Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas penyertaan-Nya,

kami dapat menyelesaikan referat dengan judul, Descemet Stripping Endothelial

Automatically Keratoplasty (DSAEK). Referat ini dibuat sebagai salah satu

persyaratan mengikuti ujian dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata.

Mengingat pengetahuan dan pengalaman kami yang terbatas, maka kami

sebagai penyusun referat sadar bahwa masih banyak kekurangan dari segi isi,

susunan Bahasa, maupun sistematika penulisan. Untuk itu, kami sebagai penyusun

referat mengharapkan kritik dan sarat yang bersifat membangun kedepan.

Pada kesempatan yang baik ini, penulis mengucapkan banyak

terima kasih kepada Dr. dr. Jannes Fritz Tan, Sp.M selaku pembimbing

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata di RS UKI , yang telah memberikan

bimbingan dan masukan yang berguna dalam proses penyusunan referat ini.

Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang

juga turut serta dalam upaya penyusunan referat ini. Akhir kata kami sebagai

penyusun berharap kiranya referat ini dapat menjadi informasi yang berguna bagi

tenaga medis, profesi yang bergerak dalam bidang kesehatan, dan juga kaum awam

yang terkait dengan DSAEK, khususnya perkembangan terbaru akan DSAEK.

Jakarta, Maret 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Anatomi Kornea ....................................................................................... 4

1.3 Fisiologi Kornea ....................................................................................... 7

1.4 Fisiologi Endotel Kornea ………………………………………………..

1.5 Patofisiologi Kerusakan Kornea………………..……….…………………11

1.6 Penyakit yang Berhubungan dengan Endotel Kornea………………

1.6.1 Distrofi Kornea Endotel Fuchs

1.6.2 Pseudoafakia bullous keropati

1.6.3 Distrofi endotel Herediter Bawaan

1.6.4 Iridocorneal Syndrome

ii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................Error! Bookmark not defined.

2.1. Definisi DSAEK .........................................Error! Bookmark not defined.

2.2. Indikasi Tindakan DSAEK .........................Error! Bookmark not defined.

2.3. Alat dan Prosedur Tindakan DSAEK .........Error! Bookmark not defined.

2.4. Hasil dan Efek Samping Tindakan DSAEKError! Bookmark not defined.

2.5. Komplikasi Tindakan DSAEK ....................Error! Bookmark not defined.

BAB III PEMBAHASAN ....................................Error! Bookmark not defined.

3.1. Perkembangan Terbaru Mengenai DSAEK Error! Bookmark not defined.

3.2. Keuntungan dan Kerugian DSAEK ............Error! Bookmark not defined.

BAB IV KESIMPULAN ......................................Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 16

iii
DAFTAR TABEL

iv
DAFTAR GAMBAR

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kornea adalah bagian mata yang transparan dan berposisi paling luar yang

menutupi iris, pupil, dan bilik mata anterior. Kornea terdiri dari lima lapisan yaitu,

epitelium, membran bowman, stroma, membran desement, dan endotelial.

Endotelium merupakan lapisan paling dalam serta lapisan paling tipis, yang

bertanggung jawab untuk menjaga kornea agar berada pada kondisi terehidrasi yang

mana ini berfungsi untuk menjaga transparansi kornea.1

Sel-sel endotelial akan mengalami regenerasi dengan laju yang sangat

lambat dibandingkan dengan proses atau laju peluruhannya sehingga jumlah sel

endotelial akan cepat menurun sampai usia 25 tahun. Untuk mempertahankan

kejernihan dari kornea, jumlah sel endotelial harus tetap konstan walau dalam

keadaan kritis sekalipun. Namun, pada beberapa penyakit seperti Fuch’s Corneal

Dystrophy, Pseudophakic Bullous Keratopathy, Posterior Polymorphous Corneal

Dystrophy, Iridocorneal Endothelial (ICE) Syndrome, dekompensasi endotelial,

dan kegagalan tindakan Penetrating Keratoplasty (PK) diketahui akan

mempengaruhi jumlah sel endotelial. Oleh sebab itu, beberapa tindakan telah

dikembangkan untuk transplantasi lapisan endotelial, seperti penetrating

keratoplasty (PK), keratoplasti endotelial dalam, Descemet Stripping Automated

1
Endothelial Keratoplasty (DSAEK) dan Descemet’s Membrane Endothelial

Keratoplasty (DMEK).1

Sejak tahun 1998, berbagai teknik keratoplasti endotelial telah dilakukan

untuk transplantasi lamelar dari endotel kornea dengan cangkok posterior melalui

sayatan skleral atau limbal. Setelah pengenalan Descemet Stripping Endothelial

Keratoplasty (DSEK) pada tahun 2003, konsep keratoplasti endotelial diadopsi di

seluruh dunia dan difasilitasi oleh prediseksi mikrokeratome jaringan donor melalui

apa yang disebut Descemet Stripping Automated Endothelial Keratoplasty

(DSAEK). Teknik DSEK / DSAEK mungkin lebih disukai daripada keratoplasti

penetrasi konvensional karena tidak adanya sayatan pada permukaan kornea atau

jahitan yang dapat membatasi astigmatisme pasca operasi, komplikasi terkait

jahitan, dan hasil luka yang disebabkan operasi.6

DSAEK adalah suatu prosedur operasi pilihan untuk kerusakan endotel

tanpa jaringan parut stoma. Prosedur operasi ini sudah berevolusi secara signifikan

di beberapa dekade terakhir. Pada permulaannya, DSAEK dilakukan dari rute

anterior dan sekarang, pendekatannya secara bertahap secara posterior. DSAEK

menggunakan mikrokeratom automatis dalam prosedur operasinya, dengan

demikian endotelial kornea yang rusak dan desemet membran secara selektif

diangkat dan endotelium kornea dari pendonor di transplantasi ke dalam carier

descemet’s membrane dan posterior stroma yang memiliki variasi ketebalan sekitar

130-240 µm. Dibandingkan dengan cara konvensional PK, DSAEK memiliki

keuntungan pemulihan pasca operasi dan rehabilitasi visual yang lebih baik,

2
perubahan minimal astigmatik, retensi dari corneal tectonic strength dan resiko

yang rendah dalam rejeksi terhadap sel endotelial. 1,2,3,4

Akan tetapi DSAEK berhubungan dengan kemampuan menangani dan

memanipulasi dari jaringan pendonor yang mana akan mengakibatkan komplikasi

seperti kegagalan pencakokan iatrogenik primer dan dislokasi pencakokan.

Walapun dokter mata memiliki pengalaman dalam DSAEK, mata dengan segmen

anterior yang patologis atau pernah menjalankan operasi pada segmen anterior

sebelumnya dapat membuat pencakokan lebih menantang dalam peningkatkan

resiko komplikasi intraoperatif dan postoperatif.4

DSEK / DSAEK mungkin masih menghadapi tiga tantangan besar.

Pertama, rehabilitasi visual setelah DSEK / DSAEK masih relatif lambat,

sedangkan ketajaman visual akhir umumnya terbatas pada 20/40 (0,5). Kedua,

DSAEK mungkin kurang dapat diakses oleh banyak ahli bedah kornea karena

investasi yang tinggi diperlukan untuk persiapan jaringan donor, seperti

microkeratome, atau karena jaringan pre-cut dari bank mata relatif mahal. Ketiga,

teknik implantasi DSEK / DSAEK saat ini telah dilaporkan menyebabkan lebih

banyak kerusakan sel endotel donor daripada pada penetrasi keratoplasty, yang

berpotensi mengakibatkan tingkat kelangsungan hidup transplantasi yang

terganggu.6

3
1.2 Anatomi Kornea

Kornea adalah jaringan transparan yang disisipkan ke dalam sklera pada

limbus, lengkung melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea

dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 μm di pusatnya, diameter horizontalnya

sekitar 11,75 mm dan diameter vertikalnya adalah 10,6 mm. Dari anterior ke

posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang

berbatasan dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran

Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus

kornea. Sepertiga radius tengah disebut zona optik dan lebih cembung sedangkan

tepinya lebih datar, dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. 7,8

Gambar 1.Anatomi kornea dan lapisan kornea. (a) Bagian dari bagian anterior
mata; (B) Bagian kornea yang menggambarkan enam lapisan; (c) Gambar
mikroskopis confocal in vivo dari endotel kornea

4
Kornea normal terdiri dari lima lapisan, termasuk epitel, lapisan Bowman,

stroma, membran Descemet, dan endotelium. Sel-sel endotel membentuk

monolayer heksagonal tunggal yang terletak di kornea posterior. 22

a. Lapisan epitel

Lapisan epitel terdiri atas 5-6 lapis sel. Epitel kornea adalah non keratinizing

squamous layer yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel

polygonal dan sel gepeng. Pada sel basal terdapat mitosis sel dan sel muda

terdorong ke depan menjadi sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi

sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel

poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden. Ikatan ini

menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.


7,9

b. Membran bowman

Lapisan jernih aseluler yang terletak dibawah membran basal epitel kornea

yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur dan berasal dari bagian

depan stroma. Membran bowman tidak mempunyai daya regenerasi.2

c. Stroma kornea

Stroma menyusun 90% ketebalan korena yang tersusun atas lamella serat-

serat kolagen dengan lebar 10-250 μm dan tinggi 1-2 μm. Terdiri atas lamel

yang merupakan susunan kolagen tipe 1 yang sejajar satu dengan yang

lainnya. Stroma kornea tidak dapat beregenerasi. 7,8

5
d. Membran descemet

Membran descemet adalah lamina basalis endotel kornea yang aselular,

merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan

merupakan membrane basalnya. Bersifat sangat elastis dan berkembang

terus seumur hidup. Saat lahir tebalnya 3 μm dan terus menebal selama

hidup, mencapai 10-12 µm.7,8

e. Endotel

Endotel memiliki satu lapis sel yang berperan dalam memepertahankan

detugesensi stroma kornea. Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk

heksagonal, besar 20-40 m. Endotel melekat pada membran descement.

Endotel rentan terhadap trauma dan kehilangan sel-selnya seiring dengan

penuaan reparasi endotel hanya dalam bentuk pembesaran dan pergeseran

sel dengan sedikit pembelahan sel. Kegagalan fungsi endotel menyebabkan

edema kornea.7,8

Sel-sel endotel kornea manusia terletak di posterior kornea dan membentuk

satu monolayer heksagonal tunggal, yang dibentuk oleh gelombang pertama

migrasi sel-sel krista neural yang berasal dari tepi cawan optik invaginasi.

6
1.3 Fisiologi Kornea

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui

oleh berkas cahaya saat menuju retina. Sifat tembus cahaya kornea disebabkan oleh

strukturnya yang uniform, avascular dan deturgesens. Transparasi kornea

dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitas dan deturgensinya.

Deturgesensi, atau keadaan dehidrasi relative jaringan kornea, dipertahankan oleh

“pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel.

Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi, dan kerusakan

pada endotel jauh lebih serius dibandingkan kerusakan epitel. Kerusakan sel-sel

endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan, yang

cenderung bertahan lama karena terbatasnya potensi perbaikan fungsi endotel.

Kerusakan pada epitel biasanya hanya menyebabkan edema local sesaat pada

stroma kornea yang akan menghilang dengan regenerasi sel-sel epitel yang cepat.

Penguapan air dari film air mata prakornea menyebabkan film air mata menjadi

hipertonik, proses tersebut dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang

menarik air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan

dehidrasi.7

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar

longus, saraf nasosiliar, saraf ke V yang berjalan supra koroid, masuk ke dalam

stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya.

Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara. Daya regenerasi saraf

sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. 7,8

7
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquous,

dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari

atmosfer.7,8

1.4 Fisiologi Endothel Kornea

Dua peran utama sel endotel kornea adalah fungsi barrier, yang dimediasi

oleh protein seperti zonula occludens-1, dan fungsi pompa, yang dimediasi

oleh pompa aktif (Na + / K + -ATPase). Lapisan sel endotel terdiri dari

zonula occludens yang tidak lengkap yang memungkinkan molekul untuk

masuk stroma kornea dari ruang anterior. Pompa Na + / K + -ATPase aktif

secara osmotik mengalirkan air dan ion dari stroma kornea ke dalam cairan

berair, yang membantu menjaga ketebalan dan transparansi kornea. 22

Sel-sel endotel kornea ditangkap dalam fase G1 dari siklus sel dan biasanya

tidak berkembang biak dan regenerasi in vivo. Oleh karena itu, hilangnya

sel-sel endotel kornea menghasilkan pembesaran kompensasi dan migrasi

sel-sel residu.22

Endothelium kornea, yang terletak di membran basement (Descemet),

adalah lapisan kornea terdalam (Gambar 2). Lapisan ini memiliki fungsi

penghalang dan pompa yang penting untuk pemeliharaan kejernihan kornea.

Tidak seperti epitel, yang memiliki kapasitas memperbaharui diri ,

endotelium tidak berkembang biak. Oleh karena itu, kerusakan sel yang

disebabkan oleh berbagai patologi merangsang sel-sel endotel yang tersisa

8
untuk membesar dan bermigrasi untuk menutupi setiap kerusakan, dan

dengan demikian menjaga transparansi kornea. 22,23

Faktor yang menyebabkan kornea jernih adalah letak epitel kornea yang

tertata sangat rapi, letak serabut kolagen yang tertata rapi dan padat, kadar

air yang konstan (yang dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada

endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel, tidak mempunyai

pembuluh darah). Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya

seragam, avaskularitas dan deturgensinya. 7,8

Pentingnya endotel kornea dalam menjaga transparansi kornea pertama kali

diakui oleh Leber yang menemukan bahwa cairan akan menembus preparasi

membran Descemet yang terisolasi lebih mudah setelah endotelium disikat

daripada dengan endotelium yang utuh. Pentingnya "membran pembatas",

epitelium dan endotelium, tetapi terutama endotelium, untuk pemeliharaan

dehidrasi stroma. dan transparansi kemudian ditegaskan kembali, dan

ditemukan bahwa fungsi deturgesensi (keadaan dehidrasi relatif kornea)

dari posterior kornea membutuhkan metabolisme aktif. Jika suhu berkurang,

akan menghambat hasil metabolisme seluler dalam hidrasi stroma dan

hilangnya transparansi. 22.23

Sementara penghangatan kembali memungkinkan untuk ketebalan dan

transparansi mendekati normal, yang disebut sebagai fenomena

"pembalikan suhu". Inaktivasi mekanisme deturgesensi juga ditunjukkan

sebagai hasil dari kekurangan oksigen dan efek dari penghambat

9
metabolisme. Hasil-hasil ini mengarah pada pencarian mekanisme pompa

air aktif dalam kornea, seperti mekanisme natrium-kalium yang bergantung

pada ATP yang diketahui sangat penting di jaringan pengangkut cairan

lainnya. Namun, demonstrasi dari potensial listrik koral posterior kecil yang

merupakan sisi lensa (-), membuatnya tidak mungkin bahwa mekanisme

transportasi cairan dari endothelium bergantung pada kation (Na-K),

gradien listrik berada pada arah yang salah. Telah ditentukan bahwa

mekanisme pompa yang terutama bertanggung jawab untuk deturgesensi

stroma kornea tergantung pada anion bikarbonat yang secara konstan dan

aktif dipompa dari stroma ke dalam air oleh endothium. Dalam modifikasi

model "pompa bocor".22

Air meresapi kornea posterior dan air menjadi secara osmotik digabungkan

dengan ion bikarbonat yang kemudian secara aktif diangkut kembali ke

dalam air. Ada bukti yang baik bahwa mekanisme transportasi bikarbonat

adalah elektrogenik, dan tergantung pada ATPase anion (bikarbonat). 22,23

Pasokan bikarbonat ke pompa endotel berasal dari dua sumber: dua pertiga

dipasok oleh ion bikarbonat eksogen dan sepertiga dengan konversi CO2

eksogen oleh karbonat anhidrase di endotelium. 23

10
Gambar. 2. "Pompa" endotel adalah mekanisme pelepasan primer kornea.
Kebocoran air ke kornea posterior dan air secara aktif diangkut oleh kopling
osmotik lokal dengan bikarbonat kembali ke ruang anterior. (Dimodifikasi dari
Hodson, mikrograf elektron asli 320 X 7,280.)
asli 320 X 7,280.)

1.4. Patofisiologi Kerusakan Endotel Kornea

Karakteristik endotel kornea manusia, yang sangat penting secara klinis,

adalah bahwa endotelium memiliki kapasitas terbatas untuk mitosis: jika

endotelium cedera, ia diperbaiki dengan hipertrofi dan penggeseran sel-

sel yang tersisa. mempertahankan atau mengembalikan penutup lengkap

kornea posterior. Endotel kornea manusia, yang biasanya tidak memiliki

kemampuan untuk perbaikan mitosis, mengalami proliferasi abnormal

dan / atau metaplasia di atas trabekulum dan iris setelah trauma. Berikut

ini adalah penyakit-penyakit yang menyebabkan kerusakan endotel

kornea. 23

11
1.5. Penyakit yang berhubungan dengan kerusakan endotel kornea

1.5.1 Distrofi kornea endotel Fuchs

Distrofi ini disebabkan oleh kombinasi faktor lingkungan dan

genetik yang kompleks. FECD dapat dikategorikan sebagai onset

dini atau onset lambat. FECD onset dini, yang didefinisikan

dengan baik secara genetik dan klinis, adalah penyakit keluarga

yang jarang dan hampir selalu dengan pewarisan dominan

autosomal.25 Bentuk onset lambat, yang menyumbang mayoritas

pasien, tampaknya memiliki autosom-dominan. pola transmisi

dengan penetrasi yang tidak lengkap. Bentuk penyakit ini

biasanya muncul pada dekade kelima kehidupan dan kemajuan

lebih dari dua dekade berikutnya. FECD onset lambat lebih

heterogen secara genetik dari pada onset awal, dan hanya beberapa

pasien yang menunjukkan pengelompokan keluarga. 23

Bentuk awal-awal FECD telah dikaitkan dengan mutasi pada gen

COL8A2. penyakitnya adalah FCD1, FCD2, FCD3, dan FCD4.


22,23

12
1.5.2 Psedofakia bulous keropati

Keratopati bulosa pseudofakia ditandai oleh edema stroma kornea

dengan bula epitel dan subepitel karena kehilangan sel dan

dekompensasi endotel melalui trauma selama operasi. Penyebab

utama terjadinya keratoplasti bulosa adalah hilangnya sel endotel

karena trauma bedah. Jenis operasi juga mempengaruhi risiko

dekompensasi konea pasca operasi, resiko ini lebih rendah untuk

fakoemulsifikasi dari pada teknik lain yang digunakan dalam

operasi katarak, terutama ekstrasi katarak ekstrakapsular. Insiden

terbanyak terjadi pada operasi katarak pada pasien usia dekade

keenam dengan atau tanpa implantasi lensa. Penyakit ini ditandai

dengan adanya edema kornea kronis yang disebabkan oleh disfungsi


22
sel endotel kornea dan terdapat bula (lepuh) pada subepitel.

Penyakit ini juga ditandai dengan fibrosis yang luas dengan

abnormal deposisi protein matriks ekstraseluler, tenasein-C dan

fibrin. Terdapat pula peningkatan kadar IL-2, IL-8, TGF-β dan bone

marraw factor-4 (BMP-4). Pseudofakia bullosa keratopati sering

disertai dengan jaringan parut dan neovaskular. Normalnya,

kepadatan sel endotel >3500 sel/mm2 pada anak-anak akan menurun

bertahap sesuai usia sekitar 2000 sel/mm2 pada orang tua dan 2400

sel/mm2 pada orang dewasa. 23,25

Jumlah sel endotel berkurang 0,6% per tahun. Pada keratoplasti

bulosa kepadatan sel endotel sekitar 300-500 sel/mm2. Pasien

13
dengan pseudofakia mengalami penurunan penglihatan, robekan,

dan nyeri yang disebabkan oleh bula epitel yang pecah. Keratopati

bulosa dapat terjadi sekitar pada 1 hingga 2% dari pasien yang

menjalani operasi katarak. 23,25

Gambar 3. Psuodofakia bullous keropati

1.5.3. Distrofi endotel herediter bawaan (Congenital hereditary endothelial

dystrophy )

Prevalensi CHED1 adalah <1 / 1.000.000. CHED2 adalah penyakit resesif

autosomal dan muncul dengan kekeruhan stroma saat lahir atau segera

sesudahnya. Data epidemiologis mengenai insiden atau prevalensinya

tidak tersedia. Telah disarankan bahwa CHED1 adalah jenis PPCD

dengan onset awal dekompensasi kornea. 22

14
1.5.4. Iridocorneal Syndrome (ICE)

Sindrom ICE ditandai oleh abnormalitas proliferatif dan struktural

dari endotel kornea, obstruksi progresif dari sudut iridocorneal, dan

anomali iris seperti atrofi, koreksi, dan polycoria. Konsekuensi dari

perubahan ini adalah dekompensasi kornea dan glaukoma sekunder,

yang mewakili penyebab paling sering dari kehilangan penglihatan

pada pasien ini. 22, 24

Kornea yang dipengaruhi oleh sindrom ICE dikatakan menunjukkan

perubahan endotel yang luas di awal perjalanan penyakit, sebelum

manifestasi lainnya jelas secara klinis. Limfosit sering ditemukan di

endotelium, yang hanya dapat ditemukan pada awal proses penyakit.

Epitelisasi lapisan sel endotel telah dibuktikan dengan

menggunakan studi imunohistokimia, yang menghasilkan

proliferasi sel pada sudut iridocorneal yang serupa dengan yang

terlihat pada pertumbuhan epitel epitel dan distrofi endotel polimorf

posterior. Profil iris abnormal telah dilaporkan menggunakan

pemindaian OCT segmen anterior. 24

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Khan S, Shiakolas P, Mootha V. Descemet’s Stripping Automated

Endothelial Keratoplasty Tissue Insertion Devices. Journal of Opthalmic

and Vision Research. 2015;10(4):461-468

2. Dapena I, Ham L, Melles G. Endotelial Keratoplasty DSAEK/DSEK or

DMEK – thinner or better. Curr Opin Ophthalmol. 2009;20:299-307

3. Stuart A, Mannis M, Slomovic A, Suh L. Performing DSAEK A Step by Step

Guide. Diambil dari www.eyenet.org. Pada tanggal 26 Februari 2019.

4. Khor W, Kim T. Descemet’s Stripping Automated Endothelial Keratoplasty

with A Donor Tissue Injection. J Cataract Refract Surg. 2014(40):1768-

1772.

5. Dickman M, Kruit P, Remeijer L, Rooij J, Lelij A, Wijdh R, Biggelar F, et

al. A Randomized Multicenter Clinical Trial of Ultrathin DSAEK. 2016.

American Academy of Ophthalmology. 2016; 123:2276-2284

6. Mohebbi M, Rahmi F, Hashemian M. Effect of Venting Incisions on Graft

Attachment in Descemet’s Stripping Automated Endothelial Keratoplasty.

Journal of Current Ophthalmology. 2018. (30):142-146.

7. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Kornea. Dalam : Oftalmologi Umum Vaughan

& Asbury’s edisi 17. Jakarta. EGC. 2009 ; 125-138.

8. Sidarta I. Keratitis. Dalam : Ilmu penyakit mata edisi Kelima. Jakarta. Balai

Penerbit FKUI. 2015;152-160

16
9. Suhardjo H, Agni AN. Keratitis. Dalam : Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta.

Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.

2017 ; 47-59.

10. Droutas K, Lazaridis A, Papaconstantinou D, Brouzas D, Moschos M,

Schulze S, Sekundo W. Visual out come after descemet’s membrane

endothelial keratoplasty versus descemet’s stripping automated endothelial

keratoplasty – comparison of specific matched pairs. Cornea. 2016;35:756-

771.

11. Sarnicola V, Millacci Chiara, Sarnicola E, Sarnicola C, Sabatino F,

Ruggiero A. Suture pull through insertion of graft donor in descement

stripping automated endothelial keratoplasty : result of 4 year follow up.

Taiwan Journal of Ophthalmology. 2015(5): 144-119.

12. Kanellopoulos J, Asimellis G. Ocular tissue adhesive application in DSAEK

a comperative study. JOJ Ophthal. 2015;1(2):1-6.

13. Rooij J, Engel A, Remeijer L,Wubbels, Cleijnenbreugel HV. Longterm

functional & anatomical functional DSAEK. Journal of Ophthalmology.

2017;1-5.

14. Hosny M, Marrie A, Sidky M, Gamal S. Result of femtosecond laser

assisted DSAEK. Journal of Ophthalmology.2017;1-11.

15. Phillips PM, Phillips LJ, Muthappan V, Maloney CM, Carver CN.

Experienced DSAEK surgeon’s transition to DMEK: outcome comparing

the last 100 DSAEK surgeries with the first 100 DMEK surgeries

17
exclusively using previously published techniques. European Journal of

Ophthalmology. 2017;36:275-279

16. Marques RE, Guerra PS, Sousa DC, Goncalves AI, Quintas AM, Rodrigues

W. DMEK vs DSAEK for FUCH’ endothelial Dystrophy : a meta-analysis.

European Journal of Ophthalmology. 2018 ; 1-8.

17. Uchino Y, Shimmura S, Yamaguchi T, Kawakita T, Matsumoto Y, Negishi

K, Tsubota K. Comparison of corneal thickness and haze in DSAEK and

penetrating keratoplasty. Cornea. 2011;30:287-290.

18. Sharma N, Maharana PK, Singhi S, Aron N, Patil M. Descemet’s stripping

automated endothelial keratoplasty. Indian J Ophthalmol 2017;65:198-209.

19. Terry MA, Shamie N, Chen ES, Phillips PM, Shah AK, Hoar KL, Friend

DJ. Endothelial keratoplasty for fuch dystrophy with cataract. American

Academy of Ophthalmology. 2009;116:631-639.

20. Li S, Liu L, Wang W, Huang T, Zhong X, Yuan J, Liang. Efficacy and safety

of descemet’s membrane endothelial keratoplasty versus descemet’s

stripping endothelial keratoplasty : a systematic review and meta-analysis.

PLOS ONE. 2017. 12 (12);1-21.

21. Nuzzi R, Marolo P, Tridico F. From DMEK to corneal endothelial cell

therapy : technical and biological aspects. Journal of

Ophthalmology.2018;1-8.

22. Feizi S. Corneal endothel cell dysfunction: etiologies and management :

Therapeutic Advanced in Ophthalmology. NCBI. 2018 Dec

7. doi: 10.1177/2515841418815802.

18
23. Bahn, C. F., & Sugar, A. (1981). Endothelial physiology and intraocular

lens implantation. American Intra-Ocular Implant Society Journal, 7(4),

351–364. doi:10.1016/s0146-2776(81)80035-3

24. Walkden A. Au L. Iridocorneal endothelial syndrome: clinical


perspectives. Devopress Clinical Ophthlmology. 175.158.47.13 on 22-Mar-
2018
25. Stefan P, et al. Pseudophakic bullouskeratopathy. Romanian Jurnal of

ophthalmology. 2017; 61(2):90-94

19

Anda mungkin juga menyukai