuning retina. Untuk melihat objek yang jauh
(cahaya datang dari jauh), lensa mata akan menipis. Sedangkan untuk
melihat objek yang dekat (cahaya datang dari dekat), lensa mata akan
menebal.
i. Retina dan selaput jala
Retina adalah bagian mata yang paling peka terhadap cahaya,
khususnya bagian retina yang disebut bintik kuning. Setelah retina,
cahaya diteruskan ke saraf optik.
j. Saraf optic
Saraf yang memasuki sel tali dan kerucut dalam retina, untuk
menuju ke otak. Saraf optikus menghubungkan retina dengan cara
membelah jalurnya. Sebagian serat saraf menyilang ke sisi yang
berlawanan pada kiasma optikus (suatu daerah yang berada tepat di
bawah otak bagian depan). Kemudian sebelum sampai ke otak bagian
belakang, berkas saraf tersebut akan bergabung kembali.

C. Klasifikasi
Klasifikasi katarak menurut Vaughan (2005) terbagi atas :
1. Katarak terkait usia (katarak senilis)
Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai dan terjadi
pada usia diatas 55 tahun (Depkes RI, 2005). Pada usia lanjut banyak terjadi
perubahan pada lensa mata, antara lain peningkatan massa dan ketebalan
lensa serta penurunan daya akomodasi. Hal tersebut yang mengakibatkan
semakin tingginya kejadian katarak pada usia lanjut. Satu-satunya gejala
adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur.
2. Katarak anak-anak `
Katarak anak- anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Katarak kongenital, yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya.
Banyak katarak kongenital yang tidak diketahui penyebabnya walaupun
mungkin terdapat faktor genetik, yang lain disebabkan oleh penyakit
infeksi atau metabolik, atau berkaitan dengan berbagai sindrom.
b. Katarak didapat, yang timbul belakangan dan biasanya terkait dengan
sebab-sebab spesifik. Katarak didapat terutama disebabkan oleh trauma,
baik tumpul maupun tembus. Penyebab lain adalah uveitis, infeksi mata
didapat, diabetes dan obat.
3. Katarak traumatic
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa
atau trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera setelah
masuknya benda asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan
humor aqueus dan kadang-kadang korpus vitreum masuk kedalam struktur
lensa.
4. Katarak komplikata
Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit intraokular
pada fisiologi lensa. Katarak biasanya berawal didaerah sub kapsul posterior
dan akhirnya mengenai seluruh struktur lensa. Penyakit-penyakit intraokular
yang sering berkaitan dengan pembentukan katarak adalah uveitis kronik
atau rekuren, glaukoma, retinitis pigmentosa dan pelepasan retina.
5. Katarak akibat penyakit sistemik
Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan-gangguan sistemik berikut :
diabetes mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi miotonik, dermatitis atropik,
galaktosemia, dan syndrome Lowe, Werner atau Down.
6. Katarak toksik
Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930-an sebagai
akibat penelanan dinitrofenol (suatu obat yang digunakan untuk menekan
nafsu makan). Kortikosteroid yang diberikan dalam waktu lama, baik secara
sistemik maupun dalam bentuk tetes dapat menyebabkan kekeruhan lensa.
7. Katarak ikutan
Katarak ikutan menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat katarak
traumatik yang terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak
ekstrakapsular.

Klasifikasi katarak berdasarkan tingkat perkembangan katarak (Djing, 2006) :


1. Katarak insipien
Katarak insipient yaitu lensa yang kekeruhannya ringan.
2. Katarak imatur
Katarak imatur yaitu lensa yang kekeruhannya sebagian dan masih memiliki
bagian yang jernih.
3. Katarak matur
Katark matur yaitu seluruh lensa sudah keruh
4. Katarak hipermatur
Katarak hipermatur yaitu ada bagian permukaan lensa yang sudah
merembes melalui kapsul lensa dan bisa menyebabkan peradangan pada
struktur mata yang lainnya.

