Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Asuhan Keperawatan Ablasi Retina”.Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah
satu tugas seminar Keperawatan Gawat Darurat II.Kami menyadari bahwa dalam makalah ini
banyak mengalami hambatan, baik materi, tata bahasa, maupun isi.Hal ini dikarenakan
keterbatasan dan pengalaman kami, tetapi dengan bantuan dan dorongan dari berbagai pihak
akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Supriadi, S.Kp., M.H.S selaku koordinator Mata Kuliah Keperawatan Gawat
Darurat II.
2. Bapak Usman, M. Kep selaku dosen pengajar dan dosen pembimbing kelompok 1 Mata
Kuliah Keperawatan Gawat Darurat II.
3. Ibu Lestari Makmuriana, M. Kep selaku dosen pengajar Mata Kuliah Keperawatan Gawat
Darurat II.
4. Bapak Jaka Pradika, M. Kep selaku dosen pengajar Mata Kuliah Keperawatan Gawat
Darurat II.
5. Kedua orang tua dan saudara tercinta di rumah yang telah banyak memberikan dukungan
baik berupa moril, dan materil, serta doa yang diberikan kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
6. Teman – teman mahasiswa/i kelas S1 B STIK Muhammadiyah Pontianak yang telah
memberikan dukungan dan saran kepada kami sehingga makalah ini terselesaikan.
7. Pihak – pihak lain yang tidak bisa kami uraikan satu – persatu yang juga telah banyak
membantu kami berupa semangat maupun doa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan.Oleh sebab itu, kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk membuat makalah yang lebih baik
lagi kedepannya.Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat
dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari – hari. Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Pontianak, 06 September 2018

Kelompok 1

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 1


DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 3
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 3
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 4
C. Tujuan ............................................................................................................................. 4
1. Tujuan Umum ............................................................................................................. 4
b. Tujuan Khusus............................................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN TEORI ...................................................................................................... 5
A. Anatomi dan Fisiologi Retina ......................................................................................... 5
B. Definisi ............................................................................................................................ 6
C. Klasifikasi ....................................................................................................................... 7
D. Etiologi ............................................................................................................................ 7
E. Manifestasi Klinis ........................................................................................................... 8
F. Patofisiologi .................................................................................................................... 8
G. Pathway ......................................................................................................................... 10
H. Pemeriksaan Diagnostik................................................................................................ 10
I. Penatalaksanaan ............................................................................................................ 11
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ................................................................................... 13
A. Pengkajian ..................................................................................................................... 13
B. Diagnosa Keperawatan ................................................................................................. 16
C. Rencana keperawatan.................................................................................................... 16
BAB III PENUTUP ................................................................. Error! Bookmark not defined.
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 19
B. Saran ............................................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 20

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit pada retina merupakan penyebab terbesar terjadinya penurunan
penglihatan pada negara barat tetapi mungkin lenih jarang pada negara yang berkembang,
dimana kehilangan penglihatan disebabkan olrh penyebab yang dapat dicegah seperti
katarak dan sikatrik pada mata. Namun, survey berbasis populasi yang dilakukan di India
menunjukkan bahwa penyakit pada retina merupakan penyebab utama dari kebutaan
dengan persentase signifikan (12,7%) dari populasi yang diteliti. Sedangkan, di Amerika
dan Eropa insiden tahunan untuk penyakit retina atau ablasi retina antara 6-12 per 100.000
populasi pertahun telah dilaporkan. Survey berbasis populasi pada insiden ablasio retina di
negara berkembang masih jarang dan sedikit yang diketahui mengenai insiden ablasio
retina di Afrika (Gregory Luke Larkin, emedicine, 2008).

Retina pada mata seperti lapisan film pada kamera tempat objek yang dilihat oleh
mata, merupakan struktur yang sangat terorganisir, dengan kemampuan untuk memulai
pengolahan informasi penglihatan sebelum informasi tersebut ditransmisikan melalui
nervus optikus kekorteks visual. Begitu pentingnya fungsi retina, sehingga jika terdapat
gangguan atau kelainan pada retina dapat terjadi gangguan penglihatan dimana pasien
dapat mengalami penurunan baik pada visus maupun lapang pandangnya. Penglihatan
turun mendadak tanpa disertai adanya radang ekstraokular dapat disebabkan oleh beberapa
kelainan. Kelainan ini dapat ditemui pada nuritis optik, obstruksi vena retina sentral,
oklusi arteri retina sentral, perdarahan badan kaca, ambliopia, toksisk, histeria, retinopati
serosa sentral, amaurosis fugaks dan koroiditis, dan ablasi retina ( Ilyas, 2004).

