Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

TETANUS NEONATORUM

Diajukan untuk memenuhi tugas Prantik Klinik Keperawatan, Keperawatan Anak yang diampu
oleh:

Septian Andriyani,S.Kp.,M.Kep

Disusun oleh:

Alia Yulianti 1801379

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2020
KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Devinisi
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai
gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung, tetapi sebagai
dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion
sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuro muscular (neuro musculae
jungtion) dan saraf autonom (Smarno, 2010).
Penyakit tetanus merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin clostridium
tetani yang ditandai dengan kejang otot paroksismal, disertai dengan kekakuan otot
seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini tampak pada otot massater dan otot-otot rangka.
Tetanus neonatorum adalah tetanus pada bayi usia hari ke 3 dan 28 setelah lahir dan
tetanus maternal adalah tetanus pada kehamilan dan dalam 6 minggu setelah melahirkan.
B. Patofiologi
Clostridium tetani masuk ke dalam tuuh manusia biasanya melalui luka dalam bentuk
spora. Penyakit akan muncul bila spora tumbuh menjadi bentuk vegetative yang
menghasilkan tetanospasmin pada keadaan tekanan oksigen rendah, bekrosis jaringan
atau berkurangnya potensi oksigen.
Masa inkubasi dan beratnya penyakit terutama ditentukan oleh kondisi luka. Beratynya
penyakit terutama berhubungan dengan jumlah dan kecepatan produksi toksin serta
jumlah toksin yang mencapai susunan saraf pusat. Factor tersebut selain ditentukan oleh
kondisi luka, mungkin juga ditentukan oleh kondisi luka, mungkin juga ditentukan oleh
strain clostridium tetani.
Toksin yang dikeluarkan oleh clostridium tetani menyebar dengan berbagai cara, sebagai
berikut:
1. Masuk kedalam otot, toksin masuk ke dalam otot yang terletak dibawah atau sekitar
luka, kemudian ke otot-otot sekiranya dan seterusnya secara asenden melalui sinap ke
dalam susunan saraf pusat.
2. Penyebaran melalui system limfatik, toksin yang berada dalam jaringan akan secara
cepat masuk ke dalam nodus limfatikus, selanjutnya melalui system limfatik masuk
ke peredaran darah sistematik.
3. Penyebaran ke dalam pembuluh darah
Toksin masuk kedalam pembuluh darah terutama melalui system limfatik, namun
dapat pula melalui system kapiler disekitar luka. Penyebaran melalui pembuluh darah
merupakan cara yang penting sekalipun tidak menentukan beratnya penyakit. Pada
manusia sebagian besar toksin diabsorbsi ke dalam pembuluh darah, sehingga
memungkinkan untuk dinetralisasi atau ditahan dengan pemberian antioksitosin
dengan dosis optimal yang diberikan secara intravena. Toksin tidak masuk ke dalam
susunan saraf pusat melalui peredaran darah karena sulit untuk menembus sawar otak.
Sesuatu hal yang sangat penting adalah oksitosin bisa menyebar ke otot-otot lain
bahkan ke organ lain melalui peredaran darah, sehingga secara tidak langsung
meningkatkan transport toksin ke dalam susunan saraf pusat.
4. Toksin masuk ke susunan saraf pusat (SSP)
Toksin masuk kedalam SSP dengan penyebaran melalui srabut saraf, secara
retrograde toksin mencapai SSp melalui system saraf motoric, sensorik dan
autonomy.
C. Etiologi
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri gram positif anaerob,
clostridium tetani, pada 1-2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke dalam tubuh yang
mengalami cedera (periode inkubasi) (Brennen U, 2012).
Penyebab tetanus neonatorum bermacam-macam yaitu karena pertolongan persalinan,
perawatan tali pusat, alat pemotong tali pusat dan luka karena insiden yang tidak bersih,
kegagalan Anteunatal Care pada ibu hamil.
D. Manifestasi Klinis
1. Bayi tidak mampu menyusu
2. Mulut bayi mencucu seperti mulut ikan
3. Mudah dan sering kejang terutama karena rangsangan sentuhan
4. Rangsangan sinar dan suara
5. Wajah bayi kebiruan
6. Suhu tubuh meningkat
7. Leher kaku
E. Pemeriksaan diagnostic
1. Pemeriksaan laboratorium didapati leukosit tinggi
2. Pemeriksaan cairan serebrospinal normal tetapi tekanan dapat meningkat karena
kontraksi otot.
3. Pemeriksaan elektromiogram dapat memperlihatkan adanya lepas muatan unit
motoric secara terus-menerus.
F. Pentalaksanaan Medis
Pelaksanaan tetanus neomatorum yaitu perawatan tali pusat dengan alat yang steril.
Penatalaksanaan yang lain sebagai berikut:
1. Netralisir toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
2. Membersihkan luka tempat masuknya kuman untuk menghentikan produksi toksin
3. Pemberian antibiotic untuk membunuh kuman penyebab
4. Pemberian nutrisi, cairan dan kalori sesuai kebutuhan
5. Perawatan di lingkungan yang tenang dan tidak terlalu terang
6. Mengurangi serangan kejang dengan pemberian obat pelemas otot
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TETANUS NEONATORUM

A. Pengkajian
1. Identitas : meliputi identitas bayu dan orang tua
2. Riwayat kesehata
a. Keluhan utama: biasanya bayi dikeluhkan sulit menyusui, terjadinya kejang, dan
demam
b. Riwayat penyakit sekarang : pengkajian sesuai PQRST dan keluhan penyerta
lainnya
c. Riyawat penyakit dahulu: dikaji apakah sebelumnya pasien pernah mengalami
kejang
d. Riwayat kesehatan keluarga: dikaji apakah memiliki riwayat penyakit turunan
3. Riwayat kehamilan
a. Prenatal :Dikaji apakah ibu sudah melakukan imunisasi TT
b. Riwayat natal : Tanyakan siapa penelong persalinan ibu
c. Riwayat post natal :Tanyakan pada ibu cara perawatan tali pusat, lalu sejak kapan
bayi tidak dapat menetek. Tanyakan selang waktu antara bayi tidak mau menetek
dengan gejala kejang yang pertama
4. Riwayat imunisasi : tanyakan apakah sudah pernah imunisasi DPT/DT atau TT dan
kapan terakhir di imunisasi
5. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan antropometri (PB, BBL, BB sekarang dan sebelum sakit, LLA, LD,
LP, LK)
b. Kepala : kaji bentuk kepala, kebersihan rambut dan kulit kepala, adanya lesi,
tanda-tanda trauma
c. Wajah: kaji adanya rhesus sardonicus, opistotonus dan trimus, dahi biasanya
berkerut, tampak menangis
d. Mata : alis mata terangkat, saat kejang terjadi dilatasi pupil, mata aga menyipit
e. Hidung : kaji adanya pernafasan cuping hidung, polip, secret yang menyumbat
jalan nafas, konsistensi secret da jumlahnya
f. Mulut : kaji adanya tanda-tanda sardonicus, cynusitis, kaji adanya secret yang
menyumbat, mulut tertarik ke bawah muka, sianosis
g. Leher : kaji adanya tanda-tanda kaku kuduk, pembesara kelenjar tyeoid
h. Dada : kaji adanya suara nafas tambahan, inspeksi bentuk, simetris, irama nafas,
biasanya terjadi takicardi.
i. Abdomen : kaji adanya distensi abdomen atau ke kakuan otot abdomen,
konstipasi akibat tidak adanya pergerakan usus
j. Ekstremitas : biasanya ekstremitas terjadi kekakuan
k. Integument : sangat sessitif terhadap rangsangan, adanya luka, kaji warna,
kebersihan, dan apakah ada oedem atau tidak
B. Diagnose keperawatan
Diagnose keperawatan yang kemungkinan muncul
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan nafas
2. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan reflex menghisap bayi
3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
C. Rencana tindakan keperawatan

Diagnose Tujuan/luaran Intervensi Rasional


keperawatan
Bersihan jalan nafas Luaran utama : Manajemen Jalan
tidak efekti Bersihan jalan nafas Nafas:
berhubungan dengan Setelah dilakukan 1. Monitor pola
spasme jalan nafas tidakan keperawatan nafas (frekuensi,
jalan nafas efektif, kedalaman,
dengan kriteria usaha nafas)
hasil: 2. Monitor sputum
- Produksi (jumlah, warna)
sputum 3. Lakukan
menurun (5) penghisapan
- Tidak sianosis lendir
(5) Terapi Oksigen:
- Tidak tampak 1. Monitor
gelisah (5) kecepatan aliran
oksigen
2. Bersihkan secret
pada mulut,
hidung da trakea,
jika perlu
3. Kolaborasi
penentua dosis
oksigen
Menyusui tidak Luaran utama: Pemberian
efektif berhubungan Status menyusui kesempatan
dengan Luaran tambahan: menghisap pada
ketidakadekuatan Status menelan bayi
reflex menghisap Setelah dilakukan 1. Monitor
bayi tindakan pernafasan bayi
keperawatan 2. Fasilitasi ibu
menyusui efektif menemukan
dengan kriteria posisi yang
hasil: nyaman
- Bayi mampu 3. Anjurkan
menghisap ASI memberi
- Reflex menelan kesempatan bayi
bayi membaik sampai lebih dari
- Usaha menelan 1 jam sampai
meningkat bayi menunjukan
tanda-tanda siap
menyusu
Pendampingan
proses menyusui
1. Monitor
kemampuan bayi
menyusu
2. Damping ibu
selama kegiatan
menyusui
berlangsung
3. Ajarkan ibu
mengarahkan
mulut bayi dari
arah bawah
kearah outing
susu
Hipertermi Luaran utama: Manajemen
berhubungan proses Termoregulasi hipertemia
infeksi Luaran tambahan: 1. Monitor suhu
Status neorologis tubuh
Termoregulasi 2. Monitor kadar
neonates elektrolit
Setelah dilakukan 3. Lakukan
tindakan pendinginan
keperawatan suhu eksternal (mis.
tubuh bayi menurun: Kompres dingin
dengan kriteria hasi: pada dahi, leher,
- Suhu tubuh dada, abdomen,
menurun. aksila)
Normal 36,5- 4. Kolaborasi
37,5°C (5) pemberian cairan
- Frekensi kejang dan elektrolit
menurun (5) intravena, jika
perlu
Manajemen kejang
1. Monitor
terjadinya kejang
berulang
2. Monitor
karakteristik
kejang (mis.
Aktivitas motoric
dan progresi
kejang)
3. Berikan alas
empuk di bawah
kepala, jika
diperlukan
4. Pertahankan
kepatenan jalan
nafas
5. Damping selama
periode kejang
6. Catat durasi
kejang
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. 2012. Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal. Volume 1

Mugeni S & Ristrini. 2016. PROFIL TETANUS NEONATORUM DALAM RANGKA


KEBIJAKAN ELIMINASI TETANUS MATERNAL DAN NEONATAL DI KABUPATEN
BANGKALAN PROVINSI JAWA TIMUR, TAHUN 2012-2014. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan. Volume 19 (2); 149-156

Simanjuntak P. 2013. PENATALAKSANAAN TETANUS PADA PASIEN ANAK. Medula.


Volume 1 (4);85-93

Laksmi, Ni.K.S. 2014. Penatalaksanaan Tetanus. Continung Profesional Development. Volume


41 (11); 823-827

Yuliastati & Nining. 2016. KEPERAWATAN ANAK. Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia

https://www.academia.edu/24395543/askep_tetanus_neonatorum

https://www.academia.edu/10969371/askep_tetanus_neonatorum

Anda mungkin juga menyukai