D. Etiologi
Menurut Mansjoer (2000), faktor risiko terjadinya katarak bermacam- macam,
yaitu sebagai berikut :
1. Usia lanjut
Katarak umumnya terjadi pada usia lanjut (katarak senil). Dengan
bertambahnya usia lensa akan mengalami proses menua, di mana dalam
keadaan ini akan menjadi katarak.
2. Kongenital
Katarak dapat terjadi secara kongenital akibat infeksi virus di masa
pertumbuhan janin.
3. Genetic
Pengaruh genetik dikatakan berhubungan dengan proses degenerasi yang
timbul pada lensa.
4. Diabetes militus
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi,
dan amplitudo akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka
meningkat pula kadar glukosa dalam akuos humor. Oleh karena glukosa dari
akuos masuk ke dalam lensa dengan cara difusi, maka kadar glukosa dalam
lensa juga meningkat. Sebagian glukosa tersebut dirubah oleh enzim aldose
reduktase menjadi sorbitol, yang tidak dimetabolisme tapi tetap berada
dalam lensa.
5. Merokok
Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress oksidatif dan
dihubungkan dengan penurunan kadar antioksidan, askorbat dan karetenoid.
Merokok menyebabkan penumpukan molekul berpigmen 3 hydroxykhyn
urine dan chromophores, yang menyebabkan terjadinya penguningan warna
lensa. Sianat dalam rokok juga menyebabkan terjadinya karbamilasi dan
denaturasi protein.
6. Konsumsi alcohol
Peminum alkohol kronis mempunyai risiko tinggi terkena berbagai penyakit
mata, termasuk katarak. Dalam banyak penelitian alkohol berperan dalam
terjadinya katarak. Alkohol secara langsung bekerja pada protein lensa dan
secara tidak langsung dengan cara mempengaruhi penyerapan nutrisi
penting pada lensa.

E. Tanda dan Gejala


Menurut James (2006), tanda dari katarak salah satunya yaitu tajam
penglihatan berkurang. Pada beberapa pasien, tajam penglihatan yang diukur
diruangan gelap mungkin tanpak memuaskan, sementara bila tes tersebut
dilakukan dalam keadaan terang maka tajam penglihatan akan menurun
sebagai akibat dari rasa silau dan hilangnya kontras.
Gejala yang juga menyertai menurut James (2006) yaitu suatu opasitas
pada lensa mata, seperti :
1. Menyebabkan hilangnya penglihatan tanpa rasa nyeri.
2. Menyebabkan rasa silau.
3. Dapat mengubah kelainan refraksi.
Anies (2006) juga mengemukakan bahwa tanda dan gejala yang dapat
ditemukan pada penderita katarak adalah sebagai berikut (Anies, 2006) :
1. Penglihatan menjadi tidak jernih.
2. Penurunan tajam penglihatan.
3. Saat malam hari penglihatan akan menjadi silau ketika terkena sinar.
4. Penglihatan seperti terhalang tabir asap, dimana tabir asap ini semakin lama
dirasakan semakin tebal
5. Pada katarak yang terus berkembang, penderita akan merasakan bahwa
penglihatannya seperti berasap, berkabut, bahkan matahari seakan terlihat di
balik kabut tebal.

F. Patofisiologi
Struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti kancing
baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar merupakan ciri lensa mata
yang normal. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral
terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya
adalah kapsul anterior dan posterior. Seiring bertambahnya usia, nukleus
mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas
terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada
kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak
seperti kristal salju pada jendela (Ilyas, 2007).
Hilangnya transparansi diakibatkan perubahan fisik dan kimia dalam
lensa. Perubahan pada serabut halus multipel atau biasa disebut zunula yang
memanjang dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat
menyebabkan penglihatan mengalamui distorsi, sedangkan perubahan kimia
dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga menghambat
jalannya cahaya ke retina sehingga pandangan seperti terhambat oleh kabut
(Ilyas, 2007).
Katarak dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik.
Kebanyakan katarak berkembang secara kronik ketika seseorang memasuki
dekade ketujuh. Katarak bersifat konginetal dan harus diidentifikasi lebih awal
karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan
penglihatan permanen (Smeltzer, 2000 dalam Siswoyo 2013).

