Anda di halaman 1dari 18

Tanatologi

Tanatologi merupakan ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan


kematian yaitu definisi atau batasan mati, perubahan yang terjadi pada tubuh setelah
terjadi kematian dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut, seperti4:
1. Menentukan apakah seseorang benar-benar telah meninggal atau belum.
2. Menentukan berapa lama seseorang telah meninggal.
3. Membedakan perubahan-perubahan post mortal dengan kelainan-kelainan
yang terjadi pada waktu korban masih hidup.3

A. Jenis Kematian
Agar suatu kehidupan seseorang dapat berlangsung, terdapat tiga sistem yang
mempengaruhinya. Ketiga sistem utama tersebut antara lain sistem persarafan,
sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan. Ketiga sistem itu sangat
mempengaruhi satu sama lainnya, ketika terjadi gangguan pada satu sistem, maka
sistem-sistem yang lainnya juga akan ikut berpengaruh.4
Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu :
 Mati somatis (mati klinis) ialah suatu keadaan dimana oleh karena sesuatu
sebab terjadi gangguan pada ketiga sistem utama tersebut yang bersifat
menetap. Pada kejadian mati somatis ini secara klinis tidak ditemukan adanya
refleks, elektro ensefalografi (EEG) mendatar, nadi tidak teraba, denyut
jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara napas tidak
terdengar saat auskultasi4,5
 Mati suri (apparent death) ialah suatu keadaan yang mirip dengan kematian
somatis, akan tetapi gangguan yang terdapat pada ketiga sistem bersifat
sementara. Kasus seperti ini sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur,
tersengat aliran listrik dan tenggelam 4,5
 Mati seluler (mati molekuler) ialah suatu kematian organ atau jaringan tubuh
yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup
masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya
kematian seluler pada tiap organ tidak bersamaan 4,5
 Mati serebral ialah suatu kematian akibat kerusakan kedua hemisfer otak yang
irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem
lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan
bantuan alat 4,5
 Mati otak (mati batang otak) ialah kematian dimana bila telah terjadi
kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversible, termasuk batang
otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka
dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup
lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.4,5

B. Cara Mendeteksi Kematian


Melalui fungsi sistem saraf, kardiovaskuler, dan pernapasan, kita bisa
mendeteksi hidup matinya seseorang. Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem
saraf, ada lima hal yang harus kita perhatikan yaitu tanda areflex, relaksasi, tidak
ada pegerakan, tidak ada tonus, dan elektroensefalografi (EEG) mendatar/ flat.
Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem kardiovaskuler ada enam hal yang
harus kita perhatikan yaitu denyut nadi berhenti pada palpasi, denyut jantung
berhenti selama 5-10 menit pada auskultasi, elektrokardiografi (EKG) mendatar/
flat, tidak ada tanda sianotik pada ujung jari tangan setelah jari tangan korban kita
ikat (tes magnus), daerah sekitar tempat penyuntikan icard subkutan tidak berwarna
kuning kehijauan (tes icard), dan tidak keluarnya darah dengan pulsasi pada insisi
arteri radialis.1
Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem pernapasan juga ada beberapa hal
yang harus kita perhatikan, antara lain tidak ada gerak napas pada inspeksi dan
palpasi, tidak ada bising napas pada auskultasi, tidak ada gerakan permukaan air
dalam gelas yang kita taruh diatas perut korban pada tes, tidak ada uap air pada
cermin yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban, serta tidak ada
gerakan bulu ayam yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban.1
C. Tanda Kematian
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang
berupa tanda kematian yang perubahannya biasa timbul dini pada saat meninggal
atau beberapa menit kemudian. Perubahan tersebut dikenal sebagai tanda kematian
yang nantinya akan dibagi lagi menjadi tanda kematian pasti dan tanda kematian
tidak pasti.4
1. Tanda Kematian Tidak Pasti4,5
a. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit.
b. Terhentinya sirkulasi yang dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak
teraba.
c. Kulit pucat.
d. Tonus otot menghilang dan relaksasi.
e. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah
kematian.
f. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit
yang masih dapat dihilangkan dengan meneteskan air mata.
2. Tanda Kematian Pasti
1) Livor Mortis
Definisi
Livor Mortis (Postmortem Lividity, Postmortem Stains, Postmortem
Hypostatis, Postmortem Suggillation, Postmortem Vibices, lebam mayat)
yaitu warna ungu kemerahan (livide) atau merah kebiruan pada bagian tubuh
akibat akumulasi darah yang menetap di pembuluh darah kecil di bagian
tubuh paling rendah akibat gaya gravitasi kecuali pada bagian yang tertekan
alas keras. Livor Mortis dapat berwarna ungu kebiruan ataupun merah
kebiruan.5,6,7
Livor Mortis terbentuk pada daerah tubuh yang menyokong berat badan
tubuh seperti bahu, punggung, bokong, betis pada saat terbaring diatas
permukaan yang keras akan tampak pucat yang terlihat kontras dengan
warna livor mortis disekitarnya akibat dari kompresi pembuluh darah di
daerah ini yang mencegah akumulasi darah.6

Gambar 2.1 Lebam pada mayat7


Patomekanisme Livor Mortis
Livor Mortis terbentuk saat terjadi kegagalan sirkulasi darah, pada saat arteri
rusak dan aliran balik vena gagal mempertahankan tekanan hidrostatik yang
menggerakan darah mencapai capillary bed yaitu tempat pembuluh-
pembuluh darah kecil afferen dan efferen saling berhubungan. Darah dan
sel-sel darah terakumulasi memenuhi saluran tersebut dan sukar dialirkan
ke daerah tubuh lainnya.6
Sel darah merah (eritrosit) akan bersedimentasi melalui jaringan longgar,
tetapi plasma akan berpindah ke jaringan longgar yang menyebabkan
terbentuknya edema setempat,menimbulkan blister pada kulit. Dari luar
akan terlihat bintik-bintik berwarna merah kebiruan atau adanya eritrosit
pada daerah terendah terlihat dengan timbulnya perubahan warna
kemerahan pada kulit yang disebut livor mortis.6
Pada tahap awal pembentukannya, livor mortis memiliki warna kemerahan
yang dihasilkan dari jumlah eritrosit yang membawa hemoglobin yang
teroksidasi. Meningkatnya interval waktu post mortem, akan mengakibatkan
perubahan warna menjadi lebih gelap. Warna normal livor mortis ialah
merah keunguan. Warna merah keunguan ini akan berubah menjadi warna
ungu akibat hasil pemisahan oksigen dari hemoglobin eritrosit post mortem
dan konsumsi oksigen terus-menerus oleh selsel yang awalnya
mempertahankan fungsi sistem kardiovaskuler (misalnya sel-sel hati yang
mempertahankan fungsi kardiovaskuler selama kira-kira 40 menit dan
selotot rangka antara 2 sampai 8 jam). Produk
Deoxyhemoglobin yang dihasilkan akan mengubah warna biru keunguan
menjadi warna ungu.6
Livor mortis mulai tampak 20-30 menit paska kematian, semakin lama
intensitasnya bertambah kemudian menetap setelah 8-12 jam. Menetapnya
livor mortis disebabkan oleh karena terjadinya perembesan darah ke dalam
jaringan sekitar akibat rusaknya pembuluh darah akibat tertimbunnya sel-
sel darah dalam jumlah yang banyak, adanya proses hemolisa sel sel darah
dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah. Dengan demikian
penekanan pada daerah terbentuknya livor mortis yang dilakukan setelah 8-
12 jam tidak akan menghilang. Hilangnya livor mortis pada penekanan
dengan ibu jari memberi indikasi bahwa livor mortis belum terfiksasi secara
sempurna. Lebam mayat dikatakan sempurna ketika area lebam tidak
menghilang jika ditekan (misalnya dengan ibu jari) selama 30 detik. Akan
tetapi, lebam baru masih dapat terbentuk setelah 24 jam jika dilakukan
perubahan posisi.5,6

Tabel 2.1 Mekanisme dan Estimasi waktu munculnya Livor mortis


Mekanisme Onset Mulai muncul Maksimum
Pengendapan Segera setelah 2 – 4 jam 8 – 12 jam
kematian
Lebam postmortem dan memar pada antemortem dapat dibedakan dari
penyebab, situasi yang mendasari, apakah terdeapat bengkak, dan jika
dilakukan sayatan dan disiram air, lebam mayat akan pudar/hilang, tetapi
pada kasus resapan darah (ekstravasasi akibat trauma) bercak tidak hilang.5,7
Tabel 2.2 Perbedaan antara lebam mayat dengan memar7
Lebam mayat Kongesti/ memar intravital
Penyebab Akumulasi menetapnya Statisnya sistem pembuluh
darah pada pembuluh darah darah yang disebabkan oleh
keadaan patologi
Lokasi Bagian tubuh terendah Sebagian atau seluruh bagian
organ yang mungkin
mengalami kelainan patologi
Edema Tidak ada Mungkin ada
Kejadian Postmortem Antemortem
Sayatan pada lebam mayat akan pudar/ Terbentuk eksudasi cairan
permukaan hilang bercampur dengan darah

Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Livor Mortis


Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya lebam mayat antara lain7:
a. Posisi – posisi yang menetap dalam jangka waktu tertentu dapat
menyebabkan terbentuknya lebam mayat. Demikian jika tubuh sering
dibolak balikkan maka biasanya lebam tidak terbentuk.
b. Perdarahan – jika terjadi kehilangan darah yang banyak atau terjadi syok
hemoragik, lebam mayat mungkin sulit dinilai.
c. Anemia – jika pada menderita anemia maka akan sulit menilai adanya
lebam pada mayat.
d. Warna kulit – lebam mayat lebih mudah dinilai pada orang dengan warna
kulit terang dibandingkan orang dengan warna kulit gelap.
e. Suhu dingin – jika mayat disimpan dalam pendingin, maka lebam mayat
mungkin lebih lama terbentuk dan dalam beebrapa keadaan, hal ini
bukanlah oarameter yang baik untuk menentukan estimasi waktu
kematian.

Distribusi Livor Mortis


Lebam mayat menetap pada bagian terendah tubuh disebabkan karena
adanya gaya gravitasi. Selain itu alasan yang pertama, setelah terbentuknya
lebam mayat, darah tidak mudah melewati pembuluh darah. Kedua, selang
beberapa jam lebam mayat menjadi lengkap, rigor mortis
juga akan terjadi pada otot. Saat terjadinya kaku mayat, pembuluh darah
yang berjalan diantara otot tertekan sehingga darah sulit untuk mengalir.
Dan ketiga, saat rigor mortis lengkap terjadi, pembuluh darah berikutnya
juga tertekan sehingga tidak dapat berdilatasi untuk mengalirkan darah pada
area berikutnya.7
Jika posisi korban terlentang, maka lebam muncul pada daerah terendah
tubuh, yaitu pada daerah belakang tubuh seperti punggung, paha, betis. Jika
korban dalam posisi tengkurap, maka lebam mayat muncul di daerah
terendah tubuh, yaitu bagian depan tubuh yaitu dada, perut, paha bagian
depan, tangan. Saat posisi korban miring ke samping, maka lebam muncul
di sisi terendah tubuh.7

Gambar 2.3 Pembentukan lebam mayat pada bagian tubuh terendah


berdasarkan posisi7

Warna Livor Mortis


Warna lebam dapat menentukan penyebab kematian, misalnya merah terang
pada keracunan karbonmonoksida (CO) atau sianida (CN). Serta
kecokelatan pada keracunan aniline, nitrit, atau sulfonal.5
Tabel 2.3 Distribusi lebam mayat berdasarkan warna yang terbentuk7
Penyebab Warna lebam yang terbentuk
Karbon monoksida Merah muda
Sianida Merah terang
Fluoroasetat Merah muda/merah terang
Di Lemari pendingin Kemerahan
Hipotermi Kemerahan
Sodium klorat Cokelat
Hidrogen sulfida Hijau
Anilin Biru gelap
Karbon dioksida Kebirua-biruan

Kepentingan Medikolegal
Beberapa hal berikut terbentuknya Livor mortis digunakan dalam
kepentingan medikolegal7:
1. Sebagai tanda pasti kematian
2. Estimasi waktu kematian dapat ditentukan
3. Distribusi terbentuknya lebam mayat, dapat membantu posisi tubuh
mayat saat kematian
4. Penyebab kematian – diketahui dari warna lebam mayat yang terbentuk
5. Lebam mayat mungkin dapat ditemukan di jaringan bawah kuku jika
memang berada dalam posisi yang lebih rendah dan menetap. Hal ini
penting jika sulit membedakan dengan sianosis.
6. Lebam mayat mungkin sulit dibedakan dengan memar
7. Bintik perdarahan mungkin sulit dibedakan dengan lebam mayat
8. Keadaan dibawah suhu lingkungan, membuat warna keunguan pada
lebam mayat akan terlihat merah terang atau merah muda karena re-
saturasi hemoglobin dengan oksigen. Hal ini penting untuk
membedakannya dengan keracunan karbon monoksida
9. Terbentuknya lebam mayat pada daerah usus, kadang sulit dibedakan
dengan terjadinya infark atau strangulasi usus.
2) Algor mortis
Algor mortis dapat juga disebut penurunan suhu tubuh. (algor =dingin,
mortis = setelah kematian)
Temperatur oral normal pada individu yang hidup adalah 37° C (98,7°F)
pada rectal suhu lebih tinggi sekitar 0,5°C dibanding temperatur oral.
Setelah meninggal suhu tubuh akan menurun secara signifikan hingga
mencapai suhu yang sesuai dengan lingkungan sekitar. Penurunan suhu
tubuh setelah meninggal dipengaruhi oleh 2 hal:7
1. Setelah meninggal tidak lagi diproduksi panas baik secara fisik, kimia
dan aktivitas metabolik.
2. Terjadi penurunan suhu tubuh yang terjadi secara konstan hingga suhu
tubuh sama dengan suhu lingkunga, hal ini diakibatkan oleh pusat yang
mengatur regulasi panas menjadi tidak aktif .

Ada 3 mekanisme kehilangan panas tubuh melalui permukaan tubuh:7


1. Konduksi, perpindahan panas yang terjadi melalui kontak langsung
dengan objek . Organ dalam mengalami penurunan suhu dengan cara
konduksi.
2. Konveksi, perpindahan panas yang terjadi melalui kontak dengan udara
yang kontak dengan tubuh.
3. Radiasi, perpindahan panas yang terjadi melalui sinar inframerah.
Hukum Newton Cooling menyatakan bahwa untuk terjadinya
pendinginan tubuh dengan proses konversi yaitu kehilangan suhu sebanding
dengan perbedaan suhu antara tubuh dan lingkungan sekitarnya. Hukum ini
bagaimanapun hanya berlaku pada bahan inorganik yang regular. Meskipun
banyak penelitian dilakukan, hukum ini gagal untuk menghitung
penyimpangan dari bentuk tubuh, efek pakaian, ventilasi ataupun posisi fisik
mayat. Bahkan selama penelitian Davey di British menyatakan suhu
lingkungan yang sering mengakibatkan suhu awal mayat meningkat selama
durasi postmortem awal.9
Pengukuran suhu pada cadaver bedasarkan letaknya. Menggunakan
thermometer kimia, ukuran 25 cm dengan rentang suhu 0°C - 50°C
1. Rectum, 4 inchi di atas anus
2. Daerah sub-hepatic
Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat
dengan bentuk sigmoid. Hal ini disebabkan ada dua faktor, yaitu masih
adanya sisa metabolism dalamt tubuh mayat dan perbedaan koefisien hantar
sehingga butuh waktu mencapai tangga suhu.10,11

Ada sembilanfaktor yang mempengaruhi cepat atau lamanya penurunan


suhu tubuh mayat, yaitu:
a. Besarnya perbedaan suhu tubuh mayat dengan lingkungannya.
b. Suhu tubuh mayat saat mati. Makin tinggi suhu tubuhnya, makin lama
penurunan suhut ubuhnya.
c. Aliran udara makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat.
d. Kelembaban udara makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat.
e. Konstitusi tubuh pada anakdan orang tua makin mempercepat
penurunan suhu tubuh mayat.
f. Aktivitas sebelum meninggal.
g. Sebab kematian, misalnya asfiksia dan septikemia, mati dengan suhu
tubuh tinggi.
h. Pakaian tipis makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat.
i. Posisi tubuh dihubungkan dengan luas permukaan tubuh yang
terpapar.

Penilaian algor mortis dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut,


antara lain:
a. Lingkungan sangat mempengaruhi ketidakteraturan penurunan suhu
tubuh mayat.
b. Tempat pengukuran suhu memegang peranan penting.
c. Dahi dingin setelah 4 jam post mortem.
d. Badan dingin setelah 12 jam post mortem.
e. Suhu organ dalam mulai berubah setelah 5 jam post mortem.
f. Bila korban mati dalam air, penurunan suhu tubuhnya tergantung dari
suhu, aliran, dan keadaan lairnya.
Apabila korban meninggal di dalam air, maka penurunan suhu jenazah
tergantung pada:
a. Suhu air
b. Aliran air
c. Keadaan air