Ablasi retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel
berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina yang mengandung
batang dan keucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif
ini tidak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan berakibat hilangnya
penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002).Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang
koroid atau sel pigmen epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh
darag koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang
menetap. Maka, antara kedua lapisan ini tidak terdapat perlengketan sehingga merupakan
titikmlemah yang potensial (Ilyas, S, 2008).

3
Resiko mengalami ablasi retina pasca operasi katarak juga sangat berbahaya,
dilaporkan bahwa lebih tinggi pada kasus dengan komplikasi prolaps vitreous, serta
beberapa keadaan penyakit mata yang telah diderita pasien seperti miopia tinggi tanpa atau
dengan lattice degeneration, serta riwayat ablasi retina pada mata sebelah. Angka kejadian
ablasi retina berkisar antara1-2% dimana menurut Coonan & Ho niasanya terjadi dalam
waktu 2 tahun pasca operasi tetapi, palimh sering dalam waktu 6 bulan pasca operasi
katarak.

Jika pada ablasio retina ini tidak segera dilakukan tindakan akan mengakibatkan
cacat penglihatan atau kebutaan. Oleh karena itu, kelompok kami akan membahas lebih
lanjut tentang Asuhan Keperawatan Ablasi Retina sehingga, kelainan mata ini dapat
dideteksi secara dini dan kecacatan maupun kebutaan akibat penyakit ini dapat
dihindarkan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Asuhan Kegawatdaruratan pada ablasi retina ?

C. Tujuan

a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Asuhan Kegawatdaruratan pada ablasi retina.

b. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi retina.
2) Untuk mengetahui definisi ablasi retina.
3) Untuk mengetahui etiologi ablasi retina.
4) Untuk mengetahui klasifikasi ablasi retina.
5) Untuk mengetahui patofisiologi ablasi retina.
6) Untuk mengetahui pathways ablasi retina.
7) Untuk mengetahui komplikasi ablasi retina.
8) Untuk mengetahui manifestasi klinis ablasi retina.
9) Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik ablasi retina.
10) Untuk mengetahui penatalaksanaan ablasi retina.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi Retina


Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang
menerima rangsangan cahaya.

Gambar I : Lapisan retina

Retina berbatas dengan koroid dan sel pigmen epitrl atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.

1. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapisan terluar retina terdiri atas sel kerucut dan
batang yang mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.
2. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
3. Lapisan nukleus luar, merupakan lapisan nukleus sel kerucut dan batang. Ketiga lapis
diatas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
4. Lapisan pleksifrom luar, merupakan lapisan aselular dan merupakan tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
5. Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel muller
lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
6. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aselular merupakan tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
7. Laposan sel ganglion yang merupakan lapisan badan sel daripada neuron kedua.
8. Lapisan serabut saraf, merupakan lapisan akson sel ganglion menuju ke arah saraf
optik, didalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah.
5
9. Membran limitan interna, merupakan menbran hialin antara retina dan badan kaca.
Warna retina biasanya jingga dan kadang0kadang pucat pada anemia dan
iskemia, merah pada hyperemia. Pembuluh darah didalam retina merupakan cabang arteri
oftalmika, arteri retina sentral masuk retina melalui papil saraf optik yang akan
memberikan nutrisi pada retina dalam. Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang
mendapat nutrisi dari koroid ( Ilyas, S, 20011). Retina merupakan jaringan tipis dan
transparan yang peka terhadap cahaya, yang terdiri dari sel-sel dan serabut saraf. Retina
melapisi dinding mata bagian dalam, berfungsi seperti film pada kamera foto, cahaya yang
melalui lensa akan difokuskan keretina. Sel-sel yang peka terhadap cahaya inilah yang
menangkap gambar dan menyalurkannya ke otak melalui saraf optik.

B. Definisi

Gambar II : retina normal dan ablasi retina

Ablasio berasal dari bahasa latin ablatio yang berarti pembuangan atau
terlepasnya salah satu bagian badan. Ablasi retina non regmatogen atau ablasio eksudat
adalah ablasi yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat dibawah retina dan mengangkat
retina. Ablasio retina ini dapat terjadi walaupun tindak dapat pemutusan retina atau traksi
vitreoretina ( Vaughan, GD, 2000).