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan
sinar celah (slitlamp), funduskopi pada kedua mata bila mungkin, dan
tonometer selain daripada pemeriksaan prabedah yang diperlukan lainnya
seperti adanya infeksi pada kelopak mata, konjungtiva, karena dapat penyulit
yang berat berupa panoftalmitis pascabedah dan fisik umum (Ilyas, 2009).
Pada katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan
sebelum dilakukan pembedahan untuk melihat apakah kekeruhan sebanding
dengan turunnya tajam penglihatan yang tidak sesuai, sehingga mungkin
penglihatan yang turun akibat kelainan pada retina dan bila dilakukan
pembedahan memberikan hasil tajam penglihatan yang tidak memuaskan
(Ilyas, 2009).

H. Komplikasi
Komplikasi pasca operasi katarak menurut James (2006) antara lain :
1. Hilangnya vitreous
Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel
vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior yang merupakan risiko
terjadinya glaukoma atau traksi pada retina. Keadaan ini membutuhkan
pengangkatan dengan satu instrumen yang mengaspirasi dan mengeksisi gel.
Pemasangan lensa intraokuler sesegera mungkin tidak bisa dilakukan pada
kondisi ini.
2. Prolaps iris
Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode
pascaoperasi dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi insisi.
Pupil akan mengalami distorsi. Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera
dengan pembedahan.
3. Endoftalmitis
Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun jarang terjadi
(kurang dari 0,3 %). Paasien datang dengan :

a. Mata merah yang terasa nyeri.


b. Penurunan tajam penglihatan.
c. Pengumpulan sel darah putih di bilik anterior.
Pasien membutuhkan penilaian mata segera, pengambilan sampel akueous
dan vitreous untuk analisis mikrobiologi, dan terapi dengan antibiotik
intravitreal, topikal dan sistemik.
4. Astigmatisme Pascaoperasi
Diperlukan pengangkatan jahitan kornea untuk mengurangi astigmatisme
kornea. Ini dilakukan sebelum melakukan pengukuran kacamata baru
namun setelah luka insisi sembuh dan tetes mata steroid dihentikan.
Kelengkungan kornea yang berlebih dapat terjadi pada garis jahitan bila
terlalu erat.
5. Edema Makular Sistoid
Makula menjadi edema setelah pembedahan, terutama bila disertai
hilangnya vitreous. Dapat sembuh seiring berjalannya waktu, namun juga
dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang berat.
6. Ablasio Retina
Teknik-teknik modern dalam ekstraksi katarak dihubungkan dengan
rendahnya tingkat komplikasi ini. Tingkat komplikasi ini bertambah apabila
terjadi hilangnya vitreous.
7. Opasifikasi Kapsul Posterior
Pada sekitar 20 % pasien katarak, kejernihan kapsul posterior berkurang
pada beberapa bulan setelah pembedahan ketika sel epitel residu bermigrasi
mealalui permukaannya. Penglihatan menjadi kabur dan mungkin
didapatkan rasa silau. Dapat dibuat lubang kecil pada kapsul dengan
menggunakan laser sebagai prosedur klinis rawat jalan.
Jika jahitan nilon halus tidak diangkat setelah pembedahan maka jahitan
dapat lepas dalam beberapa bulan atau tahun setelah pembedahan dan
mengakibatkan iritasi atau infeksi. Gejala hilang dengan pengangkatan
jahitan.