Gambar 2.4 Kurva perubahan suhu pada postmortem

3) Rigor Mortis
Rigor mortis adalah perubahan fisikokimia bergantung suhu yang
terjadi di dalam sel-sel otot sebagai akibat dari kekurangan oksigen.
Kurangnya oksigen berarti bahwa energi tidak dapat diperoleh dari glikogen
melalui glukosa menggunakan fosforilasi oksidatif sehingga produksi
adenosin trifosfat (ATP) dari proses ini berhenti dan proses anoksik
sekunder mengambil alih untuk waktu yang singkat tapi, karena asam laktat
yang merupakan produk sampingan respirasi anoksik, sitoplasma sel
menjadi semakin asam. Dalam menghadapi jumlah ATP rendah dan
keasaman tinggi, aktin dan miosin berikatan bersama dan
membentuk gel. Hasil dari perubahan metabolik selular kompleks ini adalah
otot-otot yang menjadi kaku. Namun, mereka tidak memendek kecuali
mereka berada di bawah ketegangan.9
Jika tingkat glikogen otot rendah, atau jika sel-sel otot menjadi bersifat asam
pada saat kematian sebagai akibat dari latihan, proses rigor akan
berkembang lebih cepat. Listrik juga berhubungan dengan rigor yang
semakin cepat dan ini mungkin disebabkan oleh rangsangan berulang dari
otot-otot. Sebaliknya, pada orang muda, tua atau kurus, kekakuan mungkin
sangat sulit untuk dideteksi karena otot yang kecil.9
Rigor berkembang merata di seluruh tubuh tetapi umumnya pertama
didapatkan pada kelompok otot yang lebih kecil seperti otot di sekitar mata
dan mulut, rahang dan jari-jari. Kekakuan berjalan dari kepala ke kaki
karena kelompok otot yang lebih besar dan lebih besar menjadi kaku.
Kekakuan biasanya terlihat pertama di rahang, maka siku dan akhirnya lutut.
Tubuh dikatakan dalam kekakuan lengkap atau penuh ketika rahang, siku
dan lutut sendi yang tidak bergerak. Kemampuan untuk pasif memindahkan
sendi tergantung pada jumlah otot mengendalikan sendi. Kekakuan
melibatkan bersama dengan sejumlah kecil otot seperti jari mudah diatasi,
sementara itu mungkin sulit untuk bergerak bersama seperti siku, yang
terhubung ke otot-otot yang relatif besar. Sebagai aturan, orang akan
memiliki kekakuan yang lebih kuat daripada perempuan karena laki-laki
biasanya memiliki massa otot yang lebih besar daripada wanita. otot-otot
besar, terutama pada individu berotot, mungkin menjadi begitu tahan
terhadap peregangan yang mungkin memerlukan upaya lebih dari satu orang
untuk bergerak bersama besar. Kadang- kadang, tulang bisa pecah sebelum
rigor mortis diatasi. Sebaliknya, kekakuan mungkin buruk dibentuk atau
tidak jelas pada individu dengan massa otot kecil, seperti bayi atau orang
dewasa kurus.9,10
Dalam kondisi beriklim sedang rigor umumnya dapat terdeteksi di
wajah antara sekitar 1 jam dan 4 jam dan pada tungkai antara sekitar 3 jam
dan 6 jam setelah kematian, dengan kekuatan rigor meningkat menjadi
maksimal sekitar 18 jam setelah kematian. Rigor lengkap membutuhkan
waktu sekitar 10-12 jam untuk sepenuhnya mengembangkan dalam ukuran
dewasa rata-rata ketika suhu lingkungan adalah 70-75 ° F. Tubuh akan tetap
kaku untuk 24-36 jam pada suhu yang sama ini sebelum dekomposisi
menyebabkan otot-otot untuk mulai lumayan melonggarkan, tampaknya
dalam urutan yang sama mereka menegang. Setelah terjadi, rigor akan
menetap sampai sekitar 50 jam setelah kematian sampai autolisis dan
dekomposisi sel-sel otot mengintervensi dan otot menjadi flaksid lagi.
Waktu ini hanya pedoman dan tidak pernah bisa mutlak.9
Tabel 2.4 Estimasi waktu perubahan rigor mortis14
Mekanisme Onset Mulai Maksimal Menghilang
Perubahan fisik Segera 1-6 jam 6-24 jam 12-36 jam

Rigor mortis dipengaruhi oleh suhu lingkungan. suhu yang tinggi


akan mempercepat penampilan dan hilangnya kekakuan. Kekakuan yang
melibatkan tubuh tergeletak di lapangan akan datang dan berlalu lebih cepat
pada hari musim panas daripada di musim dingin satu. Laju perkembangan
dan hilangnya kekakuan akan terpengaruh oleh perubahan suhu yang
dialami oleh tubuh, seperti terjadi selama panas hari dan kesejukan malam.10
Rigor mortis juga dipengaruhi oleh suhu tubuh internal yg meninggal
dan aktivitas sebelum kematian. suhu tubuh yang lebih tinggi pada saat
kematian dan kondisi yang menyebabkan lebih laktat produksi asam
menyebabkan kekakuan untuk mengembangkan lebih cepat. Misalnya,
seseorang yang meninggal memiliki demam dari infeksi seperti pneumonia
dapat mengembangkan kekakuan lebih cepat dari seseorang dengan suhu
tubuh normal. Dipercepat kekakuan juga dapat dilihat pada orang sekarat
dengan hipertermia meskipun suhu lingkungan mungkin normal, seperti
dapat terjadi pada kematian yang berhubungan dengan kokain, PCP atau
metamfetamin. 10
Timbulnya kekakuan juga dapat terjadi lebih cepat jika aktivitas fisik
yang berat terjadi segera sebelum kematian. Misalnya, seseorang yang
melarikan diri dari penyerang sebelum ditembak atau ditikam dapat
mengalami rigor mortis lebih cepat daripada jika tidak ada aktivitas fisik
yang intens. Rigor mortis yang sangat cepat dapat terjadi karena kombinasi
dari suhu tubuh meningkat dan peningkatan produksi asam laktat. 10
Pada sedikit kasus, rigor mortis dapat muncul dalam beberapa menit
setelah kematian. Hal ini disebut "cadaveric spasm" dan biasanya dikaitkan
dengan aktivitas fisik yang ekstrim sesaat sebelum kematian. Hal ini juga
dikaitkan dengan beberapa kondisi lain seperti luka listrik. 10
Berbeda dengan suhu lingkungan yang tinggi, kondisi dingin dapat
memperlambat atau mencegah rigor mortis. Proses ini akan dimulai atau
bertambah cepat ketika tubuh berada di lingkungan yang hangat. Jika tubuh
tidak dalam kekakuan lengkap dan ditempatkan dalam pendingin proses
akan melambat dan mungkin berhenti. Rigor dapat berlanjut sampai selesai
ketika tubuh hangat. Kekakuan pada rigor harus dibedakan dari pengerasan
otot atau beku karena cuaca sangat dingin. Dalam kondisi lingkungan
seperti itu, kekakuan mungkin sulit untuk dievaluasi. 10
Rigor mortis juga akan membantu penyidik dalam menentukan
apakah tubuh telah dipindahkan. Jika penyidik tiba di tempat kejadian dan
menemukan sebuah lengan yang tidak disangga atau kaki mengarah ke
udara, penyidik tahu bahwa orang yang meninggal telah dipindahkan setelah
rigor terjadi. Seseorang mungkin mati dengan lengan atau kaki di udara, tapi
gravitasi akan mencegah ekstremitas yang tidak disangga tetap dalam posisi
tersebut setelah kematian. 10
DAFTAR PUSTAKA

1. Dix J, Graham M, Time of Death.,Decomposition., and Identification An Atlas.


CRC Press LLC. 2000
2. Dolinak D, Matshes E W, Lew E O. Forensic Pathology Principles and
Practice. Elsevier Inc. USA. 2005. p. 528-553
3. Henβge C, Madea B. Estimation of the Time Since Death in the Early Post-
Mortem Period. Forensic Science International. 2004; 144; 167–75.
4. Sampurna, Budi, et al. 2003. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Universitas
Indonesia.
5. Eng, V dan Oktavinda S. 2014. Tanatologi dalam Kapita Selekta Kedokteran
edisi . Jakarta: Media Aesculapius.
6. Thanos C.A, Djemi T, dan Nola T.S.M. 2016. Livor mortis pada Keracunan
insektisida golongan organofosfat di kelinci. Jurnal e-Clinic (eCI), Volume 4,
Nomor 1, Januari-Juni 2016
7. Bardale, R. 2011. Principle of Forensic Medicine and Toxicology. New Delhi:
Jaypee Brother Medical Publisher
8. Tsokos M, eds. Postmortem Changes and Artifacts Occurring During the Early
Postmortem Interval. In: Forensic Pathology Reviews Vol 3. Germany :
Humana Press;2005. p: 189-235.
9. Payne, J. Simpson’s Forensic medicine 13th edition. London : Hodder Arnold
An Hachette UK Company; 2011. p46
10. Dix J, Graham M. Time of Death (Postmortem Interval) and Decomposition
dalam Time of death, decomposition and identification: an atlas. 2000.
Florida: CRC Press LLC
11. Catts EP. Problems in Estimating the Postmortem Interval in Death
Investigations. J. Agric. Entomol. October 1992; 9(4); 245-55.
12. Death : Meaning, Manner, Mechanism, Cause and Time. Chapter 11.
13. Kercheval J. 1997. Standards Employed to Determine Time of Death.
Disajikan dalam AAFS New York Meeting, New York, NY, 17 – 22
Februari.

Anda mungkin juga menyukai