Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN KATARAK

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFINISI
Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang menyebabkan gangguan
penglihatan. (nanda, 2015).
Katarak adalah kekeruhan pada lensa tanpa nyeri yang berangsur-angsur,
penglihatan kabur akhirnya tidak dapat menerima cahaya. (Bare & Suzanee,
2002)

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA


Mata adalah organ penglihatan yang mendetekdsi cahaya. Yang dilakukan
mata yang paling sederhana tak lain hanya mengetahui apakah lingkungan
sekitarnya adalah terang atau gelap. Mata yang lebih kompleks dipergunakan
untuk memberikan pengertian visual.
a. Organ Luar
- Bulu mata berfungsi menyaring cahaya yang akan diterima
- Alis mata berfungsi menahan keringat agar tidak masuk ke bola
mata
- Kelopak mata (Palpebra) berfungsi untuk menutupi dan
melindungi mata
b. Organ Dalam
Bagian-bagian pada organ mata bekerjasama mengantarkan cahaya
dari sumbernya menuju ke otak untuk dapat diserna oleh system
saraf manusia. Bagian-bagian tersebut adalah :
- Kornea : merupakan bagian terluar dari bola mata yang
menerima cahaya dari sumber cahaya
- Sclera : Merupakan bagian dinding mata yang berwarna putih.
Tebalnya rata-rata 1 milimeter tetapi pada irensi otot, menebal
menjadi 3 milimeter.
- Pupil dan iris : Dari kornea, cahaya akan diteruskan ke pupil.
Pupil menentukan kuantitas cahaya yang masuk ke bagian mata
yang lebih dalam. Pupil mata akan melebar jika kondisi
ruangan yang gelap, dan akan menyempit jika kondisi ruangan
terang. Lebar pupil dipengaruhi oleh iris di sekelilingnya. Iris
berfungsi sebagai diafragma. Iris inilah terluhat sebagai bagian
yang berwarna pada mata.
- Lensa mata : Lensa mata menerima cahya dari pupil dan
meneruskannya pada retina. Fungsi lnsa mata adalah mengatur
focus cahaya, sehingga cahaya jatuh tepat pada bintik kuning
retina. Untuk melihat objek yang jauh, lensa akan menipis.
Sedangkan untuk melihat objek dekat, lensa akan menebal.
- Retina atau Selaput Jala : Retina adalah bagian mata yang
paling peka terhadap cahaya, khususnya bagian retina yang
disebut bintik kuning. Setelah retina, cahaya diteruskan ke saraf
optic.
- Saraf Optik : saraf yang memasuki retina untuk menuju ke
otak.
3. PENYEBAB/FAKTOR PREDISPOSISI
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau
bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada
umur 60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak dapat pula terjadi pada bayi karena
sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda.Duke Elder mencoba membuat
ikhtisar dari penyebab-penyebab yang dapat menimbulkan katarak sebagai
berikut. :
a. Sebab-sebab biologik
1) Karena usia tua
Seperti juga pada seluruh makhluk hidup maka lensa pun mengalami
proses tua dimana dalam keadaan ini ia menjadi katarak.
2) Pengaruh genetic
Pengaruh genetik dikatakan berhubungan dengan proses degenerasi
yang timbul pada lensa.
b. Sebab-sebab imunologik
Badan manusia mempunyai kemampuan membentuk antibodi spesifik
terhadap salah satu dari protein-protein lensa.Oleh sebab-sebab tertentu
dapat terjadi sensitisasi secara tidak disengaja oleh protein lensa yang
menyebabkan terbentuknya antibodi tersebut.Bila hal ini terjadi maka
dapat menimbulkan katarak.
c. Sebab-sebab fungsional :
Akomodasi yang sangat kuat (memforsir mata) mempunyai efek yang
buruk terhadap serabut-serabut lensa dan cenderung memudahkan
terjadinya kekeruhan pada lensa.Ini dapat terlihat pada keadaan-keadaan
seperti intoksikasi ergot, keadaan tetani dan aparathyroidisme.
d. Gangguan yang bersifat lokal terhadap lensa :
Dapat berupa :
1) Gangguan nutrisi pada lensa
2) Gangguan permeabilitas kapsul lensa
3) Efek radiasi dari cahaya matahari
e. Gangguan metabolisme umum :
Defisiensi vitamin dan gangguan endokrin dapat menyebabkan
katarak misalnya seperti pada penyakit diabetes melitus atau
hyperparathyroidea.
Penyebab katarak lainnya meliputi :
a. Penyebab paling banyak adalah akibat proses lanjut usia/degenerasi, yang
mengakibatkan lensa mata menjadi keras dan keruh (Katarak Senilis)
b. Dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok, sinar ultraviolet,
alkohol, kurang vitamin E,radang menahun dalam bola mata, polusi
asap motor/pabrik karena mengandung timbal
c. Cedera mata, misalnya pukulan keras, tusukan benda, panas yang
tinggi, bahan kimia yang merusak lensa (Katarak Traumatik)
d. Peradangan/infeksi pada saat hamil, penyakit yang diturunkan
(Katarak Kongenital)
e. Penyakit infeksi tertentu dan penyakit metabolik misalnya diabetes
mellitus (Katarak komplikata)
f. Obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid, klorokuin,
klorpromazin, ergotamine, pilokarpin)
g. Faktor-faktor lainya yang belum diketahui

4. PATOFISIOLOGI
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang
besar.Lensa mengandung tiga komponen anatomis.Pada zona sentral terdapat
nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul
anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami
perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul
posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak seperti
kristal salju pada jendela
Perbedaan mata normal dan Katarak

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya


transparansi.Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang
dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan
penglihatan mengalami distorsi.Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengaburkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan
terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa.
Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi
sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak. Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang
berbeda.Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti
diabetes. Namun kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses penuaan
yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik ketika seseorang
memasuki dekade ketujuh.Katarak dapat bersifat kongenital dan harus
diidentifikasi sejak awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan
ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering
berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-
obatan, alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang
kurang dalam jangka waktu lama

5. KLASIFIKASI
Berdasarkan pada usia, katarak dapat diklasifikasikan menjadi 3 (Ilyas,
2005), yaitu :
a. Katarak congenital, katarak yang sudah terlihat pada usia < 1 tahun
b. Katarak juvenile, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
c. Katarak senilis, katarak pada usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun
Katarak senilis sendiri digolongkan menjadi 4 jenis, yaitu :
1) Katarak insipien
Pada stadium ini, proses degenerasi belum menyerap cairan sehingga
bilik mata depan memiliki kedalaman proses.
2) Katarak immatur
Katarak immatur adalah keadaan dimana lensa masih memiliki bagian
yang jernih. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa
akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif.
3) Katarak matur
Katarak matur adalah keadaan dimana lensa mata sudah menjadi keruh
secara keseluruhan.
4) Katarak hipermatur
Katarak hipermatur adalah keadaan dimana ada bagian permukaan
yang sudah merembes melalui kapsul lensa dan dapat mengakibatkan
peradangan pada bagian mata lainnya.
Berdasarkan penyebabnya, katarak dapat dibedakan menjadi :
a. Katarak traumatika
Katarak yang terjadi akibat rudapaksa atau trauma baik karena trauma
tumpul maupun tajam. Rudapaksa ini dapat mengakibatkan katarak pada
satu mata (katarak monokular).
b. Katarak toksika
Katarak yang terjadi akibat adanya pajanan dengan bahan kimia tertentu.
c. Katarak komplikata
Katarak yang terjadi akibat gangguan sistemik seperti diabetes melitus,
hipoparatiroidisme, atau akibat kelainan lokal seperti uveitis, glaukoma,
proses degenerasi pada satu mata lainnya.

6. GEJALA KLINIS
Gejala subjektif antara lain :
a. Mengeluh penurunan ketajaman penglihatan dan silau sertagangguan
fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan.
b. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari
Gejala objektif biasanya antara lain :
a. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan
tampak dengan oftalmoskop.
b. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan
seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.
c. Dalam jangka waktu tertentu katarak mengakibatkan pupil akan tampak
benar-benar putih , sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.
Gejala umum gangguan katarak meliputi : 
a. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
b. Gangguan penglihatan bisa berupa :
1) Peka terhadap sinar atau cahaya
2) Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia)
3) Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca
4) Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu
5) Kesulitan melihat pada malam hari
6) Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan
mata
7) Penurunan ketajaman penglihatan (bahkan pada siang hari)
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/ PENUNJANG
a. Pemeriksaan Pokok
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada penderita katarak adalah
sebagai berikut :
1) Kartu mata snellen atau mesin telebinokuler
Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, akueus atau
vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan
ke retina
2) Pengukuran Tonografi
TIO (12-25 mmHg)
3) Oftalmoskopi
Mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema,
perdarahan
4) Keratometri
Pengukuran kelengkungan lensa
5) Pemeriksaan lampu slit
6) A-scan ultrasound (echography).
7) Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi
8) USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak
b. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan darah lengkap, laju sedimentasi (LED)
Untuk menunjukan anemia sistemik atau infeksi
2) Test toleransi glukosa atau GDS
Untuk menentukan kontrol diabetes
3) Pemeriksaan biometri
Untuk mengukur power IOL jika pasien akan dioperasi katarak dan
retinometri untuk mengetahui prognosis tajam penglihatan setelah
operasi.
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Secara Medis
Solusi untuk menyembuhkan penyakit katarak secara medis umumnya
dengan jalan operasi.Penilaian bedah didasarkan pada lokasi,ukuran dan
kepadatan katarak. Katarak akan dibedah bila sudah terlalu luas mengenai
bagian dari lensa mata atau katarak total. Lapisan mata diangkat dan
diganti lensa buatan (lensa intraokuler).
Pembedahan katarak bertujuan untuk mengeluarkan lensa yang
keruh.Lensa dapat dikeluarkan dengan pinset atau batang kecil yang
dibekukan.Kadang-kadang dilakukan dengan menghancurkan lensa dan
mengisap keluar. Adapun tekhnik yang digunakan pada operasi katarak
adalah :
1) Phacoemulsification (Phaco)
Teknologi Phacoemulsification adalah sebuah operasi
pengangkatan katarak modern yang dijalankan dengan
menggunakan bius lokal atau menggunakan tetes mata anti nyeri
pada kornea (selaput bening mata).Terkini ini hanya dengan
melakukan sayatan (3mm) pada kornea. Dengan teknik phaco lensa
mata yang keruh dihancurkan (emulsifikasi) kemudian disedot (fakum)
dan diganti dengan lensa buatan yang telah diukur kekuatan lensanya
serta ditanam secara permanen.
2) Small Incision Catarac Sustruction (SICS)
Teknik operasi katarak dengan menggunakan metode SICS
memerlukan dua sayatan kecil di sisi bola mata, lalu melepas lensa
mata keruh dan memasangkan lensa intraokular buatan.
3) Ekstra Kapsuler
Teknik ini diperlukan sayatan kornea lebih panjang, agar dapat
mengeluarkan inti lensa secara utuh, kemudian sisa lensa dilakukan
aspirasi.Lensa mata yang telah diambil digantikan dengan lensa tanam
permanen.Diakhiri dengan menutup luka dengan beberapa jahitan.
4) Ekstra Capsular Catarak Ekstraktie (ECCE)
Mengeluarkan lensa dengan merobek kapsul bagian anterior dan
meninggalkan kapsul bagian posterior.Korteks dan nukleus diangkat,
kapsul posterior ditinggalkan untuk mencegah prolaps vitreus,
melindungi retina dari sinar ultraviolet dan memberikan sokongan
untuk implantasi lensa intra okuler.
5) Intra Capsular Catarak Ekstraktie (ICCE)
Lensa diangkat seluruhnya.Keuntungannya prosedur mudah
dilakukan. Kerugiannya mata berisiko mengalami retinal detachment
(lepasnya retina)
b. Terapi
Obat tetes mata dapat digunakan sebagai terapi pengobatan.Ini dapat
diberikan pada pasien dengan katarak yang belum begitu tingkat
keparahannya.Senyawa aktif dalam obat tetes mata dari keben yang
bertanggung jawab terhadap penyembuhan penyakit katarak adalah
saponin.
Saponin ini memiliki efek meningkatkan aktifitas proteasome yaitu
protein yang mampu mendegradasi berbagai jenis protein menjadi
polipeptida pendek dan asam amino.Karena aktivitas inilah lapisan protein
yang menutupi lensa mata penderita katarak secara bertahap “dicuci”
sehingga lepas dari lensa dan keluar dari mata berupa cairan kental
berwarna putih kekuningan.Untuk pencegahan penyakit katarak dianjurkan
untuk banyak mengkonsumsi buah-buahan yang banyak mengandung
vit.C,vit.Adan vit.E.
9. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering timbul akibat katarak adalah :
a. Glaukoma
Sebuah katarak senilisyang terjadi pada usia lanjut yang pertama kali
akan terjadi keburaman dalam lensa, kemudianpembengkakan lensa dan
penyusutan akhir dengan kehilangan transparasi seluruhnya. Selain itu,
seiring waktu lapisan luar katarak akan mencair dan membentuk cairan
putih susu, yang dapat menyebabkan peradangan berat jika pecah kapsul
lensa dan terjadi kebocoran. Bila tidak diobatikatarak dapat
menyebabkan glaukoma.
Ada beberapa fase dari katarak yang bisa menimbulkan glaukoma,
yaitu:
1) Phocomorpic Glaucoma
Lensa lebih besar karena menyerap air sehingga pada orang dengan
predisposes tertentu akan menyebabkan bilik matanya menjadi dangkal
dan jaringan trabekulum bisa tertutup akibat irisnya maju. Bisa
menimbulkan glaukoma sekunder sudut tertutup.Glaukomanya mirip
dengan glaukoma akut, tapi glaukomanya sekunder.
2) Phacolytic Glaucoma
Terjadi pada katarak hipermatur di mana protein lensa keluar dari
kapsul, bisa ke bilik mata depan dan menyumbat trabekulum sehingga
menyebabkan tekanan intraokular meningkat. Pada kasus ini
glaukomanya sudut terbuka, tetapi tersumbat oleh protein-protein lensa.
3) Phacotoxic Glaucoma
Lensa sudah keriput sehingga bisa maju ke depan atau ke belakang.
Kalau lebih ke arah anterior maka keadaan ini bisa menyebabkan
blokade pupil yang bisa menyebabkan glaukoma sekunder sudut
tertutup.
a) Uveitis
Protein lensa keluar dan dianggap benda asing, sehingga tubuh
berusaha menghancurkannya. Keadaan ini menimbulkan reaksi
uveitis
b) Subluksasi dan Dislokasi lensa
Terjadi pada stadium hipermatur, di mana pada stadium ini
zonulnya menjadi kaku dan rapuh sehingga bisa lepas dari lensa.
Lensa bisa subluksasi atau dislokasi
Komplikasi pembedahan katarak
a. Hilangnya vitreous
Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel
vitreous dapat masuk ke dalam bilik anterior yang merupakan risiko
terjadinya glaukoma atau traksi pada retina.Keadaan ini membutuhkan
pengangkatan dengan satu instrumen yang mengaspirasi dan mengeksisi
gel (vitrektomi).Pemasangan lensa intraokular sesegera mungkin tidak bisa
dilakukan pada kondisi ini.
b. Prolaps iris
Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode
pascaoperasi dini.Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi
insisi.Pupil mengalami distorsi.Keadaan ini membutuhkan perbaikan
segera dengan pembedahan.
c. Endoftalmitis
Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun jarang terjadi
(kurang dari 0,3%). Pasien datang dengan:
1) Mata merah yang terasa nyeri
2) Penurunan tajam penglihatan, biasanya dalam beberapa hari setelah
pembedahan
3) Pengumpulan sel darah putih di bilik anterior (hipopion).
4) Pasien membutuhkan penilaian mata segera, pengambilan sampel
akueous dan vitreous untuk analisis mikrobiologi, dan terapi dengan
antibiotik intravitreal, topikal, dan sistemik.
d. Astigmatisnne pascaoperasi
Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan kornea untuk mengurangi
astigmatisme kornea.Ini dilakukan sebelum melakukan pengukuran
kacamata baru namun setelah luka insisi sembuh dan tetes mata steroid
dihentikan.Kelengkungan kornea yang berlebih dapat terjadi pada garis
jahitan bila jahitan terlalu erat. Pengangkatan jahitan biasanya
menyelesaikan masalah ini dan bisa dilakukan dengan mudah di klinik
dengan anestesi lokal, dengan pasien duduk di depan slit lamp.
Jahitan yang longgar harus diangkat untuk mencegah infeksi namun
rnungkin diperlukan penjahitan kembali jika penyembuhan lokasi insisi
tidak sempurna.Fakoemulsifikasi tanpa jahitan melalui insisi yang kecil
rnenghindarkan komplikasi ini.Selain itu, penempatan luka memungkinkan
koreksi astigmatisme yang telah ada sebelurnnya.
e. Edema makular sistoid
Makula menjadi edema setelah pembedahan, terutama bila disertai
hilangnya vitreous.Dapat sembuh seiring waktu namun dapat
menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang berat.
f. Ablasio retina
Teknik-teknik modern dalam ekstraksi katarak dihubungkan dengan
rendahnya tingkat kornplikasi ini.Tingkat komplikasi ini bertambah bila
terdapat kehilangan vitreous.
g. Opasifikasi kapsul posterior
Pada sekitar 20% pasien, kejernihanan kapsul posterior berkurang
pada beberapa bulan setelah pembedahan ketika sel epitel residu
bermigrasi melalui permukaannya.Penglihatan menjadi kabur dan
mungkin didapatkan rasa silau. Dapat dibuat satu lubang kecil pada kapsul
dengan laser (neodymium yttrium (ndYAG) laser) sebagai prosedur klinis
rawat jalan. Terdapat risiko kecil edema makular sistoid atau terlepasnya
retina setelah kapsulotomi YAG.Penelitian yang ditujukan pada
pengurangan komplikasi ini menunjukkan bahwa bahan yang digunakan
untuk membuat lens, bentuk tepi lens.dan tumpang tindih lensa intraokular
dengan sebagian kecil cincin kapsul anterior penting dalarn mencegah
opasifikasi kapsul posterior.
h. Jika jahitan nilon dada tidak diangkat setelah pembedahan maka jahitan
dapat lepas dalam beberapa bulan atau tahun setelah pembedahan dan
mengakibatkan iritasi atau infeksi. Gejala hilang dengan pengangkatan
jahitan.
Pathway
Lensa normal (jernih,
transparan)

Nukleus Korteks Kapsul anterior dan posterior

Pertambahan usia, trauma,


radiasi, keracunan, penyakit

Menyebabkan Kepadatan lensa

Ketidakseimbangan penyerapan protein lensa normal

Koagulasi Terputusnya proteinlensa


normal

Kekeruhan pada lensa mata


Masuknya air ke dalam
lensa
Menghambat jalannya
cahaya ke retina Mematahkan serabut

Mengaburkan pandangan Penurunan tajam Menggangu transmisi


penglihatan

Gangguan penerimaan Gangguan sensori


Risiko cedera
sensori persepsi : penglihatan

Prosedur pembedahan Post operasi


Pre operasi

Intra operasi Prosedur invasif Keterbatasan


Gangguan Takut dengan infomasi mengenai
prosedur perubahan status
sensori
pembedahan Terputusnya kesehatan
persepsi :
Ruang operasi kontinuitas
penglihata yang dingin jaringan

Ansietas
Hipoterm Risiko Nyeri Kurang
i Infeksi akut Pengeta
huan
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Ketajaman Penglihatan
Cara termudah mengkaji penglihataan jarak dekat adalah dengan
meminta klien membaca materi yang dicetak dibawah pencahayaan yang
adekuat. Jika klien memakai kacamata, kacamata dipakai saat pemeriksaan.
Pemeriksaan penglihatan jarak jauh dengan menggunakan snellen chart.
Klien diminta duduk atau berdiri 6m dari snellen chart untuk membaca
semua huruf dimulai dari garis mana saja, pertama dengan kedua mata
terbuka kemudian dengan satu mata tertutup dan minta klien tidak menekan
mata. Skor ketajaman penglihatan dicatat untuk setiap mata dan kedua mata.
Mata normal dapat membaca bagan dengan perbandingan 20/20.
b. Gerakan Ekstraokuler
Meminta klien untuk menatap kekiri dan kekanan, atau minta klien
duduk dan perawat mengangkat jari pada jarak (15-30 cm) lalu pasien
mengikuti gerakan jari hanya dengan mata.
c. Lapang Pandang
Pada saat seseorang memandang lurus kedepan, semua benda dibagian
tepi normalnya dapat terlihat tanpa mata bergerak mengikuti benda
(pandangan lurus).
d. Stuktur Mata Eksternal
1) Posisi dan kesejajaran mata
a) Adakah tonjolan (eksoftalamus)
b) Tumor atau inflamasi
2) Alis
a) Simetris
b) Distribusi rambut
3) Kelopak mata
Posisi, warna, kondisi permukaan, kondisi dan arah bulu mata,
kemampuan klien untuk membuka mata, menutup mata dan berkedip.
4) Aparatus Laktrimal
a) Inspeksi : adanya edema atau kemerahan
b) Palpasi : normalnya tidak teraba
5) Konjungtiva dan sclera
a) Konjungtiva : kemerahan
b) Sklera : putih
6) Kornea
Bagian mata yang transparan, tidak berwarna, menutupi pupil dan iris
7) Pupil dan iris
a) Pupil normal : hitam,bulat,regular,sama ukurannya
b) Iris : jernih
8) Lensa
Keruh
e. Struktur Interna Mata
Bagian interna mata tidak dapat diobservasi tanpa bantuan alat untuk
menerangi struktur strukturnya yaitu oftalmoskop, digunakan untuk
menginspeksi fundus yang mencakup retina, koroid, discus saraf optikus,
macula, fovea sentralis, dan pembuluh retina.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operasi
a. Ansietas berhubungan dengan penglihatan kabur karena keruhnya lensa
mata yang ditandai dengan penurunan visus dan lapang pandang perifer
b. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensoris penurunan visus dan
lapang pandang perifer
c. Gangguan Sensori Persepsi : Penglihatan berhubungan dengan perubahan
integrasi sensori
Intra Operasi
a. Hipotermi berhubungan dengan pemajanan lingkungan yang dingin
Post Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik
b. Risiko Infeksi berhubungan dengan pertahanan primer dan pasca prosedur
invasif (bedah pengangkatan katarak)
c. Risiko cidera berhubungan dengan pasca tindakan invasif.
d. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif,
interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk
mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi
e. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
f. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan kemampuan otot, kelemahan
otot atau perubahan ketajaman penglihatan

3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Tujuan & Kriteria
No Diagnosa Intervesi
Hasil
1 Nyeri NOC : NIC :
Akut a. Pain level 1. Pain Management
b. Pain control a. Lakukan pengkajian nyeri
c. Comfort level secara komprehensif
Setelah dilakukan termasuk lokasi,
tindakan keperawatan karakteristik, furasi,
selama 1 x 20 menit frekuensi, kualitas dan
diharapkan nyeri faktor presipitasi
pasien dapat b. Observasi reaksi nonverbal
berkurang dengan dari ketidaknyamanan
kriteria hasil : c. Guakan teknik komunikasi
a. Mampu terapeutik untuk mengetahui
mengontrol nyeri pengalaman nyeri pasien
(tahu penyebab d. Kaji kultur yang
nyer, mampu mempengaruhi respon nyeri
menggunakan e. Evaluasi pengalaman nyeri
teknik masa lampau
nonfarmakologi f. Evaluasi bersama pasien
untuk mengurangi dengan tim kesehatan lain
nyeri, mencari tentang ketidakefekifan
bantuan) kontrol nyeri masa lampau
b. Melaporkan g. Bantu pasien dan keluarga
bahwa nyeri untuk mencari dan
berkurang dengan menemukan dukungan
menggunakan h. Kontrol lingkungan yang
manajemen nyeri dapat mempengaruhi nyeri
c. Mampu seperti suhu rungan,
mengenali nyeri pencahayaan dan kebisingan
(skala, intensitas, i. Kurangi faktor presipitasi
frekuensi dan nyeri
tanda nyeri) j. Pilih dan lakukan
d. Menyatakan rasa penanganan nyeri
nyaman setelah (farmakologi, non
nyeri berkurang farmakologi dan inter
e. Tanda vital dalam personal)
rentang normal k. Kaji tipe dan sumber nyeri
f. Tidak mengalami untuk menentukan
gangguan tidur intervensi
l. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi : napas dalam,
relaksasi, distraksi, kompres
hangat/dingin
m. Berikan analgetik utnuk
mengurangi nyeri
n. Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
o. Tingkatkan istirahat
p. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
q. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
2. Analgesic Administration
a. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
b. Cek instruksi doketr tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
e. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
f. Tentukan analgesik pilhan,
rute pemberian dan dosis
optimal
g. Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
h. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
i. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
j. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
2 Resiko NOC : NIC :
infeksi  Immune  Infection Control
Status 1. Pertahankan teknik
 Knowledge : aseptif.
Infection 2. Batasi pengunjung bila
control. perlu.
 Risk control 3. Cuci tangan setiap
Setelah dilakukan sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan tindakan keperawatan.
selama 1x20 menit 4. Gunakan baju, sarung
diharapkan pasien tangan sebagai alat
mengerti dengan pelindung.
resiko infeksi yang 5. Ganti letak IV perifer
bisa terjadi dengan dan dressing sesuai
kriteria hasil: dengan petunjuk umum.
1. Klien bebas 6. Tingkatkan intake
dari tanda dan nutrisi.
gejala infeksi. 7. Berikan terapi antibiotik
2. Menunjukkan 8. Monitor tanda dan gejala
kemampuan infeksi sistemik dan
untuk lokal.
mencegah 9. Pertahankan teknik
timbulnya isolasi k/p.
infeksi. 10. Inspeksi kulit dan
3. Jumlah membran mukosa
leukosit dalam terhadap kemerahan,
batas normal. panas, drainase.
4. Menunjukkan 11. Monitor adanya luka.
perilaku hidup 12. Dorong masukan cairan.
sehat. 13. Dorong istirahat.
5. Status imun, 14. Ajarkan pasien dan
gastrointestina keluarga tanda dan
l, gejala infeksi
genitourinaria
dalam batas
normal
3 Resiko NOC NIC
cedera a. Risk Control Environment Management
Setelah diberikan 2. Sediakan lingkungan
tindakan keperawatan yang aman untuk pasien
selama 1x20 menit 3. Identifikasi kebutuhan
diharapkan tidak
keamanan pasien, sesuai
terjadi cedera pada
klien, dengan kriteria dengan kondisi fisik dan
hasil : fungsi kognitif pasien
a. Pasien terbebas
dan riwayat penyakit
dari cedera
terdahulu
b. Pasien mampu
4. Menghindarkan
menjelaskan
lingkungan yang
cara/metode
berbahaya (misalnya
untuk mencegah
memindahkan
cedera
perabotan)
c. Pasien mampu
5. Memasang side rail
menjelaskan
tempat tidur
faktor resiko dari
6. Menyediakan tempat
lingkungan/perila
tidur yang nyaman dan
ku personal
bersih
d. Pasien mampu
7. Menempatkan saklar
memodifikasi
lampu ditempat yang
gaya hidup untuk
mudah dijangkau pasien
mencegah cedera
8. Membatasi pengunjung
e. Pasien
9. Menganjurkan keluarga
menggunakan
untuk menemani pasien
fasilitas
10. Mengontrol lingkungan
kesehatan yang
ada dari kebisingan
f. Pasien mampu 11. Memindahkan barang-
mengenali barang yang dapat
perubahan status membahayakan
kesehatan 12. Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit
.
4 Defisiensi Setelah dilakukan NIC :
pengetahuan tindakan keperawatan Teaching : Disease Process
selama 1 x 20 menit a. Berikan penilaian tentang
diharapkan pasien tingkat pengetahuan pasien

mampu mengerti tentang proses penyakit

dengan keadaannya yang spesifik

saat ini dengan b. Jelaskan patofisiologi dari


kriteria hasil penyakit dan bagaimana hal

b. Pasien dan ini berhubungan dengan

keluarga anatomi dan fisiologi,

menyatakan dengan cara yang tepat.

pemahaman c. Gambarkan tanda dan gejala

tentang penyakit, yang biasa muncul pada

kondisi, penyakit, dengan cara yang

prognosis dan tepat

program d. Gambarkan proses penyakit,

pengobatan dengan cara yang tepat

c. Pasien dan e. Identifikasi kemungkinan

keluarga mampu penyebab, dengna cara yang

melaksanakan tepat

prosedur yang f. Sediakan informasi pada


dijelaskan secara pasien tentang kondisi,
benar dengan cara yang tepat
d. Pasien dan g. Hindari harapan yang
keluarga mampu kosong
menjelaskan h. Sediakan bagi keluarga atau
kembali apa yang SO informasi tentang
dijelaskan kemajuan pasien dengan
perawat/tim cara yang tepat
kesehatan i. Diskusikan perubahan gaya
lainnya. hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
j. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
k. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
l. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
m. Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas lokal,
dengan cara yang tepat
n. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang
tepat

5 Ansietas NOC : NIC :


a. Anxiety control Anxiety Reduction
b. Coping (penurunan kecemasan)
Setelah dilakukan a. Gunakan pendekatan yang
tindakan keperawatan menenangkan
selama 1 x 20 menit
b. Nyatakan dengan jelas
diharapkan cemas
pasien dapat harapan terhadap pelaku
berkurang dengan pasien
kriteria hasil :
c. Jelaskan semua prosedur
a. Klien mampu
dan apa yang dirasakan
mengidentifikasi
selama prosedur
dan
d. Temani pasien untuk
mengungkapkan
memberikan keamanan dan
gejala cemas
mengurangi takut
b. Mengidentifikasi,
e. Berikan informasi faktual
mengungkapkan
mengenai diagnosis,
dan menunjukkan
tindakan prognosis
tehnik untuk
f. Dorong keluarga untuk
mengontol cemas
menemani anak
c. Vital sign dalam
g. Lakukan back / neck rub
batas normal
h. Dengarkan dengan penuh
d. Postur tubuh,
perhatian
ekspresi wajah,
i. Identifikasi tingkat
bahasa tubuh dan
kecemasan
tingkat aktivitas
j. Bantu pasien mengenal
menunjukkan
situasi yang menimbulkan
berkurangnya
kecemasan
kecemasan
k. Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
l. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
m. Barikan obat untuk
mengurangi kecemasan
6 Resiko jatuh NOC NIC
a. Trauma risk for Fall Prevention
b. Injury risk for 1. Mengidentifikasikan defisit

Setelah dilakukan kognitif atau fisik pasien


tindakan keperawatan yang dapat meningkatkan
selama 1 x 20 menit potensi jatuh dalam
diharapkan \pasien
lingkungan tertentu.
mampu mengerti
dengan keadaan 2. Mengidentifikasikan
pasien saat ini dengan perilaku dan faktor yang
kriteria hasil :
mempengaruhi resiko jatuh
1. Keseimbangan
3. Mengidentifikasikan
: kemampuan
karakteristik lingkungan
untuk
yang dapat meningkatkan
mempertahank
potensi untuk jatuh
an ekuilibrium
(misalnya lantai licin.
2. Gerakan
tangga terbuka dan lain-
terkoordinasi:
lain)
kemampuan
4. Sarankan perubahan dalam
otot untuk
gaya berjalan
bekerja sama
5. Mendorong pasien untuk
secara
mengunakan tongkat atau
volunter untuk
alat pembantu berjalan
melakukan
6. Kunci roda dari kursi roda,
gerakan yang
tempat tidur, atau brankar
bertujuan
selama transfer pasien
3. Perilaku
7. Tempat artikel mudah
pencegahan
diangkau dari pasien
jatuh: tindakan
8. Ajarkan pasien bagaimana
individu atau jatuh untuk meminimalkan
pemberi cedera
asuhan untuk 9. Memantau kemampuan
meminimalkan untuk mentransfer dari
faktor resiko tempat tidur ke kursi dan
yang dapat demikian pula sebaliknya
memicu jatuh 10. Gunakan teknik yang tepat
dilingkungan untuk mentransfer pasien
individu ke dan dari kursi roda,
4. Kejadian jatuh tempat tidur, toilet, dan
: tidak ada sebagainya
kejadian jatuh 11. Menyediakan toilet
5. Pengetahuan : ditinggikan untuk
pemahaman memudahkan trnsfer
pencegahan 12. Menyediakan kursi dari
jatuh ketinggian yang tepat,
pengetahuan dengan sandaran dan
keselamatan sandaran tangan untuk
anak fisik memudahkan transfer
6. Pengetahuan: 13. Menyediakan tempat
kemanan tidurkasur dengan tepi yang
pribadi erat untuk memudahkan
7. Pelanggaran transfer
perlindungan 14. Gunakan rel sisi ranjang
tingkat yang sesuai dengan tinggi
kebingungan utnuk mencegah jatuh dari
akut temoat tidur, sesuai
8. Tingkat kebutuhan
agitasi\ 15. Memberikan pasien
9. Komunitas tergantung dengan sarana
pengendalian bantuanpemanggilan
resiko (misalnya bel,atau cahaya
10. Kekerasan panggilan) ketika penjaga
11. Komunitas tidak ada
pengendalian 16. Membatu toileting
resiko seringkali, interval
12. Gerakan dijadwalkan
terkoordinasi 17. Menandai amang pintu dan
13. Kecenderunga tepi langkah sesuai
n resiko kebutuhan
pelarian untuk 18. Hapus dataran rendah
kawin perabotan (misalnya
14. Kejadian tumpuan atau tabel) yang
terjun enimbulkan bahaya
15. Mengasuh tersandung
keselamatan 19. Hindari kekacauan pada
fisik remaja permukaan lantai
16. Mengasuh 20. Memberikan pencahayaan
bayi/balita yang memadai untuk
keselamatan meningkatkan visibilitas
fisik 21. Menyediakan lampu malam
17. Perilaku disamping tempat tidur
keselamatan 22. Menyediakan pegangan
pribadi angan terlihat memegang
18. Keparahan tiang
cedera fisik 23. Menyediakan lajur anti
19. Pengendalian tergelinsir, permukaan
resiko lantai notrip/tidak
20.pengendalian tersandung
resiko 24. Menyediakan permukaan
penggunaan nonslip/anti tergelincirdi
alkohol, bak mandi atau pancuran
narkoba 25. Menyediakan kokoh, tinja
21.Pengendalian curam nonslip untuk
resiko : memfasilitasi jangkauan
pencahayaan mudah
sinar matahari 26. Pastikan pasien yang
22.Deteksi resiko memakai sepatu yang pas,
23.Lingkugan kecangkan aman, memiliki
rumah aman sol tidak mudah tergelincir
24.Aman 27. Anjurkan pasien utnuk
berkeliaran memakai kacamata sesuai
25.Zat penarikan ketika keluar dari tempat
keparahan tidur
26.Integritas 28. Memdidik anggota
jaringan : kulit keluarga tentang resiko
dan membran yang berkontribusi
mukosa terhadap jatuh dan
27.Perilaku bagaimana mereka dapat
kepatuhan visi menurunikan resiko
tersebut
29. Sarankan adaptasi rumah
untuk meningkatkan
keselamatan
30. Intruksikan keluarga pada
pentingnya pegangan
tangan untuk kamar mandi,
tangga, dan trotoar
31. Sarankan alas kaki yang
aman
32. Mengembangkan cara
untuk pasien berpartisipasi
keselamatan dalam
kegiatan rekreasi
33. Lembaga program latihan
rutin fisik yang meliputi
berjalan
34. Tanda-tanda psting untuk
mengingatkan staf bahwa
pasien yang beresiko tinggi
untuk jauh
35. Berkolaborasi dengan
anggota tim kesehatan
lainnya untuk
meminimalkan efek
samping dari obat yang
berkontribusi terhadap
jatuh : (misalnya hipotensi
ortostatik dan kiprah
goyah)
36. Memberikan pengawasan
yang ketat dan/perangkat
penahan.
DAFTAR PUSTAKA

Guyton&Hall.2006.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta:EGC

Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, (Edisi
8), EGC, Jakarta

NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi


2015-2017. Jakarta : EGC.

Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. 2004. Nursing Interventions


Classification : Fourth Edition. United States of America : Mosby.

Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcomes Classification : Fourth Edition.


United States of America : Mosby

Amin & Hardhy, 2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis


Medis & NANDA NIC-NOC edisi kelima. Yogyakarta : Med Action

Anda mungkin juga menyukai