I. Penatalaksanaan
Berbagai usaha telah banyak dilakukan untuk memperlambat terjadinya
katarak, tatalaksana masih tetap dengan pembedahan. Tidak perlu menunggu
katarak menjadi matang. Dilakukan tes untuk menentukan apakah katarak
menyebabkan gejala visual sehingga mengakibatkan penurunan kualitas hidup.
Pasien mungkin mengalami kesulitan dalam mengenali wajah, membaca, atau
mengemudi. Beberapa pasien sangat terganggu oleh rasa silau. Pasien
diberikan informasi mengenai semua penyakit mata yang dapat terjadi
bersamaan sehingga bisa mempengaruhi hasil pembedahan katarak (James,
2006).
Mansjoer (2008) juga mengatakan bahwa tidak terdapat pengobatan
untuk katarak, meskipun ada yaitu dengan teknik pembedahan. Pembedahan
dapat dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa
sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan
penyulit seperti glaukoma dan uveitis. Katarak hanya dapat diatasi melalui
prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala katarak tidak mengganggu, tindakan
operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup dengan mengganti kacamata.
Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat menjernihkan lensa yang keruh.
Namun, aldose reductase inhibitor, diketahui dapat menghambat konversi
glukosa menjadi sorbitol, sudah memperlihatkan hasil yang menjanjikan dalam
pencegahan katarak gula pada hewan. Obat anti katarak lainnya sedang diteliti
termasuk diantaranya agen yang menurunkan kadar sorbitol, aspirin, agen
glutathione-raising, dan antioksidan vitamin C dan E (Khalilullah, 2010).
Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dan
penggantian lensa dengan implan plastik. Saat ini pembedahan semakin banyak
dilakukan dengan anestesi lokal daripada anestesi umum. Anestesi lokal
diinfiltrasikan di sekitar bola mata dan kelopak mata atau diberika secara
topikal. Jika keadaan pasien memungkinkan, pasien dapat dirawat sebagai
kasus perawatan sehari dan tidak memerlukan perawatan rumah sakit (James,
2006).
Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu sebagai berikut :
1. Ekstraksi katarak intrakapsular (EKIK)
Ekstraksi katarak intrakapsular merupakan pengangkatan lensa dari mata
secara keseluruhan, termasuk kapsul lensa dikeluarkan secara utuh. Dapat
dilakukan pada zonula zinn telah rapuh atau telah terjadi degenerasi serta
mudah diputus. Untuk keperluan ini dipergunakan cara cryo (alat pendingin)
atau pinset lensa yang ditempelkan pada lensa kemudian ditarik keluar
perlahan-lahan. Hanya digunakan pada katarak matur atau luksasio lentis.
Ekstraksi katarak intrakapsular ini tidak boleh dilakukan atau memiliki
kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih
mempunyai ligamentum kialoidea kapsuler. Penyulit yang terjadi pada
pembedahan ini adalah astigmatisma, glaucoma uveitis, endophtalmitis, dan
perdarahan. Cara ini sudah banyak ditinggalkan karena banyaknya
komplikasi termasuk vitreus prolaps, disamping pasien masih harus
memakai kacamata afakia yang tebal (Lumenta, 2006).
2. Ekstraksi katarak ekstrakapsular (EKEK)
Ekstraksi katarak ekstrakapsular merupakan tindakan pembedahan pada
lensa katarak, dimana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau
merobek kapsul lensa anterior sehingga masa lensa atau korteks lensa dapat
keluar melalui robekan tersebut. Teknik ini bisa dilakukan pada semua
stadium katarak kecuali pada luksasio lentis. Pembedahan ini
memungkinkan diberi lensa tanam (IOL) untuk pemulihan visus.
Komplikasi lebih jarang timbul durante operasi dibanding IKEK (Lumenta,
2006).
3. Fakoemulsifikasi
Fakoemulsifikasi merupakan likuifikasi lensa menggunakam probe
ultrasonografi yang dimasukkan melalui insisi yang lebih kecil di kornea
atau sklera anterior. Biasanya tidak dibutuhkan penjahitan. Sekarang metode
ini merupakan metode pilihan di negara barat (James, 2006).
4. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Small Incision Cataract Surgery merupakan upaya untuk mengeluarkan
nukleus lensa dengan panjang sayatan sekitar 5-6 mm, dengan inovasi
peralatan yang lebih sederhana, seperti anterior chamber maintainer (ACM),
irigating vectis, nucleus cracer, dan lain-lain (Soekardi & Hutauruk, 2004).

J. Pendidikan Kesehatan Pada Pasien Katarak


1. Pencegahan katarak
a. Mengkonsumsi buah-buahan yang mengandung vitamin C, sayuran hijau,
kacang-kacangan, susu, hati, vitamin E.
b. Mengontrol gula darah, penderita diabetes melitus.
c. Tidak merokok dan menghindari asap rokok.
d. Tidak mengkonsumsi obat kortikosteroid jangka panjang.
e. Mencegah trauma langsung terhadap mata.
f. Kurangi paparan langsung sinar UV.
g. Deteksi dini katarak ke Dokter Spesialis Mata
2. Hal yang boleh dilakukan setelah operasi katarak
a. Memakai dan meneteskan obat seperti yang dianjurkan oleh dokter
b. Melakukan pekerjaan ringan
c. Bila memakai sepatu jangan membungkuk, tapi mengangkat kaki ke atas
3. Hal yang tidak boleh dilakukan setelah operasi katarak
a. Jangan menggosok mata
b. Jangan membungkuk terlalu dalam
c. Jangan menggendong barang-barang berat atau melakukan pekerjaan
berat
d. Jangan membaca yang berlebihan dari biasanya
e. Jangan mengedan terlalu keras saat buang air besar
f. Jangan berbaring ke sisi mata yang baru dilakukan pembedahan atau
operasi.
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
Nama : Ny. Nia
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
No Rekam Medis :
Diagnosa medis : Katarak
2. Riwayat kesehatan
a. Diagnosa medis
b. Keluhan utama
Keluhan utama pasien yang dirasakan yaitu penurunan ketajaman
penglihatan dan silau.
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat kesehatan terdahulu
Terdiri dari penyakit yang pernah dialami, alergi, imunisasi,
kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang digunakan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya terdapat keluarga yang lain yang juga mengalami katarak.
3. Genogram
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
b. TTV
c. Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata,
telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas,
kulit dan kuku, dan keadaan lokal.
5. Pemeriksaan laboratorium

6. Pola kesehatan
a. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
 Apakah kondisi sekarang menyebabkan perubahan persepsi ?
 Bagaimana pemeliharaan kesehatan klien setelah mengalami
gangguan ini ?
b. Pola nutrisi/metabolic
 Bagaimana asupan nutrisi klien sejak terkena gangguan ?
 Apakah klien mau memakan makanannya ?
c. Pola eliminasi
 Bagaimana frekuensi BAB klien ?
 Bagaimana frekuensi BAK klien ?
d. Pola aktivitas dan latihan

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


Makan dan minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Mobilisasi di tempat tidur
Berpindah
Ambulasi ROM
Keterangan :
0 = Mandiri
1 = Alat bantu
2 = Dibantu orang lain
3 = Dibantu orang lain dan alat
4 = Tergantung total
e. Pola tidur dan istirahat
Klien kurang tidur, klien kurang istirahat karena faktor dan data yang
disebutkan atau didapatkan pada saat pemeriksaan.
f. Pola kognitif/perseptual
 Bagaimana perasaan klien terhadap panca indranya ?
 Apakah klien menggunakan alat bantu ?
g. Pola persepsi diri/konsep diri
Bagaimana perasaan klien tentang kondisinya saat ini ?
h. Pola seksual dan reproduksi
 Apakah klien mengalami gangguan pada alat reproduksinya ?
 Apakah klien mengalami gangguan saat melakukan hubungan
seksual ? (jika sudah menikah)
i. Pola peran-hubungan
 Bagaimana hubungan klien dengan keluarga setelah terjadinya
gangguan ?
 Apakah peran klien masih bisa dilakukan ?
j. Pola manajemen koping stress
Apakah klien merasa depresi dengan keadaannya saat ini?
k. Sistem nilai dan keyakinan
 Apakah klien selalu rajin sembahyang?
 Apakah hal tersebut dipengaruhi oleh gangguan ini?
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan mata
b. Pemeriksaan alat keseimbangan tubuh
c. Pemeriksaan neurologik
d. Pemeriksaan otologik

