Anda di halaman 1dari 40

Asuhan Keperawatan Penyakit Katarak Dan Glaukoma

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal
Bedah II yang Diampu oleh :

Sri Sumartini, S.Kp., M.Kep.

Disusun Oleh :

Suliaswati (1807597)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak
akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang


Keperawatan Medikal Bedah khususnya tentang “Asuhan Keperawatan Pada
Penyakit Katarak Dan Glaukoma”. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan
berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari
luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan.

Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada salahsatu dosen


Keperawatan medikal Bedah yaitu Ibu Sri Sumartini, S.Kp., M.Kep. yang telah
membimbing penyusun agar dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun
makalah yang baik. Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih
luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun.

Bandung, April 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan............................................................................................................2

BAB II LANDASAN TEORI................................................................................3

A. KATARAK...................................................................................................3
1. Pengertian.....................................................................................................3
2. Karakteristik.................................................................................................3
3. Etiologi.........................................................................................................5
4. Patofisiologi.................................................................................................5
5. Manifestasi Klinis........................................................................................6
6. Pemeriksaan diagnostik................................................................................7
7. Penatalaksanaan...........................................................................................7
8. Konsep Asuhan Keperawatan......................................................................8
B. GLAUKOMA.............................................................................................15
1. Pengertian...................................................................................................15
2. Klasifikasi..................................................................................................15
3. Etiologi.......................................................................................................18
4. Patofisiologi...............................................................................................19
5. Manifestasi klinis.......................................................................................19
6. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................20
7. Pentalaksanaan...........................................................................................22
8. Konsep Asuhan Keperawatan....................................................................23

BAB III PENUTUP..............................................................................................33

ii
A. Kesimpulan................................................................................................33
B. Saran...........................................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................iv

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebutaan di Indonesia merupakan bencana Nasional. Sebab kebutaan
menyebabkan kualitas sumber daya manusia rendah. Hal ini berdampak pada
kehilangan produktifitas serta membutuhkan biaya untuk rehabilitasi dan
pendidikan orang buta. Berdasarkan hasil survey nasional tahun 1993 – 1996,
angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5 %. Angka ini menempatkan Indonesia
pada urutan pertama dalam masalah kebutaan di Asia dan nomor dua di dunia
pada masa itu.
Salah satu penyebab kebutaan adalah katarak. sekitar 1,5 % dari jumlah
penduduk di Indonesia, 78 % disebabkan oleh katarak. Pandangan mata yang
kabur atau berkabut bagaikan melihat melalui kaca mata berembun, ukuran lensa
kacamata yang sering berubah, penglihatan ganda ketika mengemudi di malam
hari , merupakan gejala katarak. Tetapi di siang hari penderita justru merasa silau
karena cahaya yang masuk ke mata terasa berlebih.
Glaukoma adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan tekanan intraokuler
pada mata. Oleh karena itu glaukoma dapat mengganggu penglihatan yang perlu
diwaspadai. Tidak hanya itu, glaukoma juga dapat membawa kita kepada
kebutaan. Contohnya pada kasus glaukoma yang terjadi di Amerika Serikat.
Disana glaukoma beresiko 12% pada kebutan(Luckman & Sorensen.1980).
Menurut data dari WHO pada tahun 2002, penyebab kebutaan paling utama di
dunia adalah katarak (47,8%), glaukoma (12,3%), uveitis (10,2%), age- related
mucular degeneration (AMD) (8,7%), trakhoma (3,6%), corneal apacity (5,1%),
dan diabetic retinopathy (4,8%). Namun sesungguhnya hal ini bisa di cegah
dengan pemeriksaan tonometri rutin. Sehingga tidak sampai terjadi hal fatal
seperti kebutaan. kita perlu melakukan pengukuran tonometri rutin dan juga
memahami proses keperawatan pada klien glaukoma. Sehingga proses

1
keperawatan dapat tercapai secara efektif dan efesien berdasarkan ilmu
keperawatan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit Katarak dan glaukoma?
2. Apa saja klasifikasi atau karakteristik penyakit katarak dan glaukoma ?
3. Apa saja etiologi penyakit katarak dan glaukoma ?
4. Bagaimana patofisiologi terjadinya penyakit katarak dan glaukoma?
5. Apasaja manifestasi klinis yang terjadi pada penyakit katarak dan glaukoma
6. Apasaja pemeriksaan diagnostic/penunjang yang dapat dilakukan pada
penyakit katarak dan galukoma ?
7. Bagaimana penatalaksaan yang dapat dilakukan pada penyakit katarak dan
glaukoma?
8. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan pada penyakit katarak dan
glaukoma ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian penyakit Katarak dan
glaukoma
2. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi atau karakteristik penyakit
katarak dan glaukoma
3. Untuk mengetahui dan memahami etiologi penyakit katarak dan glaukoma
4. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi terjadinya penyakit katarak
dan glaukoma
5. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis yang terjadi pada
penyakit katarak dan glaukoma
6. Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostic/penunjang yang
dapat dilakukan pada penyakit katarak dan galukoma
7. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksaan yang dapat dilakukan pada
penyakit katarak dan glaukoma
8. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan pada penyakit katarak dan
glaukoma ?

2
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Katarak
1. Pengertian Katarak
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya
yang disebabkan oleh berbagai keadaan. (Sidarta Ilyas, dkk, 2008) Katarak
merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, sehingga menyebabkan
penurunan/gangguan penglihatan (Admin,2009)
Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa rnenjadi keruh
akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi
akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia
tertentu (Iwan,2009)

2. Karakterisitik Katarak
Katarak dapat diklasifikasikan menurut umur penderita:
a. Katarak Kongenital
Katarak Kongenital, sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan
oleh infeksi virus yang dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini
(Farmacia, 2009). Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi
sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun.
Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup
berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu
yang menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri,
toksoplasmosis, inklusi sitomegalik,dan histoplasmosis, penyakit lain yang
menyertai katarak kongenital biasanya berupa penyakit-penyakt herediter
seperti mikroftlmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia,
lensa ektopik, displasia retina, dan megalo kornea.

3
b. Katarak Juvenill
Katarak Juvenil, Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang
mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan.
Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak
juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan
penyakit lainnya
c. Katarak senil
Katarak Senil, setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya
berkembang lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan nucleus
yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih
dari 60 tahun.
d. Katarak Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degenerative yang
menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan
lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik
mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan
lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaucoma. Katarak intumesen
biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopi
lentikularis. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan
mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang meberikan miopisasi.
Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan
jarak lamel serat lensa.
e. Katarak Brunesen
Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama pada
lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes militus dan miopia
tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik dari dugaan sebelumnya dan
biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum
memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior.
3. Etiologi Katarak
Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain (Corwin,2000):

4
a. Usia lanjut dan proses penuaan
b. Congenital atau bisa diturunkan.
c. Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok atau
bahan beracun lainnya.
d. Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya
diabetes) dan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid).

Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:

a. Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada mata.


b. Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti:
penyakit/gangguan metabolisme, proses peradangan pada mata, atau diabetes
melitus.
c. Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.
d. Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka panjang,
seperti kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.
e. Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik (Admin,2009)

4. Patofisiologi Katarak
Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi
coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior
dan poterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak
yang paling bermakna seperti kristal salju.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari badan
silier ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina.
Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau
sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang
normal. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi

5
radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan
yang kurang dalam jangka waktu yang lama.

5. Manifestasi Klinis
 Gejala subjektif
a. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau
serta gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan
tadi.
b. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari
 Gejala objektif biasanya meliputi:
a. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak
akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak,
cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam
menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan
menjadi kabur atau redup.
b. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.
Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan
bertambah putih.
c. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-
benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.
 Gejala umum gangguan katarak meliputi:
a. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
b. Gangguan penglihatan bisa berupa:
1) Peka terhadap sinar atau cahaya.
2) Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
3) Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
4) Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu
5) Kesulitan melihat pada malam hari
6) Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa
menyilaukan mata

6
7) Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari )

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan
kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit
sistem saraf, penglihatan ke retina.
b. Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis,
glukoma.
c. Pengukuran Tonografi : TIO (12– 25 mmHg)
d. Pengukuran Gonioskopi : membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glukoma.
e. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
f. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan.
g. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
h. EKG, kolesterol serum, lipid
i. Tes toleransi glukosa : kotrol DM
j. Keratometri.
k. Pemeriksaan lampu slit.
l. A-scan ultrasound (echography).
m. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.
n. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.

7. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Disarankan agar banyak mengkonsumsi buah-buahan yang banyak
mengandung vit. C ,vit B2, vit. A dan vit. E. Selain itu, untuk mengurangi
pajanan sinar matahari (sinar UV) secara berlebih, lebih baik menggunakan
kacamata hitam dan topi saat keluar pada siang hari.
2. Penatalaksanaan medis

7
Ada dua macam teknik yang tersedia untuk pengangkatan katarak :
a. Ekstraksi katarak ekstrakapsuler
Prosedur ini meliputi pengambilan kapsul anterior, menekan keluar
nucleus lentis, dan mengisap sisa fragmen kortikal lunak menggunakan
irigasi dan alat hisap dengan meninggalkan kapsula posterior dan zonula
lentis tetap utuh. Selain itu ada penemuan terbaru pada ekstrasi
ekstrakapsuler, yaitu fakoemulsifikasi. Cara ini memungkinkan
pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan menggunakan
alat ultrason frekwensi tinggi untuk memecah nucleus dan korteks lensa
menjadi partikel yang kecil yang kemudian di aspirasi melalui alat yang
sama yang juga memberikan irigasi kontinus.
b. Ekstraksi katarak intrakapsuler
Pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan. Setelah zonula
dipisahkan lensa diangkat dengan cryoprobe, yang diletakkan secara
langsung pada kapsula lentis. Ketika cryoprobe diletakkan secara
langsung pada kapsula lentis, kapsul akan melekat pada probe. Lensa
kemudian diangkat secara lembut.

8. Asuhan Keperawatan Katarak


A. Pengkajian
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama
dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah
sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit.
1. Biodata
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.

2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Penurunan ketajaman penglihatan dan silau.

8
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien. Apakah ia
mengenakan kacamata atau lensa kontak?, apakah pasien mengalami
kesulitan melihat (fokus) pada jarak dekat atau jauh?, apakah ada
keluhan dalam membaca atau menonton televisi?, bagaimana dengan
masalah membedakan warna atau masalah dengan penglihatan lateral
atau perifer?
c. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan pendahuluan pasien diambil untuk menemukan
masalah primer pasien, seperti: kesulitan membaca, pandangan
kabur, pandangan ganda, atau hilangnya daerah penglihatan soliter.
Perawat harus menemukan apakah masalahnya hanya mengenai satu
mata atau dua mata dan berapa lama pasien sudah menderita kelainan
ini. Riwayat mata yang jelas sangat penting. Apakah pasien pernah
mengalami cedera mata atau infeksi mata, penyakit apa yang terakhir
diderita pasien.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga derajat pertama atau
kakek-nenek.
3. Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan
pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop
(Smeltzer, 2002). Katarak terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus
ketika mata diperiksa dengan oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit lamp
memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan identifikasi lokasi
opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak didaerah
nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak terinduksi steroid umumnya
terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang menandakan
penyebab okular katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi pigmen

9
pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris
menandakan trauma mata sebelumnya (James, 2005).
4. Perubahan pola fungsi
Data yang diperoleh dalam kasus katarak, menurut (gordon) adalah
sebagai berikut :
a. Persepsi tehadap kesehatan
Bagaimana manajemen pasien dalam memelihara kesehatan, adakah
kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol,dan apakah pasien
mempunyai riwayat alergi terhadap obat, makanan atau yang
lainnya.
b. Pola aktifitas dan latihan
Bagaimana kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas atau
perawatan diri, dengan skor : 0 = mandiri, 1= dibantu sebagian, 2=
perlu bantuan orang lain, 3= perlu bantuan orang lain dan alat, 4=
tergantung/ tidak mampu.
c. Pola istirahat tidur
Berapa lama waktu tidur pasien, apakah ada kesulitan tidur seperti
insomnia atau masalah lain. Apakah saat tertidur sering terbangun.
d. Pola nutrisi metabolik
Adakah diet khusus yang dijalani pasien, jika ada anjuran diet apa
yang telah diberikan. Kaji nafsu makan pasien sebelum dan setelah
sakit mengalami perubahan atau tidak, adakah keluhan mual dan
muntah, adakah penurunan berat badan yang drastis dalam 3 bulan
terakhir.
e. Pola eliminasi
Kaji kebiasaan BAK dan BAB pasien, apakah ada gangguan atau
kesulitan. Untuk BAK kaji warna, bau dan frekuensi sedangkan
untuk BAB kaji bentuk, warna, bau dan frekuensi.
f. Pola kognitif perseptual

10
Status mental pasien atau tingkat kesadaran, kemampuan bicara,
mendengar, melihat, membaca serta kemampuan pasien berinteraksi.
Adakah keluhan nyeri karena suatu hal, jika ada kaji kualitas nyeri.
g. Pola konsep diri
Bagaimana pasien mampu mengenal diri dan menerimanya seperti
harga diri, ideal diri pasien dalam hidupnya, identitas diri dan
gambaran akan dirinya.
h. Pola koping
Masalah utama pasien masuk rumah sakit, cara pasien menerima dan
menghadapi perubahan yang terjadi pada dirinya dari sebelum sakit
hingga setelah sakit.
i. Pola seksual reproduksi
Pola seksual pasien selama di rumah sakit, menstruasi terakhir dan
adakah masalh saat menstruasi.
j. Pola peran hubungan
Status perkawinan pasien, pekerjaan, kualitas bekerja, sistem
pendukung dalam menghadapi masalah, dan bagaiman dukungan
keluarga selama pasien dirawat di rumah sakit.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Apa agama pasien, sebagai pendukung untuk lebih mendekatkan diri
kepada Tuhan atas sakit yang diderita.

B. Diagnosa Keperawatan
 Diagnosa preoperasi :
a. Gangguan persepsi sensori: penglihatan berhubungan dengan
penurunan tajam penglihatan (Carpernito, 2009)
b. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
kejadian operasi (NANDA, 2011).

 Diagnosa postoperasi :

11
a. Nyeri berhubungan dengan luka postoperasi (Carpernito, 2009).
b. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan,
sekunder akibat interupsi bedah pada permukaan mata (Carpenito,
2009).

C. Intervensi Keperawatan

 Diagnosa preoperasi
1. Gangguan persepsi sensori: penglihatan berhubungan dengan penurunan
tajam penglihatan (Carpernito, 2009).
Tujuan : pasien melaporkan kemampuan yang lebih baik untuk rangsang
penglihatan dan mengkomunikasikan perubahan visual.
Kriteria Hasil : Pasien mengidentifikasi dan menunjukkan pola-pola
alternatif untuk meningkatkan penerimaan rangsang penglihatan.

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji ketajaman penglihatan 1. untuk mengidentifikasi
kemampuan visual pasien.
2. Orientasikan pasien akan 2. untuk meningkatkan
lingkungan fisik sekitarnya kemampuan persepsi sensori.

3. untuk meningkatkan
3. Anjurkan penggunaan
kemampuan respons stimulus
alternative rangsang lingkungan
lingkungan
4. untuk mencegah distress.
4. Cegah sinar yang menyilaukan 5. untuk menurunkkan resiko
5. Optimalisasi lingkungan cedera.

2. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kejadian


operasi (NANDA, 2011).
Tujuan : Tidak terjadi kecemasan.

12
Kriteria hasil: Pasien mengungkapkan kecemasan berkurang

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat kecemasan, untuk 1. Untuk mengetahui tingkat
mengetahui kecemasan klien. kecemasan pada pasien
2. Dorong klien mengungkapkan 2. hal ini dapat mengurangi rasa
perasaannya cemas pada klien
3. Jelaskan gambaran yang terjadi 3. Untuk meningkatkan
pada saat pembedahan. pemahaman tentang kejadian
yang mungkin terjadi dan
dapat menurunkan kecemasan.
4. dapat memerjelas pemahaman.
4. Berikan kesempatan bertanya,

 Diagnosa Postoperasi
1. Nyeri berhubungan dengan luka postoperasi (Carpernito, 2009).
Tujuan: nyeri berkurang atau terkontrol.
Kriteria hasil: pasien melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol.

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji nyeri klien 1. untuk mengetahui derajat nyeri
klien.
2. Ajarkan teknik relaksasi, dapat 2. dapat menurunkan intensitas
menurunkan intensitas nyeri. nyeri.
3. Berikan posisi yang nyaman, 3. posisi yang tepat
mempengaruhi perasaan nyeri
4. Lakukan kolaborasi pemberian 4. untuk mengurangi nyeri dengan
antalgesik menaikkan ambang nyeri.
5. Monitor kenyamanan 5. untuk memantau
manajemen nyeri perkembanagan.

13
2. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan, sekunder
akibat interupsi bedah pada permukaan mata (Carpenito, 2009).
Tujuan: bebas dari infeksi.
Kriteria hasil: Tanda infeksi selama fase perawatan tidak muncul.

INTERVENSI RASIONAL
1. Anjurkan istirahat yang cukup 1. meminimalisir terjadi infeksi.
2. Berikan asupan nutrisi cukup, 2. untuk meningkatkan imunitas
tubuh.
3. Ajarkan teknik aseptik 3. untuk mencegah infeksi.
4. Monitor tanda infeksi, untuk 4. untuk memantau perkembangan
memantau perkembangan klien.
klien.
5. Kolaborasi pemberian
5. Untuk meningkatkan imun.
antibiotic

14
B. Glaukoma
1. Pengertian Glaukoma
Glaukoma merupakan suatu kumpulan penyakit yang mempunyai
karakteristik umum neuropatik yang berhubungan dengan hilangnya fungsi
penglihatan. Walaupun kenaikan tekanan intra okuler adalah satu dari resiko
primer, ada atau tidaknya faktor ini tidak merubah definisi penyakit. (Herman,
2010) Glaukoma bukanlah sebuah penyakit, melainkan kekomplekan dari
gangguan tekanan intraokuler yang mana mempunyai karakteristik gejala
peningkatan tekanan intraokular pada orang dewasa.
Normalnya, tekanan intraokular adalah 10-20 mmHg. Jika hasil pemeriksaan
tekanan bola mata lebih dari 20, maka kita patut curiga terhadap adanya
glaukoma. Apabla hasil menunjukkan angka lebih dari 25, maka dipastikan orang
tersebut terkena glaukoma. dapat disimpulakan bahwa glaukoma adalah penyakit
mata yang terjadi karena peningkatan tekanan bola mata dan mempengaruhi
kepekaan atau kejelasan penglihatan.
2. Klasifikasi Glaukoma
1. Glaukoma Primer
Glaukoma primer adalah glaukoma yang tidak berhubungan dengan penyakit
mata atau sistenik yang menyebabkan meningkatnya resistensi aliran aqueous
humor. Glaukoma primer biasanya terjadi pada kedua mata.
a. Glaukoma Sudut Terbuka (Glaukoma Simpleks)
Glaukoma primer sudut terbuka merupakan glaukoma yang tidak
diketahui penyebabnya dan ditandai dengan sudut bilik mata terbuka.
Glaukoma primer sudut terbuka merupakan penyakit kronis dan
progresif lambat dengan atrofi dan cuppingdari papil nervus optikus dan
pola gangguan lapang pandang yang khas. Glaukoma primer sudut
terbuka memiliki kecenderungan familiar.
b. Glaukoma Sudut Tertutup

15
Pasien yang menderita glaukoma primer sudut tertutup cenderung
memiliki segmen anterior yang kecil dan sempit, sehingga menjadi
faktor predisposisi untuk timbulnyapupillary block relatif. Resiko
terjadinya hal tersebut meningkat dengan bertambahnya usia, seiring
dengan berkembangnya lensa dan pupil menjadi miosis.
c. Glaukoma Primer Sudut Tertutup Akut
Glaukoma primer sudut tertutup akut adalah kondisi yang timbul saat
TIO meningkat secara cepat akibat blokade relatif mendadak dari
jaringan trabekular. Hal ini dapat menimbulkan manifestasi berupa rasa
sakit, penglihatan buram, halo, mual dan muntah. Peningkatan TIO yang
tinggi menyebabkan edema epitel kornea yang bertanggung jawab dalam
timbulnya keluhan penurunan penglihatan.
Tanda-tanda pada glaukoma sudut tertutup akut antara lain:
a. TIO yang tinggi
b. Pupil yang lebar dan terkadang irreguler
c. Edema epitel kornea
d. Kongesti pembuluh darah episkleral dan konjungtiva
e. Kamera okuli anterior yang sempit
d. Glaukoma Primer Sudut Tertutup Subakut
Glaukoma primer sudut tertutup subakut (intermiten) adalah kondisi
yang ditandai dengan adanya penglihatan yang buram, halo, dan rasa
sakit yang ringan, disertai dengan peningkatan TIO. Gejala ini membaik
dengan sendirinya, terutama selama tidur, dan muncul kembali secara
periodik dalam hitungan hari atau minggu. Diagnosis yang tepat dapat
dibantu ditegakkan dengan pemeriksaan gonioskopi.
e. Glaukoma Primer Sudut Tertutup Kronis
Glaukoma primer sudut tertutup kronis merupakan kondisi yang timbul
setelah glaukoma sudut tertutup akut atau saat sudut kamera anterior
tertutup secara bertahap dan tekanan intraokuler meningkat secara
perlahan. Gejala klinisnya serupa dengan glaukoma primer sudut

16
terbuka, yaitu keluhan yang samar, cupping papil nervus optikus yang
progresif dan gangguan lapang pandang glaukomatosa. Sehingga,
pemeriksaan gonioskopi diperlukan untuk menentukan diagnosis yang
tepat.
2. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital primer atau infantil adalah glaukoma yang timbul
sesaat setelah lahir sampai beberapa tahuh pertama setlah kelahiran. Selain
itu, glaukoma kongenital juga dapat timbul menyertai anomali kongenital
lainnya. Glaukoma infantil atau dikenal dengan istilah buphthalmos,
dipercaya terjadi akibat displasia dari sudut kamera anterior tanpa disertai
abnormalitas okular dan sistemik lainnya. Terdapat dua teori yang
menerangkan patofisiologi terjadinya glaukoma infantil, yaitu; terjadi
abnormalitas membran atau sel pada jaringan trabekular, sehingga jaringan
trabekuler menjadi impermeabel; teori lain mengatakan bahwa terjadi
anomali luas pada kamera okuli anterior termasuk insersi abnormal dari
muskulus siliaris. Dengan adanya anomali-anomali tersebut, maka aliran
aqueous akan terganggua dan terjadi pembendungan aqueous humor, maka
akan timbul buphtalmos karena jaringan sklera pada neonatus masih lunak.
Keadaan klinis yang khas dari glaukoma infantil adalah trias klasik pada bayi
baru lahir, yaitu; epifora, fotofobia, dan blefarospasme. Diagnosis tergantung
dari pemeriksaan klinis yang hati-hati, termasuk pemeriksaan TIO,
pengukuran diameter kornea, gonioskopi dan oftalmoskopi.
3. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang berhubungan dengan penyakit
mata atau sistemik yang menyebabkan menurunnya aliran aqueous humor.
Glaukoma sekunder sering terjadi hanya pada satu mata.
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang diketahui penyebab yang
menimbulkannya. Glaukoma sekunder dapat terlihat dalam bentuk sudut
tertutup maupun sudut terbuka. Kelainan-kelainan tersebut dapat terletak
pada:

17
a. Sudut bilik mata, akibat goniosinekia, hifema, leukoma adheren dan
kontusi sudut bilik mata
b. Pupil, akibat seklusio dan oklusi relatif pupil
c. Badan siliar, seperti rangsangan akibat luksasio lensa
4. Glaukoma Absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma dimana sudah terjadi
kebutaan total. Pada glaukoma absolut, kornea terlihat keruh, bilik mata
dangkal, papil atrofi dengan ekskavasio galukomatosa, mata keras seperti
batu dan dengan rasa sakit. Mata dengan kebutaan ini mengakibatkan
penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa
neovaskularisasi pada iris. Kelainan mata yang dapat menyebabkan glaukoma
antara lain:
a. Kelainan lensa
b. Kelainan uvea
c. Trauma
d. Pasca bedah
e. Glaukoma absolut
3. Etiologi Glaukoma
Ada beberapa sebab dan faktor yang beresiko terhadap terjadinya glaukoma.
Diantaranya adalah:
1. Umur
Risiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat 2%
dari populasi usia 40 tahun yang terkena glaukoma. Angka ini akan
bertambah dengan bertambahnya usia.
2. Riwayat anggota keluarga yang terkena glaucoma
Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma
mempunyai resiko 6 kali lebih besar untuk terkena glaukoma. Resiko terbesar
adalah kakak-beradik kemudian hubungan orang tua dan anak-anak.
3. Tekanan bola mata

18
Tekanan bola mata diatas 21 mmHg berisiko tinggi terkena glaukoma.
Meskipun untuk sebagian individu, tekanan bola mata yang lebih rendah
sudah dapat merusak saraf optik. Untuk mengukur tekanan bola mata dapat
dilakukan dirumah sakit mata dan/atau dokter spesialis mata. Obat-obatan
4. Pemakai steroid secara rutin
Pemakai obat tetes mata yang mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh
dokter, obat inhaler untuk penderita asma, obat steroid untuk radang sendi
dan pemakai obat yang memakai steroid secara rutin lainnya. Bila anda
mengetahui bahwa anda pemakai obat-obatan steroid secara rutin, sangat
dianjurkan memeriksakan diri anda ke dokter spesialis mata untuk
pendeteksian glaukoma.
5. Riwayat trauma (luka kecelakaan) pada mata
6. Penyakit lain
Riwayat penyakit diabetes (kencing manis), hipertensi dan migren
4. Patofisiologi Glaukoma
Aqueous diproduksi oleh epitel tidak berpigmen dari prosesus siliaris, yang
merupakan bagian anterior dari badan siliar. Aqueous humor kemudian mengalir
melalui pupil ke dalam kamera okuli anterior, memberikan nutrisi kepada lensa,
iris dan kornea. Drainase aqueous melalui sudut kamera anterior yang
mengandung jaringan trabekular dan kanal Schlemm dan menuju jaringan vena
episklera. (Barbara, 1999)
Perjalanan aliran aqueous humor 80-90% melalui jaringan trabekular, namun
terdapat 10% melalui ciliary body face, yang disebut jalur uveoskleral.
Berdasarkan fisiologi dari sekresi dan ekskresi cairan aqueous, maka terdapat tiga
faktor utama yang berperan dalam meningkatnya tekanan intraokular, antara lain:
a. Kecepatan produksi aqueous humor oleh badan siliar
b. Resistensi aliran aqueous humor melalui jaringan trabekular dan kanal
Schlemm
c. Tekanan vena episklera
5. Manifestasi Klinis

19
Menurut Harnawartiaj (2008) umumnya dari riwayat keluarga ditemukan
anggota keluarga dalam garis vertical atau horizontal memiliki penyakit serupa,
penyakit ini berkembang secara perlahan namun pasti, penampilan bola mata
seperti normal dan sebagian besar tidak menampakan kelainan selama stadium
dini. Pada stadium lanjut keluhan klien yang mincul adalah sering menabrak
akibat pandangan yang menjadi jelek atau lebih kabur, lapangan pandang menjdi
lebih sempit hingga kebutaan secara permanen. Gejala yang lain adalah:
a. Mata merasa dan sakit tanpa kotoran.
b. Kornea suram.
c. Disertai sakit kepala hebat terkadang sampai muntah.
d. Kemunduran penglihatan yang berkurang cepat.
e. Nyeri di mata dan sekitarnya.
f. Udema kornea.
g. Pupil lebar dan refleks berkurang sampai hilang.
h. Lensa keruh.
Ilyas (2004) glaukoma akan memperlihatkan gejala sebagai berikut:
a. Tekanan bola mata yang tidak normal
b. Rusaknya selaput jala
c. Menciutnya lapang penglihatan akibat rusaknya selaput jala yang dapat
d. Berakhir dengan kebutaan
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Tajam Penglihatan
a. Tonometri
Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Dikenal empat
cara tonometri, untuk mengetahui tekanan intra ocular yaitu :
• Palpasi atau digital dengan jari telunjuk
• Indentasi dengan tonometer schiotz
• Aplanasi dengan tonometer aplanasi goldmann
• Nonkontak pneumotonometri
Tonomerti Palpasi atau Digital

20
Cara ini adalah yang paling mudah, tetapi juga yang paling tidak cermat,
sebab cara mengukurnya dengan perasaan jari telunjuk. Dapat digunakan
dalam keadaan terpaksa dan tidak ada alat lain. Caranya adalah dengan dua
jari telunjuk diletakan diatas bola mata sambil pendertia disuruhmelihat
kebawah. Mata tidak boleh ditutup, sebab menutup matamengakibatkan
tarsus kelopak mata yang keras pindah ke depan bola mata,hingga apa yang
kita palpasi adalah tarsus dan ini selalu memberi kesan perasaan keras.
Dilakukan dengan palpasi : dimana satu jari menahan, jari lainnya menekan
secara bergantian. Tinggi rendahnya tekanan dicatat sebagai berikut :
• N : normal
• N + 1 : agak tinggi
• N + 2 : untuk tekanan yang lebih tinggi
• N – 1 : lebih rendah dari normal
• N – 2 : lebih rendah lagi, dan seterusnya
b. Gonioskopi
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan
dengan menggunakan lensa kontak khusus. Dalam hal glaukoma
gonioskopidiperlukan untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan.
c. Oftalmoskopi
Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk mempertahankan keadaan papil
saraf optik, sangat penting dalam pengelolaan glaukoma yang kronik.Papil
saraf optik yang dinilai adalah warna papil saraf optik dan lebarnyaekskavasi.
Apakah suatu pengobatan berhasil atau tidak dapat dilihat dariekskavasi yang
luasnya tetap atau terus melebar.
2. Pemeriksaan Lapang Pandang
a. Pemeriksaan lapang pandang perifer :lebih berarti kalau glaukoma sudah
lebihlanjut, karena dalam tahap lanjut kerusakan lapang pandang akan
ditemukandi daerah tepi, yang kemudian meluas ke tengah.

21
b. Pemeriksaan lapang pandang sentral: mempergunakan tabir Bjerrum,
yangmeliputi daerah luas 30 derajat. Kerusakan- kerusakan dini lapang
pandangditemukan para sentral yang dinamakan skotoma Bjerrum.
3. Pengecekan terhadap kondisi syaraf mata digunakan alat Heidelberg Retinal
Tomography ( HRT) atau Optical Coherence Tomography (OTC) Pemberian
obat tetes mata yang dilanjutkan pemberian obat tablet. Fungsi obat-obatan
tersebut untuk menurunkan produksi atau meningkatkan keluarnyacairan
akuos humor. Cara ini diharapkan dapat menurunkan tekanan bagi bola
matasehingga dicapai tekanan yang diinginkan. Agar efektif pemberian obat
dilakukansecara terus menerus dan teratur..
4. Pemasangan keran Ahmed Valve untuk mengatasi glaukoma yang kondisinya
relatif parah, dokter akan memasang keran buatan yang populer disebut
ahmed valve. Nama ini berasal dari nama penemunya,yakni Ahmed, warga
Amerika Serikat asal Timur Tengah yang pertama kalimenciptakan klep
tersebut sekitar 10 tahun silam. Alat ini terbuat dari bahan polymethyl
methacrylate (PPMA), yakni bahan dasar lensa tanam. Ahmed Valve
ditanamkan pada bola mata dengan cara operasi. Bila tekanan bola mata
berada pada 18 mmHg maka klep tersebut akan terbuka sehingga cairan yang
tersumbat bisa keluar, sehingga tekanan bola mata otomatis akan turun.
Sebaliknya, klep akan tertutup kembali bilatekanan sudah berada di bawah 18
mmHg.
7. Penatalaksanaan
 Pengobatan terhadap glaukoma adalah dengan cara medikamentosa dan
operasi. Obat-obat anti glaukoma meliputi:
1. Prostaglandin analog-hypotensive lipids
• Beta adrenergic antagonist (nonselektif dan selektif)
• Parasimpatomimetik (miotic) agents, termasuk cholinergic dan
2. anticholinergic agents.
• Carbinic anhydrase inhibitor (oral, topikal)
• Adrenergic agonists (non selektif dan selektif alpha 2 agonist)

22
• Kombinasi obat Hyperosmotics agents.
 Tindakan operasi untuk glaukoma:
1. Untuk glaukoma sudut terbuka
• Laser trabekuloplasti
• Trabekulektomi
• Full-thickness Sclerectomy
• Kombinasi bedah katarak dan filtrasi
2. Untuk glaukoma sudut tertutup
• Laser iridektomi
• Laser gonioplasti atau iridoplasti perifer
3. Prosedur lain untuk menurunkan tekanan intraokuli
• Pemasangan shunt
• Ablasi badan siliar
• Siklodialisis
• Viskokanalostomi
4. Untuk glaukoma kongenital
• Goniotomi dan trabekulotomi
8. Asuhan Keperawatan Penyakit Glaukoma
A. Pengkajian
1. Identifikasi Klien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan,
tanggal MRS, diagnosa medis, suku bangsa, status perkawinan.
2. Keluhan Utama
Terjadi tekanan intra okuler yang meningkat mendadak sangat tinggi,
nyeri hebat di kepala, mual muntah, penglihatan menurun, mata merah
dan bengkak.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang

23
Hal ini meliputi keluhan utama mulai sebelum ada keluhan sampai
terjadi nyeri hebat dikepala, mual muntah, penglihatan menurun,
mata merah dan bengkak.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami penyakit glaukoma sebelumnya atau tidak dan
apakah terdapat hubungan dengan penyakit yang diderita
sebelumnya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga ditemukan beberapa anggota keluarga dalam garis
vertikal atau horisontal memiliki penyakit yang serupa.
4. Pola-pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Persepsi klien dalam menilai atau melihat dari pengetahuan klien
tentang penyakit yang diderita serta kemampuan klien dalam
merawat diri dan juga adanya perubahan dalam pemeliharaan
kesehatan.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Pada umumnya klien dengan glaukoma tidak mengalami perubahan.
pada pola nutrisi dan metabolismenya. Walaupun begitu perlu dikaji
pola makan dan komposisi, berapa banyak / dalam porsi, jenis
minum dan berapa banyak jumlahnya.
c. Pola eliminas
Pada kasus ini pola eliminasinya tidak mengalami gangguan, akan
tetapi tetap dikaji konsestansi, banyaknya warna dan baunya.
d. Pola tidur dan istiraha
Pola tidur dan istirahat akan menurun, klien akan gelisah atau sulit
tidur karena nyeri atau sakit hebat menjalar sampai kepala.
e. Pola aktivitas
Dalam aktivitas klien jelas akan terganggu karena fungsi penglihatan
klien mengalami penurunan

24
f. Pola Persepsi Konsep Diri
Meliputi: Body image, self sistem, kekacauan identitas, rasa cemas
terhadap penyakitnya, dampak psikologis klien terjadi perubahan
konsep diri.
g. Pola sensori dan kognitif
Pada klien ini akan menjadi/mengalami gangguan pada fungsi
penglihatan dan pada kongnitif tidak mengalami gangguan
penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar
sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia (glaukoma akut),
perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda : Pupil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea
berawan, Peningkatan air mata.
h. Pola hubungan dan peran
Bagimana peran klien dalam keluarga dimana meliputi hubungan
klien dengan keluarga dan orang lain, apakah mengalami perubahan
karena penyakit yang dideritanya.
i. Pola reproduksI
Pada pola reproduksi tidak ada gangguan.
j. Pola penanggulangan stress
Biasanya klien akan merasa cemas terhadap keadaan dirinya dan
fungsi penglihatannya serta koping mekanis yang ditempuh klien
bisa tidak efektif.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya klien tidak mengalami gangguan.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Didapatkan pada klien saat pengkajian, keadaan, kesadarannya, serta
pemeriksaan TTV.
b. Pemeriksaan Kepala dan Leher

25
Meliputi kebersihan mulut, rambut, klien menyeringai, nyeri hebat
pada kepala, mata merah, edema kornea, mata terasa kabur.
c. Pemeriksaan Integumen
Meliputi warna kulit, turgor kulit.
d. Pemeriksaan Sistem Respirasi
Meliputi frekwensi pernafasan bentuk dada, pergerakan dada.
e. Pemeriksaan Kardiovaskular
Meliputi irama dan suara jantung.
f. Pemeriksaan Sistem Gastrointestinal
Pada klien dengan glaukoma ditandai dengan mual muntah.
g. Pemeriksaan Sistem muskuluskeletal
Meliputi pergerakan ekstermitas.
h. Pemeriksaan Sistem Endokrin
Tidak ada yang mempengaruhi terjadinya glaukoma dalam sistem
endokrin.
i. Pemeriksaan Genitouria
Tidak ada disuria, retesi urin, inkontinesia urine.
j. Pemeriksaan sistem pernafasan
Pada umumnya motorik dan sensori terjadi gangguan karena
terbatasnya lapang pandang.

B. Diagnosa Keperawatan
 Diagnosa Preoperasi
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dnegan peningkatan
TIO
2. Penurunan persepsi sensori visual/penglihatan berhubungan dengan
serabut saraf oleh karena peningkatan TIO
3. Cemas berhubungan dengan
a. Penurunan ketajaman penglihatan
b. Kurang pengetahuan tentang prosedur pembedahan

26
 Diagnosa Postoperasi
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan post
tuberkulcktomi iriodektomi
2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi operasi

C. Intervensi
 Pre Operasi

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil

1 Gangguan rasa Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat nyeri 1. Memudahkan


nyaman (nyeri) tindakan keperawatan mengetahui tingkat
berhubungan dengan selama 3x24 jam nyeri nyeri untuk
peningkatan TIO hilang ataupun melanjutkan
berkurang intervensi
Kriteria Hasil : 2. Pantau derajat nyeri 2. Untuk
 Klien dapat mata setiap 30 menit mengidentifikasi
mengidentifikasi selama masa akut kemajuan atau
penyebab nyeri penyimpanan dari
 Klien hasil yang diharapkan
menyebutkan 3. Siapkan klien untuk 3. Setelah TIO pada
faktor-faktor yang pembedahan sesuai galukoma sudut
dapat peranan terbuka, pembedahan
meningkatkan harus dilakukan
nyeri secara permanen
 Klien mampu untuk menghilangkan
melakukan blok pupil
tindakan untuk 4. Pertahankan tirah baring 4. Pada tekanan mata
mengurangi nyeri ketat pada posisi semi sudut ditingkatkan
fowler bila sudut datar

27
5. Berikan lingkungan 5. Stress dan sinar
gelap dan terang menimbulkan TIO
yang mencetuskan
nyeri

6. Kolaborasi dalam 6. Untuk mengontrol


pemberian obat anlgesik nyeri, nyeri berat
yang diresepkan peran menentukan
dan evaluasi menuvervasalava,
efektivitasnya menimbulkan TIO

2 Penurunan persepsi Setelah dilakukan 1. Kaji dan catat ketajaman 1. Menetukan


sensori visual tindakan keperawatan penglihatan kemampuan visual
/penglihatan selama 2x24 jam 2. Kaji tingkat deksripsi 2. Memberikan
berhubungan dengan peningkatan persepsi fungsional terhadap keakuratan terhadap
serabut saraf oleh sensori dapat penglihatan dan penglihatan dan
karena peningkatan berkurang perawatan perawatan
TIO Kriteria Hasil : 3. Sesuaikan lingkungan 3. Meningkatkan self
 Klien dapat dengan kemampuan care dan mengurangi
meneteskan obat penglihatan ketergantungan
mata dengan benar 4. Kaji jumlah dan tipe 4. Meningkatkan
 Kooperatif dalam rangsangan yang dapat rangsangan pada
tindakan diterima klien waktu kemampuan
 Menyadari penglihatan menurun
hilangnya 5. Observasi TTV 5. Mengetahui kondisi
penglihatan secara dan perkembangan
permanen klien secara dini

 Tidak terjadi 6. Kolaborasi dengan tim 6. Untuk mempercepat

penurunan visus medis dalam pemberian proses perkembangan

lebih lanjut terapi

28
3 Cemas berhubungan Setelah dilakukan 1. Hati hati penyampaian 1. Jika klien belum siap
dengan Penurunan tindakan keperawatan hilangnya penglihatan akan menambah
ketajaman penglihatan selama 1x24 jam secara permanen kecemasan
dan Kurang cemas klien dapat 2. Berikan kesempatan 2. Mengekspresikan
pengetahuan tentang berkurang klien mengekspresikan perasaan membantu
prosedur pembedahan Kriteria Hasil : tentang kondisinya klien
 Berkurangnya mengidentifikasi
perasaan gugup sumber cemas
 Posisi tubuh rileks 3. Pertahankan kondisi 3. Rileks dapat
 Mengungkapkan yang rileks menurunkan cemas
pemahaman 4. Observasi TTV 4. Untuk menegtahui
tentang rencana TTV dan
tindakan perkembangannya
5. Siapkan bel ditempat 5. Dengan memberikan
tidur dan instruksi klien perhatian akan
memberikan tanda bila menambah
membutuhkan bantuan kepercayaan klien
6. Kolaborasi dengan tim 6. Diharapkan dapat
medis dalam pemberian mempercepat proses
terapi penyembuhan

 Post Operasi

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil

1 Gangguan rasa Setelah dilakukan 1. Kaji derajat nyeri setiap 1. Normalnya nyeri
nyaman (nyeri) tindakan keperawatan hari terjadi dalam waktu
berhubungan dengan selama 3x24 jam nyeri kurang dari 5 hari
post tuberkulectomi berkurang, hilang, setelah operasi dan
iriodektomi berangsur angsur

29
terkontrol menghilang. Nyeri
Kriteria Hasil : dapat meningkat
 Klien sebab peningkatan
mendemonstrasika TIO 2-3 hari pasca
n teknik operasi. Nyeri
penurunan nyeri mendadak
 Klien melaporkan menunjukan
nyeri berkurang peningkatan TIO
atau hilang massif
2. Meningkatkan
2. Anjurkan untuk kolaborasi,
melaporkan memberikan rasa
perkembangan nyeri aman untuk
setiap hari atau segera peningkatan
saat terjadi peningkatan dukungan psikologis
nyeri mendadak 3. Beberapa kegiatan
3. Anjurkan pada klien klien dapat
untuk tidak melakukan meningkatkan nyeri
gerakan tiba-tiba yang seperti gerakan tiba-
dapat memicu nyeri tiba, membungkuk,
mengucek mata,
batuk, dan mengejan
4. Mengurangi
ketegangan dan
4. Ajarkan teknik distraksi
mengurangi nyeri
dan relaksasi
5. Mengurangi nyeri
dengan meningkatkan
5. Lakukan tindakan
ambang nyeri
kolaboratif dalam
pemberian analgesic

30
topical/sistemik

2 Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Diskusikan tentang rasa 1. Meningkatkan kerja


berhubungan dengan tindakan keperawatan sakit, pembatasan sama dan pembatasan
luka insisi operasi selama 2x24 jam tidak aktivitas, dan yang diperlukan
terjadi cedera mata pembalutan mata
pasca operasi 2. Tempatkan klien pada 2. Istirahat mutlak
Kriteria Hasil : tempat tidur yang lebih diberikan 12-24 jam
 Klien rendah dan anjurkan pascaoperasi
menyebutkan untuk membatasi
faktor yang pergerakan
menyebabkan mendadak/tiba-tiba serta
cedera menggerakan kepala
 Klien tidak berlebih
melakukan 3. Bantu aktivitas selama 3. Mecegah/menurunkan
aktivitas yang fase istirahat. Ambulasi resiko komplikasi
meningkatkan dilakukan dengan hati- cedera
resiko cedera hati.
4. Ajarkan klien untuk 4. Tindakan yang dapat
menghindari tindakan meningkatkan TIO
yang dapat dan menimbulkan
menyebabkan cedera kerusakan struktur
mata pasca operasi
antara lain : mengejan
(Valsalva
maneuveur),
menggerakan kepala
mendadak,
membungkuk terlalu
lama, batuk

31
5. Berbagai kondisi
5. Amati kondisi mata : seperti luka menonjol,
luka meninjol, bilik bilik mata depan
mata depan menonjol, menonjol, nyeri
nyeri mendadak, nyeri mendadak, hiperemia,
yang tidak berkurang serta hipopion
dengan pengobatan, mungkin meninjukan
mual muntah, dilakukan cedera mata pasca
setiap 6 jam pasca operasi
operasi atau seperlunya

32
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya
yang disebabkan oleh berbagai keadaan. Katarak merupakan kekeruhan yang
terjadi pada lensa mata, sehingga menyebabkan penurunan/gangguan penglihatan
Glaukoma merupakan suatu kumpulan penyakit yang mempunyai
karakteristik umum neuropatik yang berhubungan dengan hilangnya fungsi
penglihatan. Walaupun kenaikan tekanan intra okuler adalah satu dari resiko
primer, ada atau tidaknya faktor ini tidak merubah definisi penyakit. Glaukoma
bukanlah sebuah penyakit, melainkan kekomplekan dari gangguan tekanan
intraokuler yang mana mempunyai karakteristik gejala peningkatan tekanan
intraokular pada orang dewasa.
Perbedaan katarak dan glaukoma, jika katarak terdapat kekeruhan pada lensa
mata, sedangkan galukoma gangguan lapang penglihatan disebabkan neuropatik,
faktor resikonya adalah peningkatan tekanan intraokuler.

B. Saran
Diharapkan penulis selanjutnya dapat memperbanyak analisis jurnal, sehingga
semakin banyak khasanah pengetahuan dan ilmu keperawatan yang dapat
dipelajari

33
34
DAFTAR PUSTAKA

Barbara,dkk.1999.Medical-Surgical Nursing.United States of America:


Lippincott(642-645)

Benjamin J. Phil. 2010. Acute Endhoptalmitis after Cataract Surgery : 250


Consecutive Cases treated at the tertiary referral center in Netherland.
American Journal of ophthalmology.  Volume 149 No.3

Bonnie Nga Kwan Choy, Et All (2015) Glaucoma Drainage Device Tube Retraction
and Blockage in a Patient with Iridocorneal Endothelial Syndrome Treated
With Nd:YAG Membranectomy http://www.omicsonline.org/open-
access/glaucoma-drainage-device-tube-retraction-and-blockage-in-a-patient-
with-iridocorneal-endothelial-syndrome-treated-with-ndyag-membranectomy-
2155-9570-1000489.php?aid=62983 (diakses pada 9/3/2016)

Ilyas, sidarta. 2009. Dasar-dasar pemeriksaan dalam ilmu penyakit mata. Edisi 3.


Jakarta:Balai Pustaka.

Ilyas, sidarta. 2009. Ilmu penyakit mata. Jakarta : Balai penerbit FKUI

Ilyas, sidarta. 2004. Masalah kesehatan mata anda dalam pertanyaan-


pertanyaan.Edisi 2. Jakarta : FKUI

Hartono. 2007. Oftalmoskopidasar dan klinis. Yogyakarta : Pustaka Cendekia

Herman.2010.Prevalensi kebutaan akibat glaukoma di kabupaten tapanuli


selatan(hal 2).Available
fromhttp:repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6399/1/10E00177.pdf (diak
ses 10 oktober 2010)

iv
Khurna A.K. 2007. Community Ophthalmology in Comprehensive Ophthalmology,
fourth edition, chapter 20, new delhi, new age limited publisher : 443-446.

Luckman&Sorensen.1980.Medical-Surgical Nursing a Psychophysiologic


Approach.United States of America: W.B. Sunders Company (1986-1990)

Marilynn, dkk.1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.Jakarta : EGC

Nova Faradilla. 2009. Glaukoma dan Katarak Senilis. Riau: Fakultas Kedokteran


University of Riau

Anda mungkin juga menyukai