Ablasi retina adalah suatu keadaan terpisahnya lapisan sensoris retina dari lapisan
epitel pigmen retina ( Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I).

6
Ablasi retina juga diartikan sebagai terpisahnya koroid didaerah posterior mata
yang disebabkan oleh lubang pada retina, sehingga mengakibatkan kebocoran cairan,
sehingga antara koroid dan retina kekurangan cairan (Barbara L. Chistensen, 1991).

C. Klasifikasi
Ablasi retina menurut cara terbentuknya :

1. Ablatio Rhegmatogen terjadi setelah terbantuknya tulang atau robekan dalam retina
yang menembus sampai badan mata masuk ke ruang sub retina, apabila cairan
terkumpul sudah cukup banyak dapat menyebabkan retina terlepas.
2. Ablatio oleh karena tarikan, terjadi saat retina mendorong keluar dari lapisan epitel oleh
ikatan atau sambungan jaringan fibrosa dalam badan kaca.
3. Ablation Eksudat (Non-Rhegmatogenus) terjadi karena penumpukan cairan dalam
ruang retina akibat proses peradangan, gabungan dari penyakit sistemik atau oleh tumor
intraokular, jika cairan tetap berkumpul, lapisan sensoris akan terlepas dari lapisan
epitel pigmen.

Gambar III : Klasifikasi ablasi retina


D. Etiologi
Berikut beberapa penyebaablasi retina menurut C. Smelzer, Suzanne, 2002 :

1. Terjadi akibat pukulan yang keras.


2. Trauma mata.
3. Malformasi Kongenital.
Malformasi kongenital atau cacat lahir adalah suatu kelainan struktural, perilaku, faal,
dan metabolik yang terdapat pada waktu lahir.

7
4. Kelainan metabolisme.
5. Penyakit vaskuler.
6. Inflamasi intraokuler.
7. Perubahan degeneratif dalam vitreus atau retina.
Retina adalah lapisan syaraf yang melapisi dinding mata bagian dalam dan peka
terhadap cahaya. Bagian ini akan menangkap bayangan yang masuk ke mata dan
diteruskan ke bagian otak tertentu kemudian oleh otak diterjemahkan menjadi suatu
benda yang kita lihat.Vitreus adalah sejenis cairan kental dan jernih yang mengisi dan
membentuk bola mata kita.Pada orang berusia muda vitreus berbentuk seperti agar-agar
(jeli). Semakin tua akan semakin cair.

E. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer, Arif, 2001 tanda dan gejalanya sebagai berikut :
1. Riwayat melihat benda mengapung atau pendaran cahaya atau keduanya.
2. Floaters dipersepsikan sebagai titik-titik hitam kecil/rumah laba-laba.
Sebagian besar Floaters tidak berbahaya dan tidak mempengaruhi penglihatan serta
tidak perlu diobati. Walaupun Floaters tidak akan menghilang seluruhnya tetapi
lambat laun gangguan Floaters ini dapat hilang dengan sendirinya. Kadangkala
Floaters merupakan gejala awal dari robeknya retina, jika ini terjadi maka merupakan
keadaan yang serius karena dapat menyebabkan kebutaan.
3. Pasien akan melihat bayangan berkembang atau tirai bergerak dilapang pandang ketika
retinabenar-benar terlepas dari epitel berpigmen.
4. Penurunan tajam pandangan sentral aau hilangnya pandangan sentral menunjukkan
bahwaadanya keterlibatan makula.

F. Patofisiologi
Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga
vesikel optik embriogenik.Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata yang matur
dapat berpisah (James B.,dkk, 2003) :

1. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi dapat
memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio
regmatogenosa).
2. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina, misalnya
seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio retina traksional).

8
3. Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat
proses eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina
eksudatif).
Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya robekan
retina atau lubang retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan pada mata
afakia. Perubahan yang merupakan faktor prediposisi adalah degenerasi retina perifer
(degenerasi kisi-kisi/lattice degeration), pencairan sebagian badan kaca yang tetap
melekat pada daerah retina tertentu, cedera, dan sebagainya(Hollwich, 1993).Perubahan
degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid. Sklerosis dan
sumbatan pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan berkurangnya perdarahan ke
retina. Hal semacam ini juga bisa terjadi pada miopia karena teregangnya dan menipisnya
pembuluh darah retina.Perubahan ini terutama terjadi di daerah ekuator, yaitu tempat
terjadinya 90% robekan retina.Terjadinya degenerasi retina pada mata miopia 10 sampai
15 tahun lebih awal daripada mata emetropia.Ablasi retina delapan kali lebih sering terjadi
pada mata miopia daripada mata emetropia atau hiperopia.Ablasi retina terjadi sampai 4%
dari semua mata afakia, yang berarti 100 kali lebih sering daripada mata fakia(Hollwich,
1993).

Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu dasawarsa lebih
awal daripada mata normal.Depolimerisasi menyebabkan penurunan daya ikat air dari
asam hialuron sehingga kerangka badan kaca mengalami disintegrasi.Akan terjadi
pencairan sebagian dan ablasi badan kaca posterior.Oleh karenanya badan kaca
kehilangan konsistensi dan struktur yang mirip agar-agar, sehingga badan kaca tidak
menekan retina pada epitel pigmen lagi.Dengan gerakan mata yang cepat, badan kaca
menarik perlekatan vireoretina.Perlekatan badan kaca yang kuat biasanya terdapat di
daerah sekeliling radang atau daerah sklerosis degeneratif. Sesudah ekstraksi katarak
intrakapsular, gerakan badan kaca pada gerakan mata bahkan akan lebih kuat lagi. Sekali
terjadi robekan retina, cairan akan menyusup di bawah retina sehingga neuroepitel akan
terlepas dari epitel pigmen dan koroid(Hollwich, 1993).

9
G. Pathway

Inflamasi intraokuler/tumor Perubahan degeneratif dalam vitreus

Peningkatan cairan eksudati/serosa Konsentrasi as. Hidlorunat berkurang

Vitreus menjadi semakin cair

Vitreus kolaps dan membengkak kedepan

Tarikan retina

Robekan retina Resiko Infeksi

Sel-sel retina dan darah terlepas

Retina terlepas dari epitel berpigmen

Penurunan tajam pandang sentral

Gangguan persepsi: penglihatan

H. Pemeriksaan Diagnostik
Berikut pemeriksaan yang bisa dilakukan menurut Ilyas, S, 2011 :
1. Pemeriksaan oftalmologi
a. Pemeriksaan visus
Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya lutea ataupun terjadi
kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang menghambat sinar masuk.
Tajam penglihatan akan sangat menurun bila makula lutea ikut terangkat.

10
b. Pemeriksaan lapang pandang
Akan terjadi lapang pandang seperti tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relatif
sesuai dengan kedudukan ablasi retina, pada lapang pandang akan terlihat pijaran api
seperti halilintar kecil dan fotopsia.
Pemeriksaan lapang pandang dapat dilakukan dengan :
1) Pemeriksaan konfrintasi, yaitu pemeriksaan dengan melakukan perbandingan
lapang pandangan pasien dengan si pemeriksa sendiri.
2) Pemeriksaan perimeter atau kampimetri
Lapang pandang normal adalah 90° temporal, 50° atas, 50° nasal, dan 65°
kebawah.
2. Pemeriksaan funduskopi
Merupakan salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasi retina dengan
menggunakan binokuler indirek oftalmoskopi. Pada pemeriksaan ini ablasi retina
dikenali dengan hilangnya refleks fundus dan pengangkatan retina. Retina tampak
keabu-abuan yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan
bermakna pada ruang subretina, didapatkan pergerakan undulasi retina ketika mata
bergerak. Suatu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat
pembuluh koroid dibawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreus yang
terdiri dari darah dan pigmen atau ruang retina dapat ditemukan mengambang bebas.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta antara lain glaukoma, DM,
maupun kelainan darah.
b. Pemeriksaan ultrasonografi
Yaitu okular B-Scan ultrasonografi juga digunakan untuk mendiagnosis ablasi retina
dan keadaan patologis lain yang menyertai seperti proliverative vitreoretinopati,
benda asing intraokuler. Selain itu, ultrasonografo juga digunakan untuk mengetahui
kelainan yang mnyebabkan ablasio retina eksudatif misalnya tumor dan posterior
skleritis.

I. Penatalaksanaan
Menurut C. Smelzer, Suzanne, 2002 yang harus dilakukan adalah :
1. Tirah baring dan aktivitas dibatasi.
2. Bila kedua mata dibalut, perlu bantuan orang lain untuk mencegah cidera.

11
3. Jika terdapat gelombang udara didalam mata, posisi yang dianjurkan harus
dipertahankan sehingga gas mampu memberikan tamponade yang efektif pada robekan
retina.
4. Pasien tidak boleh baring terlentang.
5. Dilatasi pupil harus dipertahankan untuk mempermudah pemeriksaan pasca operasi.
6. Cara pengobatannya :
a. Prosedur laser
Untuk menangani ablasi retina eksudatif/serosa sehubungan dengan proses yang
berhubungan dengan tumor atau inflamasi yang menimbulkan cairan subretina tanpa
robekan retina, tujuannya untuk membentuk jaringan parut pada retina sehingga
melekatkannya ke epitel berpigmen.
b. Pembedahan
Retinopati diabetika/trauma dengan perdarahan vitreus memerlukan pembedahan
vitreus untuk mengurangi gaya tarik pada retina yang ditimbulkan. Pelipatan sklera
merupakan prosedur bedah primer untuk melekatkan kembali retina.
c. Krioterapi transkleral
Dilakukan pada setiap robekan retina menghasilkan adhesi korioretina yang melipat
robekan sehingga cairan vitreus tak mampu lagi memasuki rongga subretina.
Sebuah/beberapa silikon (pengunci) dijahitkan dan dilipatkan ke dalam skler, secara
fisik akan mengidensi/melipat sklera, koroid, dan lapisan fotosenditif ke epitel
berpigmen, menahan robekan ketika retina dapat melekat kembali ke jaringan
pendukung dibawahnya, maka fungsi fisiologis normalya dapat dikembalikan.

12
BAB III
ASUHAN KEGAWATDARURATAN

A. Pengkajian
1. Kasus
Ny C berumur 39 tahun datang ke Rumah sakitpada tanggal 19 Maret 2015 pukul 09.00
WIB dengan keluhan kedua mata kabur sejak 10 hari yang lalu, tidak dapat melihat
dengan jelaswalau jaraknya dekat, terutama mata kiri hanya terlihat bayangan hitam,
kilatan cahaya tidak tampak. Klien mengatakan pandangan menjadi gelap seperti ada
rambut atau asap. Tidak ada riwayat trauma.Klien berobat ke dokter mata kemudian
diperiksa dan ternyata ada masalah di retina sebelah kiri. Dari anamnesis dan
pemeriksaan yang dilakukan didapatkan keadaan umum klien komposmentis, kedua
mata klien kabur, klien dapat menjawab pertanyaan dari perawat.Pada pemeriksaan
visus diperoleh mata kanan 1/300PI BSA dan mata kiri 1/300PI BSA. TD=
120/80mmHg, RR= 18 x/menit, Nadi 80 x/menit dan Suhu = 36,5 ˚C.
2. Pengkajian Primary
a. Airway
Untuk pengkajian airway, tindakan pertama yang harus dilakukan adalah memeriksa
pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya
sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan
nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011). Pada kasus diatasklien dapat menjawab
pertanyaan dari perawat maka, artinya klien dapat berbicara dengan baik. Oleh sebab
itu, tidak ada sumbatan jalan nafas.
b. Breathing
Pengkajian pada breathing dilakukan untuk menilai jalan nafas dan keadekuatan
pernafasan pada pasien, dengan cara look, listen, and feel (Wilkinson & Skinner,
2000). Untuk kasus ini, setelah dilakukan pengkajian dan pemeriksaan didapatkan
hasiltidak ada penggunaan otot bantu pernapasan, tidak ada batuk, pernapasan
baik/normal yaitu 18x/menit
c. Circulation
Pengkajian ini dilakukan pengecekan sistem sirkulasi disertai dengan kontrol
perdarahan (Holder, 2002). Pada pengkajian cirkulation yang perlu dilakukan yaitu
cek nadi, lakukan kontrol perdarahan, dan capilary refil. Sedangkan pada kasusnya

13
tidak ada perdarahan, nadi dalam batas normal yaitu 80x/menit, tidak ada syok dan
trauma.
d. Disabilities
Pada pengkajian primary, disability dikaji dengan menggunakan skala GCS
(E,V,M). Selain itu reaksi pupil dan juga reflek cahaya juga harus diperiksa. Untuk
GCS nyaE:4, V:5, M:6.
e. Expose, examine, evaluate
Pengkajian ini dilakukan dengan menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa
cidera, yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah
mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan ekstelnal. Setelah semuanya selesai,
tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi, kecuali jika diperlukan
pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011). Pada kasus tersebut lakukan pemeriksaan
dari kepala, leher, dan ekstremitas, setelah dilakukan pemeriksaan ternyata ada
masalah pada penglihata klien. Sedangkan, pada bagian yang lainnya tidak ada
masalah apapun, maka dari itu harus segera dilakukan tindakan pemeriksaan
lanjutan pada mata klien agar tidak terjadi kecacatan ataupun kebutaan.
3. Pengkajian Secondary
a. Anamnesis
Menurut Emergency Nursing Association, 2007) pengkajian yang dilakukan yakni :
1) Keluhan utama :
kedua mata kabur, tidak dapat melihat dengan jelas terutama mata sebelah kiri,
dan kilatan cahaya tidak tampak.
2) Riwayat masalah kesehatan sekarang :
Klien mengeluh kedua matanya kabur, tidak dapat melihat dengan jelas,
pandangan menjadi gelap seperti ada rambut atau asap.
3) Riwayat penyakit dahulu :
Klien mengatakan tidak ada penyakit lain ataupun penyakit yang berhubungan
timbulnya ablasio retina.
4) Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada keluarga yang mengalami/menderita penyakit seperti yang diderita
klien.
5) Riwayat psikososial :
(a) Pola pikir dan persepsi : klien sangat memikirkan pelaksanaan operasi dan
keadaan matanya. Harapan klien cepat sembuh dan segera dioperasi agar bisa
14
melakukan kegiatan sehari-hari seperti biasanya. Suasana hatinya cemas dan
gelisah, perhatian terfokus pada pelaksanaan operasi dan keadaan matanya.
(b) Pertahanan koping : karena klien cemas dan gelisah maka yang dapat
dilakukan perawat agar klien merasa nyaman dan aman adalah dengan
memberikan penjelasan mengenai penyakit/keadaan klien serta pelaksanaan
prosedur operasinya.
b. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum
Keadaan umum : komposmentis
TTV :
TD 120/80 RR 18 x/menit
N 80 x/menit Suhu 36,5 °C
2) Pemeriksaan mata
Pemeriksaan pada mata dibagi berdasarkan segmen-segmen, yaitu :
(a) Pemeriksaan segmen anterior :
i. Tidak ada pembengkakan pada palpebrae,(biasanya pada klien post
operasi ablasio retina, palpebraenya akan bengkak).
ii. Keadaan lensa jernih, (bila tidak ada komplikasi lain, maka keadaan
lensanya adalah jernih).
iii. Keadaan pupilnyasetelah masuk rumah sakit akan melebar sebagai
akibat dari pemberian atropin.
iv. Kamera Okuli Anteriornya (bilik mata depan) dalam.
v. Konjungtiva bewarna merah (biasanya pasien post operasi akan
mengalami hiperemi pada konjungtivanya).
(b) Pemeriksaan segmen posterior
i. Corpusvitreum ada kelainan.
ii. Pupil syaraf optiknya ada.
3) Pemeriksaan diagnostic
(a) Visus, untuk mengetahui tajam penglihatan, adakah penurunan atau tidak
dan untuk mengetahui sisa penglihatan yang masih ada. Pengujian ini
dengan menggunakan kartu snelen yang dibuat sedemikian rupa
sehingga huruf tertentu yang dibaca dengan pusat optik mata membentuk
sudut 500 untuk jarak tertentu. Pada ablasio retina didapatkan penurunan
tajam penglihatan.
15
(b) Funduskopi, untuk mengetahui bola mata seperti warna retina, keadaan
retina, reflek dan gambaran koroid. Pada pemeriksaan ini ablasi retina
dikenali dengan hilangnya refleks fundus dan pengangkatan retina.
Retina tampak keabu-abuan yang menutupi gambaran vaskuler koroid.
Robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh
koroid dibawahnya.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operasi
a. Gangguan persepsi sensori penglihatan b.d gangguan penerimaan sensori/status
organ indera
b. Ansietas b.d Tindakan Pembedahan
2. Post Opersi
a. Nyeri akut b.d luka post op.
b. Resiko infeksi b.d insisi post op.

C. Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan Catat Perkembangan
Gangguan Persepsi Sensori Penglihatan S:
- Klien mengeluh kedua mata kabur sejak 10
hari yang lalu
- Klien mengatakan tidak dapat melihat jelas
walau jarak dekat
- Klien mengeluh mata kiri hanya terlihat
bayangan hitam, kilatan cahaya tidak
nampak
- Klien mengatakan pandangan menjadi
gelap seperti ada rambut/asap
- Klien mengatakan tidak ada riwayat trauma
O:
- KU: Compos mentis
- Kedua mata klien kabur
- Klien dapat menjawab pertanyaan dari

16
perawat
- Pemeriksaan visus, kanan : 1/300PI BSA
kiri : 1/300PI BSA
- TTV:
TD : 120/80 mmHg
RR : 18x/menit
N : 80x/menit
S : 36,5°C
A: Gangguan Persepsi Sensori Penglihatan
b.d gangguan penerimaan sensori/status
organ indera
P:
- Orientasikan klien tentang lingkungan
- Observasi tanda-tanda disorientasi
- Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi
bel pemanggil dalam jangkauan
I:
- Mengorientasikan klien tentang
lingkungan
- Mengobservasi tanda-tanda disorientasi
- Meletakkan barang yang
dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam
jangkauan
E : Masalah belum teratasi
R : Melakukan tindakan pembedahan
Ansietas S:
- Klien tampak memikirkan pelaksanaan
operasi dan keadaan matanya.
- Klien berharap cepat sembuh dan segera
dioperasi agar bisa melakukan kegiatan
sehari-hari seperti biasanya
- Klien mengatakan cemas dan gelisah
O : TTV:

17
TD : 120/80 mmHg
RR : 18x/menit
N : 80x/menit
S : 36,5°C
A : Ansietas b.d Tindakan Pembedahan
P:
- Gunakan pendekatan yang menenangkan
- Jelaskan semua prosedur
- Temani pasien untuk memberikan
keamanan dan mengurangi takut
- Ajarkan pasien menggunakan teknik
relaksasi
- Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, persepsi
I:
- Menggunakan pendekatan yang
menenangkan
- Menjelaskan semua prosedur
- Menemani pasien untuk memberikan
keamanan dan mengurangi takut
- Mengajarkan pasien menggunakan teknik
relaksasi
- Mendorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, persepsi
E : Masalah Teratasi
R : TTV dalam batas normal

18
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya lapisan sensoris retina dari
lapisan epitel pigmen retina.Dapatdibagidalam 3 klasifikasiyaituablatio rhegmatogen,
ablationoleh karena tarikandanablatio eksudatif. Ablasio retina terjadinya karena adanya
robekan retina atau lubang retina, miopia, usia lanjut, dan mata
afakia.Gejalaterjadidenganpenurunandrastis
pandangandanbayanganbendadapatterlihatsepertititik-titikmembentuk jaring laba-
laba.Permasalahaninidapat di atasidenganpenatalaksanaanmedisyaituprosedur laser,
pembedahandanKrioterapi transkleral.

B. Saran
Padakasusablasio retina inidapatdikenalidenganberbagaimanifestasiklinis yang
telahdijelaskan di atas.Untukmencegahterjadinyakeparahan yang
dialamimakaalangkahlebihbaiknyajikadiberikanintervensilebihawallagi.

19
DAFTAR PUSTAKA

C. Smeltzer, Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Brunner & Suddart).
Edisi 8.Volume 3. Jakarta. EGC

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta. Media
Aescupalius

Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. 2004. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
DG, Asbury T, Eva PR. Ablasi retina. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Alih Bahasa Tambajong
J, Pndit UB. Jakarta. Widya Medika; 2006 : 207-209.
James Bruce, dkk. Ablasi retina.Oftamologi, Edisi ke 9. Ciracas Jakarta. Erlangga; 2003 :
116-120.
Simanjuntak, Gilbert WS. 2009. Surgical Result of Pseudophakic Retinal Detachment in
CikiniHospital-School of Medicine Christian University of IndonesiaJakarta.Jurnal
Oftalmologi Indonesia : Vol. 7, No. 02.

20

Anda mungkin juga menyukai