Anda di halaman 1dari 20

BAB I

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Neonatal Hiperbilirubinemia


1. Defenisi
hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi
bilirubin dalam darah mencapai nilai yang mempunyai potensi untuk
menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau
mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis (Hidayat, 2008).
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin
dalam darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonates
(Surasmi, 2003).
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin
dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek
patologis pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit,
membrane mukosa dan cairan tubuh (Wong, 2009).
2. Etiologi
a. Peningkatan produksi :
1) Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan
Rhesus dan ABO.
2) Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
3) Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan
metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
4) Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
5) Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3
(alfa), 20 (beta) , diol (steroid).
6) Kurangnya enzim glukoronil transeferase , sehingga kadar
Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
7) Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin
Hiperbilirubinemia.

1
b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan
misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat
tertentu misalnya Sulfadiasine.
c. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah
seperti Infeksi , Toksoplasmosis, Siphilis.
d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra hepatik.
e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
3. Jenis Bilirubin
Menurut Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjadi
dua jenis yaitu:
a. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas
yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk
transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik
untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak.
b. Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu
bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk otak.
Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:
a. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya
kemungkinan dapat disusun sbb:
1) Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
2) Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-
kadang Bakteri).
3) Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.
b. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.
1) Biasanya Ikterus fisiologis.
2) Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh,
atau golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin
cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.

2
3) Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih
mungkin.
4) Polisetimia.
5) Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis,
pendarahan Hepar, sub kapsula dll).
c. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu
pertama.
1) Sepsis.
2) Dehidrasi dan Asidosis.
3) Defisiensi Enzim G6PD.
4) Pengaruh obat-obat.
5) Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.
d. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya
karena ikterus obstruktif, hipotiroidisme, infeksi, hepatitis Neonatal,
dan galaktosemia.
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada neonatal hiperbilirubinemia yaitu kulit
berwarna kuning sampe jingga, pasien tampak lemah, nafsu makan
berkurang, reflek hisap kurang, urine pekat, perut buncit, pembesaran lien
dan hati, gangguan neurologic, feses seperti dempul, kadar bilirubin total
mencapai 29 mg/dl, terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran
mukosa, jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau
infeksi, jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak
pada hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan
jaundice fisiologi.
Metabolisme bilirubin yaitu segera setelah lahir bayi harus
mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut dalam lemak
menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi
dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan
hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site). Pada

3
bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan
menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga
serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis
5. Patofisiologi Hiperbilirubinemia
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini
dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit,
Polisitemia.Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat
menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi
apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia,
Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin
adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang
mengalami gangguan ekskresimisalnya sumbatan saluran empedu. Pada
derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat
sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin
tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak
disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf
pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih
dari 20 mg/dl.Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak
ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus.Bilirubin Indirek
akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat
Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia
6. Klasifikasi Hiperbilirubinemia
a. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis
sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi
terbatas terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan
bilirubin yang tidak terkonjugasi.

4
b. Ikterus hepatic
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat
kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi
masuk ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang
tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi
retensi dan regurgitasi.
c. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu
dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus.
Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan
bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja
dan urin.
d. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada
hari ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam
memproses bilirubin
e. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu
badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara
2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak
fisiologis.Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-
12 mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari
14mg/dl tidak fisiologis.
b. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau
hepatoma.

5
c. Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto
dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada
penderita penyakit ini.
d. Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto
dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada
penderita penyakit ini.
8. Penatalaksanaan
Berdasarkan pada penyebabnya maka manajemen bayi dengan
hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi
efek dari hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan
menghilangkan anemia, menghilangkan antibody maternal dan eritrosit
teresensitisasi, meningkatkan badan serum albumin dan menurunkan
serum bilirubin.
Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi :
a. Fototherapi
Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
transfuse pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan
neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of
fluorescent light bulbs or bulbs in the blue light spectrum) akan
menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar
bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak
terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan
merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut
fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah
melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan
dengan albumin dan di kirim ke hati.
Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin
indirek 4-5 mg/dl. Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang
dari 1000 gram harus difototerapi dengan konsentrasi bilirubin 5

6
mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi
profilaksasi pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat
badan lahir rendah.
b. Transfusi Pengganti
Transfusi pengganti atau imediat didindikasikan adanya faktor-
faktor titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu, penyakit hemolisis berat
pada bayi baru lahir, penyakit hemolisis pada bayi saat lahir
perdarahan atau 24 jam pertama, kadar bilirubin direk labih besar 3,5
mg/dl di minggu pertama, serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl
pada 48 jam pertama, hemoglobin kurang dari 12 gr/dl, dan bayi pada
resiko terjadi kern Ikterus.
Transfusi pengganti digunkan untuk mengatasi anemia sel darah
merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel darah merah
terhadap antibody maternal, menghilangkan sel darah merah untuk
yang tersensitisasi (kepekaan), menghilangkan serum bilirubin dan
meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dangan bilirubin.
Pada Rh Inkomptabilitas diperlukan transfusi darah golongan O
segera (kurang dari 2 hari), Rh negative whole blood. Darah yang
dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B. setiap 4 -8 jam
kadar bilirubin harus di cek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari
sampai stabil.
c. Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim
yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya.
Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari
sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan
Phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena
efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin
dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus
enterohepatika.

7
9. Komplikasi
Retardasi mental - Kerusakan neurologis, gangguan pendengaran
dan penglihatan, kematian dan kernikterus.
B. Konsep Asuhan Keperawatan Secara Teoritis Pada Neonatal
Hiperbilirubinemia
1. Pengkajian keperawatan
a. Anamnese orang tua/keluarga
Ibu dengan rhesus ( - ) atau golongan darah O dan anak yang
mengalami neonatal ikterus yang dini, kemungkinan adanya
erytrolastosisfetalis ( Rh, ABO, incompatibilitas lain golongan darah).
Ada sudara yang menderita penyakit hemolitik bawaan atau ikterus,
kemungkinan suspec spherochytosis herediter kelainan enzim darah
merah. Minum air susu ibu , ikterus kemungkinan karena pengaruh
pregnanediol.
b. Riwayat kelahiran
1) Ketuban pecah dini, kesukaran kelahiran dengan manipulasi
berlebihan merupakn predisposisi terjadinya infeksi.
2) Pemberian obat anestesi, analgesik yang berlebihan akan
mengakibatkan gangguan nafas (hypoksia), acidosis yang akan
menghambat konjugasi bilirubin.
3) Bayi dengan apgar score renddah memungkinkan terjadinya
(hypoksia), acidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubn.
4) Kelahiran Prematur berhubungan juga dengan prematuritas organ
tubuh (hepar).
c. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum tampak lemah, pucat dan ikterus dan aktivitas
menurun
b. Kepala leher
Bisa dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan selaput / mukosa
pada mulut. Dapat juga diidentifikasi ikterus dengan melakukan
Tekanan langsung pada daerah menonjol untuk bayi dengan kulit

8
bersih ( kuning). Dapat juga dijumpai cianosis pada bayi yang
hypoksia.
c. Dada
Selain akan ditemukan tanda ikterus juga dapat ditemukan tanda
peningkatan frekuensi nafas. Status kardiologi menunjukkan
adanya tachicardia, kususnya ikterus yang disebabkan oleh adanya
infeksi
d. Perut
Peningkatan dan penurunan bising usus /peristaltic perlu
dicermati. Hal ini berhubungan dengan indikasi penatalaksanaan
photo terapi. Gangguan Peristaltik tidak diindikasikan photo
terapi. Perut membuncit, muntah , mencret merupakan akibat
gangguan metabolisme bilirubun enterohepatik.
Splenomegali dan hepatomegali dapat dihubungkan dengan Sepsis
bacterial, tixoplasmosis, rubella
e. Urogenital
Urine kuning dan pekat, adanya faeces yang pucat / acholis /
seperti dempul atau kapur merupakan akibat dari gangguan /
atresia saluran empedu.
f. Ekstremitas
Menunjukkan tonus otot yang lemah
g. Kulit
Tanda dehidrasi titunjukkan dengan turgor tang jelek. Elastisitas
menurun, perdarahan bawah kulit ditunjukkan dengan ptechia,
echimosis.
h. Pemeriksaan Neurologis
Adanya kejang, epistotonus, lethargy dan lain – lain menunjukkan
adanya tanda – tanda kern – icterus

9
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Darah : DL, Bilirubin > 10 mg %
2) Biakan darah, CRP menunjukkan adanya infeksi
3) Sekrening enzim G6PD menunjukkan adanya penurunan
4) Screnning Ikterus melalui metode Kramer dll
5) Skreening ikterus melalui matode kremer.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnose keperawatan pada bayi hiperbilirubinemia menurut
NANDA 2012-2014 yaitu :
a. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan yang tidak disadari sekunder akibat fototerapi.
b. Resiko hipertermia berhubungan terpajan dengan lingkungan yang
panas (fototerapi) dalam jangka waktu yang lama
c. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan reflex mengisap
buruk sekunder akibat kernikterus.
d. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kulit kering
sekunder akibat pajanan fototerapi.
e. Kurang Pengetahuan Klien/ orang tua tentang hiperbilinbin b.d.
kuiranginformasi, keterbatasan mkognisi, tak familier dengan sumber
informasi.
3. Intervensi Keperawatan

No Doagnosa NOC/Tujuan NIC/ Intervensi


Keperawatan
1 Resiko Setelah dilaksanakan Pemanfaatan cairan :
kekurangan tindakan perawatan a. Mengkoreksi dan
volume cairan selama 3 x 24 jam menganalisa data pasien
berhubungan volume cairan untuk mengatur
dengan seimbang keseimbangan cairan
kehilangan cairan Keseimbangan cairan b. Menentukan riwayat
yang tidak dengan criteria hasil jumlah dan tipe masukan
disadari sekunder a. Nadi normal cairan dan kebiasaan
akibat fototerapi. b. Keseimbangan eliminasi
masukan dan c. Menentukan factor resiko
keluaran selama ketidak seimbangan cairan
24 jam (mis : hipertemia, terapi
c. BB stabil diuteric, patologis ginjal,
d. Hidrasi kulit baik gagal jantung, keringat,
e. Kelembabab disfungsi liver, kegiatan
membrane yang berlebihan,
mukasa baik d. Pantau berta badan

10
f. Serum elekrolit e. Pantau masukan dan
DBN keluaran
Hidrasi f. Pantau serum dan nilai
g. Tidak ada ekeltrolit urin dengan tepat
demam g. Pantau tekanan darah,
Kontrol resiko kecepatan jantung, status
h. Pengetahuan respirasi
tentang factor h. Pantau membrane mukosa,
resiko turgor kulit, kehausan
i. Pantau factor i. Pantau warna, jumlah, dan
resiko gravitasi spesifik dari urin
lingkungan j. Kelola cairan dengan tepat
j. Pantau factor k. Pertahankan kecepatan
resiko perilaku aliran
pasien Manajeman cairan
k. Mengatur l. Meningkatkan
strategi untuk keseimbangan cairan dan
mngontrol resiko mencegah komplikasi
sesuai dengan yang bersumber dari
kebutuhan ketidak normalan atau
l. Komitmen kaetidak sesuaian tingkat
terhadap strategi cairan.
control resiko m. Timbang berta badan
m. Pantau perub setiap hari
status kesehatan n. Pantau status hidrasi (mis :
kelambaban membrane
mukosa ketidakuatan nadi,
tekanan darah (ortostastik)
dengan tepat.
o. Pantau tanda-tanda vital
2 Resiko Setelah dilakukan Pengaturan suhu : mencapai
hipertermia tindakan perawatan dan atau mempertahankan
berhubungan selama 3 x 24 jam suhu tubuh dalam range
terpajan dengan suhu tubuh DBN normal
lingkungan yang dengan kriteria : a. Pantau suhu tubuh setiap 2
panas (fototerapi) a. Suhu kulit normal jam dengan tepat
dalam jangka b. Suhu badan 36 0 – b. Pantau suhu bayi baru lahir
waktu yang lama 37 0 C sampai stabil
c. Hidrasi adekuat c. Pantau tekanann darah,
d. Keseimbangan nasdi, dan pernafasan
asam basa DBN dengan tepat
e. Bilirubin DBN d. Pantau warna warna dan
suhu kulit
e. Pantau dan laporkan tanda
dan gejala hipotermi dan
hipertemi.

11
f. Tingkatkan keadekuatan
masukan cairan dan nurtisi
g. Tempatkan bayi baru lahir
pada ruangan isolasi atau
bawahpemanas
h. Pertahankan pans tubuh
bayi
i. Gunakan matras panas dan
selimut hangat yang
disesuaikan dengan
kebutuhan.
j. Gunakan mtras sejuk dan
mandi dengan air hangat
untuk mnyesuaikan dengan
suhu tubuh dengan tepat.
3 Ketidakefektifan Setelah dilakukan Breastfeeding assistance
pemberian ASI tindakan perawatan a. Fasilitasi kontak ibu
berhubungan selama 3 x 24 jam dengan bayi seawall
dengan reflex klien dapat merasakan mungkin
mengisap buruk kepuasan dalam b. Monitor kemampuan bayi
sekunder akibat menyusu dan untuk menghisap
kernikterus. menyusui c. Dorong orang tua untuk
Breast feeding meminta perawat
maintenance menemani saat menyusui
a. Klien menyusui d. Monitor kemampuan bayi
dengan efektif untuk menggapai putting
b. Bayi mencapai e. Dorong ibu untuk tidak
kepuasan dalam membatasi menyusui
menyusu f. Monitor integritas kulit
c. Pertumbuhan bayi sekitar putting
dbn g. Jelaskan penggunaan susu
d. Perkembangan formula.
bayi dbn
e. Ibu mengajukan
harga diri yang
positif dengan
menyusui
Brestfeeding
EsTablishment :
a. Infant mampu
mengenai areola
dengan benar
b. Mampu menekan
areola dengan
benar
c. Benar penghisapan

12
dan penempatan
lidah
d. Meneguk /
menelan min 5-10
menit setiap
menyusui
e. Minimal minta
susu 8 x / hari
f. Minimal BAK 6
X / hari
g. Bayi kenyang
setelah minum
ASI
4 Resiko kerusakan Setelah dilakukan Preeure management
integritas kulit tindakan perawatan a. Gunakan pakaian yang
berhubungan selama 3 x 24 jam longgar
dengan kulit membrane dan b. Hindari kerutan pada
kering sekunder mukosa kulit terjaga tempat tidur / bedongan
akibat pajanan      Tissue integriti : c. Jaga kebersihan kulit agar
fototerapi. Skin and muccos tetap bersih dan kering
membrane d. Mobilisasi klien (ubah
a. Temperatur kulit posisi klien tiap 2 jam )
dbn e. Monitor kulit adanya
b. Elastisitas kulit kemerahan
dbn f. Oleskan lation / baby oil
c. Kelembabab dbn pada daerah yang tertekan
d. Pigmentasi kulit g. Mandikan klien dengan
dbn sabun air hangat
e. Warna dbn
f. Tidak ada lesi
g. Tidak ada tekanan

13
BAB II
RESUME KEPERAWATAN
ASKEP PADA By. E ( 5 HARI) DENGAN NEONATUS
HIPERBILIRUBINEMIA DI RUANG PERINATAL RSMB
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : By. E
Usia : 5 hari
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Tanggal pengkajian: 12/1/2012
No. Medrek : 617960
Diagnosa medic : neonates hiperbilirubinemia
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. A
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Suku bangsa : Sunda
Alamat : Cimaung
Hub dengan klien : Anak
3. Keluhan utama saat pengkajian
Bayi tampak kuning sampai daerah paha.
4. Riwayat kesehatan sekarang
Bayi mulai kuning sejak usia 3 hari, makin lama makin kuning.
Golongan darah ayah, ibu, dan bayi O.
5. Riwayat kesehatan yang lalu
Bayi lahir melalui persalinan normal dari usia kehamilan 40
minggu aterm. BB bayi saat lahir 2900 gr, panjang badan 48 cm. saat
lahir bayi langsung menangis. APGAR score menit pertama dan ke lima
8/10.

14
6. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada riwayat penyakit kuning pada keluarga.
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : tampak lemah
b. Kepala leher
Dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan selaput / mukosa pada
mulut.
c. Dada
Ditemukan tanda icterus. Frekuensi napas 54 x/menit. BJA 100
x/menit.
d. Urogenital
Tidak ada kelainan
e. Ekstremitas
Menunjukkan tonus otot yang lemah
f. Kulit
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
g. Pemeriksaan Neurologis
Tidak ada tanda-tanda kejang dan lethargi.
8. Pemeriksaan penunjang
Tanggal Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
12-1-2013 Bilirubin total 16.65
Bilirubin direk 0.35
Bilirubin indirek 16.30
9. Terapi
Foto therapy
ASI/PASI 8 x 40-60 cc/hari
Terapi yang diberikan pada tanggal 10-12-2012 yaitu mefinal 3 x 1
tab, amoxan 3 x 1 tab, obipluz 1 x 1 tablet sehari.
Infuse RL + Syntocinon 1 amp untuk 20 tts/menit

B. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan

15
1. Analisa data
No Hari/tanggal Data Etiologi Problem
1 Senin, Ds : - Fungsi hepar Resiko
12-1-2013 Do : belum efektif kerusakan
- Klien integritas
menjalani Peningkatan kadar kulit
fototerapi bilirubin tak
selama 2 x 24 tekonjugasi
jam

Ikterik pada bayi

Tindakan
fotpterapi

2. Prioritas diagnose keperawatan


No DX Diagnosa Keperawatan
1 Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kulit
kering sekunder akibat pajanan fototerapi..

16
C. Intervensi Keperawatan

Tgl/Waktu No Dx Tujuan Dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi Keperawatan (NIC)


Senin 1. Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 Preeure management :
12-1-2013 jam membrane dan mukosa kulit terjaga dengan 1. Gunakan pakaian yang longgar
kriteria: 2. Hindari kerutan pada tempat tidur /
1. Membrane dalam batas normal bedongan
2. Temperatur kulit dalam batas normal 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
3. Elastisitas kulit dalam batas normal dan kering
4. Kelembabab dalam batas normal 4. Mobilisasi klien (ubah posisi klien tiap
5. Pigmentasi kulit dalam batas normal 2 jam )
6. Warna dalam batas normal 5. Monitor kulit adanya kemerahan
7. Tidak ada lesi 6. Oleskan lation / baby oil pada daerah
yang tertekan
7. Mandikan klien dengan sabun air
hangat Kolaborasi pemberian obat
analgesic

17
D. Implementasi Keperawatan

Tanggal/ No
Implementasi Keperawatan Respon klien Paraf
waktu DX
Senin 1  Menggunakan pakaian yang longgar  Bayi tampak tenang Aci
12-1-  Menghindari kerutan pada tempat tidur /  Tempat tidur klien rapi, klien tidak dibedong Aci
2013 bedongan karena sedang diberikan fototerapi.
Jam  Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih  Kulit bayi bersih dan kering Aci
10.00 dan kering  Posisi bayi sudah di ubah, bayi ditidurkan Aci
12.10  Mengubah posisi klien tiap 2 jam ) dengan posisi ditelungkupkan.
12.15  Memonitor kulit adanya kemerahan  Tidak ada kemerahan pada kulit bayi Aci
12.30  Mengoleskan lation / baby oil pada daerah  Baby oil sudah dioleskan pada daerah Aci
yang tertekan bokong dan punggung, klien tidur nyenyak

18
E. Evaluasi Keperawatan

Tgl/Waktu
No Dx Evaluasi Keperawatan TTD

Rabu, 1 S:- Aci


15-1-2013 O: kulit klien tampak bersih dan
kering.
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

DAFTAR PUSTAKA
Behran, dkk. 1999. Ilmu kesehatan anak Nelson. Jakarta: EGC.

Hidayat, A, A. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan


Kebidanan. Jakarta : salemba medika

Nanda. 2012. Nursing Diagnoses; Definition and Classification 2012-2014.


Philadelphia.

Ralph C. Benson & Martin L. Pernoll. 2009.BS Obstetri dan Ginekologi. Jakarta :
EGC

Surasmi, A. dkk. 2003. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta : EGC

Wong. L. D. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol 1 Wong. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai