Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan masalah

C. Tujuan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Kejang demam adalah ganguan neurologis yang paling sering ditemukan pada

anak, hal ini terutama pada rentang usia 4 bulan sampai 4 tahun. Berbagai

kesimpulan telah dibuat oleh para peneliti bahwa kejang demam bisa berhubungan

dengan usia, tingkatan suhu tubuh serta kecepatan peningkatan suhu tubuh,

termasuk faktor hereditas juga berperan terhadap bangkitan kejang demam lebih

banyak dibandingkan dengan anak normal (Sodikin, 2012).

Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal diatas 38ºC). (Riyadi & Sukarmin, 2009).

Kejang demam adalah kejang pada anak antara usia 6 bulan sampai 5 tahun

yang disebabkan karena anak mengalami demam lebih dari 102ºF atau 39ºC. Tetapi

kejang tidak harus terjadi ketika suhu lebih dari 39ºC karena pada pada demam

yang temperaturnya lebih rendah dari 39ºC pun juga dapat terjadi kejang (Marmi,

2011).

B. Etiologi

(Suryanti, 2011), penyebab kejang demam yaitu::

1. Demam itu sendiri yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis

media, pneumonia, gastroentritis, dan infeksi saluran kemih.

2. Efek produk toksik dari pada mikroorganisme.

3. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.

4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.

5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus)

C. Manisfestasi Klinik
(Djamaludin, 2010), tanda dan gejala anak yang mengalami kejang demam adalah

sebagai berikut:

1. Demam

2. Saat kejang, anak kehilangan kesadaran, kadang-kadang nafas dapat berhenti

beberapa saat.

3. Tubuh, termasuk tangan dan kaki jadi kaki, kepala terkulai kebelakang,

disusul gerakan kejut yang kuat.

4. Warna kulit berubah pucat, bahkan dapat membiru, dan bola mata naik ke

atas.

5. Gigi terkatup dan kadang disertai muntah

6. Nafas dapat berhenti beberapa saat.

7. Anak tidak dapat mengontrol buang air besar dan kecil

D. Patofisiologi

Infeksi yang terjadi pada jaringan diluar kranial seperti tonsilitis, otitis media

akut, bronkitis penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik

yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh melalui

hematogen maupun limfogen

Penyebaran toksik keseluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan

menaikan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya

secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang

kenaikan suhu tubuh dibagian yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi

peningkatan kontraksi otot.

Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit dan jaringan tubuh yang lain akan

disertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostlaglandin.

Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi pada
neuron. Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion natrium, ion

kalium dengan cepat dari luar sel menuju kedalam sel. Peristiwa inilah yang diduga

dapat menaikan fase deplorasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang.

(Sujono & Sukarmin, 2009).

E. Pathway

Infeksi mikroorganisme, infeksi bakteri ISPA

Peningkatan Bersihan jalan


Sputum napas tidak
efektif

Toksik mikroorganisme menyebar secara hematogen dan limfogen

Kenaikan suhu tubuh di hipotalamus dan jaringan lain

Hipertermi

Pelepasan mediator kimia oleh neuron Proses penyakit, perawatan


seperti prostlaglandin, epinefrin
kurang terpapar informasi

Peningkatan potensial membran Ansietas


Defisit
Pengetahuan
Peningkatan masukan ion
natrium, ion kalium kedalam
sel neuro dengan cepat

kejang

Fase depolarisasi neuron dan otot dengan cepat


Penurunan respon rangsangan dari luar spasma otot mulut, lidah,
bronkus

Risiko cedera

(Sujono & Sukarmin, 2009)


F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksan penunjang untuk penyakit kejang demam adalah:

1. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk penyebab demam

atau kejang, pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap, gula darah,

elektrolit, urinalisis, dan biakan darah, urin atau feses.

2. Pemeriksaan cairanm serebrosphinal dilakukan untuk menegakkan atau

kemungkinan terjadinya meningitis. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk

menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manisfestasi

kliniknya tidak jelas. Jika yakin bukan meningitis secara klinik tidak perlu

dilakukan fungsi lumbal.

3. Elektroensefalografi

Pemeriksaan elektroensefalografi ( EEG ) tidak dapat memprediksi

berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada

pasien kejang demam. 

4. Pemeriksaan CT Scan dilakukan jika ada indikasi:

a. Kelainan neurologis fokal yang menetap atau kemungkinan adanya lesi

struktural di otak.

b. Terdapat tanda tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah

berulang, ubun-ubun menonjol, dan edema pupil). (Pudjiaji 2010)

G. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pemeriksaan neurologis yang pertama kali dilakukan secara inspeksi dengan

dilakukan adanya kelainan pada neurologis seperti kejang, gemeteran,

gerakan halus yang konstan, gerakan spasmodik yang berlangsung singkat

seperti otor lelah, gerakan involumer kasar tanpa tujuan, kelumpuhan pada

anggota gerak.

2. Pemeriksaan refleks, pada pemeriksaan ini yang dilakukan adalah:

a. Refleks supervisial, dengan cara menggores kulit abdomen dengan empat

goresan yang membentuk segi empat dibawah xifoid.

b. Refleks tendon, dengan mengetuk menggunakan hammer pada tendon,

bisep, trisep, pattela, achiles dengan penilaian pada bisep (terjadi fleksi

sendi siku), trisep (terjadi ekstensi sendi siku). Patella (terjadi ekstensi

sendi lutut), achiles (terjadi fleksi plantar kaki), apabila hiper refleks

berarti ada kelainan pada upper motor neuron dan apabila hiporefleks

maka ada kelainan pada lower motor neuron.

c. Refleks patologi, dapat menilai adanya refleks babinski dengan cara

mengompreskan plantar kaki dengan alat yang sedikit runcing, hasilnya

positif apabila terjadi kesistensi ibu jari.

3. Pemeriksaan tanda meningeal antara lain kaku kuduk dengan cara pasien

diatur posisi terlentang kemudian leher ditekuk apabila terdapat tekanan dagu

dan tidak menempel atau mengenai bagian dada maka terjadi kaku kuduk

4. Pemeriksaan tonus otot dengan menilai pada bagian ektremitas, dengan cara

memberi tahanan atau menggerakkan bagian otot yang akan dinilai.

(Hidayat,2009)

H. Komplikasi

(Betz & Sowden, 2002), komplikasi kejang demam yaitu :


1. Pneumonia

2. Asfiksia

3. Retardasi mental

4. Cedera fisik, khususnya laterasi dahi dan dagu.

I. Diagnosa

Berdasarkan perjalanan patofisologi penyakit dan manisfestasi klinis yang muncul

maka keperawatan yang muncul pada pasien dengan kejang demam adalah :

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sputum

2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

3. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi

4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

5. Resiko cidera berhubungan dengan spasme otot mulit dan lidah

J. Intervensi

No Diagnosa Luaran Score Intervensi


1 Bersihan jalan 1. Bersihan jalan napas 4 1. Manajemen jalan napas

napas tidak - Frekuensi napas 4 Observasi :

efektif - Pola napas 3 - Monitor pola napas

berhubungan - Batuk efektif - Monitor napas

dengan 2. Kontrol gejala tambahan


4
peningkatan - Kemampuan - Monitor sputum

sputum monitor Terapiutik:

munculnya gejala - Pertahankan

secara mandiri kepatenan jalan


4
- Kemampuan napas

monitor variasi - Berikan minum

gejala hangat
Edukasi:

- Anjurkan asupan

cairan

- Ajarkan batuk

efektif

2. latihan batuk efektif

Observasi:

- identifikasi

kemampuan batuk

- monitir adanya

retensi sputum

- monitor tanda dan

gejala infeksi

saluran napas

- monitor input dan

output cairan

terapiutik:

- atur posisi semi

fowler atau fowler

- pasang perlak dan

bengkok di

pangkuan pasien

- buang sekret pada

tempat sputum

edukasi:
- jelaskan tujuan dan

prosedur batuk

efektif

- anjurkan tarik napas

melalui hidung

selama 4 detik,

ditahan selama 2

detik, kemudian

keluarkan dari

mulut dengan bibir

mecucu

- anjurkan batuk

dengan kuat

langsung setelah

tarik napas dalam

2 Hipertermi 1. termoregulasi 1. manajemen hipertermia

berhubungan - menggigil observasi:

dengan proses - kulit merah - identifikasi

infeksi - kejang penyebab

- suhu tubuh hipertermia

- tekanan darah - monitor suhu tubuh

2. perfusi perifer terapiutik:

- denyut nadi perifer - longgar atau lepas

- turgor kulit pakaian


- tekanan darah - monitor koplikasi

diastolik hipertermia

- tekanan darah edukasi:

sistolik - anjurkan tirah

3. status kenyamanan baring

- keluhan tidak kolaborasi:

nyaman - kolaborasi

- gelisah pemberian cairan

- rileks dan elektrolit

- keluhan sulit tidur intravena

- kewaspadaan

2. regulasi temperatur

observasi:

- monitor tekanan

darah

- monitor dan catata

tanda gejala

hipertermia

terapiutik:

- sesuaikan suhu

lingkungan dengan

kebutuhan pasien

3. manajemen kejang

- monitor terjadinya

kejang berulang kali


- monitor

karakteristik kejang

- monitor TTV

Terapiutik:

- baringkan pasien

agar tidak terjatuh

- pertahankan

kepatenan jaan

napas

- catat durasi kejang

- dampingi selama

periode kejang

- reorientasi setelah

periode kejang

edukasi:

- anjurkan keluarga

menghindari

memasang apapun

ke dalam mulut

pasien saat periode

kejang

- anjurkan keluarga

tidak menggunakan

kekerasan untuk

menahan gerakan
pasien

kolaborasi:

- kolaborasi

pemberian

antikonvulsan
3 Ansietas 1. tingkat ansietas 1. redukasi ansietas

berhubungan - perilaku gelisah observasi:

dengan kurang - perilaku tegang - identifikasi saat

terpapar - frekuensi nadi tingkat ansietas

informasi - tekanan darah berubah

- pola tidur - identifikasi

- konsentrasi kemampuan

2. dukungan sosial mengambil

- kemampuan minta keputusan

bantuan pada orang - monitor tanda-tanda

lain ansietas

- bantuan yang terapiutik:

ditawarkan oleh - ciptakan suasana

orang lain terapiutik untuk

- jaringan sosial menumbuhkan

yang membantu kepercayaan

- dukungan emosi - temani pasien untuk

yang di sediakan emngurangi

oleh orang lain kecemasan

3. tingkat pengetahuan - pahami situasi yang

- perilaku sesuai membuat ansietas


anjuran edukasi:

- perilaku - jelaskan prosedur,

termasuk sensasi

yang mungkin

dialami

- anjurkan keluarga

agar tetap bersama

pasien

- latihan teknik

relaksasi

kolaborasi

- kolaborasi

pemberian obat

ansietasietas

2. terapi relaksasi

observasi:

- identifikasi teknik

relaksasi yang

pernah efektif

digunakan

- monitor respon

terhadap relaksasi

terapiutik:

- gunakan pakaian

longgar
- gunakan relaksasi

sebagai strategi

penunjang dengan

analgetik

edukasi:

- jelaskan tujuan,

manfaat, batasan,

dab jenis relaksasi

yang tersedia

- jelaskan secara

terperinci intervensi

yang di pilih

- anjurkan rileks
4 Defisit 1. tingkat pengetahuan 1. edukasi kesehatan

pengetahuan - perilaku sesuai observasi:

berhubungan anjuran - identifikasi kesiapan

dengan kurang - perilaku sesuai dan kemampuan

terpapar dengan menerima informasi

informasi pengetahuan - identifik

2. proses informasi asi

- memahami kalimat fakor-

- memahami faktor

paragraf yang

- memahami cerita dapat

- menjelaskan meningk

kesamaan antar 2 atkan


item dan

3. motivasi menurun

- pikiran berfokus kan

masa depan motivasi

- upaya menyusun perilaku

rencana tindakan hidup

- upaya mencari berdih

sumber sesuai dan sehat

kebutuhan terapiutik:

- keyakinan - sediakan materi dan

psoitif’inisiatif media pendidikan

kesehatan

- jadwalkan

pendidikan

kesehatan sesuai

kesepakatan

- berikan kesempatan

untuk bertanya

edukasi:

- jelaskan faktor

resiko yang dapat

mempengaruhi

kesehatan

- ajarkan perilaku

hidup bersih dan


sehat

2. edukasi pencegahan

jatuh

observasi:

- identifikasi

gangguan kognitif

dan fisik yang

memungkinkan

jatuh

- periksa kesiapan,

kemampuan

menerima informasi

dan persepsi

terhadap resiko

jatuh

terapiutik:

- siapkan materi,

media tentang

faktor-faktor

penyebab

- jadwalkan waktu

yang tepat untuk

memberikan

pendidikan

kesehatan sesuai
kesepakatan dengan

pasien dan keluarga

- berikan kesempatan

untuk bertanya

edukasi:

- ajarkan

mengidentifikasi

perilaku dan faktor

yeng berkontribusi

terhadap resiko

jatuh dan cara

mengurangi semua

faktor resiko

- ajarkan

mengidentifikasi

tingkat kelemahan,

cara berjalan,

keseimbangan

3. edukasi prosedur

tindakan

observasi:

- identifikasi kesiapan

dan kemampuan

meneima informasi

terapiutik:
- sediakan materi dan

media pendidikan

kesehatan

- jadwalkan

pendidikan

kesehatan sesuai

kesepakatan

edukasi:

- jelaskan tujuan dan

manfaat tindakan

yang akan di

lakukan

- jelaskan perlunya

tindakan yang di

lakukan

- jelaskan langkah-

langkah tindakan

yang akan di

lakukan
5 Resiko cidera 1. tingkat cidera 1. pencegahan jatuh

berhubungan - toleransi aktivitas observasi:

dengan spasme - kejadian cidera - identifikasi faktor

otot mulut dan - luka atau lecet resiko jatuh

lidah - ketegangan otot terapiutik:

2. kontrol kejang - pasang handrail

- kemampuan tempat tidur


mengidentifikasi - dekatkan bel

faktor resiko pemanggil dalam

pemicu kejang jangkauan pasiem

- kepatuhan edukasi:

meminum obat - anjurkan memanggil

- kemampuan perawat jika

mencegah fekor membutuhkakn

risiko pemicu bantuan untuk

kejang berpindah

- melaporkan - anjurkan

frekuensi kejang berkonsentrasi

- mendapatkan obat untuk menjaga

yang di butuhkan kesehatan tubuh

3. fungsi sensori - ajarkan cara

- ketajaman menggunakan bel

pendengaran pemanggil untuk

4. tingkat jatuh memanggil perawat

- jatuh dai tempat

tidur

- jatuh saat berdiri


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Demam adalah penyakit yang sering di jumpai pada anak. Demam yang tinggi pada anak
bisa memicu terjadinya kejang di tandai dengan suhu tubuh anak mencapai lebih dari 38
derajat.

Pertolongan pertama pada anak yang kejang yaitu membawa ke rumah sakit segera,
Kejang demam adalah kejang pada anak antara usia 6 bulan sampai 5 tahun yang disebabkan
karena anak mengalami demam lebih dari 102ºF atau 39ºC. Tetapi kejang tidak harus terjadi
ketika suhu lebih dari 39ºC karena pada pada demam yang temperaturnya lebih rendah dari
39ºC pun juga dapat terjadi kejang.

Saat kejang, pastikan jalan napas tidak terhalan, pakaian tidak ketat dan di longgarkan
posisikan anak miring agar lendir atau cairan dapat mengalir keluar. Periksa tanda vital baik
pernapasa, nadi dan suhu. Berikan antipiretik seperti parasetamol atau ibuprofen dan bila di
rumah dapat di berikan diazepam rektal

B. Saran

Berdasarkan pengetahuan faktor tinggi demam dan faktor usia anak pertama kejang
merupakan faktor resiko kejang demam, sehingga anak harus di kelola secara baik. Edukasi
kepada orang tua adalah hal yang terpenting, jika anak menderita demam jangan sampai
menjadi demam tinggi yang dapat memicu bangkitan kejang demam dan dapat mengurangi
kecemasan orang tua. Hal ini tidak hanya untuk menurunkan morbiditas tetapi juga
menghindarkan adanya dampak buruk bangkitan kejang pada anak,
DAFTAR PUSTAKA

Hartono.(2011). Kumpulan tips pediatri. Jakarta: Badan Penerbit IDAI

Hidayat.(2009). Askep Anak Kejang Demam, Juli 20 2013

Hidayat, Aziz. (2008). Pengantar ilmu keperawatan. Jakarta  : Salemba.

Khaidirmuhaj.(2009). Askep Anak Kejang Demam, Juli 20 2013  

Medicastore, (2011). Kejang Demam (Febrile Convulsion), Juli 20 2013

Nursalam, Dr. (2005). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika

Partini, (2013). Kiat praktis dalam pediatrik klinis, Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia
Cabang DKI Jakarta

Wangke,(2010). Kejang Demam, Juli .20 2013 From http://www.scribd.com/doc/55979274/01-


15-Kejang-Demam

Wongjingkang.(2012). Askep Anak Kejang Demam, Juli 20 2013  

Anda mungkin juga menyukai