B. ANALISA DATA

Subjektif Objektif
1. Klien mengatakan penglihatan 1. Pupil tampak putih
kabur 2. Retina tidak tampak
2. Klien mengatakan takut untuk 3. Air mata atau krusta berlebih
dioperasi 4. Menurunnya ketajaman/gangguan
3. Klien mengatakan kesulitan penglihatan
dalam membaca 5. Visus menurun dari normal
4. Klien melaporkan pandangan 6. Klien tampak cemas dan gelisah
ganda 7. Ekspresi wajah tegang
5. Klien melaporkan memiliki 8. Klien bertanya tentang
riwayat trauma pada mata karena penyakitnya
benda tumpul 9. Klien tampak berhati-hati saat
6. Klien melaporkan memiliki berjalan
riwayat operasi mata 10. Terjadi penurunan fungsi
7. Klien melaporkan merasa silau penglihatan
jika terkena cahaya
8. Klien melaporkan memiliki
riwayat penyakit DM

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien yang mengalami
katarak adalah :
a. Gangguan persepsi sensori : visual berhubungan dengan menurunnya
ketajaman penglihatan.
b. Ansietas berhubungan dengan stress situasional akibat prosedur medis.
c. Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kehilangan vitreus,
perdarahan intraokuler, pasien tidak kooperatif.
d. Nyeri akut berhubungan dengan insisi pasca operasi.
e. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi
mengenai katarak dan penanganannya.
D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan Kritreria hasil Intervensi Rasional


.
1. Gangguan NOC : NIC :
persepsi sensori : Setelah dilakukan tindakan 1. Catat reaksi pasien terhadap 1. Untuk mengetahui sejauh
visual keperawatan selama pasien di rusaknya penglihatan (misal, mana katarak mempengaruhi
berhubungan ruang operatif diharapkan masalah depresi, menarik diri, dan keadaan fisologis pasien
dengan ganggaun persepsi sensori pasien menolak kenyataan) 2. Membantu pasien agar tetap
menurunnya dapat teratasi dengan kriteria hasil 2. Andalkan penglihatan pasien bisa melakukan kegiatannya
ketajaman : yang tersisa sebagaimana secara mandiri
penglihatan 1. Ketajaman fungsi sensori : mestinya 3. Agar pasien tidak menutup
penglihatan 3. Bantu memilih kegiatan yang diri dan tetap mau
2. Kompensasi tingkah laku sesuai dengan kemampuan beraktifitas seperti biasanya
penglihatan fisik, psikologi, dan sosial 4. Membantu memperkuat
4. Bantu untuk memfokuskan motivasi pasien agar tetap
pada apa yang dapat dilakukan bersemangat walaupun
pasien bukan pada kelemahan penglihatan terbatas
pasien 5. Untuk mengetahui sejauh
5. Periksa ketajaman mata pasien mana penglihatan pasien
mengalami gangguan
2. Ansietas NOC : NIC :
berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan informasi faktual 1. Agar pasien dapat
dengan stress keperawaan selama pasien di meliputi dignosa, prognosis, memperoleh informasi yang
situasional akibat ruang preoperatif diharapkan dan terapi sesuai kondisi sesuai fakta
procedure medis ansietas pasien dapat berkurang pasien 2. Pendampingan bertujuan agar
Anxiety self control Indikator : 2. Dampingi pasien untuk pasien tidak merasa sendiri
1. Mencari informasi untuk mengurangi ketakutan pasien sehingga menimbulkan
mengurangi ansietas 3. Kaji respon kecemasan verbal ketakutan
2. Menggunakan koping yang maupun non verbal pasien 3. Respon kecemasan digunakan
efektif 4. Gunakan komunikasi untuk mengetahui adanya
3. Mengontrol respon ansietas terapeutik dan pendekatan perubahan emosi pada pasien
menggunakan teknik relaksasi yang baik pada pasien 4. Komunikasi terapeutik untuk
untuk mengurani ansietas 5. Berikan terapi membina hubungan saling
nonfarmakologis untuk percaya dan mengurangi
mengurangi ansietas pasien kecemasan pasien akan terapi
6. Kolaborasi dengan tim medis 5. Terapi non farmakologis
terkait pemberian obat untuk digunakan untuk membuat
menurunkan kecemasan pasien pasien nyaman sekaligus
mengurangi kecemasan yang
dialami pasien
6. Obat-obatan digunakan jika
kecemasan pasien meningkat
dan mengganggu kehidupan
pasien.
3. Resiko tinggi NOC : NIC :
terhadap cedera Setelah dilakukan tindakan 1. Beri lingkungan yang nyaman 1. Agar pasien merasa nyaman
berhubungan keperawatan selama pasien di dan aman kepada pasien dan kooperatif
dengan ruang properasi, ruang operasi 2. Batasi aktifitas pasien pasanag 2. Untuk mengurangi aktivitas
kehilangan atau pasca operasi diharapkan renstrein jika perlu yang berisiko menyebabkan
vitreus, ririko jatuh pasien dapat teratasi 3. Kurangi stimulus lingkungan pasien cidera
perdarahan Anxiety self control Indikator: yang dapat menyebabkan 3. Untuk memperlancar jalannya
intraokuler, 1. Status neurologis pasien tidak tenang proses pembedahan
pasien tidak 2. Kontrol risiko 4. Pertahankan perlindungan 4. Mengurangi terjadinya cidera
kooperatif 3. Kontrol gejala mata sesuai indikasi maupun infeksi terhadap mata
5. Identifikasi pasien mengenai pasien
kebutuhan perawatan lanjutan 5. Membantu proses
pasca operasi penyembuhan pasien pasca
6. Identifikasi cara untuk operasi
penurunan faktor risiko cidera 6. Agar tidak terjadi cidera pada
pasien pada saat sebelum, saat
atau setelah operasi
4. Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Untuk mengetahui sejauh
dengan insisi keperawatan selama pasien di secara komprehensif termasuk mana nyeri ang dirasakan
pasca operasi ruang post operasi, nyeri pasien lokasi, karakteristik, durasi, pasien
dapat berkurang dengan kriteria frekuensi, kualitas dan faktor 2. Mengetahui tingkat nyeri yang
hasil : presipitasi dirasakan pasien
1. Pain Level 2. Observasi reaksi nonverbal 3. Untuk membina hubungan
2. Pain control dari ketidaknyamanan yang
3. Comfort level 3. Gunakan teknik komunikasi 4. baik dengan pasien
terapeutik untuk mengetahui 5. Untuk membantu menentukan
pengalaman nyeri pasien tindakan yang cocok untuk
4. Evaluasi pengalaman nyeri mengatasi nyeri
masa lampau 6. Agar nyeri yang dirasakan
5. Kontrol lingkungan yang dapat pasien dapat berkurang
mempengaruhi nyeri seperti dengan dilakukannya control
suhu ruangan, pencahayaan lingkungan
dan kebisingan 7. Teknik distraksi dan relaksasi
6. Pilih dan lakukan penanganan mungkin dapar membantu
nyeri (farmakologi, non mengalihkan rasa nyeri pasien
farmakologi dan inter
personal)
DAFTAR PUSTAKA

Charlene J. Reeves at all. Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Salemba


Medica, 2001.

Ilyas, Sidarta. 2009. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

NANDA. 2012. Nursing Diagnosis Definitions and Classification. Wiley-


Blackwell.

Smeltzer, Suzzane C., dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medika Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai